• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Public Relations (PR) 2.1.1.1 Pengertian PR

Institute of Public Relations dalam Jefkins (2003) menyatakan definisi PR

adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Pernyataan Meksiko (The Mexican Statement) dalam Jefkins (2003) menyatakan bahwa praktik PR adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensinya, memberi masukan masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya.

Definisi PR menurut Jefkins (2003) adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public Relation News yang dikutip oleh Cutlip dkk (2005) mendefinisikan PR secara oprasional yaitu fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap masyarakat, mengenali kebijakan dan prosedur individu atau organisasi dalam kepentingan masyarakat dan merencanakan serta melaksanakan program tindakan untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan masyarakat.

(2)

2.1.1.2.Peranan PR

Ada empat peranan utama yang dituntut dari petugas PR menurut Ruslan (2008) yaitu sebagai berikut:

1. Communicator

Sebagai juru bicara organisasi, PR berkomunikasi secara intensif melalui media dan kelompok masyarakat. Hampir semua teknik komunikasi antar personal (personal communication) dipergunakan, komunikasi lisan, komunikasi tatap muka sebagai mediator maupun persuasif.

2. Relationship

Kemampuan PR membangun hubungan positif antara lembaga yang diwakilinya dengan publik internal maupun eksternal. Relationship yang tidak harmonis beresiko menimbulkan ketidakpuasan publik yang pada akhirnya mengancam kelangsungan bisnis perusahaan. Selain itu, relationship juga berupaya menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerjasama dan toleransi antara kedua belah pihak.

3. Backup management

Melaksanakan dukungan manajemen atau menunjang kegiatan departemen lain dalam perusahaan demi terciptanya tujuan bersama dalam suatu kerangka tujuan pokok perusahaan.

4. Good image maker

Menciptakan citra perusahaan dan publisitas positif merupakan prestasi, reputasi dan menjadi tujuan utama aktivitas PR dalam melaksanakan manajemen kehumasan membangun citra perusahaan.

(3)

2.1.1.3 Kegiatan-kegiatan PR

Kegiatan-kegitan yang dilakukan PR merupakan langkah penting dalam menjaga eksistensi perusahaan. Kegiatan yang dilakukan seorang PR tersebut dapat berupa kegiatan internal dan eksternal perusahaan. Suhandang (2004) menyebutkan bahwa titik berat kegiatan PR adalah kepentingan dan kepercayaan publiknya. Praktisi PR harus berusaha menciptakan dan memelihara hubungan yang bermanfaat bagi publiknya. Kegiatan PR bertujuan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, jasa baik, kepercayaan dan penghargaan dari publik khususnya serta masyarakat pada umumnya. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan bersikap simpatik, terbuka dalam menerima saran, kritik atau opini publik. Jika hal ini dapat dilakukan akan memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Salah satu kegiatan eksternal PR yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan citra perusahaan adalah program CSR. CSR merupakan program tanggung jawab sosial perusahaan kepada publiknya terutama masyarakat.

2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.2.1 Pengertian CSR

Tanudjaja (2006) mengatakan bahwa CSR dapat diartikan sebagai komitmen industri untuk mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkunganya. Melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan penerimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan.

(4)

Definisi CSR sangatlah beragam, bergantung pada visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan needs, desire, wants dan interest komunitas. Berikut ini beberapa definisi CSR yang dikutip oleh Rahman (2009):

a) Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan undang-undang (Chanbers dalam Iriantara, 2004).

b) Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas (Trinidad & Tobacco Bureau of Standarts).

c) Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup (The World Bussiness Council for Suistanable Development).

2.1.2.2.Tahap-tahap Penerapan CSR

Menurut Wibisono (2007) umumnya terdapat empat tahapan CSR yang diterapkan perusahaan yaitu:

1. Tahap perencanaan

Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assessement, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan

(5)

langkah utama membangun kesadaran pentingnya CSR dan komitmen menejemen, upaya ini dapat berupa seminar, lokakarya dan lain-lain. CSR Assessement merupakan upaya memetakan kondisi perusahaan dan

mengidentifikasikan aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya membangun CSR Manual Building, dapat melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.

2. Tahap implementasi

Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang penting diperhatikan, yaitu pengorganisasian (organizing) sumber daya, penyusunan (staffing), pengarahan (direction), pengawasan atau koreksi (controlling), pelaksanaan sesuai rencana dan penilaian (evaluation) tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Agar efektif, upaya ini perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk langsung berada di bawah pengawasan salah satu direktur atau CEO yang ditunjuk sebagai CSR Champion di perusahaan. Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman

(6)

CSR yang ada. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan.

3. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

4. Tahap pelaporan

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2.1.2.3.Manfaat CSR

CSR mendatangkan berbagai manfaat bagi perusahaan dan masyarakat yang terlibat dalam menjalankannya. Menurut Wibisono (2007) manfaat bagi perusahaan yang berupaya menerapkan CSR, yaitu dapat mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan social licence to operate, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumberdaya, membentangkan akses menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, serta berpeluang mendapatkan penghargaan.

Menurut Sukada (2007), manfaat CSR diantaranya bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki CSR yang baik berkesempatan mendapatkan sumber daya manusia terbaik, produktivitas pekerja di perusahaan bereputasi baik dicatat lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang bereputasi lebih rendah selain juga jauh lebih

(7)

loyal, mendapatkan kesempatan investasi yang lebih tinggi di masa depan dan sebagainya. Manfaat CSR bagi komunitas menurut Ambadar (2008), yaitu dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi dari rumah tangga warga komunitas.

2.1.2.4.Pandangan Perusahaan terhadap CSR

Wibisono (2007) menjelaskan bahwa perusahaan memiliki berbagai cara pandang dalam memandang CSR. Berbagai cara pandang perusahaan terhadap CSR, yaitu:

1. Sekedar basa-basi atau keterpaksaan

Perusahaan mempraktekan CSR karena external driven (faktor eksternal), environmental driven (karena terjadi masalah lingkungan dan reputation

driven (karena ingin mendongkrak citra perusahaan).

2. Sebagai upaya memenuhi kewajiban (compliance)

CSR dilakukan karena terdapat regulasi, hukum dan aturan yang memaksa perusahaan menjalankannya.

3. Dorongan yang tulus dari dalam (internal driven)

CSR diimplementasikan karena adanya dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya saja, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ini karena dalam kegiatan CSR itu ada nuansa member dan berkomunikasi

(8)

dengan masyarakat. Jadi semata-mata tulus karena niat berbuat baik saja. Bahwa kemudian efek positif ke arah pembentukan citra itu sudah seharusnya.

2.1.2.5.Model CSR

Merujuk pada Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (2006), ada empat model CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:

2. Keterlibatan langsung

Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan kepada masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti Corporate Secretary atau Public Affairs Manager atau menjadi bagian dari

tugas pejabat PR.

3. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan-perusahaan menyediakan dana awal dan dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.

4. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasai non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media

(9)

massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

5. Mendukung atau bergabung dalam suatu lembaga

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

2.1.3. Citra Perusahaan 2.1.3.1.Pengertian Citra

Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan. Setiap perusahaan mempunyai citra. Citra perusahaan didapat dari semua publiknya, baik yang internal maupun eksternal. Tugas perusahaan dalam rangka membentuk citranya adalah dengan mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata masyarakat. Jefkin (2003) menyimpulkan bahwa citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

Citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan. Rakhmat (2000) menyebutkan bahwa

(10)

citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Solomon dalam Rakhmat (2000) mengemukakan sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra tentang obyek tersebut.

2.1.3.2.Jenis-jenis Citra

Jefkins dan Yadin (2003) mengungkapkan tentang lima jenis citra, sebagai berikut:

1. Citra bayangan (mirror image)

Citra bayangan adalah citra yang terdapat pada pihak internal mengenai anggapannya terhadap pihak eksternal. Namun citra ini seringkali tidak tepat karena hanya merupakan fantasi pihak internal.

2. Citra yang berlaku (current image)

Citra ini berkebalikan dengan citra bayangan. Citra yang berlaku merupakan pandangan pihak ekstrenal terhadap organisasi. Citra tersebut juga tidak selalu tepat karena terbatasnya pengetahuan pihak eksternal sehingga seringkali pandangannya bersifat negatif.

3. Citra yang diharapkan (wish image)

Citra yang diharapkan adalah citra yang diharapkan oleh pihak manajemen. Citra tersebut juga tidak selalu sama dengan kenyataan namun berkonotasi lebih baik.

4. Citra perusahaan (corporate image)

Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan. Citra perusahaan terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat

(11)

meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan-keberhasilan di bidang keuangan yang pernah diraihnya, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah besar, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial dan komitmen mengadakan riset.

5. Citra majemuk (multiple image)

Citra majemuk seringkali muncul karena banyaknya pegawai dan cabang perusahaan yang kemungkinan bisa melunturkan citra perusahaan. Untuk mengatasinya, maka upaya perusahaan adalah menyeragamkan setiap pakaian pegawai, logo dan warna perusahaan pada alat transportasi dan aksesoris lainnya.

2.1.3.3 Proses Pembentukan Citra

Citra merupakan kesan seseorang tentang suatu objek setelah dipertimbangkan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Kesan terhadap suatu objek akan membentuk sikap orang tersebut pada objek dan sikap kemudian akan terwujud dalam tindakan. Sikap dan tindakan yang terjadi didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif.

Efek kognitif komunikasi dapat ikut mempengaruhi proses pembentukan citra. Danasaputra dalam Soemirat dan Ardianto (2002) menjelaskan tentang proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi seperti digambarkan dalam Gambar 1. Gambar 1 terlihat bahwa PR dalam pembentukan citra merupakan sebuah proses input dan output. Input yang

(12)

diberikan berupa stimulus rangsang dan output yang diberikan adalah respon perilaku. Proses pembentukan citra terjadi dalam melalui persepsi, kognisi, motivasi dan sikap.

Respon yang terjadi atas stimulus bisa positif ataupun negatif. Respon negatif mengakibatkan proses berhenti sedangkan respon positif akan mengakibatkan sebuah bentuk komunikasi yang berkelanjutan. Persepsi, kognisi, motivasi dan sikap dapat dikatakan sebagai sebuah tahapan yang memiliki definisi berbeda. Persepsi dalam hal ini diartikan sebagai sebuah pemaknaan karena telah melakukan pengamatan pada lingkungan. Persepsi seseorang akan positif jika stimulus memenuhi kognisi orang itu. Kognisi merupakan keyakinan diri seseorang terhadap stimulus karena telah mengerti. Pada akhirnya, motivasi dan sikap yang akan menentukan tindakan orang tersebut. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu agar tujuannya tercapai. Sikap bukanlah perilaku melainkan kecenderungan cara-cara berperilaku karena telah memiliki persepsi. Jadi sikap merupakan sebuah proses evaluasi, namun masih bisa diubah atau diperkuat. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu.

Gambar 1 Model Pembentukan Citra (Pengalaman mengenai Stimulus)

Kognisi Persepsi Sikap Motivasi Respon Perilaku Stimulus Rangsang

(13)

Proses pembentukan citra akan menghasilkan sikap seseorang atau masyarakat terhadap organisasi atau perusahaan. Sikap masyarakat terhadap suatu perusahaan diketahui dengan melakukan suatu penelitian agar perusahaan mengetahui dan dapat memenuhi keinginan masyarakat sebagai salah satu publiknya.

Gambar 2 menunjukkan orientasi dari PR yaitu membangun citra (image building) yang dapat dilihat sebagai model komunikasi dalam PR.

Gambar 2 Model Komunikasi dalam PR

Komunikator Efek Bidang/ divisi Public Relation

Kegiatan-kegiatan Publik-publik PR Citra publik terhadap perusahaan Pesan Komunikan Sumber Perusahaan Lembaga Organisasi

Sumber: Soemirat dan Ardianto (2002) 2.2. Kerangka Pemikiran

Implementasi program CSR yang dilakukan suatu perusahaan mempunyai hubungan dengan citra perusahaan tersebut. Implementasi program CSR, yaitu program TML 2010 dipengaruhi oleh model program CSR, yaitu keterlibatan langsung, berbentuk yayasan atau organisasi, bermitra dan bergabung dengan yayasan lain serta pandangan terhadap program CSR yang terdiri dari eksternal driven, compliance dan internal driven. Implementasi program CSR juga melalui

tahap-tahap, yaitu tahap perencanaan, implementasi, evaluasi dan pelaporan. Implementasi program CSR tersebut akan berhubungan dengan citra perusahaan melalui proses pembentukan citra. Proses pembentukan citra terdiri dari tingkat

(14)

persepsi, kognisi, motivasi dan sikap peserta terhadap program. Maka terbentuklah citra perusahaan dikalangan peserta program apakah citra perusahaan yang terbentuk positif atau negatif.

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: mempengaruhi

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pengarah penelitian adalah diduga ada hubungan antara implementasi program CSR dan citra perusahaan.

Dalam menguji data kuantitatif, dibuatlah hipotesis uji yaitu:

1. Semakin tinggi atau positif tingkat persepsi peserta terhadap program maka semakin positif citra perusahaan yang terbentuk.

Proses Pembentukan Citra:

-Tingkat persepsi peserta terhadap program -Tingkat kognisi peserta terhadap program -Tingkat motivasi peserta terhadap program -Tingkat sikap peserta terhadap program

Implementasi Program CSR (Program TML 2010)

Pandangan terhadap Program CSR:

-External Driven -Compliance -Internal Driven

Model Program CSR:

-Keterlibatan Langsung -Yayasan atau Organisasi -Bermitra

-Bergabung dengan Lembaga

Citra Perusahaan:

-Positif -Negatif

Tahap-Tahap Penerapan Program CSR:

-Tahap Perencanaan -Tahap Implementasi -Tahap Evaluasi -Tahap Pelaporan

(15)

2. Semakin tinggi tingkat kognisi peserta terhadap program maka semakin positif citra perusahaan yang terbentuk.

3. Semakin tinggi tingkat motivasi peserta terhadap program maka semakin positif citra perusahaan yang terbentuk.

4. Semakin tinggi atau positif tingkat sikap peserta terhadap program maka semakin positif citra perusahaan yang terbentuk.

2.4. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis kelamin dinyatakan dari jenis kelamin peserta program TML 2010. Jenis kelamin dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

- Laki-laki : 1 - Perempuan : 2

2. Tingkat pengalaman organisasi adalah seberapa banyak peserta program TML 2010 bergabung dengan organisasi selama di universitas.

Perhitungan tingkat pengalaman organisasi, sebagai berikut: Max= 5 Min= 1 Σk= 3

N= Max - Min = 5 – 1 = 4 = 1 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat pengalaman organisasi dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Tidak : 0 ‐ Rendah : 1 ‐ Sedang : 2

(16)

‐ Tinggi : 3 ≤ x ≤ 5

3. Tingkat keterlibatan peserta dalam program adalah seberapa jauh peran serta responden pada program TML 2010.

Pengukuran keterlibatan diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

- Ya : 3

- Ragu-ragu : 2

- Tidak : 1

Perhitungan tingkat keterlibatan peserta dalam program, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat keterlibatan peserta dalam program dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Rendah : x ≤ 10 ‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

4. Tingkat persepsi peserta terhadap program adalah sebuah pemaknaan peserta karena telah melakukan pengamatan pada program TML 2010.

Pengukuran persepsi diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

- Ya : 3

- Ragu-ragu : 2

- Tidak : 1

Perhitungan tingkat persepsi peserta terhadap program, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

(17)

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat persepsi peserta terhadap program dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Rendah : x ≤ 10 ‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

5. Tingkat kognisi peserta terhadap program merupakan keyakinan diri peserta terhadap pengetahuan yang diberikan pada program TML 2010.

Pengukuran kognisi diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

- Tahu : 3

- Ragu-ragu : 2 - Tidak Tahu : 1

Perhitungan tingkat kognisi peserta terhadap program, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat kognisi peserta terhadap program dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Rendah : x ≤ 10 ‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

6. Tingkat motivasi peserta terhadap program adalah dorongan peserta untuk melakukan sesuatu agar tujuan dari program TML 2010 tercapai.

(18)

- Setuju : 3 - Ragu-ragu : 2 - Tidak Setuju : 1

Perhitungan tingkat motivasi peserta terhadap program, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat kognisi peserta terhadap program dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Rendah : x ≤ 10 ‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

7. Tingkat sikap peserta terhadap program adalah kecenderungan cara-cara berperilaku peserta.

Pengukuran sikap diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

- Setuju : 3

- Ragu-ragu : 2 - Tidak Setuju : 1

Perhitungan tingkat sikap peserta terhadap program, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat sikap peserta terhadap program dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

(19)

‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

8. Tingkat citra perusahaan adalah cara pandang peserta terhadap perusahaan. Pengukuran citra diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

- Setuju : 3

- Ragu-ragu : 2 - Tidak Setuju : 1

Perhitungan tingkat citra perusahaan, sebagai berikut: Max= 15 Min= 9 Σk= 3

N= Max - Min = 15 – 9 = 6 = 2 Σk 3 3

Sehingga skor tingkat citra perusahaan dibagi menjadi tiga kategori, dengan skor sebagai berikut:

‐ Rendah : x ≤ 10 ‐ Sedang : 11 ≥ x ≥ 12 ‐ Tinggi : 13 ≤ x ≤ 15

Gambar

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebuah perencanaan sistem informasi berupa perencanaan arsitektur informasi, arsitektur data, arsitektur aplikasi

Tulisan berikut ini disajikan berdasarkan penelitian untuk mengkaji lebih dalam terhadap fenomena tersebut di atas, dengan fokus untuk menjawab permasalahan : Mengapa terjadi

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran pene- muan

Perspektif Keuangan : Peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas UMKM, pertanian, peternakan,

Demikian pengumuman ini ditetapkan berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Rangkasbitung, 29 April 2013 PEJABAT

Sistem akan menentukan prioritas warna busana yang tepat untuk jenis kulit tertentu berdasarkan kombinasi dari beberapa warna pakaian.. Proses pengujian dilakukan

4.2.2 Makna yang Terkandung Komunikasi Ritual Upacara Adat Sekaten Upacara adat sekaten rutin dilaksanakan setiap tahun mengandung makna simbolik yang tersirat dalam