• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

(Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur)

GANIS DWI CAHYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

(Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur

GANIS DWI CAHYANI H44050665

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(3)

RINGKASAN

GANIS DWI CAHYANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah.

Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sektor perumahan menyumbang 58% dari 27.996 m3 produksi sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta. Sedangkan pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah adalah dengan melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos. Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan.

Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos ”Mutu Elok”. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah.

Penelitian ini tentang produksi dan kelayakan finansial pengelolaan sampah yang kemudian akan menganalisis lebih jauh tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok yang akan

(4)

GANIS DWI CAHYANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah.

Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sektor perumahan menyumbang 58% dari 27.996 m3 produksi sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta. Sedangkan pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah adalah dengan melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos. Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan.

Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos ”Mutu Elok”. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah.

Penelitian ini tentang produksi dan kelayakan finansial pengelolaan sampah yang kemudian akan menganalisis lebih jauh tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok yang akan

(5)

produksi sampah. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok dengan menggunakan kriteria kelayakan NPV, IRR dan Net B/C. Dalam analisis kelayakan finansial dilakukan uji sensitivitas dengan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos dari pemerintah sebesar Rp 350/kg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos ”Mutu Elok” sebesar 5% dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok sebesar 5%.

Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario I adalah:

Y = 2.683 – 0.434X1 + 0.254X2 + 0.009X3– 0.142X6 – 0.316X8 –0.119X9

Variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga yang berpengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan untuk variabel jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%, dan variabel retribusi kebersihan berpengaruh nyata pada taraf 20%. Sedangkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario II adalah:

Y = 2.679 – 0.434X1 + 0.253X2 + 0.009X3– 0.142X6 – 0.318X8 – 0.144X9

Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5% adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga dan retribusi kebersihan. Sedangkan jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%.

Dari hasil analisis kelayakan finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” dengan bantuan kas warga, layak dijalankan. Hal ini berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV≥0, IRR> dari suku bunga rata-rata sebesar 10%, dan Net B/C≥1 dengan periode waktu proyek selama 10 tahun. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pemberian subsidi harga kompos dari pemerintah, peningkatan alokasi dana dari kas warga dan peningkatan tarif retribusi kebersihan akan meningkatkan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok”, sebaliknya penurunan alokasi dana dari kas warga dan penurunan tarif retribusi kebersihan akan menurunkan kelayakan finansial pabrik kompos ”Mutu Elok”.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola sektor perumahan dalam mempertimbangkan usaha pengelolaan sampah pemukiman yang dari hasil penelitian mampu memberikan keuntungan secara finansial serta dapat mengantisipasi peningkatan produksi sampah berdasarkan faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi produksi sampah.

(6)

diolah dengan menggunakan analisis regresi ganda. Dari analisis tersebut diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dari model persamaan produksi sampah. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok dengan menggunakan kriteria kelayakan NPV, IRR dan Net B/C. Dalam analisis kelayakan finansial dilakukan uji sensitivitas dengan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos dari pemerintah sebesar Rp 350/kg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos ”Mutu Elok” sebesar 5% dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok sebesar 5%.

Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario I adalah:

Y = 2.683 – 0.434X1 + 0.254X2 + 0.009X3– 0.142X6 – 0.316X8 –0.119X9

Variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga yang berpengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan untuk variabel jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%, dan variabel retribusi kebersihan berpengaruh nyata pada taraf 20%. Sedangkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario II adalah:

Y = 2.679 – 0.434X1 + 0.253X2 + 0.009X3– 0.142X6 – 0.318X8 – 0.144X9

Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5% adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga dan retribusi kebersihan. Sedangkan jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%.

Dari hasil analisis kelayakan finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” dengan bantuan kas warga, layak dijalankan. Hal ini berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV≥0, IRR> dari suku bunga rata-rata sebesar 10%, dan Net B/C≥1 dengan periode waktu proyek selama 10 tahun. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pemberian subsidi harga kompos dari pemerintah, peningkatan alokasi dana dari kas warga dan peningkatan tarif retribusi kebersihan akan meningkatkan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok”, sebaliknya penurunan alokasi dana dari kas warga dan penurunan tarif retribusi kebersihan akan menurunkan kelayakan finansial pabrik kompos ”Mutu Elok”.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola sektor perumahan dalam mempertimbangkan usaha pengelolaan sampah pemukiman yang dari hasil penelitian mampu memberikan keuntungan secara finansial serta dapat mengantisipasi peningkatan produksi sampah berdasarkan faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi produksi sampah.

(7)

Jakarta Timur) Nama : Ganis Dwi Cahyani NRP : H44050665 Disetujui, Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP : 131 637 025 Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP : 131 918 659

Dosen Pembimbing II

Nuva, SP, M.Sc

(8)

Jakarta Timur) Nama : Ganis Dwi Cahyani NRP : H44050665

Disetujui,

Diketahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP : 131 637 025 Dekan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Dr. Sri Hartoyo, MS NIP : 131 124 021

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP : 131 918 659

(9)

”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2009

Ganis Dwi Cahyani H44050665

(10)

di Madiun, Jawa Timur. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Kuswoto dan Sri Ani Nurwati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN Kebonsari III Tuban dengan tahun kelulusan 1999, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Tuban dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri I Tuban sampai dengan tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi di Bogor, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah Kru Koran Kampus IPB, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IPMRT Tuban, Sanggar Seni Sunda Gentra Kaheman dan Himpunan Profesi mahasiswa ESL (REESA). Penulis pernah menjadi juara I dalam karya tulis ilmiah olimpiade pertanian pelajar SMA seIndonesia serta mewakili Departemen ESL sebagai mahasiswa berprestasi tahun 2007. Penulis mempunyai pengalaman kerja sebagai asisten dosen mata kuliah Ekonomi Umum pada tahun 2008 dan magang di Badan Pertanahan Negara (BPN) wilayah Tuban pada tahun 2007. Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar dan pelatihan di berbagai acara. Sampai saat ini, penulis adalah penerima beasiswa BBM.

(11)

karena telah diberi kemudahan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dilatar belakangi oleh rasa keingintahuan yang besar dari penulis terhadap permasalahan sampah khususnya di wilayah DKI Jakarta serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian untuk menyusun skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di pabrik kompos ”Mutu Elok” dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi poduksi sampah rumahtangga di perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran usaha pengelolaan sampah perumahan yang dapat memberikan keuntungan secara finansial, serta menjadi masukan terhadap pemerintah daerah terkait dengan penetapan tarif retribusi kebersihan yang selama ini disusun berdasarkan pada luasan bangunan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis.

(12)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur)” dengan lancar. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data primer yang diperoleh penulis dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data hunian perumahan Cipinang Elok dan buku kas pabrik kompos ”Mutu Elok”. Dengan bimbingan dari Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS dan Nuva SP, M.Sc, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi. Untuk itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, bapak dan ibu, dengan penuh kesabaran selalu memberikan doanya kepada penulis.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS yang memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Nuva, SP, M.Sc yang memberikan bantuan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengatasi permasalahan selama pengerjaan skripsi.

4. Keluarga Besar Kuswoto, mbak Dian dan mas Priyo terimakasih atas segala dukungannya.

(13)

data.

6. Teman-teman di Departemen ESL angkatan 42, kalian semua adalah motivator terbaik bagi penulis.

7. Terspesial untuk penyemangat hati penulis, terimakasih.

Semoga skripsi hasil karya penulis dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2009

(14)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1 Produksi Sampah... 12

2.2 Proses Pengolahan Sampah... 15

2.3 Kebijakan Pengelolaan Sampah... 16

2.4 Undang-Undang Pengelolaan Sampah No.18 tahun 2008... 21

2.5 Lingkungan Pemukiman dan Perumahan ... 23

2.6 Penelitian Terdahulu yang Terkait ... 25

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30

3.2.1 Teori Ekonomi Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah... 30

3.2.2 Analisis Regresi ... 32

3.2.2.1 Persamaan Regresi Ganda... 33

3.2.2.2 Uji Hipotesis ... 33

3.2.3 Pengertian Proyek ... 34

3.2.3.1 Analisis Kelayakan Finansial... 38

IV. METODE PENELITIAN... 44

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 44

4.3 Penentuan Jumlah Responden... 46

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 47

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 47

4.5.1 Analisis Regresi Ganda ... 48

4.5.1.1 Persamaan Regresi Ganda... 52

4.5.2 Analisis Kelayakan Finansial... 52

4.5.3 Komponen Arus Penerimaan (Inflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 54

4.5.4 Komponen Arus Pengeluaran (Outflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 55

(15)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 60

5.1 Pengelolaan Sampah di Provinsi DKI Jakarta ... 60

5.2 Deskripsi Perumahan Cipinang Elok ... 62

5.3 Pengelolaan Sampah di Perumahan Cipinang Elok ... 67

5.3.1 Pengumpulan Sampah... 67

5.3.2 Retribusi Kebersihan... 68

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH RUMAHTANGGA ... 70

6.1 Karakteristik Responden ... 70

6.1.1 Sebaran Tempat Tinggal Responden ... 70

6.1.2 Tingkat Pendidikan ... 70

6.1.3 Tingkat Pendapatan Rumahtangga... 71

6.1.4 Jumlah Anggota Keluarga... 72

6.2 Faktor Penunjang ... 73

6.2.1 Pola Hidup... 73

6.2.2 Luas Tempat Tinggal ... 74

6.2.3 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga... 75

6.2.4 Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga... 76

6.2.5 Jenis Sampah... 77

6.2.6 Retribusi Kebersihan... 78

6.3 Fungsi Regresi Berganda ... 79

VII. KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH PABRIK KOMPOS ”MUTU ELOK”... 86

7.1 Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 86

7.2 Aspek Pelaksanaan Usaha... 87

7.2.1 Aspek Pasar... 87

7.2.1.1 Pangsa Pasar... 87

7.2.1.2 Bauran Pemasaran... 88

7.2.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 89

7.2.2 Aspek Teknis... 89

7.2.2.1 Lokasi Usaha... 90

7.2.2.2 Proses Pengolahan Sampah Organik... 90

7.2.2.3 Hasil Analisis Aspek Teknis ... 93

7.2.3 Aspek Manajemen... 93

7.2.3.1 Struktur Organisasi... 94

7.2.3.2 Tenaga Kerja ... 95

7.2.3.3 Hasil Analisis Aspek Manajerial... 95

7.2.4 Aspek Sosial... 95

7.3 Analisis Kelayakan Finansial... 96

7.3.1 Identifikasi Pemasukan ... 99

7.3.2 Identifikasi Pengeluaran... 102

7.3.3 Kriteria Kelayakan ... 105

7.4 Analisis Sensitivitas ... 106

(16)

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

8.1 Kesimpulan ... 117

8.2 Saran... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Hal

1. Produksi dan Volume Sampah yang Terangkut perhari di Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2003-2005 (satuan m3)... 4

2. Presentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta (%) tahun 1995-2005... 14

3. Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumbernya ... 46

4. Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Kompos ... 57

5. Distribusi Produksi Sampah di DKI Jakarta ... 60

6. Pembagian Blok dan Penduduk di Perumahan Cipinang Elok ... 64

7. Pembagian Tugas Pengambilan Sampah di Perumahan Cipinang Elok ... 67

8. Sumber dan Produksi Sampah di Perumahan Cipinang Elok ... 68

9. Ketentuan Tarif Retribusi Kebersihan di Perumahan Cipinang Elok ... 69

10. Hasil Analisis Regresi Skenario I ... 81

11. Hasil Analisis Regresi Skenario II ... 82

12. Total Penjualan Kompos di Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 100

13. Total Biaya Investasi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 102

14. Total Biaya Re-investasi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 103

15. Total Biaya Produksi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 104

16. Hasil Kelayakan Finansial Pabrik Kompos ”Mutu Elok”... 106

17. Ketentuan Subsidi Harga Kompos Pemerintah... 107

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 29 2. Grafik Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah ... 31 3. Mekanisme Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta ... 61 4. Sebaran Tempat Tinggal Responden Warga Perumahan Cipinang Elok.... 70 5. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Tingkat Pendidikan ... 71 6. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Tingkat Pendapatan Rumahatangga... 72 7. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Jumlah Anggota Keluarga... 73 8. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Pola Hidup... 74 9. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Luas Tempat Tinggal ... 75 10. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga... 76 11. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga... 77 12. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Jenis Sampah... 78 13. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan

Retribusi Kebersihan... 78 14. Alur Pengolahan Sampah... 92 15. Struktur Organisasi Pengelola Pabrik Kompos ”Mutu Elok” ... 94

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

1. Cashflow Kelayakan Finansial Pabrik Kompos ”Mutu Elok”... 123

2.1 Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario I... 125

2.2 Subsidi Harga Kompos dari Pemerintah Sebesar Rp 350/kg... 126

3.1 Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario II ... 128

3.2 Peningkatan Alokasi Dana dari Kas Warga untuk Pabrik Kompos “Mutu Elok” Sebesar 5% ... 129

3.3 Penurunan Alokasi Dana dari Kas Warga untuk Pabrik Kompos “Mutu Elok” Sebesar 5% ... 131

4.1 Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario Ke III ... 133

4.2 Peningkatan Tarif Retribusi Kebersihan Sebesar 5% ... 134

4.3 Penurunan Tarif Retribusi Kebersihan Sebesar 5% ... 136

5. Hasil Analisis Regresi Skenario I ... 138

6. Hasil Analisis Regresi Skenario II ... 139

7. Rekapitulasi Hasil Kuesioner... 140

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika jumlah manusia masih sedikit, cara hidup dan bermukim manusia selaras dengan lingkungan alam, namun seiring dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia terjadi perubahan cara hidup dan bermukim yang tidak lagi selaras dengan lingkungan alam. Kebutuhan akan tempat tinggal menjadikan lahan dan ruang dialih fungsikan menjadi perumahan yang disertai pula dengan fasilitas pelayanan hidup yang bermacam-macam, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, hiburan dan pasar. Fasilitas-fasilitas tersebut ditunjang dengan prasarana jalan, angkutan, listrik, air minum dan saluran sampah.

Penduduk membutuhkan pemukiman yang tersebar di dua macam lingkungan pemukiman, yaitu wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan. Keadaan lingkungan dan masalah yang dihadapi berbeda di kedua wilayah tersebut. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari sarana dan kepadatan penduduk yang bermukim di sana. Kota memiliki penduduk yang lebih padat dan sarana yang lebih lengkap serta memerlukan pengamatan yang lebih baik, sebaliknya dengan wilayah perdesaan dimana sarana pemukiman relatif sederhana. Perumahan di kota memiliki kelengkapan fasilitas dan pelayanan yang relatif lebih baik dibandingkan perumahan di desa. Hal ini menimbulkan kecenderungan meningkatnya proses urbanisasi ke kota. Akibatnya terdapat ketidakseimbangan pengembangan lingkungan di desa dan di kota. Perkembangan kota meningkat pesat, namun peningkatan ini tidak disertai dengan kemampuan pengelolaan kota untuk menyediakan pelayanan fasilitas publik yang layak bagi penduduk kota,

(21)

sedangkan kemampuan dan keterlibatan masyarakat pada pemeliharaan lingkungan juga sangat terbatas. Perumahan dan pemukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar juga mempunyai fungsi yang strategis sebagai: pusat pendidikan keluarga, pembinaan generasi muda, tempat persemaian budaya, pengejawantahan jatidiri dan barang modal (capital goods). Kebutuhan perumahan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 800.000 unit rumah baru per tahun. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Menurut Direktur Jenderal Perumahan dan Pemukiman (2008), perumahan dan pemukiman di Indonesia belum mempunyai sistem penyelenggaraan yang mantap, tingkat pemenuhan kebutuhan rumah yang masih rendah, serta tidak mempertimbangkan kualitas lingkungan pemukiman yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Produksi sampah perumahan tidak diperhitungkan sebagai faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas perumahan. Semakin besar kebutuhan masyarakat akan perumahan, maka akan semakin besar pula produksi sampah perumahan. Pertumbuhan kota yang tidak terkendalikan juga akan menyebabkan kawasan pemukiman tumbuh pesat dan sulit melakukan pengumpulan sampah.

Saat ini sampah masih menjadi permasalahan karena dampak negatif yang ditimbulkannya lebih besar dari pada dampak positifnya. Timbulan sampah selain berkorelasi positif dengan jumlah penduduk, juga merupakan ancaman bagi

(22)

peningkatan taraf hidup masyarakat karena ternyata timbulan sampah semakin tinggi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Awalnya, ketika terbentuknya suatu lingkungan masyarakat yang kemudian menjadi embrio kota, sampah belum menjadi masalah yang rumit karena daya dukung lahan yang relatif tinggi dan volume timbulan sampah yang relatif rendah sehingga pengelolaannya berjalan dengan alami. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara kapasitas sampah dan kebutuhan pelayanan. Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sebagai gambaran disini diberikan ilustrasi tentang Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta mencatat, setiap orang di Ibu Kota kini rata-rata menghasilkan 2,97 liter sampah perhari. Jumlah penduduk dari lima wilayah kota ini mencapai 12 juta jiwa, sehingga timbulan sampah yang harus dibuang setiap hari berkisar 26.945 m3 atau sekitar 6.000 ton. Pada tahun 2010, timbulan sampah per hari diperkirakan mencapai 6.337 ton, dan menjadi 6.678 ton pada tahun 2015. Timbulan sampah terbanyak berasal dari pemukiman, dengan demikian penghasil sampah terbesar adalah rumahtangga. Berdasarkan data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2005, kita dapat melihat berapa banyak produksi sampah per hari penduduk Jakarta dan volume yang terangkut setiap hari, sebagaimana dideskripsikan dalam tabel 2:

(23)

Tabel 1. Produksi dan Volume Sampah yang Terangkut perhari di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2005 (satuan m3)

Tahun Produksi sampah per hari (m3)

Volume Sampah yang terangkut per

hari (m3) % Sampah yang Tertanggulangi 2003 25.687 24.675 96,06 2004 26.264 25.446 96,89 2005 27.996 25.925 92,70 Sumber : Badan Pusat Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2005

Apabila timbulan sampah yang bersumber dari perumahan dan pemukiman belum teratasi dengan baik, tentunya akan menjadi suatu pencapaian terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan berdampak negatif terhadap masyarakat DKI Jakarta sehingga perlu adanya suatu pengelolaan sampah yang dapat menanggulangi timbulan sampah tersebut. Pengelolaan sampah di Indonesia masih sebatas cara membuang bukan mengolah. Cara yang dilakukan sekarang ini antara lain mencari lahan kosong dan kemudian berpindah lagi jika telah penuh atau dianggap tidak layak. Selain itu, pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, tidak menjadikan permasalahan sampah selesai begitu saja, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Penanganan sampah dengan cara pengangkutan dan pembuangan yang menumpuk ke suatu wilayah ini membutuhkan biaya operasional yang sangat besar dan hanya efektif dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang sangat tidak efisien dan kurang aman karena adanya keterbatasan daya dukung lahan dan lingkungan yang semakin lama semakin menipis dan tidak

(24)

mampu lagi menampungnya dan pada akhirnya menjadi bencana (Sitohang, 2008). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengelola sampah tanpa menggunakan biaya yang besar adalah dengan pengelolaan sampah berbasis komunitas dimana sampah dikelola secara kawasan dengan peran serta dari masyarakat. Peran serta tersebut antara lain adalah melakukan pemilahan sampah, mendirikan usaha pengelolaan sampah dan membayar iuran retribusi kebersihan.

Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos yang sangat banyak jumlahnya, tetapi belum digunakan secara optimal (Bintoro, 2008 dalam Sitohang, 2008). Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan. Penelitian tentang usaha pengelolaan sampah yang dapat memberikan kelayakan secara finansial adalah di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, dimana pengelolaan sampah dengan bantuan subsidi harga kompos dari pemerintah dan iuran retribusi kebersihan warga yang ditambah dengan peminjaman modal dari bank memberikan keuntungan bersih Rp 10.227.759,76, Net B/C 1,69 dengan periode pengembalian modal usaha selama 8 tahun (Sitohang, 2008).

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu permasalahan sampah di DKI Jakarta adalah mengenai pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang diterapkan pemerintah Provinsi

(25)

DKI Jakarta selama ini adalah mekanisme pengumpulan sampah dengan cara menjadikan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang sebagai ”Sink” dari seluruh distributor sampah di DKI Jakarta. Akibatnya, terjadi penumpukan volume dan keragaman sampah yang terlalu besar di TPA Bantar Gebang. Permasalahan sampah diawali dari peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk dialih fungsikan menjadi perumahan. Luas lahan yang semakin sempit menjadikan daya dukungnya untuk menampung sampah semakin menurun yang menjadikan sampah tidak terdekomposisi dengan baik dan menimbulkan pencemaran yang mengganggu kondisi lingkungan. Permasalahan sampah sudah seharusnya menjadi tanggung jawab masyarakat dengan kendali dari pemerintah pusat sebagai otoritas pemerintahan. Dalam hal ini penting melibatkan peran serta masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan mekanisme pengelolaan sampah yang dibuat pemerintah pusat. Alasan pentingnya keterlibatan masyarakat adalah masyarakat sebagai penghasil sampah, apabila tidak ada peran serta yang harus ditanggung masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah, berarti masyarakat hanya berkontribusi dalam peningkatan volume sampah. Peran serta masyarakat lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan membayar retribusi kebersihan yang besarnya sesuai dengan peraturan daerah setempat atau kesepakatan warga perumahan. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta no. 3 tahun 1999, tarif retribusi yang ditetapkan sebesar Rp 1.500 sampai Rp 10.000 per bulan yang dibebankan bersamaan dengan pembayaran listrik. Permasalahannya adalah tarif yang ditetapkan masih terlalu mahal untuk dapat dibayar oleh masyarakat miskin,

(26)

namun bagi masyarakat yang tingkat ekonominya menengah ke atas, tarif retribusi tersebut terlalu murah.

Menurut data dari Dinas Kebersihan tahun 2005, produksi sampah sebesar 27.996 m3 dihasilkan dari distributor yang berbeda. Distributor sampah terbesar berasal dari sektor perumahan dengan volume sampah sebesar 16.237,68 m3 tiap harinya. Dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu pasar, komersial, industri dan sarana umum, sektor perumahan mempunyai pengaruh terbesar terhadap peningkatan volume sampah yang diangkut ke TPA Bantar Gebang.

Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos ”Mutu Elok”. Warga perumahan Cipinang Elok yang berjumlah 718 keluarga mampu mengelola sampah rumah tangganya masing-masing. Lambat laun kegiatan ini berkembang menjadi pengelolaan sampah skala kawasan. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan salah satu peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Apabila pengelolaan sampah secara kawasan tidak dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok, maka volume sampah yang dihasilkan tidak akan terangkut dengan baik, menimbulkan berbagai pencemaran yang dapat memperburuk kondisi lingkungan dan mengurangi kenyamanan tempat tinggal.

Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang

(27)

mempengaruhi produksi sampah. Produksi sampah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Buku pedoman bidang studi “Pembuangan Sampah” menyebutkan ada tujuh faktor yang mempengaruhi produksi sampah. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jumlah penduduk dan kepadatannya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografi, iklim, musim dan kemajuan teknologi.

Dalam menjalankan usaha pengelolaan sampah, diperlukan studi kelayakan untuk mengetahui kelayakan usaha secara finansial dengan mengidentifikasi seluruh arus pemasukan dan arus pengeluaran. Hal ini penting untuk dilaksanakan mengingat pabrik kompos ”Mutu Elok” merupakan solusi yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok untuk mengurangi volume sampah berlebih ke TPA Bantar Gebang. Pendirian pabrik kompos ”Mutu Elok” diawali dengan permasalahan sampah yang tiap harinya mencapai 17 m3. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibahas pula tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok. Analisis tersebut diharapkan dapat memperlihatkan faktor-faktor mana saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dari model persamaan produksi sampah serta kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok sehingga diharapkan dapat diketahui besarnya biaya dan manfaat serta keuntungan atau kerugian yang dihasilkan dari usaha pengelolaan sampah tersebut.

Oleh karena itu, sebagai pertanyaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mekanisme pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta?

(28)

2. Bagaimana analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta?

3. Bagaimana analisis kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok, Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian ditujukan secara umum untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok serta kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” yang selama ini dilakukan di perumahan Cipinang Elok. Tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah:

1. Deskripsi mekanisme pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta.

2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta.

3. Analisis kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok, Jakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

(29)

1. Akademisi penelitian, khususnya di dalam analisis kelayakan finansial suatu proyek yang berbasis lingkungan, dalam penelitian ini adalah sampah.

2. Institusi lingkungan dan sumberdaya di dalam memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya produksi sampah.

3. Mahasiswa secara umum terkait dengan pemahaman pentingnya menilai suatu proyek yang memprioritaskan kondisi lingkungan.

4. Masyarakat luas di dalam mengedepankan kualitas lingkungan dengan melakukan pengelolaan sampah secara terpadu dengan peran serta dari masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur. Dalam penelitian ini, variabel yang akan dianalisis adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, luas tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran non konsumsi rumahtangga jenis sampah dan retribusi kebersihan. Untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah, maka digunakan analisis regresi ganda. Selain itu, dilakukan pula analisis kelayakan finansial terhadap usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok” yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok. Analisis finansial dimaksud untuk

(30)

mendapatkan kelayakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok berdasarkan harga pasar. Pabrik kompos ”Mutu Elok” di perumahan Cipinang Elok menghasilkan produk berupa kompos yang dipasarkan ke masyarakat sedangkan input dari proses produksi juga berdasarkan harga pembelian pasar. Dengan demikian usaha pengelolaan sampah di pabrik kompos ”Mutu Elok” milik warga perumahan Cipinang Elok ini dapat dianalisis secara finansial.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak diperhitungkannya faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi produksi sampah. Selain itu, analisis kelayakan hanya mempertimbangkan segi finansial suatu proyek dan tidak menghitung kelayakan ekonominya.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Sampah

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume serta jenis sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. Berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah No. 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:

1. Sampah rumahtangga, yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumahtangga.

2. Sampah sejenis sampah rumahtangga yaitu sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya.

3. Sampah spesifik, dapat didefinisikan menjadi beberapa penjelasan sebagai berikut:

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. c. Sampah yang timbul akibat bencana.

d. Puing bongkaran bangunan.

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah. f. Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Sedangkan menurut Ekolink dalamLingkungan untuk Manajemen (1996), sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas

(32)

manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Dalam hal ini, sampah yang diproduksi manusia dalam berbagai aktivitas terdiri dari sampah kering (anorganik) dan sampah basah (organik). Sampah kering diantaranya terdiri dari barang logam, kaca, kertas dan plastik. Golongan sampah ini banyak dijadikan barang komoditi lewat daur ulang oleh para pemulung, sehingga sedikit banyak mengurangi beban penanganan sampah lebih lanjut. Adapun bagi sampah basah yang banyak diproduksi rumahtangga, pasar-pasar tradisional terutama berasal dari sisa sayur mayur, hingga saat ini masih tetap menjadi permasalahan yang belum bisa dipecahkan langsung di lokasi.

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat bahwa volume sampah di Jakarta mencapai 27.996 m3/hari pada tahun 2005. Komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun bergeser ke arah sampah yang kompleks, termasuk adanya kandungan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti kandungan logam berat dan senyawa toksik lainnya pada sampah. Komposisi sampah di perkotaan, seperti DKI Jakarta mengalami penurunan komposisi sampah organik yang cukup signifikan, yaitu rata-rata sebesar 9,275 % setiap lima tahun, serta peningkatan sampah kertas dan plastik yang cukup besar pada lima tahun terakhir. Sedangkan komposisi sampah plastik mengalami rata-rata peningkatan sebesar 2,695 % setiap lima tahun (Saribanon, 2007). Berikut tabel 3 tentang presentase komposisi sampah di DKI Jakarta:

(33)

Tabel 2. Presentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta (%)Tahun 1995-2005 No. Komposisi Sampah Tahun 1995 1) (%) Tren Perubahan Presentase (%) 1995-2000 Tahun 2000 1) (%) Tren Perubahan Presentase (%) 2000-2005 Tahun 2005 2) (%) 1. Bahan Organik 73,92 -8,87 65,05 -9,68 55,37 2. Plastik 7,86 3,22 11,08 2,17 13,25 3. Kertas 10,18 -0,07 10,11 10,46 20,57 4. Kayu 0,98 2,14 3,12 -3,05 0,07 5. Kain 1,57 0,88 2,45 -1,84 0,61 6. Metal/Logam 2,04 -0,14 1,90 -0,84 1,06 7. Gelas/Kaca 1,75 -0,12 1,63 0,28 1,91 8. Tulang 0,00 1,09 1,09 -1,09 0,00 9.

Karet dan Kulit

tiruan 0,55 0,00 0,55 -0,36 0,19 10. Baterai 0,29 -0,01 0,28 -0,28 0,00 11. Lain-lain 0,86 1,88 2,74 4,23 6,97 Jumlah 100 100 100 Sumber : 1) Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2004

2) Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005

Dinas Kebersihan DKI Jakarta terlibat dalam proses pengambilan, pengangkutan dan pembuangan sampah, belum pada taraf pengelolaan terpadu. Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan, menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan bertumpu pada penimbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Oleh karena itu, proses distribusi dan transportasi menjadi penting. Mekanisme pengangkutan sampah dapat melalui tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) atau langsung ke TPA. Untuk sampah industri, sebagian ada yang didistribusikan ke TPA dan sampah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) diolah sendiri atau melalui PT. PPLI (Prasedha Paramah Limbah Industri) yang telah memperoleh ijin operasional dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan perusahaan swasta lainnya, yaitu PT. WGI

(34)

(Wiraswasta Gemilang Indonesia) dan PT. Dong Woo. Dengan kondisi armada pengangkutan dan TPS di setiap wilayah saat ini, Pemerintah DKI Jakarta belum mampu menangani seluruh sampah yang dihasilkan masyarakat Jakarta atau masih belum dapat mengelola sekitar 13% sampah setiap harinya dari total 27.996 m3 sampah (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005).

2.2 Proses Pengolahan Sampah

Menurut Hadi (2006) ada tiga proses pengelolaan sampah yang dapat diterapkan, antara lain pengomposan (composting), pembakaran (incineration) dan tempat pembuangan akhir sampah (Sanitary Landfill). Pengomposan (composting) adalah proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba. Pembakaran (incineration) sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara pengolahan sampah baik padat maupun cair. Di dalam incinerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Salah satu kelebihan incinerator adalah mencegah pencemaran udara dengan syarat incinerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari selama seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau.

Teknik pembuangan akhir sampah (Sanitary Landfill) adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik

(35)

ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan sampah tersebut, dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun.

2.3 Kebijakan Pengelolaan Sampah Pemukiman

Pengelolaan sampah dapat diartikan sebagai suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbulan, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, keahlian teknik, perlindungan alam, keindahan (estetis), pertimbangan-pertimbangan lingkungan dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1977).

Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sampah memiliki acuan pada amanat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 sebagai berikut:

1. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. 2. Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggungjawab, asas

berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi.

(36)

3. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya.

4. Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, antara lain dengan cara:

a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah.

c. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah.

d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.

e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah.

f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah. g. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat dan

dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. 5. Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai

kewenangan, antara lain:

a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah. b. Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan

(37)

c. Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan dan jejaring dalam pengelolaan sampah.

d. Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah.

e. Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.

Undang-Undang Pengelolaan Sampah juga mengatur tentang pengelolaan sampah rumahtangga. Dalam pasal 12 dijelaskan bahwa:

1. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.

Sedangkan pada pasal 13 dinyatakan bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Peraturan lain tertuang dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah bab VI pasal 19, tentang penyelenggaraan pengelolaan sampah rumahtangga yang menjelaskan bahwa pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 409/KPTS/2002 pasal 1 tentang pedoman kerjasama pemerintah dan badan swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum, menyatakan bahwa

(38)

penyelenggaraan dan pengelolaan sanitasi merupakan kegiatan investasi yang meliputi atau sebagian dari pengadaan, penyediaan, pengelolaan pencemaran ke badan air, sistem persampahan, air limbah dan atau air kotor. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 281-II/PD.03.04.LP pada tanggal 30 Oktober 1989 tentang persyaratan kesehatan pengelolaan sampah menyatakan bahwa pengelolaan sampah setempat dengan pola individual di pemukiman untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau memusnahkan sampah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Hanya dilakukan pada pemukiman yang kepadatannya kurang dari 50 jiwa per ha.

2. Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.

3. Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang galian tanah, jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 meter. 4. Sampah-sampah berupa baterai dan bekas wadah berbahaya dan beracun harus

ditangani secara khusus.

Selain dari Undang-Undang Pengelolaan sampah No.18 tahun 2008, pengaturan persampahan di Indonesia masih dalam tatanan Peraturan Daerah. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan sampah yang masih diatur secara parsial dan sektoral, seperti diatur dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman, Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perindustrian.

(39)

Menurut Pasal 29H UUD 1945 dinyatakan bahwa penanganan masalah sampah merupakan masalah Pemerintah, Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) yang memiliki kewenangan atas barang publik. Wewenang (hukum) publik yang bersifat tidak dapat dipindahtangankan (non transferable) kepada institusi atau badan hukum privat. Sehingga apabila badan hukum privat melakukan suatu pengelolaan sampah, maka kewenangannya hanya sebatas operator yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) dengan konsekuensi bahwa badan hukum privat itu tidak dapat memungut secara langsung biaya dari warga masyarakat untuk membiayai penanganan sampah yang dilakukan.

Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu:

1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia. Standar ini mengatur tentang jenis sumber sampah, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota.

2. SNI 19-2454-1991, tentang tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan. Standar ini mengatur tentang persyaratan teknis yang meliputi: teknik operasional, daerah pelayanan, tingkat pelayanan, pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan pembuangan akhir.

Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah: a. Penggunaan jenis peralatan

(40)

b. Sampah terisolasi dari lingkungan c. Frekuensi pelayanan d. Frekuensi penyapuan e. Estetika

f. Tipe kota

g. Variasi daerah pelayanan h. Pendapatan dari retribusi i. Timbulan sampah musiman

3. SNI 03-3241-1994, tentang tata cara pemilihan lokasi tempat tembuangan akhir sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 4. SNI 19-3964-1994, tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh

timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan.

2.4 Undang-Undang Pengelolaan Sampah No.18 tahun 2008

Rancangan Undang-Undang pengelolaan sampah, diawali dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Ir. Rachmat Witoelar No. 295 Tahun 2007 pada tanggal 11 Juni 2007 tentang dibentuknya tim kerja dan tim ahli pembahasan rancangan Undang-Undang pengelolaan sampah. Tim kerja yang dibentuk bertugas untuk:

(41)

1. Menyiapkan materi dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah.

2. Melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah.

3. Melaksanakan tugas lain dari Menteri Negara Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan persiapan dan/atau pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah.

Keputusan Menteri Negara untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Sampah mendapat tanggapan dari beberapa pihak. Sebagian pihak menyatakan bahwa Undang-Undang Pengelolaan Sampah harus segera disahkan agar dapat diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan sampah1). Namun tanggapan kontra tentang RUU Pengelolaan Sampah juga disampaikan dari beberapa pihak. Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah dianggap akan membebani daerah karena sulit dioperasionalkan2). Gejala RUU Pengelolaan Sampah sulit diaplikasikan di daerah, diantaranya tampak dari kondisi daerah. Prinsip di banyak negara, investasi awal untuk pengelolaan lingkungan hidup adalah tanggungjawab pemerintah.

Meskipun demikian, Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah tetap disetujui dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta pada tanggal 9 April 2008. Undang-Undang Pengelolaan Sampah menetapkan kewajiban setiap orang, pengelolaan kawasan dan produsen untuk melakukan pengelolaan sampah. Pengelola kawasan pemukiman, industri, hingga fasilitas sosial wajib

1) Pernyataan dari Ketua Koalisi LSM untuk Persampahan Nasional, Bagong Suyoto. Dikutip dari koran Antara tanggal 8 April 2008.

2) Pernyataan dari Direktur Pengelolaan Limbah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Setyo R Moersidi. Dikutip dari Koran Kompas tanggal 10 April 2008.

(42)

menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Sedangkan produsen wajib mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Undang-Undang ini juga mengatur tentang pemberian kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan dan biaya pengobatan kepada orang yang terkena dampak negatif dari kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Ketentuan pidana juga diberikan kepada pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3 hingga 12 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Dan pengelola sampah yang mencemari dan hingga menyebabkan kematian diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar.

Dalam implementasinya, Undang-Undang Pengelolaan Sampah mengalami beberapa hambatan. Perangkat dan penunjang terhadap pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Sampah seharusnya diimplementasikan dengan baik agar masyarakat dapat mengambil manfaat dari disahkannya Undang-Undang tersebut untuk mengatasi permasalahan sampah yang terjadi di Indonesia3).

2.5 Lingkungan Pemukiman dan Perumahan

Lingkungan pemukiman diartikan sebagai suatu kesatuan dari beberapa tempat tinggal/rumah yang didukung dengan sarana dan prasarana di dalamnya, misalnya sarana jalan, taman, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, perkantoran, perniagaan dan sebagainya. Selain itu lingkungan pemukiman dapat meliputi aspek fisik ataupun non fisik. Aspek fisik merupakan sarana dan prasarana yang

3) Pernyataan dari Daud Silalahi, pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Padjajaran Kompas tanggal 10 April 2008.

(43)

ada, sedangkan aspek non fisik merupakan kualitas lingkungan pemukiman tersebut, misalnya kenyamanan dan tingkat kesehatan (Avianto, 2005).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 pemukiman dapat dapat diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan pemukiman harus didukung oleh pelayanan dan utilitas umum yang sebanding dengan ukuran atau luasnya lingkungan dan banyaknya penduduk. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

Menurut definisi lain, pemukiman merupakan suatu sumber informasi tentang manusia dan aktivitasnya dalam suatu habitat. Pemukiman memiliki dua arti, yaitu (1) suatu proses dimana manusia menetap pada suatu area dan (2) Hasil dari proses menetap tersebut. Pemukiman tidak hanya sebagai tempat bekerja manusia melainkan juga untuk memenuhi fasilitas jasa, komunikasi, pendidikan dan rekreasi (Van der Zee,1986 dalam Hermawati, 2006).

(44)

2.6 Penelitian Terdahulu yang Terkait

Analisis Spearman yang digunakan dalam penelitian Iriani (1994) untuk melihat hubungan antara variabel-variabel indikator dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Medan Sunggal. Penelitiannya menunjukkan bahwa peran serta masyarakat pada daerah dengan kepadatan penduduk sedang (Kecamatan Medan Sunggal). Variabel yang digunakan sebagai indikator adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, lamanya tinggal dan pengetahuan masyarakat tentang sampah.

Penelitian-penelitian tentang pengelolaan sampah berbasis komunitas antara lain penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2006) tentang analisis komposisi sampah kota dan potensi pemanfaatannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat potensi sampah di empat lokasi penelitian yaitu di Pasar Parung (Bogor), TPA Galuga (Bogor), TPA Pondok Rajeg (Bogor) dan TPA Ciangir (Tasikmalaya). Potensi sampah organik berupa kompos dan biogas, sedangkan potensi sampah non organik berupa daur ulang plastik dan kertas.

Penelitian Hadi (2006) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang dalam pengelolaan sampah pasar studi kasus di Pasar Horas Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah usia responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, lama berdagang, status tempat berdagang, keadaan tempat berdagang, kategori berdagang dan sikap terhadap lingkungan.

Penelitian Alimah (2007), tentang perilaku kolektif komunitas Kampung Banjarsari dalam pengelolaan sampah domestik perkotaan berbasis masyarakat yang menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah di Kampung Banjarsari masih

(45)

sebatas pada perilaku kolektif dalam pembuangan sampah pada tempatnya, sedangkan aktivitas pemilahan sampah dengan penetapan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) tidak dilakukan.

Penelitian Sitohang (2008), tentang analisis finansial proyek usaha pengelolaan sampah kota Bogor berbasis komunitas (Kelurahan Bubulak, Bogor Barat). Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah berbasis komunitas dapat layak dijalankan apabila ada peran serta masyarakat melalui retribusi sampah dan bantuan subsidi kompos dari pemerintah. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah NPV, IRR, Net B/C dan PP.

Fatimah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul analisis kelayakan usaha pengelolaan sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara finansial proyek PLTSa di Kota Bogor tidak layak dijalankan karena komponen biaya investasi dan operasionalnya sangat mahal. Sebaliknya, proyek PLTSa di Kota Bogor menurut aspek pasar, aspek teknik dan aspek manajemen, layak untuk dijalankan.

Dari hasil penelitian terdahulu di atas, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, antara lain:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dianalisis dengan regresi ganda, sehingga dapat diketahui seberapa berpengaruh faktor tersebut dalam mempengaruhi produksi sampah.

2. Penelitian ini menghitung kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pemukiman, dengan studi kasus di perumahan Cipinang Elok.

(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian diawali dengan latar belakang kondisi lingkungan di DKI Jakarta terutama pada aspek persampahan. Berdasarkan kondisi lingkungan yang ada, akan dispesialisasikan pada lingkungan kawasan kota. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi lainnya.

Telah disebutkan bahwa kawasan perkotaan mempunyai salah satu fungsi sebagai tempat pemukiman. Perumahan dan pemukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar, juga mempunyai fungsi yang strategis. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya, terutama dalam hal produksi sampah.

Timbulan sampah selain berkorelasi positif dengan jumlah penduduk, juga merupakan ancaman bagi peningkatan taraf hidup masyarakat karena ternyata bahwa timbulan sampah semakin tinggi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Diawali dengan mendeskripsikan kondisi lingkungan, jumlah penduduk dan perumahan, selanjutnya penelitian ini akan mengambil satu studi kasus di perumahan Cipinang Elok, RW 010 Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Jakarta timur. Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian

(47)

diberi nama pabrik kompos ”Mutu Elok”. Permasalahan yang akan dirumuskan adalah tentang kondisi umum pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos ”Mutu Elok”. Tiap permasalahan mempunyai variabel-variabel yang akan dianalisis melalui pengolahan data hasil wawancara, data sekunder dan hasil pengisian kuesioner. Data akan diolah dengan menggunakan analisis regresi ganda dan analisis kelayakan finansial untuk menjawab permasalahan.

Untuk memperjelas alur dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran dalam Gambar 1.

(48)

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Pengelolaan sampah di DKI Jakarta

Pengelolaan Sampah di Perumahan Cipinang Elok

Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah “Pabrik Kompos

Mutu Elok” 1. Proses Pengelolaan Sampah 2. Produksi Sampah/hari 3. Populasi Rumahtangga 4. Sarana Pengelolaan

Sampah yang digunakan

1. Identifikasi Arus Penerimaan 2. Identifikasi Arus

Pengeluaran

3. Kriteria Kelayakan (NPV, IRR dan Net B/C)

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis Regresi Analisis Deskriptif

Pengelolaan Sampah Pemukiman Menjadi Lebih Baik. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah di Perumahan Cipinang Elok 1. Pola Hidup 2. Jumlah Anggota Keluarga

3. Pendapatan per Rumah tangga

4. Luas Tempat Tinggal 5. Tingkat Pendidikan 6. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 7. Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga 8. Jenis Sampah 9. Retribusi Sampah

Gambar

Tabel 2. Presentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta (%)Tahun 1995-2005  No.  Komposisi  Sampah  Tahun 1995  1)  (%)  Tren  Perubahan Presentase (%)  1995-2000  Tahun 2000  1) (%)  Tren  Perubahan Presentase (%)  2000-2005  Tahun 2005  2) (%)  1
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 3. Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumbernya
Tabel 5. Distribusi Produksi Sampah DKI Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan hasil uji statistik bernilai p=0.891 lebih besar dari alpha berarti tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan

Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh

melalui katupkatup yang terletak di bagian atas" Air laut jauh lebih berat daripada udara, sehingga berat t&tal kapalselam menjadi lebih besar dan membuat kapal

Berdasarkan wawancara penulis dengan pendidik Fikih MAN 2 Mukomuko Ibuk Gusnawati dengan pertanyaan, didalam diskusi kelompok apakah ibuk sudah memberikan bantuan

1) Penciptaan kalender oleh para dewata setelah mengalahkan Watugunung merangkap sebagai titik awal dari penetapan larangan atas incest. Itulah pencerahan yang pertama. Sang ibu

Dalam pengoperasian Alat tangkap belat sangat mengahandalkan pasang surut, jenis pasang surut yang terdapat di desa Anak Setatah adalah jenis pasang surut harian

Pada bobot kering umbi per rumpun (g) menunjukkan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot segar umbi per rumpun (g) tetapi pemberian sumber nitrogen organik serta

Proses belajar mengajar Bahasa Inggris pada Fakultas Ilmu Terapan dimulai dari persiapan dosen terhadap materi yang diajarkan kepada mahasiswa, kegiatan belajar