• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGELOLA RANTAI PASOKAN DAN INFORMASI DALAM MEMENANGKAN PERSAINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGELOLA RANTAI PASOKAN DAN INFORMASI DALAM MEMENANGKAN PERSAINGAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MENGELOLA RANTAI PASOKAN DAN INFORMASI

DALAM MEMENANGKAN PERSAINGAN

Oleh : Hery Prasetya

STIE Bank BPD Jateng Semarang

ABSTRACT

Dalam mengatur atau memanage aliran material/produk dan teknologi informasi dari seluruh aktivitas perusahaan diperlukan suatu konsep yang disebut dengan Supply Chain Management (SCM). SCM adalah modifikasi praktek tradisional dari manajemen logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dan produk tersebut.

Pendekatan SCM sangat menyadari bahwa sebagian besar bisnis dari sebuah industri harus dikerjakan atas dasar kerjasama dengan pihak luar. Apabila perusahaan ingin sukses dalam kompetisinya, mau tidak mau kemampuannya bekerjasama dengan pihak luar harus ditingkatkan. Kosekuensinya, hanya perusahaan-perusahaan yang mampu menjalin dan memelihara hubungan dengan pihak luar tersebut yang akan bisa bertahan dalam persaingan pasar. Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana perusahaan mampu memanage aliran barang atau produk dalam suatu rantai pasokan, sehingga jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan konsumen.

Keyword : SCM, Teknologi Informasi dan Persaingan PENDAHULUAN

Persaingan yang sangat ketat dalam era globalisasi sekarang ini menuntut para pengelola bisnis untuk menciptakan model-model baru dalam pengelolaan aliran produk dan informasi. Kebanyakan kegiatan dan tanggung jawab perusahaan hanya sampai pada keluarnya produk dari gudang. Padahal prinsip seperti ini adalah keliru.

Perusahaan haruslah bertang-gung jawab terhadap seluruh rang-kaian proses mulai dari perancangan produk, peramalan kebutuhan, pe-ngadaan material, produksi, pengen-dalian persediaan, penyimpanan, distribusi/transportasi ke distributor, wholesaler, pedagang kecil, retailer, pelayanan pada pelanggan, proses pembayaran dan sampai pada kon-sumen akhir. Untuk mengatur atau memanage aliran material atau pro-duk, informasi dari seluruh aktivitas perusahaan diperlukan konsep yang

(2)

disebut dengan Supply Chain

Mana-gement (SCM).

SCM pada dasarnya bukan suatu konsep baru. Konsep ini me-rupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsu-men. Konsep ini juga menekankan pada pola terpadu menyangkut pro-ses aliran produk dari suplier, manu-faktur, retailer hingga kepada kon-sumen akhir. Konsep SCM melihat rangkaian aktivitas antara suplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut ber-langsung secara transparan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SCM adalah suatu konsep me-nyangkut pola pendistribusian pro-duk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribu-sian, jadwal produksi dan logistik.

Banyak perusahaan-perusaha-an ternama di dunia yperusahaan-perusaha-ang telah sukses dalam mengimplementasikan konsep-konsep SCM. Seperti P & G, McDonald, Wal-Mart, Volkswagen, Dell Computers, Sun Microsystem, Hawlet Packard dan IBM adalah sebagian nama-nama perusahaan besar yang telah sukses meraup keuntungan besar atas kesuksesannya mengimplementasikan konsep-konsep SCM. Namun dibalik cerita sukses tersebut pastilah banyak perusahaan yang gagal. Terlepas dari sukses dan gagal tersebut, konsep SCM harus dipahami oleh para pelaku bisnis terutama yang menangani aliran material atau produk dan informasi terlepas dari

posisi relatifnya terhadap konsumen akhir.

Latar Belakang Munculnya Konsep SCM

 Praktek Tradisional

Munculnya SCM dilatar bela-kangi oleh praktek tradisional dalam bisnis serta perubahan lingkungan bisnis. Produk atau jasa yang kita gunakan adalah hasil dari serang-kaian proses panjang yang melewati beberapa tahapan fisik maupun non fisik. Sebuah produk akan sampai ke tangan konsumen akhir setelah setidaknya melalui beberapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi dan proses distribusi atau transportasi. Proses-proses ini meli-batkan berbagai pihak yang ber-hubungan antara satu dengan yang lainnya. Penyedia bahan baku (pema-sok) mensuplai kebutuhan produksi para perusahaan manufaktur yang akan mengolah bahan baku tersebut menjadi produk jadi. Produk jadi disampaikan ke pemakai akhir lewat pusat-pusat distribusi, ritel, pedagang kecil dan sebagainya. Rangkaian pihak-pihak yang menangani aliran produk inilah yang dinamakan dengan istilah Supply Chain (SC).

Secara tradisional, semua aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan tanpa atau dengan sedikit koordinasi. Tiap bagian berusaha membuat ukuran-ukuran tersendiri dalam menentukan kesuksesan pekerjaan-nya. Hubungan antara pemasok de-ngan perusahaan yang disuplainya juga hanya terbatas pada transaksi jual beli. Pola-pola negosiasi benar-benar mementingkan pihak-pihak secara individual dan bukan mengacu pada kinerja keseluruhan pihak yang

(3)

menjadi pembentuk sebuah Supply

Chain secara holistik. Pemasok

berkeinginan untuk memindahkan atau menjual produknya secepat dan sebanyak mungkin dengan harga yang tinggi, sementara perusahaan yang disuplainya menginginkan harga yang murah dan pengiriman yang cepat.

 Perubahan Lingkungan Bisnis Lingkungan bisnis selalu ber-ubah dan perber-ubahan tersebut semakin lama semakin cepat. Akselerasi perubahan ini disebabkan berkem-bangnya secara cepat faktor-faktor penting antara lain :

1. Konsumen yang semakin kritis, membutuhkan produk atau jasa yang semakin berkualitas dengan harga murah dan bisa diperoleh dengan mudah dan cepat.

2. Infrastruktur telekomunikasi, in-formasi, transportasi dan perban-kan yang semakin canggih sehingga memungkinkan ber-kembangnya model-model baru dalam manajemen aliran material atau produk. Munculnya internet misalnya, memungkinkan terjadinya transaksi-transaksi elektronik yang dikenal dengan nama Electronic Commerce (E-Commerce). Praktek E-Commerce dapat dilakukan karena informasi-informasi ter-sedia dan mudah diakses lewat internet, pembayaran secara aman bisa dilakukan secara aman dan cepat dengan jasa pihak ketiga.

3. Kesadaran akan pentingnya as-pek sosial dan lingkungan. Kala-ngan bisnis semakin ditekan untuk memperhatikan

aspek-aspek sosial dan lingkungan, baik atas instruksi pemerintah maupun atas kemauan kalangan bisnis sendiri bahwa bisnisnya tergantung pada konsumen yang semakin tahu akan pentingnya aspek lingkungan dalam hidup mereka. Industri manufaktur dewasa ini telah banyak yang memasukkan konsep-konsep ke-ramahan pada lingkungan mulai dari proses perancangan produk-nya, proses produksi, sampai pada proses distribusinya.

Ketiga faktor di atas, ditambah dengan adanya globalisasi dan perubahan peta ekonomi dunia ke arah meningkatnya kemampuan eko-nomi negara-negara dunia ketiga, telah menciptakan banyak paradigma baru dalam dunia bisnis. Salah satu paradigma penting adalah meningkatnya persaingan antar pro-duk maupun jasa di pasaran. Hanya produk atau jasa yang aspiratif ter-hadap kepentingan konsumen yang pada akhirnya akan bisa bertahan.

Dengan praktek tradisional bisnis yang tidak compatible lagi dan persaingan yang semakin ketat akibat perubahan-perubahan lingkungan bisnis, memaksa pelaku-pelaku baik sektor industri maupun jasa untuk memikirkan cara-cara baru dalam memenangkan persaingan. Supply

Chain Management muncul sebagai

jawaban atas kebutuhan pelayanan yang cepat, berkualitas dan murah.

(4)

Supply Chain Management (SCM)

SCM adalah suatu metode penciptaan produk untuk disampai-kan pada pengguna akhir dimana didalamnya tercakup berbagai kom-ponen, yaitu pemasok bahan baku, unit manufaktur, gudang penyimpa-nan, transportasi, retailer dan pen-jualan akhir. Menurut Rajesh Uppal (2001), bahwa SCM membantu da-lam menentukan kapan, dimana dan berapa jumlah bahan material yang disiapkan, dikirim dan selanjutnya untuk diproses lebih jauh dalam rangka memenuhi permintaan kon-sumen dan memenuhi target perse-diaan.

Perusahaan-perusahaan yang sukses adalah yang mampu meme-nuhi kepuasan pelanggan, mengem-bangkan produk tepat waktu, menge-luarkan biaya yang rendah dalam bidang persediaan dan penyerahan produk, mengelola industri secara cermat dan fleksibel melalui supply

chain management (SCM). Melalui

aktivitas-aktivitas SCM, organisasi mempelajari bahwa mereka dapat memperbaiki profitabilitas secara drastis dengan memfokuskan pada operasi lintas perusahaan dalam satu kesatuan supply chain daripada hanya berusaha sendiri dalam organisasi tunggal.

Prinsip SCM pada hakekatnya adalah sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam satu organisasi maupun antar organisasi. Aliran material/produk dalam satu organisasi, misalkan sebuah industri manufaktur, adalah sesuatu yang komplek. Penanganannya membu-tuhkan campur tangan semua pihak,

bukan hanya mereka-mereka yang dilalui langsung oleh aliran mate-rial/produk secara fisik, tetapi juga bagian-bagian lain seperti bagian perancangan produk, pemasaran, akuntansi dan sebagainya. Pada prak-tek tradisional, bagian-bagian tersebut saling terpisah, bekerja dengan ukuran-ukuran sendiri. Pada SCM, semua bagian harus bekerja sama membentuk tim yang disebut dengan cross functional team. Salah satu implementasi dari cross

func-tional team adalah pada perancangan

produk. Bagian pemasaran, produksi, perencanaan proses, pengadaan material dan lain-lain duduk bersama untuk membahas berbagai aspek dari rancangan produk tersebut sehingga akhirnya keluar produk baru yang benar-benar mencerminkan selera konsumen dan bisa diproduksi dengan cepat dan mudah.

Sebenarnya sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan aliran material-/produk tidak hanya berada pada bagian-bagian internal dalam suatu organisasi. Pendekatan SCM sangat menyadari bahwa sebagian besar bisnis dari sebuah industri harus dikerjakan atas dasar kerjasama de-ngan pihak luar. Apabila perusahaan ingin sukses dalam kompetisinya, mau tidak mau kemampuannya bekerja sama dengan pihak luar harus ditingkatkan. Bahan baku sebagai bahan pokok dalam proses produksi diperoleh dari para pema-sok (pihak luar). Urusan pengiriman bahan baku dari pemasok maupun produk jadi ke para distributor seringkali menggunakan jasa pihak ketiga (pihak luar). Teknologi dan sistem informasi mungkin juga

(5)

disediakan dan dipelihara oleh pihak ketiga. Pembayaran transaksi-transaksi bisnis dengan pihak ketiga membutuhkan jasa perbankan (pihak luar). Hampir semua aktivitas akhirnya harus berkaitan dengan pihak luar. Kosekuensinya, hanya perusahaan-perusahaan yang mampu menjalin dan memelihara hubungan dengan pihak luar tersebut yang akan bisa bertahan dalam persaingan pasar.

Fokus utama dari SCM ada-lah sinkronisasi proses untuk kepua-san konsumen. Pelanggan dalam konsep SCM adalah ”raja” yang harus diberikan pelayanan sebaik-baiknya. Semua supply chain pada hakekatnya memperebutkan pelang-gan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Pihak-pihak yang bera-da bera-dalam satu rantai supply chain adalah pihak-pihak yang harus be-kerja sama satu sama lain untuk sedapat mungkin meningkatkan pe-layanan dengan harga yang murah. Persaingan dalam konteks SCM adalah persaingan antar rantai, bukan antar individu perusahaan. Kelemahan praktek tradisional yang bersifat adversial adalah terfokusnya aktivitas maupun ukuran keberha-silan pada bagian-bagian kecil dari

supply chain yang seringkali justru

kontradiktif dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pelayanan ke-pada konsumen akhir atau pelang-gan.

Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana ia mampu memanage aliran barang atau pro-duk dalam suatu rantai supply. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan

dis-tribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk meme-nuhi tuntutan konsumen. Tujuan utama dari SCM adalah penyera-han/pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supply

chain, mengurangi waktu,

memu-satkan kegiatan perencanaan dan distribusi.

Fungsi Supply Chain Management

Dalam mengelola rantai paso-kan perlu diketahui apa sebenarnya fungsi dari SCM sehingga dapat memberikan keuntungan bagi peru-sahaan yang menerapkannya. Ada dua fungsi SCM yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

1. SCM secara fisik mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan menghantarkannya ke pe-makai akhir. Fungsi pertama ini berkaitan dengan biaya-biaya fisik, yaitu biaya material, biaya penyimpanan, biaya produksi, biaya transportasi dan sebagai-nya.

2. SCM sebagai mediasi pasar, yakni memastikan bahwa apa yang disuplai oleh rantai supply

chain mencerminkan aspirasi

pelanggan atau pemakai akhir tersebut. Fungsi kedua ini ber-kaitan dengan biaya-biaya sur-vey pasar, perancangan produk, serta biaya-biaya akibat tidak terpenuhinya aspirasi konsumen oleh produk yang disediakan oleh sebuah rantai supply chain. Biaya-biaya ini bisa berupa biaya markdown, yakni penuru-nan harga produk yang tidak laku dijual dengan harga

(6)

nor-mal, atau biaya kekurangan

supply yang dinamakan stockout cost.

Prinsip-Prinsip Dalam Menerap-kan Supply Chain Management (SCM)

Prinsip utama yang harus dipegang dalam melakukan sinkro-nisasi aktivitas-aktivitas sebuah

supply chain adalah untuk

mencip-takan resultan yang lebih besar, bukan hanya bagi tiap anggota rantai, tetapi juga bagi keseluruhan sistem. Kesuksesan implementasi prinsip ini biasanya membutuhkan perubahan-perubahan pada tingkatan strategis maupun taktis. Sebaliknya, kegagalan biasanya ditandai oleh ketidakmampuan manajemen mendefinisikan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam meng-giring komponen-komponen supply

chain yang komplek ke arah yang

sama.

Anderson, Britt dan Favre (1997) memberikan 7 prinsip dalam SCM yang diperuntukkan bagi mana-jer dalam merumuskan keputusan strategis, yaitu :

1. Mensegmentasikan pelanggan berdasarkan kebutuhannya. 2. Menyesuaikan jaringan logistik

untuk melayani kebutuhan pe-langgan yang berbeda.

3. Mendengarkan signal pasar dan jadikan signal tersebut sebagai dasar dalam perencanaan kebu-tuhan, sehingga bisa menghasil-kan ramalan yang konsisten dan alokasi sumberdaya yang opti-mal.

4. Mendeferensiasikan produk pada titik yang lebih dekat dengan konsumen dan percepat

konver-sinya disepanjang rantai supply

chain.

5. Mengelola sumber-sumber suplai secara strategis untuk me-ngurangi biaya kepemilikan dari material maupun jasa.

6. Mengembangkan strategi tekno-logi untuk keseluruhan rantai

supply chain yang mendukung

pengambilan keputusan berhi-rarki serta berikan gambaran yang jelas dari aliran produk, jasa maupun informasi.

7. Mengadopsi pengukuran kinerja untuk sebuah supply chain secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen akhir.

Strategi Dasar Dalam Supply Chain Management (SCM)

Strategi yang paling mendasar dari sebuah SCM berkaitan dengan perancangan konfigurasi fisik maupun manajemennya. Kon-figurasi-konfigurasi tersebut ternyata tidak bisa dilepaskan dari karak-teristik produk maupun jasa yang dihasilkan oleh sebuah supply chain.

Karakteristik produk dalam konteks ini dicirikan oleh berbagai aspek antara lain siklus hidupnya, jumlah variasinya, stabilitas permin-taannya dan sebagainya.

1. Produk-produk fungsional diciri-kan oleh siklus hidupnya yang panjang, variasinya sedikit dan permintaannya yang relatif stabil serta bisa diprediksi dengan cukup baik. Produk-produk fung-sional biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, seperti garam, gula pasir, deterjen, sabun, ballpoin, buku

(7)

tulis, minyak goreng dan lain sebagainya.

2. Produk-produk inovatif, permin-taan yang tidak stabil dan sulit diramalkan, siklus hidupnya pen-dek. Produk inovatif biasanya muncul sebagai akibat dari ke-mampuan teknologi dan inovasi yang bagus. Contohnya : Tele-visi, Komputer dan lain seba-gainya.

Pembagian kedua produk ber-dasarkan karakteristik-karakteristik di atas mengidentifikasikan bahwa kebutuhan akan perlakuan yang ber-beda dalam aktivitas-aktivitas fisik maupun dalam mediasi pasar sebuah

supply chain. Pada produk-produk

fungsional, fungsi mediasi pasar lebih jarang dan lebih mudah dila-kukan karena siklus hidup produknya panjang akibat selera konsumen yang tidak banyak berubah. Strategi yang tepat untuk produk-produk fungsi-onal adalah efisiensi. Efisiensi membutuhkan dukungan struktural

supply chain yang ramping dan

terintegrasi dengan baik. Struktur

supply chain yang ramping dan

terintegrasi tersebut, oleh Christoper (1999) dinamakan Lean Supply

Chain.

Fokus utama dalam mengelola

Lean Supply Chain adalah menekan

biaya-biaya fisik yang terjadi disepanjang supply chain. Biaya-biaya tersebut berupa Biaya-biaya material, produksi, distribusi, penyimpanan dan sebagainya. Untuk itu dibutuh-kan koordinasi yang baik antar

channel dalam sebuah supply chain,

termasuk di dalamnya koordinasi untuk mengurangi dampak varia-bilitas dan ketidakpastian permintaan maupun suplai. Distributor misalnya,

hendaknya memberikan rencana kebutuhan dalam jangka yang agak panjang sehingga tidak terjadi perubahan-perubahan mendadak yang mengakibatkan seluruh rantai, terutama yang berada di sebelah hulu, menjadi “nervous”.

Lain halnya dengan produk-produk fungsional, lean supply chain bukanlah strategi yang tepat untuk produk-produk inovatif. Keunggulan kompetitif produk inovatif terletak pada kemampuan supply chain untuk merespon kebutuhan pasar yang cepat berubah. Kunci keberhasilan disini adalah apa yang dinamakan

agility.

Agility untuk suatu supply chain memiliki implikasi kecepatan

merespon kebutuhan pasar secara bersama-sama sebagai suatu tim. Distributor yang handal tidak bisa menjamin keunggulan bersaing apa-bila perusahaan yang mensuplai produk-produk yang diditribusikan-nya tidak mampu secara tepat meres-pon perubahan yang disyaratkan oleh pasar. Hubungan antar perusahaan menjadi faktor kritis dalam menciptakan agility sebuah supply

chain.

Strategi supply chain yang menekankan pada agility membu-tuhkan pola pikir yang cukup ber-beda dengan pola pikir untuk strategi

supply chain yang mendasarkan pada

efisiensi. Untuk persediaan misalnya, orientasinya bukan untuk memini-masi biaya-biaya persediaan, tetapi lebih pada keputusan dimana per-sediaan harus disimpan. Seleksi pemasok tidak didasarkan pada harga yang ditawarkan, tetapi pada kecepatan dan fleksibelitasnya.

(8)

Mengelola Rantai Pasokan

Agar dalam mengelola rantai pasokan dapat berjalan lancar dan sukses, perusahaan perlu melakukan beberapa hal di bawah ini :

1. Kesepakatan tujuan bersama Sebuah rantai pasokan yang terintegrasi memerlukan lebih dari sekedar kesepakatan pada terminologi kontrak kerjasama dari sebuah hubungan jual/beli. Rekanan dalam rantai harus menghargai bahwa satu-satunya pihak yang menanamkan modal pada sebuah rantai pasokan adalah pelanggan akhir. Oleh karena itu, menciptakan pema-haman timbal balik akan misi, strategi dan sasaran dari organi-sasi yang turut serta sangat penting. Rantai pasokan yang terintegrasi menambahkan nilai ekonomi dan memaksimalkan isi total produk.

2. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dalam rantai pasokan yang efektif dan efisien. Anggota rantai pasokan harus masuk ke dalam hubungan yang saling berbagi informasi, sebuah hubungan yang dibangun berdasarkan saling percaya. Hubungan antar pemasok cenderung akan berhasil, jika risiko dan penghematan biaya dibagi dan aktivitas seperti penelitian konsumen, analisis penjualan, prediksi dan perenca-naan produksi merupakan akti-vitas bersama.

3. Budaya organisasi yang sesuai Sebuah hubungan yang positif diantara organisasi pembeli dan

pemasok yang datang dengan budaya organisasi yang sesuai dapat merupakan keuntungan nyata dalam membuat rantai pasokan. Pemenang di antara satu atau dua perusahaan mem-promosikan kontak formal mau-pun informal dan kontak tersebut berperan untuk meluruskan bu-daya organisasi, lebih lanjut memperkuat hubungan tersebut.

Pengembangan Baru Dari SCM

SCM akan segera menjadi keharusan bagi setiap perusahaan yang ingin bertahan, bukan bagi perusahaan yang ingin memimpin kompetisi di pasaran. Seiring de-ngan menyebarnya konsep-konsep SCM di dunia industri, baik jasa maupun manufaktur, konsep-konsep yang lebih canggih yang merupakan pengembangan dari SCM akan ber-munculan, yaitu :

1. Fourth Party Logistic (4PL), dikembangkan oleh Anderson consultant. Konsepnya adalah memanfaatkan pihak ketiga untuk mengatur hubungan anta-ra sebuah perusahaan manufak-tur dengan perusahaan

ship-ment.

2. JIT II, dikembangkan oleh Bose corporation. Prinsip dari JIT II adalah adanya kemitraan yang erat antara perusahaan dengan pemasoknya. Pemasok, pada konsep JIT II ini, akan memiliki wakil di perusahaan yang disu-plainya. Wakil tersebut nantinya akan punya otoritas untuk membuat order bahan baku atau komponen yang disuplai oleh perusahaannya, menggantikan peran bagian pembelian yang

(9)

ada pada praktek yang lumrah dewasa ini.

3. Vendor Manage Inventory

(VMI), yang merupakan salah satu variasi dari JIT II. Konsep ini banyak digunakan oleh para pemasok yang mensuplai ritel. Selama ini ritel berkewajiban untuk membuat order pembelian untuk menjaga kelangsungan ketersediaan setiap item yang dijual. Pada VMI, pemasoklah yang nantinya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk me-nentukan kapan suatu item harus dikirim ke ritelnya, ber-dasarkan informasi tingkat pen-jualan dan ketersediaan stok yang ada di ritel tersebut. 4. Global Pipeline Management

(GPM). Menurut Hewitt (1999) mengatakan bahwa kelemahan utama dari SCM adalah kebutu-han untuk melakukan koordi-nasi rencana-rencana kerja antar pihak-pihak yang berbeda orga-nisasi. Banyak organisasi yang gagal mengimplementasikan SCM karena ketidakmampuan-nya melakukan koordinasi antar organisasi. Konsep GPM dida-sarkan pada teori kontrol, dimana aliran material/produk akan optimal bila dikontrol dari satu titik. Sejalan dengan kon-sep ini, GPM merekomenda-sikan bahwa aliran material-/produk hendaknya dikendali-kan oleh satu pihak atau

channel dalam supply chain dan

semua channel yang lain me-ngikuti dan mendukung dengan memberikan informasi yang diperlukan.

Penggunaan Teknologi Internet dan E-Commerce Dalam SCM

Teknologi internet dan web merupakan topik terhangat dalam SCM akhir-akhir ini. Disamping itu internet dan e-commerce juga meru-pakan bagian yang paling penting dari pelaksanaan sistem SCM. Sis-tem SCM memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Aliran informasi bergerak sangat cepat dan akurat antara elemen jaringan supply chain seperti : Pabrik, Suppliers, Pusat Distribusi, Konsumen dan seba-gainya.

2. Informasi bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk.

3. Setiap elemen dapat mengatur dirinya.

4. Terjadi integrasi dalam proses permintaan dan penyelesaian produk.

5. Kemampuan internet.

Penggunaan internet yang makin populer mendorong setiap perusahaan dapat bekerjasama untuk membangun suatu supply chain se-hingga terbentuklah apa yang dise-but dengan virtual company. Mela-lui teknologi ini, suatu perusahaan yang begitu unggul dalam bidang pemasaran dapat bekerjasama de-ngan perusahaan-perusahaan kecil lainnya yang mungkin memiliki keunggulan dalam bidang

manu-facturing, penjualan, distribusi dan

sebagainya. Contoh dari bisnis yang menggunakan internet adalah E-Commerce. Disini komunikasi ter-jadi antara perusahaan dengan kon-sumer, atau disebut Business To

(10)

ini adalah Amazon.com dan Dell Computer.

Amazon.com adalah sebuah toko buku online yang menjual buku-buku yang dapat memenuhi permintaan konsumen dalam mem-beli buku yang diinginkan dengan cepat. Perusahaan tersebut tidak perlu lagi menjual buku-bukunya melalui retailer guna memenuhi permintaan konsumen. Konsumen dapat membeli buku dari PC di rumah pada homepage Ama-zon.com. Pembeli dapat mencari buku-buku spesial dari jutaan judul buku melalui katalog yang ada di komputer. Kemudian, dalam bebe-rapa hari buku yang dipesan telah dikirim di rumah. Pembayaran dari pembelian buku tersebut cukup de-ngan menggunakan kartu kredit.

Supply chain untuk

mendu-kung bisnis model Amazon ini adalah lebih sederhana daripada toko buku tradisional. Dengan mengganti toko-toko retail dengan

homepage internet, mereka dapat

mengurangi total biaya inventori, mereka juga dapat menghapus biaya pembangunan gedung toko retail disetiap kota dan mereka bisa tum-buh dengan cepat karena mereka mampu menjangkau konsumen selu-ruh dunia secara cepat.

Dell Computer, adalah sebuah perusahaan manufaktur PC mengi-kuti Compaq dan IBM untuk men-jual secara langsung PC-nya melalui internet. Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan pembuat PC lainnya menjual produknya melalui toko retail. Pada toko retail, kon-sumen biasanya membeli PC terka-dang sangat sulit untuk mendapa-tkan secara benar apa yang

diingin-kan (pilihan sangat banyak karena tidak dibatasi gudang seperti layak-nya toko retail). Selain itu, Dell tidak perlu melakukan penyimpanan di gudang. Dell menjual produk biaya rendah bervolume tinggi secara langsung ke pelanggan. Perakitan dimulai segera setelah menerima pesanan dari pelanggan tersebut. Pelanggan diperbolehkan untuk memilih konfigurasi PC yang direkomendasikan atau mendesain sesuai dengan keinginan mereka. Proses pendesainan ini memungkin-kan Dell untuk memuasmemungkin-kan pe-langgan dengan memberikan produk yang sesuai dengan permintaan spe-sifik mereka. Pilihan-pilihan terse-but sangat mudah ditampilan di Internet dan Dell bisa menarik para pelanggan yang menyukai pilihan ini. Dell juga menggunakan Web

page yang dirancang sedemikian

ru-pa untuk memungkinkan pelanggan dengan bisnis yang besar guna menelusuri pembelian yang dilaku-kan di masa lampau dan menem-patkan pesanan yang konsisten dengan kebutuhan mereka saat ini.

SCM dan Teknologi Informasi Dalam Industri Manufaktur

Dalam lingkungan manufak-tur perbaikan terhadap produktivitas mengalami pembenahan terus-menerus dan hal itu telah menjadi isu besar bagi setiap orang. Sejak komputer ditemukan dan digunakan secara luas dalam industri perda-gangan, teknologi informasi telah menyodorkan berbagai macam solu-si dalam rangka perbaikan tingkat produktivitas. Sejak hadirnya MRP (Material Requirement Planning), komputer menambahkan sistem

(11)

pe-rencanaan guna mendukung bidang manufaktur. MRP telah berkembang begitu pesat di seluruh dunia dan pada setiap industri manufaktur sebagaimana komputer berkembang menjadi populer. Penagihan atas barang yang sebelumnya dilakukan dengan menggunakan kertas, kini semuanya dilakukan secara digital dan ditayangkan dalam komputer, sehingga bisa diperhitungkan berapa jumlah barang untuk memenuhi perencanaan produksi atas produk akhir. Setelah penggunaan MRP menjadi populer metode itu sendiri mengalami pembenahan secara ber-tahap menjadi MRP II (Manufacture

Resource Planning), CIM (Compu-ter Integrated Manufacturing), ERP

(Enterprise Resource Planning) dan sebagainya. Dalam MRP II kapasi-tas manufaktur dipertimbangkan da-lam perencanaan produksi oleh karena itu berbagai akses yang berkaitan dengan masalah penye-diaan produk yang terjadi di bawah MRP dengan suatu perencanaan yang besar dapat dihindari.

CIM (Computer Integrated

Manufacturing) adalah gagasan

yang menggabungkan sistem pro-duksi dengan sistem penjualan. Sebelumnya, bagian penjualan dan bagian operasi berjalan secara ter-pisah dengan sekumpulan data transfer mingguan dan bulanan. De-ngan memadukan sistem penjualan dan operasi melalui pertukaran data harian atau dalam komputer yang tersentralisasi, berbagai perubahan yang terjadi dalam jumlah penjualan dapat terefleksi dalam perencanaan produksi. Hal ini sangat penting dalam mengatasi fluktuasi pasar.

ERP (Enterprise Resource

Planning) adalah kemasan bisnis software yang mengatur seluruh

dasar bisnis dalam perusahaan manufaktur dalam suatu lingkungan yang sama. Area bisnis yang dilingkup oleh ERP adalah akun-tansi keuangan, akunakun-tansi pengen-dalian, penjualan, manajemen mate-rial, pembelian, perencanaan pro-duksi, manajemen sumberdaya ma-nusia dan sebagainya. Semua

apli-kasi bisnis dapat dinyatakan dalam

sebuah komputer kecil sama dengan komputer mainframe IBM dan pe-langgan dapat dengan mudah mem-biasakan dirinya dengan sistem ini dalam praktek bisnisnya. Data anta-ra setiap bagian dalam perusahaan dapat menjadi transparan. Hal ini membuat supply chain dalam suatu perusahaan dapat menjadi lebih sederhana dan efisien.

Ada banyak paket software dari SCM yang sesuai dengan kon-disi pasar. Perusahaan yang telah menerapkan SCM sangat sukses da-lam memperbaiki tingkat produk-tivitasnya dan tentunya mening-katkan keuntungan secara dramatis.

KESIMPULAN

SCM adalah suatu konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribu-sian, jadwal produksi dan logistik. SCM membantu dalam menentukan kapan, dimana dan berapa jumlah bahan material yang disiapkan, dikirim dan selanjutnya untuk dipro-ses lebih jauh dalam rangka meme-nuhi permintaan konsumen dan

(12)

memenuhi target persediaan. SCM adalah sebuah pendekatan untuk bekerja sama dengan pemasok yang meliputi tidak hanya pembelian tetapi juga pendekatan menyeluruh untuk mengembangkan nilai mak-simal rantai pasokan.

Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana ia mampu memanage aliran barang atau pro-duk dalam suatu rantai supply. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan dis-tribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk meme-nuhi tuntutan konsumen. Tujuan utama dari SCM adalah penyera-han/pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supply

chain, mengurangi waktu,

memu-satkan kegiatan perencanaan dan distribusi.

Perusahaan-perusahaan yang sukses adalah yang mampu meme-nuhi kepuasan pelanggan, mengem-bangkan produk tepat waktu, me-ngeluarkan biaya yang rendah da-lam bidang persediaan dan penyera-han produk, mengelola industri secara cermat dan fleksibel melalui

supply chain management (SCM).

Prinsip SCM pada hakekat-nya adalah sinkronisasi dan koordi-nasi aktivitas-aktivitas yang berkai-tan dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam satu organisasi maupun antar organisasi. Kosekuen-sinya, hanya perusahaan-perusahaan yang mampu menjalin dan meme-lihara hubungan dengan pihak luar tersebut yang akan bisa bertahan dalam persaingan pasar. Manajemen

rantai pasokan menyediakan sebuah peluang besar bagi perusahaan un-tuk mengembangkan keunggulan kompetitifnya, sering dengan meng-gunakan e-commerce.

DAFTAR PUSTAKA

Chopra, Sunil, dan Peter Meindl (2001), Supply Chain

Mana-gement : Strategy, Planning and Operation. Upper Saddle

River, NJ: Prentice Hall Handfield, robert B., dan Ernest l.,

Nichols Jr (2003),

Introduc-tion to Supply Chain Manage-ment, Edisi 2, Upper Saddle

River, NJ: Prentice Hall. Heizer, Jay dan Render, Barry

(2005). Operation

Mana-gement, Edisi Tujuh, Penerbit

Salemba Empat.

Hermawan, K (1996), “Value Creation : Strategi Meme-nangkan Persaingan Bisnis Global”, dalam Manajemen Usahawan Edisi Juni, No. 06 http/www.supplychain.com

http/www.supplychainmanagement. com

Kumar, Nirmalya (1996), “The Power of Trust in Manufac-turer-Retailer Relationship”,

Harvard Bussiness Review, November – Desember.

Nanus, James A and James C. Anderson (1996), “Re-thinking Distribution Adap-tive Channel”, Harvard Bussiness Review Paperback

Pujawan, I Nyoman. (1999), “Dasar-dasar dan Strategi Supply Chain Management”, Paper

(13)

Shin, H., DA. Collier dan DD. Wilson (2000). “Supply Ma-nagement Orientation and Supplier/Buyer Performan-ce”, Journal of Operation

Management, Vol. 18 No. 3,

April.

Svensson, Goran. (2000), ”A Conceptual Framework for The Analysis of Vulnerability in Supply Chain”, Journal of

Physical Distribution & Logistics Management, Vol.

30 No. 9, May.

Stern, W Louis and Frederck D Sturdivant (1994), “Customer-driven Distribution System” in Robust Sales Management,

Harvard Bussiness Review Paperback.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat komposisi kimia bubuk nasi beras hitam (Tabel 3) dan ekstrak protein kedelai hitam (Tabel 4), dilakukan perhitungan sumbangan energi komponen

Pada Gambar 4 hasil yang didapatkan pada proses Flowchart tersebut ialah laporan akhir yang membandingkan tiket penumpang, setoran bank dan laporan harian apakah sudah sesuai

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui apakah hasil belajar mahasiswa UPBJJ UT Medan yang diajar menggunakan media internet pada pembelajaran berbasis masalah lebih

Sedangkan model analisis regresi logistik berganda digunakan untuk melihat lebih jauh mengenai faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan bidang usaha dengan jalan

VIII observasi kelima menunjukan bahwa dari 8 aspek yang diamati oleh penulis, guru hanya melakukan 8 aspek saja dengan presentase sebesar 100%, yaitu

Sedangkan rata-rata NPL terendah yaitu Bank Sumitomo Mitsui Indonesia sebesar 0,46 persen sehingga dapat dikatakan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah

Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian kompresi citra dengan menggunakan transformasi wavelet haar 2, software yag digunakan matlab, dan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Penanganan Pengaduan