• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN

AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014 Siti Aisyah Rohmatus Sa’adah NIM A24100058

(4)

ABSTRAK

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH. Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap pertumbuhan dan hasil akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) varietas Verina 2 dengan menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya Penelitian disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas dua percobaan: (1) tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar (3 ulangan), (2) tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar (6 ulangan), dengan satu faktor dan tiga taraf: konsentrasi larutan hara 200 ppm, konsentrasi larutan hara 400 ppm, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan baru, dan bobot kering tajuk pada tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar, serta berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar pada tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar. Perlakuan konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tidak berkembang dengan baik. Tanaman akar wangi yang ditanam dengan pemberian konsentrasi larutan hara antara 400 ppm sampai 800 ppm memperoleh pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar tanaman yang lebih baik, oleh karena itu THST dapat diterapkan untuk budidaya akar wangi pada konsentrasi larutan hara tersebut sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan tajuk dan perakaran yang baik.

Kata kunci: sistem terapung, hidroponik, larutan hara, akar wangi

ABSTRACT

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH. Nutrient Solution of Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Cultivation Using Hydroponic Floating System Technology (HFST). Supervised by SLAMET SUSANTO.

The objective of this experiment was to determine the effect of concentration of nutrient solution on growth and yield of vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Verina 2 variety using Hydroponic Floating System Technology (HFST). This experiment that is a continuation of previous experiment. The experiment is based on a randomized complete block desing which consists of two experiments: (1) a plant that has not been done cutting the roots (3 replicates), (2) plants that have been done cutting the roots (6 replicates), with one factor and three-level: nutrient solution concentration of 200 ppm, nutrient solution concentration of 400 ppm and nutrient solution concentration of 800 ppm. The results showed that the concentration of the nutrient solution had significant effect on plant height, number of tillers, number of new saplings, canopy dry weight in plants that have not done cutting the roots, and root fresh

(5)

weight in plants that have been done cutting the roots. Treatment of nutrient solution concentration of 200 ppm resulted that the growth of plants do not develop properly. Vetiver plants that grown with the provision of nutrient solution concentration between 400 ppm to 800 ppm acquire a better canopy growth and root development of plants, therefore THST can be applied to the cultivation of vetiver on the concentration of the nutrient solution so it could produce a better canopy growth and root development.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN

AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang dibuat penulis setelah menyelesaikan penelitian selama tiga bulan. Hasil penelitian ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, yaitu:

1 Bapak Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, masukan dan dukungan selama penelitian serta penulisan skripsi.

2 Bapak Dr Ir Supijatno, Msi selaku dosen penguji ujian skripsi wakil urusan dari Departemen Agronomi dan Hortikultura yang memberikan masukan, saran, dan pengarahan terhadap penulisan skripsi.

3 Ibu Anggi Nindita, SP Msi selaku dosen penguji ujian skripsi yang memberikan masukan, saran, dan pengarahan terhadap penulisan skripsi. 4 Ibu Dr Tatiek Kartika S., MS selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan study dengan baik.

5 Bapak Abdul Faliq, SPd MPd dan Ibu Siti Fatimah, orang tua yang sangat berharga bagi penulis yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan, dan semangat serta kasih sayang.

6 Mas Zainul Maftukhin SSi anugerah terindah bagi penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

7 Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 Bapak Mamat selaku penjaga Kebun Rumah Kaca yang membantu dan menjaga dalam penelitian.

9 Dwi Wahyuni sahabat terbaik yang selalu mendukung penelitian penulis. 10 Teman-teman satu tim penelitian Akar Wangi dan bimbingan, Arini

Falahiyah dan Iva Nursyifa.

11 Edelweis AGH 47 yang bersama-sama menimba ilmu di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

12 Aris Sulfiana, Kak Ulya dan Agung Santosa yang sudah membantu dalam pengamatan.

Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan pertanian Indonesia.

Bogor, Desember 2014 Siti Aisyah Rohmatus Sa’adah

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Tanaman Akar Wangi 2

Ekologi Tanaman Akar Wangi 3

Nilai Ekonomi Tanaman Akar Wangi 4

Teknik Budidaya Akar Wangi 5

Teknologi Hidroponik Sistem Terapung 6

METODE 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Bahan 7

Alat 7

Prosedur Penelitian 8

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum 10

Fase Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi 15

Fase Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi 18

Kandungan Klorofil pada Tanaman Akar Wangi 21

Biomassa yang dihasilkan oleh Tanaman Akar Wangi 22

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

(13)

DAFTAR TABEL

1. Tingkat adaptasi tanaman akar wangi 4

2. Persyaratan mutu minyak akar wangi 5

3. Seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter fisiologi tanaman akar wangi pada saat 48 MSP 12 4. Pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap pertumbuhan tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru

pada umur 48 MSP 15

5. Pertumbuhan dan produksi akar tanaman akar wangi umur 48 MSP 19 6. Kandungan klorofil pada tanaman akar wangi pada umur 48 MSP 22

7. Biomassa tanaman akar wangi pada umur 48 MSP 23

DAFTAR GAMBAR

1. Infloresen bunga tanaman akar wangi 3

2. Tanaman akar wangi dengan sistem hidroponik sistem terapung

(THST) 7

3. Metode stressing pada masing-masing percobaan 9

4. Suhu rata-rata harian selama penelitian 11

5. Intensitas radiasi matahari selama penelitian 11

6. Pertumbuhan tanaman akar wangi 11

7. Pertumbuhan tanaman akar wangi (A1, B1, C1, dan D1) tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar. (A2, B2, C2, dan D2) tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar. 13 8. Pertumbuhan akar tanaman akar wangi (E1,F1, G1, dan H1)

panjang akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar. (E2, F2, G2, dan G2) panjang akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang sudah

dilakukan pemotongan akar 14

9. Jumlah daun tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. 17 10. Pajang akar tanaman akar wangi pada percobaan 1 dengan bahan

tanam belum pernah dipotong akarnya (A), panjang akar tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah

pernah dipotong akarnya 20

11. Kriteria akar besar, akar kecil, dan akar baru pada tanaman akar

wangi 21

DAFTAR LAMPIRAN

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) merupakan anggota famili Graminae penghasil minyak asiri penting di dunia. Kebutuhan minyak akar wangi dunia mencapai 300 ton tiap tahun. Saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 28% saja dari kebutuhan minyak akar wangi dunia (Mulyati et al. 2009). Rendemen minyak akar wangi yang sangat rendah yaitu 1.5-2% bobot kering, semakin menghambat peningkatan ekspor minyak akar wangi (Sani 2011). Mutu minyak akar wangi yang dihasilkan oleh petani Indonesia yang belum standar menyebabkan harga minyak akar wangi yang sangat fluktuatif (Kardinan 2005).

Usaha peningkatan produksi dan kualitas minyak akar wangi dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya akar wangi. Perbaikan teknik budidaya akar wangi, kegiatan pemanenan merupakan tahap penting yang menentukan hasil minyak akar wangi berkualitas tinggi. Kehilangan hasil pada proses pasca panen primer (pencucian dan pengeringan) dapat mencapai 65% (Mulyono et al. 2012). Nilai kehilangan hasil tersebut belum memperhitungkan kehilangan hasil akibat tertinggalnya akar di dalam tanah pada saat pemanenan. Menanggulangi kendala tersebut diperlukan satu teknologi budidaya yang tepat guna, salah satu teknologi budidaya yang dapat digunakan adalah teknologi hidroponik sistem terapung. Teknologi yang lebih maju ini penting untuk diterapkan guna meningkatkan produktivitas dan kualitas dari produksi tanaman akar wangi.

Aplikasi teknologi hidroponik pada tanaman akar wangi diharapakan dapat menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan akar wangi bermutu tinggi dengan input yang seminimal mungkin namun output yang maksimal dengan pemanenan yang mudah. Teknologi hidroponik merupakan kegiatan budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah, akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel, pasir, Pet, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman (Resh 1998).

Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat dikontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, dan dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim (Harris 1988). Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh teknik budi daya menggunakan teknologi hidroponik sistem terapung untuk tanaman akar wangi sehingga dapat memudahkan proses panen dan menghasilkan biomassa akar dengan kandungan bahan aktif yang tinggi. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan hara yang baik untuk pertumbuhan dan hasil akar wangi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi larutan hara, terhadap pertumbuhan tanaman akar wangi dengan menggunakan

(16)

2

teknologi hidroponik sistem terapung (THST) yang ditanam di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah IPB Dramaga.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat konsentrasi larutan hara yang menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman akar wangi yang dibudidayakan dengan menggunakan teknologi hidroponik sistem terapung.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Akar Wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) adalah tanaman yang berasal dari Birma, India, dan Sri Lanka, namun tidak diketahui secara pasti sejak kapan tanaman akar wangi ini dibudidayakan di Indonesia. Tanaman akar wangi ini tidak hanya dibudidayakan di Indonesia, tetapi juga sudah banyak menyebar ke Asia, Amerika, Afrika sampai Australia. Tanaman akar wangi ini ditemukan tumbuh secara liar dan sengaja ditanaman di berbagai negara beriklim tropis dan beriklim subtropis (Santoso 1993).

Tanaman akar wangi termasuk keluarga Graminae, morfologi akar wangi terdiri atas daun, akar, bunga, serta batang. Bunga akar wangi berwarna hijau atau ungu. Daun akar wangi berwarna kelabu, berbentuk garis, pipih, kaku dengan permukaan bawah daun licin, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Akar wangi termasuk tanaman dengan rumpun menahun yang lebat, besar, padat, tumbuh tegak lurus, dan kompak. Rumpunnya terdiri atas beberapa anak rumpun yang nantinya dapat dijadikan bibit untuk perbanyakan vegetatif dengan memisahkan anak rumpun atau memecah akar yang telah bertunas. Rumpun tersebut dapat tumbuh hingga ketinggian 1 - 3 m. Akar wangi merupakan tanaman dengan sistem perakaran serabut (Hartati et al. 2006).

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) telah melakukan penelitian tentang akar wangi, dari penelitian tersebut diharapkan diperoleh tanaman akar wangi yang menghasilkan minyak berkualitas. Upaya untuk memperoleh varietas akar wangi yang berkualitas tersebut adalah dengan program pemuliaan tanaman, diperlukan bahan genetik yang memiliki keanekaragaman sifat yang sangat luas, sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristik atau sifat unggul bagi tanaman akar wangi. Pemanfaatan plasma nutfah tidak optimal apabila tidak didukung oleh ragam genetik yang tinggi.

Hierarki taksonomi tanaman akar wangi adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida Ordo : Poales

(17)

3 Genus : Vetiveria

Species : Vetiveria zizanoides (L.) Nash

Seswita dan Hadipoentyanti (2010) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa eksplorasi dan koleksi plasma nutfah tanaman akar wangi sangat diperlukan untuk meningkatkan keragaman genetik. Ragam genetik yang luas mendukung pemanfaatan plasma nutfah sebagai upaya mendapatkan varietas unggul. Koleksi plasma nutfah tersebut kemudian diseleksi untuk mendapatkan varietas unggul. Tahun 2012, telah dilepas varietas unggul tanaman akar wangi yaitu varietas Verina 1 dan Verina 2. Kedua varietas tersebut adalah varietas yang diusulkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Deskripsi varietas Verina 2 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ekologi Tanaman Akar Wangi

Tanaman akar wangi tumbuh pada daerah dengan kisaran curah hujan antara 200 – 6000 mm setiap tahun. Tanaman akar wangi dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian sekitar 300 – 2000 meter diatas permukaan laut (mdpl). Tanaman akar wangi memiliki toleransi terhadap cekaman kekeringan dan dapat berproduksi dengan baik pada ketinggian 600 - 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Akar wangi ini walaupun dapat tumbuh hingga 100 mdpl, elevasi optimum tanaman akar wangi untuk menghasilkan minyak dengan kualitas baik adalah 700 mdpl dengan suhu optimum 17 – 27o C (Kardinan 2005).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas minyak tanaman akar wangi antara lain yaitu : keadaan tanah dan iklim. Jenis tanah andosol cenderung memberikan pengaruh memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Hermanto 1996). Tanah andosol dapat memberikan pengaruh baik bagi pertumbuhan tanaman akar wangi dalam hal ini dikarenakan tanah andosol memiliki kapasitas air dan kesuburan yang tinggi sehingga dapat menunjang kebutuhan pertumbuhan tanaman akar wangi (Kaunang 2008).

(18)

4

Derajat keasaman (pH) yang optimum untuk tanaman akar wangi adalah sekitar 6 – 7. Tanah yang terlalu masam akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, sedangkan tanah yang terlalu basa dapat menyebabkan mineral Mg tidak terserap sehingga bentuk akarnya kurus kecil. Tanaman akar wangi membutuhkan kondisi intensitas penyinaran yang cukup tinggi sehingga tidak sesuai apabila ditanam di bawah tanaman naungan karena dapat menyebabkan pertumbuhan akar yang kurang baik, sebab tanaman akar wangi menyukai sinar matahari langsung, dan bila ditanam di tempat yang teduh akan berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan akar dan mutu minyaknya (Santoso 1993).

Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh diberbagai substrat, seperti : liat pasir, tanah liat, batu kapur hancur, lempung liat berpasir, dan gambut campuran. Akar wangi juga memiliki potensi besar untuk merehabilitasi tanah dan air yang terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan logam berat serta toleran terhadap cekamar air dan cepat tumbuh setelah keadaan lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010; Chomchalow 2011). Tingkat adaptasi tanaman akar wangi tersaji pada Tabel 1.

Nilai Ekonomi Tanaman Akar Wangi

Santoso (1993) menyatakan bahwa nilai ekonomi tanaman akar wangi tersebut terdapat pada akarnya. Kardinan (2005) menjelaskan bahwa 60% dari bagian akar tanaman akar wangi mengandung senyawa vetiverol. Senyawa lain yang terdapat pada tanaman akar wangi adalah asam vetivenat, trisiklovetiven, vetiverol ester, asam benzoat, asam palmitat, serta α dan β vetiverone. Minyak dari tanaman akar wangi secara umum digunakan sebagai bahan baku dari parfum,

Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi

Kondisi/karakteristik Adaptasi

Tanah Tanah agak liat.

Topografi Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat menyebabkan kelebihan air.

Nutrisi Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P, toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn.

Kondisi tanah dan pH Tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat bertahan di pH 3.3–12.5

Logam berat Dapat menyerap logam berat terlarut dari air berpolutan, seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se, dan Zn.

Cahaya dan temperatur Dapat tumbuh di bawah naungan (shading). Toleran pada suhu -15 °C hingga 55 °C. Akar berdormansi pada suhu 5 °C.

Air Toleran pada kondisi kekeringan, banjir, dan tergenang. Toleransi tingkat presipitasi 6.4–42.0 tapi sekurang-kurangnya 225 mm/thn.

(19)

5 kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, dan pembasmi serangga. Minyak tanaman akar wangi juga diketahui sebagai pengikat aktif (fiksatif) yang kuat.

Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012). Mutu minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya penyulingan, bau gosong yang ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi (DAI 2009). Mutu minyak berdasarkan SNI 06-2386-2006 disajikan pada Tabel 2.

Tanaman akar wangi tergolong tumbuhan serba guna yang secara ekonomis memberikan berbagai keuntungan, selain akarnya untuk menghasilkan minyak atsiri sebagai bahan baku obat dan kosmetika, daunnya juga memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan untuk berbagai kerajinan tangan (tas, topi), untuk bahan baku kertas, bahan baku pestisida nabati, dan beberapa jenis atau varietas lainnya juga dapat menjadi sumber pakan ternak (Sukmana 1996).

Teknik Budidaya Akar Wangi

Tanaman akar wangi dapat dikembangbiakkan secara vegetatif melalui bonggol - bonggol dengan tiga sampai lima mata tunas yang diambil dari tanaman berumur 12 bulan atau lebih (Rochdiani 2008). Tanaman akar wangi dipanen rata-rata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen minyak sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten Garut 2011). Pecahan - pecahan bonggol tersebut kemudian dimasukkan ke dalam polybag yang sudah berisi media tanam, setelah 3 - 4 minggu kemudian tunas dan akar akan tumbuh dengan merata dan siap untuk dipindah tanamkan ke kebun yang lebih besar (Purwaningsih dan Subagiyo 2010).

Budidaya tanaman akar wangi di Indonesia secara umum masih diusahakan dalam usaha skala yang kecil. Petani tanaman akar wangi masih menggunakan teknik budidaya tradisional dengan sistem monokultur ataupun tumpang sari

Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

1.2 Warna - Kuning muda–coklat kemerahan

1.3 Bau - Khas akar wangi

2 Bobot jenis 20 °C/20 °C - 0.980–1.003 3 Indeks bias pada 20 °C - 1.520–1.530

4 Kelarutan dalam etanol 95% - 1:1 jernih, seterusnya jernih

5 Bilangan asam - 10–35

6 Bilangan ester - 5–26

7 Bilangan ester setelah asetilasi - 100–150

8 Vetiverol total % Minimum 50

(20)

6

dengan sayuran. Bahan tanam tanaman akar wangi yang umumnya dipakai oleh para petani di Kabupaten Garut adalah berasal dari bonggol jenis lokal tanpa adanya seleksi. Jarak tanam yang digunakan sangat bervariasi, yaitu 20 cm x 20 cm, 25 cm x 30 cm, 30 cm x 30 cm, 30 cm x 40 cm, 40 cm x 40 cm, 40 cm x 60 cm, dan 40 cm x 80 cm.

Kegiatan budidaya tanaman akar wangi secara monokultur dilakukan praktis tanpa adanya kegiatan pemupukan ataupun pemeliharaan lainnya. Kegiatan pemupukan dan pemeliharaan dilakukan apabila tanaman akar wangi dibudidayakan secara tumpang sari dengan sayuran (Damanik 1995).

Teknologi Hidroponik Sistem Terapung

Hidroponik, budi daya tanaman tanpa tanah, telah berkembang sejak pertama kali dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penemuan unsur-unsur hara esensial yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian tentang unsur-unsur penyusun tanaman ini telah dimulai pada tahun 1600-an. Budi daya tanaman tanpa tanah ini telah dipraktekkan lebih awal dari tahun tersebut, terbukti dengan adanya taman gantung (Hanging Gardens) di Babylon, taman terapung (Floating Gardens) dari suku Aztecs, Mexico dan Cina (Resh 1998).

Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi tanaman. Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keadaaan mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa, dan rockwool (Suhardiyanto 2011).

Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.

Teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak digunakan aerator, sehingga teknologi ini relatif lebih efisien dalam penggunaan energi listrik (Susila 2013). Di dalam kultur air, akar tanaman terndam dalam media cair yang merupakan larutan hara tanaman, sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak (Resh 1998).

(21)

7

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah University Farm dan Laboratorium Spektofotometer-UV Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dan dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga bulan Februari 2014.

Bahan

Bahan yang diuji merupakan bibit akar wangi varietas Verina 2 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Cimanggu. Bahan tanam yang digunakan adalah bahan tanam dari penelitian sebelumnya yang berumur 10 bulan. Komposisi larutan hara stok A terdiri atas Ca(NO3)2:

3510 g, dan Fe-EDTA: 360 g, sedangkan komposisi larutan hara stok B terdiri atas (NH4)2SO4: 648 g, K2HPO4: 1293 g, MgSO4.7H2O: 3325 g, MnSO4.3H2O:

36.6 g, CuSO4.H2O: 0.7 g, Na2B4O7.10H2O: 32 g, ZnSO4H2O: 7.9 g, H3BO3:

20.6 g, (NH4)6Mo7O2.4H2O: 1.56 g, dan Na2MoO4.2H2O: 1.6 g.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi bak tanam berukuran 55 cm x 55 cm x 65 cm, panel floating dibuat dari kayu yang berukuran (panjang x lebar) 65 cm x 65 cm dengan ketebalan 3 cm sehingga dapat diletakkan pada permukaan bak tanpa tenggelam, timbangan analitik, meteran, alat tulis, gunting pangkas, terpal atau plastik UV, aerator, styrofoam, dan oven.

Gambar 2 Tanaman akar wangi dengan sistem hidroponik sistem terapung (THST)

(22)

8

Prosedur Penelitian Persiapan dan Pembuatan Larutan Hara

Menyiapkan larutan stok A dan stok B dalam kontainer kapasitas 90 L. Larutan stok A dan stok B diencerkan dalam bak yang berkapasitas 150 L. Konsentrasi larutan stok A dan stok B untuk konsentrasi 200 ppm masing-masing diambil 937.5 mL dan diencerkan sampai 150 L, konsentrasi 400 ppm larutan hara stok A dan stok B masing-masing diambil 1875 mL, serta konsentrasi 800 ppm larutan hara stok A dan stok B diambil masing-masing 3750 mL diencerkan sampai 150 L pada bak tanam.

Pemeliharaan dan Pemanenan

Pemeliharaan tanaman meliputi pemangkasan pada umur tanaman 10 bulan pemangkasan dilakukan pada tanaman akar wangi yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar dan belum pernah dilakukan pemotongan akar, dengan tinggi sekitar 30 cm dari pangkal tanaman agar mendapatkan tinggi tanaman yang seragam pada umur 10 bulan dan pada saat awal dari penelitian selanjutnya yang akan dilakukan. Pengendalian hama dan penyakit, serta pemasangan terpal untuk menjaga kondisi bak agar tidak terjadi kebocoran. Pengurasan bak tanam selama satu bulan sekali dan mengganti larutan haranya. Pemanenan tanaman akar wangi akan dilakukan saat tanaman mencapai umur satu tahun.

Pengamatan dilakukan terhadap setiap semua tanaman contoh. Peubah yang diamati meliputi fase pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan produksi akar tanaman akar wangi serta pengamatan pasca panen.

Peubah yang diamati pada fase pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan produksi akar serta peuban yang diamati setiap minggu :

1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal tanaman sampai pada ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun, dihitung jumlah daun yang sudah membuka sempurna.

3. Jumlah anakan, dihitung jumlah anakan mulai dari 41 MST hingga minggu terakhir pengamatan.

4. Jumlah anakan baru, dihitung jumlah anakan baru mulai dari 41 MST hingga minggu terakhir pengamatan.

5. Panjang akar, diukur dari pangkal akar tanaman sampai pada ujung akar. 6. Jumlah akar besar, dihitung jumlah akar besar dengan ukuran diameter akar >

2 mm.

7. Jumlah akar kecil, dihitung jumlah akar kecil dengan ukuran diameter < 2 mm.

8. Jumlah akar yang baru muncul, dihitung jumlah akar yang baru muncul dengan ditandai akar yang masih berwarna putih dan belum ada akar tersier. 9. Suhu (oC), diukur pada waktu pagi, siang, dan sore hari setiap minggu

pengamatan.

Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer (oC) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008) :

(23)

9

Keterangan :

T07.30 = suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB

T13.30 = suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB

T17.30 = suhu pada pengamatan pukul 17.30 WIB

Peubah yang diamati pada waktu panen :

1. Bobot basah tajuk, dihitung bobot basah tajuk dari pangkal tanaman sampai ujung tajuk tanpa akar dengan menggunakan timbangan analitik.

2. Bobot basah akar, dihitung bobot basah dari pangkal akar tanaman sampai ujung akar yang sudah terpotong dari tajuk tanaman dengan menggunakan timbangan analitik.

Peubah yang diamati pada waktu pasca panen :

1. Bobot kering tajuk, dihitung bobot kering tajuk yang sudah di oven selama 24 jam di Laboratorium.

Metode stressing

Metode ini dilakukan pada saat umur tanaman mencapai 10 bulan dan pada awal penelitian lanjutan berlangsung, dengan cara mengurangi volume air dari volume awal 150 L dengan cara diambil setengah dari volume awal pada percobaan 1 sehingga menjadi setengah volume yang tersisa sebanyak 75 L itu akan digunakan dalam penelitian dengan ditambahkan konsentrasi larutan hara 200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Percobaan 2 juga dilakukan stressing air dari volume awal 150 L dengan cara diambil ¼ dari volume awal sehingga menjadi ¾ volume air yang tersisa sebanyak 112.5 L itu akan digunakan dalam penelitian dengan ditambahkan konsentrasi larutan hara 200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Metode stressing ini dilakukan untuk mempercepat proses kematangan akar sehingga dapat menghasilkan rendemen minyak atsiri yang lebih baik.

Jenis percobaan

Penelitian ini menggunakan dua macam percobaan, dimana terdiri dari bahan tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar (percobaan 1), dan dari

(24)

10

bahan tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2). Pemotongan akar dilakukan pada saat tanaman mencapai umur 10 bulan.

Analisis Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor berupa konsentrasi larutan hara dengan 3 taraf yaitu 200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali pada percobaan 1 dengan kondisi tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar dan pengulangan dilakukan sebanyak enam kali pada percobaan 2 dengan kondisi tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar. Sehingga terdapat 9 tanaman yang harus diamati pada percobaan 1, dan terdapat 18 tanaman yang harus diamati pada percobaan 2, sehingga terdapat 27 tanaman keseluruhan yang harus diamati. Model rancangan kelompok lengkap teracak adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + ßj+ εij

Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan konsentrasi larutan hara ke-i (i= 1, 2, dan 3)

ßj : Pegaruh ulangan ke-j (j=1, 2, dan 3) dan (j=1, 2, 3, 4, 5, dan 6)

εij : Pengaruh galat percobaan ke-i dan ulangan ke-j

Pengolahan data pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil dianalisis menggunakan uji F dan apabila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan uji nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α=5 % (Gomez dan Gomez 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dan penelitian berlangsung mulai bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014. Suhu rata harian selama penelitian berlangsung yaitu 31.3 °C, dengan rata-rata suhu pada saat pagi hari 29.2 oC, suhu pada saat siang hari 41.8 oC, dan suhu pada saat sore hari 23.7 oC. Suhu rata-rata harian rumah kaca selama penelitian disajikan pada Gambar 4.

Intensitas radiasi matahari yang tertinggi yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor adalah pada 43 MSP yaitu sekitar 14.7 MJ m-2 dan terendah pada 45 MSP yaitu 6.2 MJ m-2 yang disajikan pada Gambar 5.

(25)

11

Pertumbuhan tanaman selama penelitian ini menunjukkan semakin melambatnya proses pertumbuhan tanaman, bagian yang mudah diketahui menurunnya pertumbuhan yaitu jumlah daun dan jumlah anakan tanaman, hal ini dikarenakan umur tanaman yang sudah memasuki fase penuaan atau senesen. Menurunnya jumlah anakan dan jumlah daun ini disebabkan karena fase pertumbuhan tanaman yang mulai ke arah fase generatif dan lebih berpusat kepada proses pembentukan minyak (Rosman et al. 2013).

Kondisi daun menunjukkan warna yang semula dari hijau menjadi berubah warna yang semakin kekuningan dan kecoklatan kemudian daun menjadi mengering, dalam hal ini perubahan warna daun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Intensitas radiasi matahari selama penelitian Gambar 4 Suhu rata-rata harian selama penelitian

(26)

12

Gambar A menunjukkan kondisi tanaman pada keadaan awal pertumbuhannya jumlah daunnya masih banyak dan berwarna hijau segar dan pada gambar B menunjukkan kondisi tanaman yang sudah mulai mengalami senesen sehingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan tanaman terutama pada jumlah daun dan jumlah anakannya sehingga banyak daun yang berwarna kuning kecoklatan. Perkembangan tanaman selama penelitian tidak mengalami gangguan yang disebabkan oleh penyakit karena tanaman akar wangi tahan terhadap serangan penyakit dan karena tempat penanamannya di rumah kaca sehingga dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman, sehingga penelitian juga dapat berjalan dengan baik.

Tabel 3 Seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter fisiologi tanaman akar wangi pada saat 48 MSP

Peubah yang diamati

Percobaan 1 (belum pernah dilakukan

pemotongan akar)

Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan

pemotongan akar)

Uji-F KK (%) Uji-F KK (%)

Karakter Agronomi

Tinggi tanaman (cm) * 6.44 tn 15.16

Jumlah daun (helai) tn 23.12 tn 21.76tr

Jumlah anakan (unit) * 11.08 tn 20.14tr

Jumlah anakan baru (unit) * 5.28 ** 24.21tr

Bobot basah tajuk (g) tn 20.54 tn 20.02

Bobot kering tajuk (g) * 17.11 * 20.82

Panjang akar (cm) tn 8.93 tn 20.64

Jumlah akar besar (unit) tn 13.71tr tn 23.94tr

Jumlah akar kecil (unit) tn 22.18tr tn 21.57tr

Jumlah akar baru (unit) tn 29.67tr tn 27.37tr

Bobot basah akar (g) tn 18.10 * 11.86

Karakter Fisiologi Klorofil a (mg g-l) - - tn 16.22tr Klorofil b (mg g-l) - - tn 11.46tr Karoten (mg g-l) - - tn 8.99tr Antosianin (µmol g-l) - - tn 7.19tr Klorofil total (mg g-l) - - tn 16.90tr

MSP: minggu setelah perlakuan; tn: tidak nyata; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tr: transformasi.

Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa ringkasan hasil penelitian untuk seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter fisiologi pada saat 48 MSP. Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi larutan hara menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan baru, dan bobot kering tajuk pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar. Kosentrasi larutan hara juga memberikan pengaruh nyata terhadap hasil jumlah anakan baru, bobot kering tajuk, dan bobot basah akar pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap hasil yang diamati pada seluruh karakter fisiologi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.

(27)

13

Gambar 7 Pertumbuhan tanaman akar wangi (A1, B1, C1, dan D1) tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar. (A2, B2, C2, dan D2) tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar.

(28)

14

Gambar 8 Pertumbuhan akar tanaman akar wangi (E1,F1, G1, dan H1) panjang akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar. (E2, F2, G2, dan G2) panjang akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar

(29)

15 Pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 7 yang menunjukkan bahwa pada umur tanaman yang semakin bertambah pertumbuhannya semakin mengalami penurunan, terutama pada pertumbuhan jumlah daun yang dihasilkan menunjukkan penurunan pada setiap minggunya, begitu pula pada jumlah anakan yang dihasilkan juga ada yang mengalami penurunan. Tinggi tanaman pada setiap minggunya mengalami kenaikan dan begitu pula pada jumlah anakan baru yang menunjukkan adanya perubahan setiap minggunya. Gambar 8 menunjukkan pertumbuhan akar tanaman mengalami banyak peningkatan pada jumlah akar besar dan jumlah akar baru yang dihasilkan sedangkan pertumbuhan panjang akar dan jumlah akar kecil cenderung mengalami pertumbuhan yang stagnan serta hanya mengalami sedikit peningkatan bahkan ada juga yang mengalami penurunan.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, dengan bahan tanaman yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1), dan dengan bahan tanaman yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2). Konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru tanaman akar wangi pada umur 48 MSP yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru pada umur 48 MSP

Konsentrasi larutan hara

Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah anakan Jumlah anakan baru

(cm) (helai) (unit) (unit)

Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 50.50b 10.00 4.00b 3.00b

400 ppm 129.60a 221.67 53.33a 25.00a

800 ppm 110.76a 169.00 41.00a 21.66a

Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 108.18 113.00 24.50 6.50b

400 ppm 102.53 138.17 35.33 19.50a

800 ppm 110.95 86.33 21.50 9.16b

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tinggi tanaman akar wangi

Pertumbuhan tinggi tanaman akar wangi pada umur 48 MSP dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman akar wangi pada umur 48 MSP pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil nilai yang paling baik dari pada konsentrasi larutan hara 200 ppm dan 800 ppm, dapat dilihat tinggi tanaman mencapai 129.60 cm dengan konsentrasi larutan hara 400 ppm, tinggi tanaman mencapai 110.76 cm dengan konsentrasi larutan hara 800 ppm, dan tinggi tanaman mencapai 50.50 cm dengan konsentrasi larutan hara

(30)

16

200 ppm pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar.

Konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata tehadap tinggi tanaman akar wangi pada umur 48 MSP pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 200 ppm menunjukkan tinggi tanaman mencapai 108.18 cm, konsentrasi larutan hara 400 ppm tinggi tanamannya mencapai 102.54 cm, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm tinggi tanamannya mencapai 110.95 cm, tetapi pada percobaan 2 ini konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman yang dihasilkan.

Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter agronomi yang dapat menunjukkan laju pertumbuhan tanaman, dengan karakter ini dapat dilihat bahwa tanaman tersebut mengalami pertumbuhan, dimana dengan ditandai bertambahnya tinggi tanaman tersebut. Tinggi tanaman menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada setiap minggunya, tetapi tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya hubungan dengan pertumbuhan panjang akar, jadi pada keadaan tanaman yang tinggi belum tentu akan memiliki kondisi akar yang panjang.

Jumlah daun tanaman akar wangi

Pertumbuhan vegetatif jumlah daun tanaman akar wangi dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah daun mengalami pertumbuhan yang semakin menurun setiap minggunya baik pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar, maupun percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah dilakukan pemotongan akar yang sudah disajikan pada grafik B1 dan grafik B2, dalam Gambar 7. Umur 48 MSP memiliki jumlah daun rata-rata terendah yaitu 10.00 helai dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm pada percobaan 1 yang belum pernah dilakukan pemotongan akar, dan umur 48 MSP memiliki jumlah daun terendah rata-rata yaitu 86.33 helai dengan konsentrasi larutan hara 800 ppm pada percobaan 2 yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 4, konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman akar wangi pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar, maupun dalam percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 10.00 helai, konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah daun sebnyak 221.67 helai, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 169.00 helai pada percobaan 1.

Konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 113.00 helai, konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 138.17 helai, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 86.33 helai pada percobaan 2, tetapi konsentrasi larutan hara ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan tanaman akar wangi pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 maupun percobaan 2. Jumlah daun mengalami penurunan pada minggu-minggu sebelumnya dalam Gambar 7, hal ini disebabkan karena daun sudah ada yang mengalami penuaan sehingga ada daun yang mengering, dan dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah daun.

(31)

17 Jumlah daun yang mengalami penurunan ini dikarenakan pertumbuhan tanaman sudah memasuki fase penuaan atau senesen, sehingga dapat menyebabkan daun menjadi layu dan mengering, dan juga dikarenakan stressing yang dilakukan pada masing-masing percobaan menjadikan akar tanaman menjadi tidak tercelup sebagian pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar sehingga kemampuan penyerapan hara dari akar menuju kebagian tanaman yang lain menjadi terhambat dan dapat menyebabkan daun kekurangan unsur hara yang membuat daun menjadi mengering.

Stressing pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar dilakukan membuat akar tanaman yang tidak tercelup dalam air hanya ¼ bagian akar, sehingga masih ada banyak bagian akar yang masih tercelup ke dalam air, hal ini juga mempengaruhi daun yang dihasilkan sehingga masih banyak daun yang masih segar dan sedikit daun yang mengering walaupun dalam jumlah daun yang sedikit. Perbedaan jumlah daun akar wangi yang dihasilkan dapat dillihat pada Gambar 9.

Jumlah anakan tanaman akar wangi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan yang dihasilkan pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar pada umur 48 MSP (Tabel 4). Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil jumlah anakan yang paling banyak diantara konsentrasi yang lainnya sebanyak 53.33 unit, konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah anakan sebanyak 41.00 unit, dan konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit yaitu 4.00 unit dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1).

Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap hasil jumlah anakan tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah anakan 24.50 unit, konsentrasi larutan hara 400 ppm menhasilkan jumlah anakan 35.33 unit, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah anakan 21.50 unit pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah dilakukan pemotongan akar.

Gambar 9 Jumlah daun tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.

(32)

18

Jumlah anakan baru

Jumlah anakan baru tanaman akar wangi dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan baru pada umur 48 MSP dalam percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah anakan baru yang paling tinggi dari konsentrasi larutan hara yang lain yaitu sebanyak 25.00 unit, kemudian konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah anakan baru 21.66 unit, dan pada konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit yaitu 3.00 unit dalam percobaan yang bahan tanamnya belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan1).

Konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan baru yang dihasilkan tanaman akar wangi pada umur 48 MSP dalam percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (Tabel 4). Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil jumlah anakan baru yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan hara yang lainnya yaitu sebesar 19.50 unit, konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah anakan baru 9.16 unit, dan konsentrasi larutan hara 200 ppm menunjukkan hasil jumlah anakan baru yang paling sedikit yaitu 6.50 unit dalam percobaan yang bahan tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2).

Hampir dari seluruh peubah pengamatan mulai dari tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru pada percobaan 1 dan percobaan 2 diketahui nilai yang paling tinggi ditunjukkan dengan konsentrasi larutan hara 400 ppm, konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan nilai dari masing-masing peubah dengan nilai yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sedangkan dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm memiliki hasil nilai yang paling rendah dari pada konsentrasi larutan hara yang lain.

Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi

Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar, jumlah akar besar, jumlah akar kecil, dan jumlah akar baru pada umur 48 MSP. Panjang akar tanaman yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1) dan yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2) pada konsentrasi larutan hara 800 ppm menunjukkan nilai rata-rata paling tinggi dari pada konsentrasi larutan hara 400 ppm dan 200 ppm, sedangkan pada keseluruhan peubah pengamatan jumlah akar besar, jumlah akar kecil, dan jumlah akar baru menunjukkan hasil nilai yang paling baik pada konsentrasi larutan hara 400 ppm.

Metode stressing yang dilakukan menjadikan akar hanya terendam sebagian, sehingga konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah akar baru karena adanya celah dari bagian pangkal tanaman dengan air sehingga akar menjadi lebih sedikit untuk tumbuh, karena tidak mampu menyerap hara dengan efektif. Produksi akar yang paling banyak adalah

(33)

19 akar kecil (diameter < 2 mm), antara tanaman yang belum pernah dipotong akarnya (percobaan 1) dan yang sudah pernah dipotong akarnya (percobaan 2), dan konsentrasi larutan hara juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar kecil yang diberikan pada setiap percobaan.

Tabel 5 Pertumbuhan dan produksi akar tanaman akar wangi umur 48 MSP

Konsentrasi larutan hara

Panjang akar Jumlah akar besar Jumlah akar kecil Jumlah akar baru

(cm) (unit) (unit) (unit)

Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 135.10 35.00 151.00 5.00

400 ppm 136.60 52.67 209.33 19.33

800 ppm 152.93 21.67 105.00 15.67

Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 81.43 16.50 151.40 12.16

400 ppm 85.68 19.83 97.00 13.00

800 ppm 89.48 18.00 118.17 11.16

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 yang bahan tanamnya belum pernah dilakukan pemotongan akar maupun dalam percobaan 2 yang bahan tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Panjang akar pada konsentrasi larutan hara 800 ppm pada percobaan 1 dan percobaan 2 menunjukkan nilai yang paling tinggi yaitu dengan panjang 152.93 cm dan 89.48 cm. Konsentrasi larutan hara 400 ppm pada percobaan 1 dan percobaan 2 menunjukkan nilai panjang akar 136.60 cm dan 85.68 cm, dan konsentrasi larutan hara 200 ppm baik pada percobaan 1 maupun percobaan menunjukkan nilai terendah diantara konsentrasi larutan hara yang lain dengan panjang akar 135.10 cm dan 81.43 cm. Panjang akar tanaman akar wangi yang belum pernah dilakukan pemotongan akar dan belum pernah dilakukan pemotongan akar dapat dilihat dalam Gambar 10.

(34)

20

Gambar 10 Pajang akar tanaman akar wangi pada percobaan 1 dengan bahan tanam belum pernah dipotong akarnya (A), panjang akar tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dipotong akarnya

Konsentrasi larutan hara juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil jumlah akar besar pada umur 48 MSP dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1) dan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2), data tersaji dalam Tabel 5. Konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah akar besar sebanyak 35.00 unit, konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah akar besar 52.67 unit, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah akar besar 21.67 unit dalam percobaan 1. Konsentrasi larutan hara juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar kecil pada umur 48 MSP dalam percobaan 1, dan konsentrasi larutan hara juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar kecil dalam percobaan 2.

Konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah akar kecil paling banyak yaitu 209.33 unit dari konsentrasi larutan hara yang lain berutut-urut 151.00 unit dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm dan 105.00 unit dengan konsentrasi larutan hara 800 ppm dalam percobaan 1. Konsentrasi larutan hara yang menghasilkan jumlah akar kecil paling tinggi dalam percobaan 2 yaitu pada konsentrasi 200 ppm mencapai 151.40 unit, kemudian berurut-urut pada konsentrasi 800 ppm 118.17 unit dan pada konsentrasi 400 ppm menghasilkan jumlah akar kecil yang paling sedikit yaitu 97.00 unit. Umur 48 MSP konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap jumlah akar baru yang dihasilkan pada tanaman yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1) dan pada tanaman yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2).

(35)

21

Gambar 11 Kriteria akar besar, akar kecil, dan akar baru pada tanaman akar wangi

Kriteria akar besar dalam penelitian ini yaitu dengan kondisi diameter akar > 2 mm dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai akar besar, dimana akar besar biasanya sudah mengeras dan berwarna cokelat ketuaan. Kriteria akar kecil dalam penelitian ini yaitu dengan kondisi diameter akar < 2 mm dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai akar kecil, dimana akar akar kecil biasanya masih belum mengeras dan masih rapuh sehingga dapat terjadi kerontokan pada saat proses pemanenan. Kriteria akar baru dalam penelitian ini yaitu dengan kondisi akar yang masih berwarna putih dan masih baru muncul dari pangkal tanaman, dalam hal ini pengelompokan akar dapat memudahkan untuk melakukan pengamatan pada setiap minggunya. Kriteria akar besar, akar kecil, dan akar baru terdapat pada Gambar 11.

Kandungan Klorofil pada Tanaman Akar Wangi

Hasil analisis ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa kandungan klorofil tanaman akar wangi dilakukan uji klorofil pada umur 48 MSP, kandungan klorofil tanaman akar wangi pada percobaan 1 dimana bahan tanamnya belum pernah dilakukan pemotongan akar tidak dilakukan uji klorofil dikarenakan tanaman pada percobaan 1 ini sudah banyak yang mengalami kematian sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel daun. Kandungan klorofil tanaman akar wangi pada percobaan 2 dimana bahan tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar dilakukan uji klorofil karena pada percobaan ini kondisi daun tanaman masih banyak yang segar walaupun dalam jumlah daun

(36)

22

yang sedikit tetapi masih memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel daun, sehingga dilakukan uji klorofil pada percobaan 2.

Konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji klorofil yang dilakukan pada percobaan 2. Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati yaitu peubah klorofil a, klorofil b, karoten, antosianin, dan klorofil total pada percobaan 2 dimana bahan tanam yang digunakan yaitu bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akarnya.

Tabel 6 Kandungan klorofil pada tanaman akar wangi pada umur 48 MSP

Konsentrasi larutan hara Klorofil a Klorofil b Karoten Antosianin

Klorofil Total

(mg g-l) (mg g-l) (mg g-l) (µmol g-l) (mg g-l)

Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm - - - - -

400 ppm - - - - -

800 ppm - - - - -

Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 1.50 0.54 0.36 0.24 2.04

400 ppm 2.75 0.94 0.58 0.30 3.69

800 ppm 2.34 0.80 0.48 0.26 3.14

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Kandungan antosianin daun segar pada tanaman akar wangi ini rata-rata nilainya 0.26 µmolg-l lebih rendah dibandingkan dengan kandungan klorofil dan karoten, karena antosianin merupakan pigmen warna merah sampai biru dan aktivitas pembentukannya terjadi secara bersamaan dengan pembentukan klorofil. Klorofil disintesis pada daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap tanaman, karoten berpigmen kuning sampai merah dengan rumus empiris C40H56 yang membantu menyerap spektrum

cahaya matahari kemudian diteruskan ke klorofil a dan klorofil b karena energi eksitasi digunakan untuk proses fotosintesis, dimana klorofil a (juga disebut A0)

merupakan penerima elektron utama yang tidak hanya berperan dalam pemanenan cahaya, pengubah energi cahaya menjadi energi kimia, dan bertindak sebagai penyumbang elektron utama, sehingga nilai kandungan klorofil dan karoten lebih besar dari kandungan antosianin yang dihasilkan (Govindjee and Coleman 1990).

Biomassa yang dihasilkan oleh Tanaman Akar Wangi

Hasil analisis ragam (Tabel 7) menunjukkan bahwa biomassa yang dihasilkan tanaman akar wangi pada saat umur 48 MSP atau pada saat tanaman sudah bertepatan dengan waktu panen memiliki hasil yang cukup banyak. Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap biomassa bobot basah tajuk yang dihasilkan tanaman akar wangi baik dalam percobaan 1 dengan kondisi bahan tanam yang belum dilakukan pemotongan akar maupun dalam percobaan 2 dengan kondisi bahan tanam yang sudah dilakukan pemotongan akar. Bobot basah tajuk yang dihasilkan kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu 80 oC di Laboratorium

(37)

23 Pasca Panen IPB selama 24 jam, sehingga diperoleh biomassa bobot kering tajuk yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Biomassa tanaman akar wangi pada umur 48 MSP

Konsentrasi larutan hara

Bobot Basah Tajuk Bobot Kering Tajuk Bobot Basah Akar (g) (g) (g)

Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 215.00 60.33b 207.00

400 ppm 358.33 108.67a 297.00

800 ppm 287.33 82.67ab 256.33

Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)

200 ppm 174.50 52.00b 26.00b

400 ppm 217.83 73.50a 33.33a

800 ppm 191.17 64.16ab 30.58a

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Konsentrasi larutan hara menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap hasil biomassa bobot kering tajuk dalam percobaan 1 maupun percobaan 2. Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil biomassa bobot kering tajuk yang paling banyak dengan nilai biomassa bobot kering tajuk sebanyak 108.67 g dan 73.50 g. Konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan biomassa bobot kering tajuk sebanyak 82.67 g dan 64.16 g, sedangkan konsentrasi larutan hara 200 ppm memiliki hasil biomassa bobot kering tajuk yang paling sedikit dibandingkan dengan konsentrasi larutan hara yang lain dengan hasil biomassa bobot kering tajuk 60.33 g dan 52.00 g baik dalam percobaan 1 maupun percobaan 2.

Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap hasil biomassa bobot basah akar tanaman akar wangi pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar, tetapi konsentrasi larutan hara menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap hasil biomassa bobot basah akar pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan biomassa bobot akar paling banyak dengan nilai 33.33 g, konsentrasi larutan hara menunjukkan hasil biomassa bobot basah akar dengan nilai 30.58 g dan konsentrasi larutan hara 200 ppm menunjukkan hasil biomassa bobot basah akar yang paling sedikit dibandingkan dengan konsentrasi larutan hara yang lain dengan nilai 26.00 g dalam percobaan 2 yang bahan tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar.

Akar wangi merupakan tanaman C4 yang sangat efisien dalam mengkonversi radiasi surya menjadi biomas (Vieritz et al. 2006), sehingga penambahan konsentrasi larutan hara dalam teknologi hidroponik sistem terapung yang sesuai akan mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman.

(38)

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru pada tanaman yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobbaan 1), serta konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan baru pada tanaman yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2). Konsentrasi larutan hara juga memberikan pengaruh nyata terhadap hasil biomassa bobot kering tajuk pada tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar (percobaan 1) dan tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2), serta hanya memberikan pengaruh nyata terhadap hasil biomassa bobot basah akar pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah dilakukan pemotongan akar.

Perlakuan konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tercekam dan tidak berkembang dengan baik, oleh karena itu penambahan hara sangat diperlukan dalam budi daya tanaman akar wangi menggunakan THST. Konsentrasi larutan hara yang menunjukkan hasil pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar yang baik adalah konsentrasi larutan hara 400 ppm. Konsentrasi larutan hara 800 ppm juga menunjukkan hasil yang baik tetapi tidak sebanyak dengan yang dihasilkan konsentrasi larutan hara 400 ppm. Budi daya THST ini secara umum apa diterapkan untuk budi daya tanaman akar wangi karena dapat menghasilkan pertumbuhan dan produksi tajuk serta perakaran yang baik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, konsentrasi larutan hara 400 ppm memiliki potensi untuk dijadikan konsentrasi larutan hara yang baik digunakan pada teknik budi daya dengan menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) karena memiliki hasil pertumbuhan dan hasil biomassa yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm dan 800 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Chomchalow N. 2011. Vetiver research, development and applications in Thailand. AU J.T. 14(4):268-274.

[DAI] Dewan Atsiri Indonesia. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Rizal M, Rusli MS, Mulyadi A, editor. Jakarta (ID): Dewan Atsiri Indonesia.

Damanik R. 1995. Keragaan ekonomi agroindustri akar wangi di kabupaten garut: suatu pendekatan analisis efisiensi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hartati SY, Deliah S, Hermanto. 2006. Budidaya Akar Wangi, Mentha, dan Purwoceng. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro).

(39)

25 Gomez KA dan Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Percobaan Pertanian. Sjamsudin E dan Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Govindjee and W. J. Coleman.1990. How plants make oxygen. America (US):

Scientific American 262(2):50-58.

Harris D. 1988. The Illustrated Guide to Hydroponics. New Holland Publishers, Ltd. London (GB): 80 p.

Hermanto. 1996. Pengaruh Jenis Tanah dan Varietas Tanaman Terhadap Pertumbuhan Akar Wangi (Vetiveria zizanioides Stapt). Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Jones J, Jones B. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for the Soiless Grower. Florida (US): CRC Pr.

Kabupaten Garut. 2011. Peluang investasi minyak akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/galleries/ pdf_link/ekonomi/investasi/akar_wangi.pdf.

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Tanggerang (ID): Agromedia.

Kaunang. 2008. Pengaruh tanah andosol terhadap pertumbuhan Akar wangi [skripsi]. Manado (ID): Fakultas Pertanian Unsrat.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Keputusan Menteri Pertanian tentang Pelepasan Akar Wangi Varietas Verina 2 sebagai Varietas Unggul. Jakarta (ID): Kementan RI.

Mulyati H, Setiawan A, Rusli M. 2009. Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis I KM di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi produksi minyak akar wangi melalui teknologi penyulingan dengan tekanan uap bertahap. Bul Tek Pascapanen Pertanian. 8(1):35-47.

Purwaningsih H, Subagiyo. 2010. Peluang Usaha Tanaman Akar Wangi di Lahan Kering Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Resh HM. 1998. Hydroponic Food Production: A Definitive Giudebook of Soilless Food-Growing Methods (6th Edition). Newconcept Press, Inc. New Jersey (US): 567 p.

[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2013. Varietas unggul hasil inovasi perkebunan: akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 29]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3826. Resh HM. 1998. Hydroponic Food Production: A Definitive Giudebook of

Soilless Food-Growing Methods (6th Edition). Newconcept Press, Inc. New Jersey (US): 567 p.

Rochdiani D. 2008. Pola pendapatan petani akar wangi di kecamatan samarang kabupaten garut provinsi jawa barat [tesis]. Bandung (ID): Univ. Padjajaran.

Rosihan R, O. Trisilawati, Setiawan, Makmun, T. Santoso dan Zainudin. 2010. Respon nomor harapan akarwangi terhadap pemupukan N, P dan K. Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 11hal.

Rosman R, Trisilawati O, Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri. 19(1)33-40.

(40)

26

Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University Pr.

Santoso HB. 1993. Akar Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta (ID): Kanisius. 55 hal.

Seswita D, Hadipoentyanti E. 2010. Pemanfaatan plasma nutfah akar wangi dalam memperoleh varietas unggul. Jurnal Perkembangan Teknologi TRO Balai Penelitian Obat dan Aromatik. 22(1)27-30.

Suhardiyanto H. 2011. Teknologi hidroponik untuk budi daya tanaman. Di dalam: Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.

Sukmana S. 1996. Vetiver : A Miracle Grass. Beberapa catatan penting dari konferensi Vetiver International Chiang Rai (Thailand), 4-8 Februari 1996. Makalah Seminar. Diseminarkan diforum komunikasi Puslittanak. Bogor. Susila AD. 2013. Sistem Hidroponik. Bogor (ID): IPB Pr.

Truong P, Van TT, Pinners E. 2008. The Vetiver System for Agriculture. Texas (US): The Vetiver Network International.

Vieritz, A. P. Troung, T. Gardner, and C. Smeal. 2006. Modelling monto vetiver and nutrient uptake for effluent irrigation schemes. Pp 87-99.

Zhou Q, Yu B. 2010. Changes in content of free, conjugated and bound polyamines and osmotic in adaptation of vetiver grass to water deficit. Plant Physiology and Biochemistry. 48(2010):417-425.

Gambar

Gambar 1 Infloresen bunga tanaman akar wangi
Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi
Gambar  2  Tanaman  akar  wangi  dengan  sistem  hidroponik  sistem  terapung  (THST)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimensi Situasi Kepemimpinan dengan Iklim Kerja Organisasi sebesar 0,470.Berdasarkan data di atas dapat diinterprestasikan bahwa nilai korelasi antara dimensi

Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa stimulus toko memiliki pengaruh positif dan signifikan (p &lt; 0,05) terhadap

[r]

POSTGRADUATE PROGRAM OF LANGUAGE STUDY MUHAMMADIYAH UNIVERSITY O F

Belajar merupakan kegiatan atau aktifitas kompleks manusia untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki sikap dan perilaku serta memperkuat

[r]

Hasil penelitian menunjukkan mutu fisik pada sediaan masker gel peel off ekstrak Daun Daruju ( Acanthus ilicifolius L.) memenuhi standar sediaan kosmetik dan

melalui regresi dikonfirmasi bahwa kesadaran merek dominan mempengaruhi ekuitas merek di kalangan muda konsumen Pizza hut Hasilnya menunjukkan hubungan mediasi antara