• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Durus Volume 1(1) Desember 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Durus Volume 1(1) Desember 2019"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

18

PANDANGAN KOSMOLOGIS TERHADAP TAKHAYUL PERTUNJUKAN TEATER TRADISIONAL KEMIDI RUDAT

Murahim

(FKIP Universitas Mataram) Isnaini Yulianita Hafi (Universitas Nahdlatul Wathan Mataram)

email: murachiem@gmail.com

Abstrak

Sebagai sebuah kesenian tradisional, Kemidi Rudat dalam proses pertunjukannya tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan masyarakat (takhayul) akan adanya kekuatan ghaib yang dapat mendukung atau bahkan mengganggu jalannya pertunjukan Kemidi Rudat. Pertunjukan Kemidi Rudat, terutama yang berkembang di daerah Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, khususnya di desa Terengan dalam proses pertunjukannya, baik sebelum maupun saat pertunjukan memiliki takhayul sebagai berikut: Tidak boleh ”kumpul” dengan istri pada malam sebelum pertunjukan diselenggarakan; Dalam pertunjukan, harus memakai kacamata hitam; Pertunjukan Kemidi Rudat harus menghadap selatan. Takhayul tersebut akan dikaji dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kosmologis. Dalam pandangan kosmologis, takhayul-takhayul di atas adalah keyakinan yang didasari proses komunikasi antara manusia dengan alam. takhayul pertama ini membuktikan kesadaran manusia sasak, khususnya masyarakat pendukung Kemidi Rudat ini akan dirinya sebagai hamba Allah (panjak) atau memiliki kesadaran kehambaan. Memakai kacamata hitam merupakan aktualisasi daya rohani yang melahirkan berbagai keahlian, khusuisnya di bidang seni sebagai bagian eksistensi sebuah bangsa. pertunjukan Kemidi Rudat yang harus menghadap ke selatan, dalam hal ini disebut daya, dalam pandangan kosmologis merupakan upaya untuk menghadap pada kebesaran Allah yang memiliki daya tak terhingga dengan mencoba menaklukkan secara spiritual penghalang menuju pada kebesaranNya. Pertunjukan Kemidi Rudat pada akhirnya adalah pertunjukan untuk melahirkan kesadaran; kesadaran sebagai hamba Allah dan menjadi manusia yang terus menerus menebar kebaikan dan kebermanfaatan bagi sesama manusia, kebaikan dan kebermanfaatan bagi alam, dan kemuliaan kehidupan.

Kata Kunci: Kosmologis, Takhayul, Kemidi Rudat PENDAHULUAN

Teater tradisional adalah suatu bentuk seni teater yang dihasilkan oleh kreativitas suku-suku bangsa Indonesia di beberapa daerah yang bertolak dari tradisi yang sejalan dengan tata kehidupan dan adat-istiadat serta diolah atas dasar cita rasa masyarakat pendukungnya, cita rasa para senimannya, yang erat hubungannya dengan pandangan hidup dan nilai-nilai tradisi yang kesemuanya bersumber pada kebudayaan yang dihayatinya (Murahim, 2010:34).

Di Nusa Tenggara Barat, khususnya di Lombok dikenal khasanah teater tradisional yang dimiliki oleh komunitas atau masyarakat Sasak. Teater tradisional Sasak ini dapat dikelompokkan ke dalam dua rumpun yang berkembang saling berdampingan dan saling mempengaruhi, yaitu: 1. Teater tradisional rumpun Jawa-Bali, yang disajikan dalam bentuk tembang dan tari (drama

tari). Teater tradisional ini mirip drama tari Gambuh dan Arja di Bali. Teater rumpun Jawa-Bali ini ada dua macam yang berkembang di Lombok, yaitu: teater Kayaq, seperti Cupak-Gerantang; dan teater Topeng, seperti Amaq Abir.

2. Teater tradisional rumpun Melayu-Islam, yaitu suatu jenis teater rakyat yang sudah mendapat pengaruh konsep teater barat dan sangat kuat ditunjang oleh kebudayaan Melayu. Cerita/ lakon yang dipentaskan bersumber pada cerita Seribu Satu Malam. Di Sumatera, jenis teater ini disebut Komidi Bangsawan atau Komidi Stambul. Di Lombok, teater tradisional jenis ini dikenal dengan nama Kemidi Rudat.

(2)

19

Secara etimologis, rincian istilah rudat belum di temukan secara jelas. Tapi menurut Iyus Rusmana istilah ini bisa di cari dari bahasa arab rudatun yang artinya taman bunga. Dalam hal ini berarti bunganya adalah pencak. Sedangkan menurut Enoch Atmibrata, rudat tarian merupakan tarian di iringi oleh musik terbangan yang unsur tariannya kental dengan nuansa agama, seni bela diri, dan seni suara (Fithrorozi dalam Murahim, 2010: 37).

Dalam penjelasan lain dikatakan bahwa rudat adalah sejenis kesenian tradisional yang semula tumbuh dan berkembang di lingkungan pesantren. Seni rudat merupakan seni gerak dan vokal yang diiringi tabuhan ritmis dari waditra sejenis terbang (rebana). Syair-syair yang terkandung dalam nyanyiannya bernafaskan kegamaan, yaitu puja-puji yang mengagungkan Allah dan Shalawat Rosul. Tujuannya adalah untuk menebalkan iman masyarakat terhadap agama Islam dan kebesaran Allah. Sehingga manusia bisa berakhlak tinggi berlandasan agama Islam dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, seni rudat adalah paduan seni gerak dan vokal yang di iringi musik terbangan yang di dalamnya terdapat unsur ke agamaan, seni tari dan seni suara.

Mengenai asal-usul Kemidi Rudat di Lombok, tak seorang narasumberpun yang dapat menjelaskannya secara pasti. Sumber tertulis yang menjelaskan secara lengkap tentang Kemidi Rudat ini tidak ada atau belum dijumpai sampai sekarang. Informasi yang menyebutkan secara sekilas, bahwa kesenian Rudat (tari dan kemidinya) dikembangkan pertama kali oleh Haji Lalu Mohammad Said di Kopang, Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 1920. Beliau mengembangkan kesenian Rudat ini sepulangnya dari Mekkah (Lalu Wacana, dkk; 1978/1979:62). Namun tidak dijelaskan darimana kesenian ini berasal.

Beberapa pendapat mengenai sejarah kesenian rudat juga tertulis dalam buku “Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Nusa Tenggara Barat” yang menyebutkan bahwa kesenian rudat ini merupakan perkembangan dari Sikir Saman dan Burdah, yang keduanya bersumber dari kesenian Arab. Sikir Saman adalah zikir yang dilagukan dan disertai gerakan Pencak Silat, sedangkan Burdah adalah nyanyian vokal yang dibawakan sambil menari dengan gerakan pencak silat juga, tetapi dalam posisi duduk. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kesenian rudat memang diterima utuh dari Negara Arab atau Turki. Pendapat ini dikuatkan oleh lagu-lagu yang hampir seluruhnya memakai syair dalam bahasa Arab. Demikian juga dengan tata busana yang dipakai oleh para pemainnya, terutama yang paling jelas dan khas adalah digunakannya topi tarbus dari Turki. Diperkirakan pula masuknya kesenian ini di Lombok sejalan dengan masuknya agama Islam (Sri Yaningsih,dkk dalam Murahim, 2010:38). Masyarakat Lombok yang dikenal sebagai pemeluk Islam, tentunya tidak sulit menerima kesenian ini. Karena selain bercorak Islam, didorong pula oleh para pengembang/pembinanya, yang umumnya dari kalangan pemeluk Islam yang taat.

Sebagaimana halnya kesenian-kesenian tradisional Sasak yang lain, kesenian/Kemidi Rudat ini pun dari sejak semula berfungsi sebagai media hiburan atau untuk memeriahkan pesta/upacara-upacara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti; upacara khitanan, pernikahan, syukuran panen yang berhasil dengan baik, membayar khaul, dan sebagainya. Namun bila dilihat dari tema pokok cerita yang disajikan, yang selalu menggambarkan kemenangan yang haq dan kekalahan yang bathil, maka pergelaran Kemidi Rudat dapat pula berfungsi sebagai media dakwah. Pada peringatan hari-hari besar nasional maupun daerah, Kemidi Rudat sering dipergelarkan di tanah lapang untuk memeriahkan sekaligus memberi hiburan segar kepada masyarakat.

Sebagai sebuah kesenian tradisional, Kemidi Rudat dalam proses pertunjukannya tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan masyarakat (takhayul) akan adanya kekuatan ghaib yang dapat mendukung atau bahkan mengganggu jalannya pertunjukan Kemidi Rudat. Pertunjukan Kemidi

(3)

20

Rudat, terutama yang berkembang di daerah Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, khususnya di desa Terengan dalam proses pertunjukannya, baik sebelum maupun saat pertunjukan memiliki takhayul sebagai berikut:

1. Tidak boleh ”kumpul” dengan istri pada malam sebelum pertunjukan di selenggarakan; 2. Dalam pertunjukan, harus memakai kacamata hitam;

3. Pertunjukan Kemidi Rudat harus menghadap selatan.

Takhayul tersebut akan dikaji dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kosmologis.

METODE PENELITIAN

Kepercayaan rakyat atau yang sering disebut takhayul adalah kepercayaan oleh orang berpendidikan Barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasarkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berhubung kata takhayul mengandung arti merendahkan atau menghina, maka ahli folklor modern lebih senang mempergunakan istilah kepercayaan rakyat atau keyakinan rakyat daripada takhayul, karena takhayul berarti hanya khayalan belaka hanya diangan-angan saja (Poerwadarminto dalam Danandjaja, 1997:153).

Takhayul menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Pada umumnya diwariskan secara lisan dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Media lisan atau tutur kata ini dijelaskan dengan syarat-syarat yang terdiri atas tanda (sign) atau sebab-sebab (causes) dan yang diperkirakan aka nada akibatnya (result). Sebagai contoh takhayul dalam Kemidi Rudat; pantang bagi para pemain Kemidi Rudat untuk tidur dengan istrinya semalam sebelum pentas Kemidi Rudat dilaksanakan. Jika pantangan itu dilanggar, maka akan banyak terjadi kesalahan dalam pementasan Kemidi Rudat yang dilaksanakan. Pementasan Kemidi Rudat desa Terengan harus dilakukan dengan menghadap ke selatan. Konsekuensi yang sama akan terjadi jika itu dilanggar, yaitu banyak kesalahan dalam pementasan Kemidi Rudat, baik lagu maupun geraknya. Para pemain Kemidi Rudat juga harus memakai kacamata hitam untuk menangkal perbuatan jahat oleh orang-orang yang akan mengganggu jalannya pertunjukan (Murahim, 2010: 128).

Kosmologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang landasannya berangkat dari refleksi (filosofis) berkenaan dengan upaya manusia untuk menalar kosmos, sebuah uraian tentang sejarah semesta alam dan kehadiran manusia di dalamnya. Dalam pandangan kosmologis, takhayul-takhayul di atas adalah keyakinan yang didasari proses komunikasi antara manusia dengan alam. Fathurrahman (2017:19-20) menjelaskan; manusia membangun konsep nilai dan arti dalam hubungannya dengan alamnya. Selanjutnya dalam proses historis masing-masing pengkosmos (manusia dan alam) saling mendukung melalui proses persepsi dan komunikasi, termasuk dalam memberi nilai dan arti dalam memahami suatu aksidensi dalam proses komunikasi. Aksidensi dalam proses komunikasi mewujud dalam keberhasilan atau kegagalan, dalam hal ini kedua pengkosmos saling memahami dan tidak saling menyalahkan. Aksidensi ini pula yang menyebabkan kesadaran interdependensi antar pengkosmos pada manusia sehingga akan berusaha menjaga komunikasi secara komplementer. Satu pengkosmos menjalankan fungsinya untuk pengkosmos lain. Daun yang berguguran atau pohon yang melapuk menjadi humus dan menjadi tempat bagi cacing dan sejenisnya yang menggemburkan tanah. Manusia menangkap rasa kehadiran makhluk halus sebagai isyarat untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

Kajian kosmologis terhadap takhayul pertunjukan Kemidi Rudat dilakukan untuk melihat lebih mendalam proses komunikasi manusia dengan alam atau makhluk lainnya untuk mewujudkan keserasian dan kesuksesan pertunjukan kemidi Rudat. Hal ini penting dilakukan untuk memahami bahwa dalam proses menjalani kehidupan, termasuk dalam berkesenian,

(4)

21

masyarakat Sasak meyakini tidak dapat lepas dari alam dan kehidupan-kehidupan makhluk lainnya.

PEMBAHASAN

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa pertunjukan Kemidi Rudat berjalan dengan iringan takhayul yang dijadikan sebagai penguat dalam proses sebelum maupun pada saat pertunjukan. Takhayul-takhayul tersebut antara lain; (1) tidak tidur atau kumpul dengan istri pada malam sebelum pertunjukan; (2) menggunakan kacamata hitam dalam pertunjukan; (3) pertunjukan harus menghadap selatan. Takhayul-takhayul tersebut dikaji dengan pendekatan kosmologis secara rinci pada bagian berikut;

Takhayul 1.

Takhayul pertama yang berbunyi “tidak tidur atau kumpul dengan istri pada malam sebelum pertunjukan” adalah manifestasi atau perwujudan rasa suci. Pertunjukan Kemidi Rudat berisi ajaran-ajaran islam, yang Haq harus menang melawan kebathilan. Isi pertunjukan tersebut dapat dianggap sebagai dakwah bagi penikmatnya. Dalam hal ini, pertunjukan Kemidi Rudat oleh para pendukungnya adalah bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan ibadah, kesucian adalah syarat utamanya. Kalau ibadah dilakukan dalam keadaan tubuh yang “kotor” atau belum bersuci, ibadah menjadi tidak berguna. Suwito (2015: 111) menegaskan bahwa memelihara diri dari kejelekan dan kehinaan adalah kemuliaan dan kesucian. Kesadaran bahwa Allah SWT adalah zat yang menjadi sumber dan tempat kembali segala kehidupan dan kesucian adalah keniscayaan yang harus selalu diusahakan oleh manusia agar apapu yang diusahakannya memiliki arti dan makna serta mendapatkan ridho Allah SWT. Pemikiran ini sejalan dengan ringkasan pemikiran kosmologi Islam. Kosmologi Islam diawali dengan pengetahuan dan kesadaran tentang keberadaan zat yang menjadi sumber dan tempat kembali segala kehidupan. Inilah yang dinamakan kosmologi tauhid. Jadi, takhayul pertama ini membuktikan kesadaran manusia sasak, khususnya masyarakat pendukung Kemidi Rudat ini akan dirinya sebagai hamba Allah (panjak) atau memiliki kesadaran kehambaan yang tugasnya adalah beribadah kepada Allah dengan landasan kesucian sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-zariyat: 56

وَمو ا خََ خقْاُو الَجخنْو وَخلْاِاْوَاإاُوَ ُويوعخبادَنو اِ

Artinya: dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu

Takhayul 2

Takhayul kedua dalam pertunjukan Kemidi Rudat adalah harus memakai kacamata hitam dalam pertunjukan. Penggunaan kacamata hitam oleh para pemain Kemidi Rudat pada dasarnya bermaksud untuk menghindari atau melawan gangguan ghaib oleh orang-orang yang tidak ingin pertunjukan rudat berlangsung dengan lancar. Serangan ghaib yang dimaksudkan menyerang bagian penglihatan para pemain sehingga penggunaan kacamata hitam dipercaya dapat memberi perlindungan. Dalam pandangan kosmologis, pesan dari penggunaan kacamata hitam ini adalah bagaimana memelihara hubungan baik dengan tidak saling mengganggu. Fathurrahman (2017: 26) menegaskan bahwa keseluruhan peradaban manusia pada dasarnya merupakan upaya untuk memelihara keseimbangan kosmologis sebagai salah satu bagian tugas dalam melaksanakan kekhalifahan di bumi. Memelihara hubungan dalam hal ini berarti tidak saling mengganggu, tidak saling merusak, tidak saling menyakiti, dan semacamnya.

Selain itu, memakai kacamata hitam merupakan aktualisasi daya rohani yang melahirkan berbagai keahlian, khusuisnya di bidang seni sebagai bagian eksistensi sebuah bangsa. Dalam berkarya, seseorang tidak hanya memerhatikan aspek teknik dan fungsi, tetapi juga memerhatikan aspek keindahannya. Pemakaian kacamata hitam dalam hal ini adalah aktualisasi daya rohani masyarakat dalam hal seni sebagai wujud pelengkap keindahan pertunjukan Kemidi Rudat yang

(5)

22

juga berfungsi sebagai pelindung dan penutup seperti fungsi utama yang disebutkan di awal pembahasan.

Takhayul 3

Takhayul ketiga adalah “pertunjukan Kemidi Rudat harus menghadap selatan”. Dalam pemahaman masyarakat Utara (dayan gunung), menghadap selatan dibahasakan dengan menghadap daya, yang memiliki makna berbeda dengan bahasa daya bagi masyarakat Lombok Barat. Daya bagi masyarakat Utara adalah gunung, yang dipandang sebagai tempat dengan daya atau kekuatan tertentu. Keberadaan gunung sebagai salah satu simbol kosmik juga dijumpai pada pagelaran wayang. Unsur sakral dan yang pertama sekali keluar dalam suatu pagelaran wayang adalah gunungan yang merupakan simbol dari gunung kosmik yang ditumbuhi oleh pohon kosmik., sebagai sarana kehidupan dan penghidupan (Fathurrahman, 2017: 9). Dalam proses perjalanan kisah wayang, gunungan itu disingkirkan karena perjalanan hidup manusia adalah upaya menghilangkan segala penghalang menuju Tuhan. Muhammad Isa Nuruddin (dalam Fathurrahman, 2017:9) menggambarkan gunung sebagai symbol penghalang antara manusia dengan Tuhan sehingga kebesaran gunung ini harus ditaklukkan baik secara fisik maupun spiritual dengan usaha manusia mendekatkan diri kepada Allah. Pendakian adalah salah satu pendekatan.

Jadi, pertunjukan Kemidi Rudat yang harus menghadap ke selatan, dalam hal ini disebut daya, dalam pandangan kosmologis merupakan upaya untuk menghadap pada kebesaran Allah yang memiliki daya tak terhingga dengan mencoba menaklukkan secara spiritual penghalang menuju pada kebesaranNya.

SIMPULAN

Pertunjukan Kemidi Rudat sebagai seni tradisional masyarakat Sasak merupakan media dakwah, media penyampaian nilai-nilai kebenaran melalui kesenian. Pertunjukan tradisional tidak dapat dilepaskan dari ritual-ritual sebelum maupun saat pertunjukan berlangsung. Termasuk di dalamnya adalah takhayul atau kepercayaan rakyat yang sudah melekat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan tradisional Kemidi Rudat. Takhayul-takhayul tersebut jika dipandang dari aspek kosmologi bukanlah sesuatu yang asal atau muncul begitu saja. Kemunculannya memiliki makna yang sangat dalam, berkaitan dengan tata laku komunikasi antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia sebagai upaya untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Melalui komunikasi inilah, kesadaran sebagai hamba Allah akan tertanam dan menjadi manusia yang terus menerus menebar kebaikan dan kebermanfaatan bagi sesama manusia, kebaikan dan kebermanfaatan bagi alam, dan kemuliaan kehidupan.

DAFTAR RUJUKAN

Bandem, I Made. 1988. Teater Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Pustaka. Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Dananjaya, James.1983. Fungsi Teater Rakyat Bagi Bangsa Indonesia. Dalam Seni dalam

Masyarakat Indonesia, Edy Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono ed. Jakarta: Gramedia. Fathurrahman, H.L. Agus. 2017. Kosmologi Sasak. Risalah Inen Paer. Mataram: Penerbit

Genius.

Murahim. 2010. Nilai Budaya Sasak Teater Tradisional Kemidi Rudat: Perspektif Hermeneutika (Tesis). Malang: Universitas Negeri Malang.

Suwito, N.S. 2015. Etika Lingkungan (echology ethics) dalam Kosmologi Sufi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa menara Telekomunikasi merupakan salah satu bahwa menara Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang infrastruktur

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan program kerja evaluasi terhadap penjualan, piutang usaha, dan penerimaan kas serta internal control Questionnaire

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh score akhir RULA adalah 5 masuk dalam kategori action level 3, hasil menunjukkan bahwa pemeriksaan

2015, RSUD ARIFIN ACHMAD ; ASISTEN APOTEKER PELAKSANA LANJUTAN, Thn.. 2016, RSUD ARIFIN

Hasi Penelitian Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan Susu Formula Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Balita Usia 2-4 Tahun Di Desa Nguwok Kecamatan Modo Kabupaten

Adapun strategi yang diterapkan pada kantor cabang dengan efisiensi tinggi, yang dalam hal ini adalah KCP Sukabumi Surade, dari segi sumber daya manusia untuk

Skripsi yang berjudul :Pengaruh Limbah Industri Jamu Dan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp.) sebagai Sinbiotik untuk Aditif Pakan Ayam Petelur Terhadap Kandungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan level aditif tepung daging buah pala pada luas kandang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan,