• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kuman Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirnga di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Kuman Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirnga di Medan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan tidak

sepenuhnya reversibel, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan

memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. PPOK akan memiliki dampak pada

berbagai aspek kehidupan (medis maupun non medis), baik secara individual

maupun komunitas. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar

210 juta orang di dunia menderita PPOK dan terjadi peningkatan angka kematian

akibat PPOK lebih dari 30% dalam 10 tahun, bila intervensi untuk mengurangi

faktor resiko, khususnya pajanan asap rokok tidak dilakukan dengan baik, pada

tahun 2020 PPOK bahkan diperkirakan menjadi penyebab kematian terbanyak

ketiga di dunia. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian yang akan

memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai faal paru tidak akan

kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan

adekuat untuk mencegah terjadinya eksaserbasi. Secara umum eksaserbasi adalah

perburukan gejala pernapasan yang akut, ditandai dengan peningkatan sesak

napas, volume dan purulensi sputum. Hal ini sering menyebabkan pasien

membutuhkan perawatan rumah sakit pada PPOK derajat I,II dan III dan gagal

napas dengan ketergantungan pada alat-alat khusus pada PPOK derajat IV.

Mortalitas di rumah sakit mencapai 10% disertai outcome yang buruk. Mortalitas

(2)

2

1 tahun mencapai 40% dan meningkat sampai 59% pada pasien berusia lebih dari

65 tahun. (ATS, 2004)

Penyebab tersering eksaserbasi adalah infeksi bakteri virus dan polusi

udara. Sampai saat ini peran bakteri sebagai penyebab utama eksaserbasi pada

PPOK masih diperdebatkan. Berdasarkan hasil penelitian Patel AK dkk di india

tahun 2014 mendapatkan kultur positif pada 41 (82%) kasus. Bakteri yang sering

ditemukan yaitu: Streptococcus pneumonia, diikuti oleh Streptococcus pyogenes

dan Pseudomonas aeruginosa. Selain itu terdapat pula Staphylococcus aureus,

Klebsiella pneumonia, Haemophilus influenza dan E.coli. Pada penelitian ini juga

ditemukan bahwa pada PPOK derajat berat ditemukan Streptococcus pneumonia

sebagai kuman patogen sering ditemukan. (Patel AK, 2014)

Suradi dkk. di Surakarta tahun 2011 mendapatkan bahwa 46 (71%)

pasien yang mengalami eksaserbasi mempunyai hasil kultur dahak yang positif

mengandung bakteri pada Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta. Bakteri patogen

yang sering terisolasi saat eksaserbasi adalah Klebsiella spp (30,4%). Antibiotik

yang paling sensitif adalah Meropenem (80%) dan terdapat hubungan yang

bermakna antara derajat eksaserbasi dan obstruksi dengan kultur sputum yang

positif mengandung bakteri. (Suradi, 2012)

Usyinara mendapati 85 dari 87 sampel sputum tidak dicuci yang di kultur

ditemukan kuman, dimana dari total 131 isolat yang ada ditemukan 76 kuman

merupakan bakteri potensial patogen (BPP). Kuman terbanyak penyebab PPOK

eksaserbasi akut pada sputum tidak dicuci berturut turut yaitu Streptococcus

pyogenes (50%), Pseudomonas aeruginosa (15,38%), Streptococcus

beta-hemolyticus (13,46%), Streptococcus pneumonia (11,53%), dan Klebsiella

(3)

3

pneumonia (9,61%). Groenewegen, melaporkan proporsi infeksi bakteri sebesar

50% dari 171 pasien PPOK eksaserbasi dan menyimpulkan bahwa pasien dengan

fungsi paru yang lebih berat memiliki insiden infeksi bakteri yang lebih tinggi.

(Usyinara, 2006; Groenewegen, 2003)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti bagaimana

peranan bakteri pada PPOK eksaserbasi akut dan hubungannya dengan derajat

obstruksi pada pasien yang dirawat di ruang rawat inap paru di RSUP H. Adam

Malik Medan dan RS.Pirngadi Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi/ pola kuman pada PPOK eksaserbasi akut pada

pasien paru RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan ?

2. Bagaimana hubungan antara jenis bakteri tersebut dengan derajat obstruksi

(VEP1) pada PPOK ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola kuman dan derajat obstruksi (VEP1) pada pasien

PPOK eksaserbasi akut di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi

Medan serta antibiotik yang masih sensitif sesuai hasil uji kepekaan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi bakteri pada PPOK eksaserbasi akut pada

pasien paru di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan.

(4)

4

2. Mengetahui hubungan antara jenis bakteri dengan derajat obstruksi

(VEP1).

3. Bagaimana pola kepekaan antibiotik pada penderita PPOK.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dibidang akademik adalah untuk menambah informasi bagi peneliti

tentang hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat

obstruksi (VEP1) pada PPOK eksaserbasi.

2. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan yang lebih cepat dan tepat serta

pemberian antibiotika yang lebih rasional.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk

penelitian PPOK lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ PROFIL KUALITAS PRIBADI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN MODEL CAVANAGH (Studi Deskriptif Terhadap Guru

[r]

Hasil penelitian hubungan pemeriksaan sputum mikroskopis terhadap foto thoraks adalah dari 115 suspek TB paru ada 54 orang (47.0%) dengan hasil positif pada

7,6 Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, pertambahan usia, ada riwayat keluarga

Perlakuan yang dapat diberikan dalam penanganan dormansi benih yaitu dengan melakukan baik cara mekanis seperti penipisan kulit dengan diasah maupun digosok,

Sedangkan KDOQI 2000 membagi faktor risiko PGK menjadi factor rentan atau faktor yang meningkatkan kecurigaan akan adanya kerusakan ginjal yaitu usia tua dan riwayat

yang diperlakukan dengan isolat CK menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasibakteri dan interaksi antara konsentrasi dan instar larva berpengaruh sangat nyata

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.