• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (IPTEK) yang pesat. Kemajuan IPTEK pada abad ke-21 memberikan dampak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (IPTEK) yang pesat. Kemajuan IPTEK pada abad ke-21 memberikan dampak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Abad ke-21 merupakan abad yang penuh dengan tantangan dan persaingan. Abad ke-21 ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat. Kemajuan IPTEK pada abad ke-21 memberikan dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya dapat membuka cakrawala manusia untuk terus maju dengan ilmu pengetahuan. Disisi lain, permasalahan etika, moral dan isu-isu global yang berkembang di masyarakat merupakan dampak negatif yang diakibatkan dari perkembangan IPTEK, seperti pemanasan global, krisis ekonomi dan krisis moral menjadi ancaman saat ini.

Abad ke-21 dikenal juga masa pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan abad ke-21 harus mampu menciptakan manusia yang berpengetahuan dan terampil sehingga dapat bertahan di era globalisasi. Kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 adalah berpikir kritis dan mampu mengatasi masalah, mampu berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kreatif serta inovatif. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu memenuhi kompetensi abad ke-21 ini.

Kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari segala sesuatu yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, serta energetika zat. Kimia merupakan salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dianggap sulit karena dalam mempelajari ilmu kimia siswa menemui kesulitan dalam memahami istilah, kesulitan mengolah angka dan kesulitan memahami konsep kimia. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, pelajaran kimia perlu ditampilkan dalam bentuk yang lebih konkret (Anonim,2013).

(2)

Pemahaman siswa tentang ilmu kimia harus memiliki keterkaitan antar konsep. Jika satu konsep tidak dapat dipahami dengan benar maka akan menghambat pemahaman konsep berikutnya. Untuk memahami konsep dengan benar maka siswa perlu mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, kritis dan analitis. Keterampilan ini termasuk kemampuan untuk berargumentasi. Kemampuan argumentasi tersebut dapat diperoleh siswa dari sebuah model pembelajaran kooperatif (Matuk,2015).

Kemampuan argumentasi adalah kemampuan untuk memberikan alasan atau pendapat yang didasarkan pada fakta yang jelas kebenaranya. Toulmin menformulasikan kemampuan argumentasi ke dalam 6 komponen yang meliputi kemampuan membuat claim (proposisi atau pernyataan), data (bukti yang mendukung claim), warrant (penjelasan tentang kaitan antara claim dan data), backing (teori yang mendukung bukti), qualifier (kondisi yang mendukung sehingga claim dapat terjadi) dan rebuttal (kondisi yang menggugurkan claim) (Dawson, 2016).

Menurut Erduran et al. (2004), beberapa alasan pentingnya kemampuan berargumentasi diterapkan dalam pembelajaran sains khususnya kimia yaitu: (1) ilmuwan menggunakan argumentasi dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan ilmiahnya; (2) masyarakat menggunakan argumentasi dalam perdebatan ilmiah; dan (3) peserta didik dalam pembelajaran membutuhkan argumentasi untuk memperkuat pemahamannya.

Argumentasi dapat melatih siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya, sehingga terbangun pemahaman konsep. Argumentasi penting dikembangkan dalam pembelajaran kimia karena mampu meningkatkan

(3)

pemikiran dan pemahaman siswa. Dawson (2016) menegaskan bahwa argumentasi dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat keputusan dan ilmu pengetahuan ilmiahnya. Sedangkan, menurut Cyntia (2016) kemampuan argumentasi memainkan peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menambah pemahaman yang mendalam terhadap suatu gagasan maupun ide.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama PLP di SMAN 11 Kota Jambi pada tahun ajaran 2018/2019, dari beberapa materi kimia yang dipelajari di sekolah, peneliti melihat kemampuan siswa masih rendah dalam berargumentasi. Rendahnya keterampilan berargumentasi ini terlihat dari masih banyaknya siswa yang membuat pernyataan atau memberikan jawaban namun tidak mampu memberikan bukti/data dan penjelasan. Contohnya saat siswa diberikan suatu fenomena tentang “apakah sama, massa lilin utuh dengan lilin yang telah meleleh karena pembakaran?” dan siswa memberi pernyataan “massa nya sama bu, setelah dan sebelum meleleh” dan saat peneliti menanyakan apa bukti ilmiah dan alasannya mereka tidak dapat memberikan jawabannya. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berargumentasi siswa masih kuran, dimana siswa baru mampu memberikan pernyataan (claim) tanpa adanya alasan yang menghubungkan pernyataan dan bukti ilmiah.

Disamping itu, rendahnya kemampuan argumentasi siswa terindikasi dari kemampuan literasi sains siswa Indonesia yang masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian Program for International Student Assessment (PISA) yang rendah sejak tahun 2003. Pada tahun 2003 siswa Indonesia menduduki peringkat ke 38 dari 41 negara dengan nilai rata-rata kemampuan literasi sains

(4)

yaitu 395 dari nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh PISA adalah 500. Pada tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke 50 dari 57 negara dengan nilai rata-rata kemampuan literasi sains yaitu 393. Pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 65 negara dengan nilai rata-rata kemampuan literasi sains yaitu 383. Pada tahun 2012 dengan peringkat ke 64 dari 65 negara menjadi 403 poin di tahun 2015 dengan peringkat ke 62 dari 70 negara (Kemendikbud, 2016). Skor literasi sains yang rendah tesebut mencerminkan fenomena umum prestasi belajar IPA siswa Indonesia yang kurang baik.

Model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam melatih kemampuan argumentasi adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Matuk (2015) kemampuan argumentasi dapat dicapai dalam suasana belajar yang merangsang siswa untuk melakukan aktifitas argumentasi. Penggunaan model kooperatif learning yang mengandung tahapan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memeriksa kelengkapan argumentasinya sangat diperlukan.

Model pembelajaran kooperatif yang pernah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berargumentasi diantaranya adalah model pembelajaran Two Stay Two Stay (TSTS) dan Think Pair Share (TPS) yang telah digunakan oleh Andriani (2018) dan menunjukkan hasil penelitian yang sama-sama mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan pada lembar diskusi siswa tes lisan dan posttest disetiap pertemuannya. Kumala, dkk (2017) telah menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk menstimulasi keterampilan argumentasi siswa. Hasil penelitian ini menjelaskan terdapat korelasi antara bernalar dan argumentasi siswa yang terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal. Selain itu, strategi

(5)

pembelajaran dan tingkat kognitif siswa dalam memandang sebuah permasalahan dapat mempengaruhi pola penalaran siswa tersebut. Prasinta, dkk (2018) telah menerapkan model pembelajaran Argument Driven Inquiry (ADI) dalam pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat trend peningkatan untuk level argumentasi 2, 4 dan 5, konstan untuk level 1 dan menurun untuk level 3, sedangkan argumentasi tulisan memiliki trend peningkatan dengan rerata nilai sebesar +2,17.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saputri (2018) dengan menggunakan Model Guided Discovery Learning dan Direct Intruction menunjukkan bahwa terdapat kemampuan argumentasi siswa yang sama pada kedua kelas. Hal ini ditunjukkan pada lembar observasi diskusi kelompok secara kuantitatif dan secara kualitatif. Selanjutnya, Marlina (2018) menerapkan model pembelajaran Predict, Observe, Explanation (POE) menunjukkan hasil penelitian bahwa kemampuan argumentasi siswa sudah termasuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari data hasil persentase kemampuan argumentasi siswa yang mengalami peningkatan setiap pertemuannya.

Selain model pembelajaran yang telah diterapkan oleh peneliti sebelumnya, model pembelajaran lain yang dapat melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berargumentasi adalah model pembelajaran Just in Time Teaching. Just in Time Teaching (JiTT) merupakan model pembelajaran berbasis inkuiri yang memanfaatkan penggunaan internet dan umpan balik antara siswa dan guru, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. JiTT mendukung untuk menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Siswa dapat berinteraksi dengan sesama siswa, guru, dan teknologi yang dapat memaksimalkan penggalian

(6)

keterampilan mereka dalam menemukan konsep. Melalui sintaks pembelajaran yang terdiri dari warm up, adjusting concept, dan applying concept siswa akan dibimbing untuk menemukan konsep itu sendiri dan mengetahui tahapan dalam menemukan konsep tersebut sebagaimana kebiasaan ilmuwan dalam memahami konsep. Dengan adanya warm up, guru dapat mengetahui bagaimana cara berpikir siswa sehingga dapat membuat strategi yang lebih matang agar pembelajaran berjalan dengan efektif.

Kemampuan argumentasi siswa dalam pembelajaran bervariasi, ada yang memiliki kecenderungan menggunakan pendekatan kemampuan argumentasi oral atau dengan cara pendekatan kemampuan argumentasi tertulis. Siswa yang mempunyai kemampuan pengetahuan tetapi susah dalam kemampuan berbicara maka dengan kemampuan argumentasi tertulis akan lebih mudah. Sebaliknya, siswa yang mempunyai kemampuan berbicara tetapi susah dalam kemampuan argumentasi tertulis maka dengan kemampuan argumentasi oral akan lebih mudah. Kemampuan argumentasi oral ialah bahasa lisan yang mengandung sebuah informasi atau pendapat. Sedangkan argumentasi tertulis menurut Umami (2012) adalah kemampuan menuangkan pendapat dalam bentuk media tulis yang disertai dengan bukti dan fakta sehingga tampak prinsip kelogisannya.

Keberhasilan penerapan model pembelajaran Just in Time Teaching dapat dilihat dalam penelitian Solikhin (2013) yang menyimpulkan bahwa keterampilan proses sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran Just in Time Teaching meningkat secara signifikan dilihat dari nilai gainnya. N-Gain keterampilan proses sains 0,56 untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran Just in Time Teaching dan 0,23 untuk kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

(7)

Materi kimia yang dapat digunakan dalam model Just in Time Teaching untuk mengembangkan kemampuan argumentasi siswa salah satunya adalah hukum dasar kimia. Pada materi ini siswa harus menguasai materi konsep yang berupa hapalan dan hitungan. Kompetensi dasar pada materi tersebut adalah membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia. Kesulitan pada materi tersebut dapat timbul karena dalam penyampaian materi, siswa masih belum diajak untuk berpikir secara mendalam dan menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan argumentatif.

Model pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) dapat melatih mengembangkan kemampuan argumentasi siswa kelas X IPA SMAN 11 Kota Jambi, karena model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Model pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) ini dapat di desain dengan memvariasikan strategi pembelajaran yaitu dengan cara berkelompok atau individu. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis telah melaksanakan penelitian tentang : “Perbandingan Kemampuan Argumentasi Siswa SMAN 11 Kota Jambi Pada Materi Hukum Dasar Kimia dengan Model Pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) Berkelompok dan Individu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(8)

1. Bagaimana kemampuan argumentasi siswa menggunakan model pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) dengan strategi pembelajaran berkelompok pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi? 2. Bagaimana kemampuan argumentasi siswa menggunakan model

pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) dengan strategi pembelajaran individu pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan argumentasi siswa antara kedua kelas eksperimen pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan argumentasi siswa menggunakan model pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) dengan strategi pembelajaran berkelompok pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi 2. Untuk mengetahui kemampuan argumentasi siswa menggunakan model

pembelajaran Just in Time Teaching (JiTT) dengan strategi pembelajaran individu pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan argumentasi siswa antara kedua kelas eksperimen pada materi hukum dasar kimia di SMAN 11 Kota Jambi

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan disemester genap tahun ajaran 2018/2019 di kelas X IPA 1 dan X IPA 2 SMAN 11 Kota Jambi.

(9)

2. Aspek kemampuan argumentasi siswa yang diamati dalam penelitian ini yaitu mampu melakukan tiga aspek meliputi claim, evidence, dan reasoning.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa, dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar serta meningkatkan kemampuan argumentasi secara ilmiah.

2. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran dalam proses belajar mengajar khususnya materi hukum dasar kimia.

3. Bagi sekolah, sebagai salah satu peluang pengenalan model pembelajaran yang bisa diterapkan di sekolah untuk menunjang proses pembelajaran dan menghasilkan output yang berkualitas.

4. Bagi peneliti, dapat menjadi bekal pengetahuan setelah menjadi tenaga pengajar dan dapat menerapkannya dengan baik dalam proses belajar mengajar

Referensi

Dokumen terkait

matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran. Pemahaman artinya “mengerti benar”, selanjutnya yang dikatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika adalah

Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematik siswa dan kemandirian belajar siswa adalah dengan model pembelajaran yang diterapkan guru

Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah untuk menggambarkan kemampuan siswa kelas III MI Siti Mariam Banjarmasin dalam menyelesaikan soal-soal matematika pada

Selain itu, laboratorium maya ini dapat digunakan guru sebagai media pembelajaran praktis untuk mendukung penyampaian materi pelajaran, menciptakan lingkungan

Menurut Gulo (2002, dalam Trianto, 2007) pembelajaran dengan menggunakan Metode ilmiah melalui inquiry dipercaya dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa

“Strategi dan Metode Pembelajaran Pengajaran : Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif dan Edukatif” (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media) h.87.. Diharapkan dengan menggunakan

Dari penelitian tentang kemampuan generik pada pembelajaran Biologi yang dilakukan oleh Rahman (2008) diperoleh hasil bahwa Program Pembelajaran Praktikum Berbasis Kemampuan

Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui manfaat mana yang lebih dominan dari penggunaan teknik traksi manual posisi fleksi dengan mobilisasi tiga dimensi