• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Seiring berkembanganya modernitas kehidupan dapat dapat berpengaruh terhadap aktifitas hidup manusia itu sendiri. Aktifitas yang kita lakukan sehari-hari tersebut tidak jarang menimbulkan gangguan pada gerak dan fungsi tubuh kita. Aktifitas yang tinggi pada orang-orang yang bekerja dengan posisi duduk lama dan menetap cenderung menyebabkan gangguan pada postur.

Di negara berkembang seperti di Indonesia banyak yang kurang memperhatikan postur tubuh saat sedang beraktifitas. Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah akan pentingnya postur yang normal menyebabkan banyaknya gangguan akibat dari postur tubuh yang buruk. Perkembangan teknologi dan pendidikan yang cukup pesat di Indonesia juga ikut mempengaruhi buruknya postur tubuh. Penggunaan tas ransel dengan beban yang berat dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap penyimpangan postur. Berdasarkan hasil penelitian Sheir-Neiss et al (2003) dari 1126 anak usia 12-28 tahun yang menggunakan tas ransel terdapat sekitar 74,4% mengeluh nyeri ada punggung yang disertai keterbatasan fungsi aktivitas fisik. Hal ini dikarenakan beban tas ransel yang terlalu berat sehingga menimbulkan nyeri pada punggung.

Banyak hal yang dapat mengganggu kesehatan yang dapat dimulai dari kesalahan tubuh dalam bersikap yang biasanya dikenal dengan penyimpangan postur. Penyimpangan postur adalah postur tubuh yang terbentuk dari hasil peningkatan ketegangan otot atau pemendekan otot sedangkan otot yang lain memanjang dan lemah akibat kesalahan tubuh dalam bersikap pada aktivitas sehari-hari (Solberg, 2008). Penyimpangan postur tidak sesuai dengan alignment yaitu penempatan posisi tubuh yang berhubungan dengan gravitasi dan base of support yang tidak sesuai. Penyimpangan postur dapat berupa skoliosis, lordosis, kifolordosis, kifoskoliosis dan hiperkifosis. (Kendall et al, 2005).

(2)

Penyimpangan postur terutama hiperkifosis akan menyebabkan penurunan kualitas hidup manusia. Misalnya tidak mampu bekerja dalam posisi duduk terlalu lama yang diakibatkan perpindahan titik tumpu pada tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan kerja dari otot, nafas menjadi lebih pendek yang dikarenakan ekspansi torak tidak dapat maksimal akibat dari postur yang membungkuk, cepat merasa lelah dikarenakan ekspansi torak menurun maka cairan ductus thoracicus menjadi tidak lancar, mobilisasi organ dalam menjadi terganggu. Tidak diketahui secara pasti prevalensi dan insidensi hiperkifosis di Indonesia, prevalensi dan insidensi hiperkifosis torakal pada usia lanjut bervariasi antara 20% hingga 40% baik pria maupun wanita, setelah usia 40 tahun wanita cenderung lebih cepat mengalami peningkatan kurva hiperkifosis dibanding pria (Katzman et al, 2010).

Hiperkifosis torakal merupakan kondisi berlebihnya kurva torakal pada bidang sagital yang disebabkan oleh berbagai faktor yaitu kongenital, degenerasi diskus, postur yang buruk (Yaman et al, 2014). Hiperkifosis torakal dicirikan dengan forward head position, peningkatan kurva torakal, protraksi skapula, hipolordosis dari lumbal.

Menurut Hertling and M. Kessler (2006) terdapat 4 tipe deformitas kifosis yaitu (1) lokalisasi, berlebihannya angulasi posterior yang disebut gibbous atau hump back, (2) dowager’s hump, yang disebabkan oleh osteoporosis paska menopause pada wanita, (3) pengurangan inklinasi pelvis (20°) dengan lumbar flat, dan (4) pengurangan inklinasi pelvis (20°) dengan torakolumbal atau kifosis torakal (Round back). Sedangkan secara umum dikenal tiga jenis kifosis: (1) kifosis kongenital (kelainan bawaan sejak di rahim), (2) kifosis postural banyak ditemui pada remaja putri, (3) Scheuermann’s khyposis yang banyak terjadi di usia belasan tahun terutama pada remaja pria yang terlalu kurus.

Hiperkifosis dapat dialami oleh usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut baik pada pria maupun wanita. Postur hiperkifosis ini disebabkan oleh bawaan lahir, posisi yang salah pada saat bekerja, beraktifitas, dan dapat juga disebabkan posisi yang salah saat berolahraga dengan posisi membungkuk pada waktu yang lama (Briggs et al,2007). Sudut normal kurva kifosis torakal

(3)

berkisar 200- 400. Dikatakan hiperkifosis jika derajat kurva kifosis torakal melebihi 400 dan berpengaruh pada muskuloskeletal termasuk nyeri bahu dan nyeri leher (Barret et al, 2013).

Saat seseorang duduk dalam posisi membungkuk akan terjadi pelvik tilting ke posterior yang akan menyebabkan terjadinya hipolordosis dari lumbal, forward head position dan protraksi dari skapula serta meningkatkan kifosis pada torakal (Page et al, 2010).

Pada kasus hiperkifosis torakal akan terjadi pemendekan lig. Anterior longitudinal, penguluran lig. Posterior longitudinal, kelelahan otot erector spine dan rhomboid, upper crossed syndrome. Hiperkifosis juga menyebabkan ketidakseimbangan kerja otot, ketegangan otot intercostalis, otot-otot anggota gerak atas yang berorigo pada torak (pectoralis mayor dan minor, latissimus dorsi dan serratus anterior) otot pada servikal dan kepala yang berkaitan dengan skapula (levator skapula dan upper trapezius), penguluran pada otot errector spine (Kisner dan Colby, 2007). Hipomobiliti pada faset, pemendekan otot diafragma, penurunan ekspansi paru-paru akibat penurunan gerak dari sendi costovertebral dan costotranversal, vaskularisasi dan limfatik akan terhambat.

Pada hiperkifosis torakal terjadi pemipihan diskus pada bagian ventral dan pelebaran pada bagian dorsal sehingga nukleus terdorong dan terjebak pada bagian dorsal. Diskus yang terdorong kearah dorsal akan mengakibatkan iritasi pada ligamen longitudinal posterior. Iritasi pada ligamen longitudinal posterior dapat mengakibatkan nyeri pada daerah punggung.

Posisi duduk statis yang salah misalnya pada pelajar atau pekerja kantoran yang dapat disebabkan oleh kebiasaan membungkuk, desain kursi dan meja, kurangnya pemahaman akan pentingnya sikap duduk yang benar. Sikap duduk yang salah ini dapat menyebabkan nyeri yang disebabkan oleh ketidakstabilan sendi, pergeseran beban tumpuan pada tubuh dan spasme pada otot.

Karena regio tulang belakang saling terkait, perubahan posisi pada satu regio saja akan berdampak pada regio lain. Postur yang buruk adalah chain reaction dari tulang belakang. Posisi duduk yang salah dengan gerakan pelvik

(4)

tilting ke arah belakang akan mempengaruhi penurunan kurva lordosis pada lumbal, peningkatan kurva kifosis pada torakal serta posisi kepala menjadi forward head position (Page et al, 2010).

Dalam perkembangan ilmu fisioterapi, usaha-usaha di bidang kesehatan gerak dan fungsi tubuh telah mengalami banyak perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang dimaksud dalam ilmu fisioterapi tidak hanya gerakan pada anggota tubuh seperti tangan dan kaki, namun mencakup gerak dari tingkatan sel sampai pada tingkat individu.

Saat ini tenaga kesehatan terutama fisioterapi sangat berperan penting dalam penanganan kasus hiperkifosis torakal. Banyak cara untuk menyembuhkan dan mengembalikan fungsional fisik seseorang dengan melakukan fisioterapi.

Tujuan utama yang hendak dicapai oleh Fisioterapi adalah memberi pelayanan peningkatan gerak fungsional. Dalam hal ini fisioterapi lebih fokus memberikan pelayanan kesehatan dalam masalah kemampuan gerak dan fungsi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Rapublik Indonesia Nomor 65/MENKES/2015 pengertian fisioterapi yaitu:

“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukkan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memlihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi”. Teknik peregangan otot dan mobilisasi sendi banyak digunakan oleh fisioterapis. Peregangan otot banyak digunakan dalam olahraga karena dapat meningkatkan flexibilitas otot dan mengurangi resiko cedera, sementara mobilisasi sendi banyak digunakan dalam manual terapi karena dapat mengembalikan gerak sendi pada arthrokinematik normal.

(5)

Koreksi pada postur hiperkifosis torakal dapat dikoreksi dengan postural auto correction exercise dengan menggunakan metode Schroth. Latihan ini bertujuan untuk peregangan pada otot bagian depan, meningkatkan kontrol propioseptive, penguatan pada otot punggung, penguatan otot abdomen, mengurangi kelelahan pada otot sehingga dapat mengurangi kurva hiperkifosis pada torakal.

SNAG dengan menggunakan metode restore extension bertujuan untuk mobilisasi sendi faset dengan penambahan gerak pada ekstremitas, penguluran kedua kapsul sendi, peningkatan gerak ekstensi torakal, mengurangi nyeri akibat dari peningkatan kurva kifosis pada torakal dan meningkatkan ekspansi torakal (Mulligan, 2004).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui apakah penambahan SNAG pada intervensi postural auto correction exercise lebih efektif dan bermanfaat untuk menurunkan hiperkifosis torakal, sehingga penulis mengangkat topik di atas dan menjadikannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Efek penambahan Sustained natural apophyseal glides (SNAG) pada Postural auto correction exercise terhadap kurva kifosis pada kasus hiperkifosis torakal”.

B. Identifikasi Masalah

Hiperkifosis torakal dicirikan dengan peningkatan kurva kifosis pada torakal, protraksi dan internal rotasi bahu yang disertai forward head position, yang akan mengakibatkan ketidakseimbangan kerja otot yaitu upper crossed syndrome. Upper crossed syndrome yaitu terjadinya tightness pada upper trapezius dan levator skapula yang pada bagian dorsal bersilangan dengan tightness pada pectoralis mayor dan minor. Kelemahan pada deep cervical flexors yang pada bagian ventral bersilangan dengan kelemahan pada middle dan lower trapezius. Ketidakseimbangan kerja otot terjadi sebagai respon adaptasi dari pola gerak yang kompleks, meliputi ketidakseimbangan pada kekuatan atau fleksibilitas grup otot antagonis dan agonis pada sikap postur yang salah. Pola ketidakseimbangan kerja otot ini menyebabkan disfungsi sendi, terutama pada sendi atlanto-occypital, segmen C4-C5, sendi cervicothoracic, sendi glenohumeral dan T4-T5 (Page et al, 2010).

(6)

Tidak hanya pada upper crossed syndrome, ketidakseimbangan kerja otot juga terjadi pada otot-otot yang lain seperti ketegangan pada otot intercostalis, latissimus dorsi, serratus anterior. Penguluran pada otot erector spine, rhomboid dan lower trapezius (Kisner and colby, 2007). Selain ketidakseimbangan kerja otot, pada postur hiperkifosis torakal juga terjadi kontraktur pada kapsul sendi yang menyebabkan penurunan gerak ekstensi pada torakal. Pada ligamen longitudinal posterior akan mengalami penguluran, sementara pada ligamen longitudinal anterior akan mengalami pemendekan.

Untuk menemukan beberapa masalah-masalah gangguan gerak dan gangguan fungsi pada hiperkifosis torakal, maka fisioterapi perlu menganalisa secara menyeluruh melalui penatalaksaan fisioterapi yang meliputi anamnesis, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak yang disertai dengan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan algoritma dan berdasarkan evidence base practice.

Penegakkan diagnosa fisioterapi kifosis dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan postur menggunakan plumb line. Plumb line merupakan alat pemeriksaan standar pada postur yang mewakili garis vertikal tubuh dengan prinsip kerja berdasarkan hukum gravitasi. Plumb line digunakan dalam keilmuan sebagai garis yang mewakili alignment tubuh untuk melihat apakah postur tubuh mengalami deviasi (kendal et al, 2005). Dari pemeriksaan plumb line akan terlihat adanya penyimpangan postur tubuh. Apabila ditemukan penyimpangan postur selanjutnya pengukuran kurva kifosis dilakukan dengan menggunakan flexible ruler untuk mengetahui penyimpangan kurva kifosis (FA dan GA, 2007). Dikatakan hiperkifosis apabila kurva kifosis lebih dari 400 (Barret et al, 2013). Kemudian dilanjutkan dengan mengukur ROM torakal menggunakan inclinometer.

Flexible ruler digunakan untuk mengukur besar nilai penyimpangan kurva kifosis torakal menggunakan satuan centimeter (Cm). Pengukuran flexible ruler dimulai dari titik C7 hingga T12, setelah pola pada kurva kifosis torakal terbentuk selanjutnya pola yang sudah terbentuk digambar dalam kertas milimeter yang kemudian akan ditentukan titik H (Height) dan L

(7)

(Length). Titik H merupakan puncak kurva dari kifosis torakal, L adalah keseluruhan jarak dari C7 hingga T12. Data yang diperoleh akan dikalkulasi menggunakan Microsoft excel sesuai dengan rumus. Menurut Adams kriteria ekslusi penggunaan flexible ruler adalah terdapatnya deviasi pada kurva lateral (thoracic scoliosis). Posisi lengan dan siku pada saat pengukuran adalah fleksi 90O (FA & GA, 2007).

Inclinometer digunakan untuk mengukur range of motion (ROM) pada vertebra torakal dan dinyatakan dalam derajat. Pengukuran dimulai dari titik Th1 dan Th12, setelah penentuan titik referensi pada posisi netral peserta diminta untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi trunk. Keseluruhan gerakan dicatat hasilnya (Sangtarash et al, 2014).

Setelah dilakukan pemeriksaan dan penegakkan diagnosa hiperkifosis torakal, maka dapat diberikan intervensi yang tepat untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien. Salah satu intervensi yang dapat diberikan adalah postural auto correction exercise menggunakan metode Schroth. Latihan ini bertujuan untuk memberikan peregangan pada otot bagian depan, penguatan pada otot bagian punggung dan meningkatkan stabilitas otot-otot abdomen dan mempertahankan postur agar tetap tegak saat melawan gravitasi sehingga dapat memperbaiki kurva kifosis pada torakal.`

Selain itu, diperlukan juga intervensi tambahan untuk membantu mobilisasi sendi faset dan penguluran kapsul ligamen. Penguluran ini dilakukan untuk mengurangi kontraktur dari kapsul ligamen sehingga dapat meningkatkan gerak ekstensi pada torakal yaitu dengan intervensi SNAG menggunakan metode restore extension yang diberikan pada puncak kurva kifosis torakal. Tercapainya relaksasi otot, peningkatan fleksibilitas dan keseimbangan otot serta peningkatan mobilitas pada sendi akan meningkatkan ekstensi torakal sehingga dapat mendukung perbaikan pada kurva kifosis torakal (Chaitow, 2006).

(8)

C. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang akan dibahas yaitu:

1. Apakah ada efek postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal?

2. Apakah ada efek sustained natural apophyseal glides (SNAG) dan postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal?

3. Apakah ada perbedaan efek penambahan sustained natural apophyseal glides (SNAG) pada postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal

2. Untuk mengetahui efek sustained natural apophyseal glides (SNAG) dan postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal

3. Untuk mengetahui perbedaan efek penambahan sustained natural apophyseal glides (SNAG) pada postural auto correction exercise terhadap kurva torakal dan ROM ekstensi torakal pada kasus hiperkifosis torakal. E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

a. Mengetahui, memahami, dan menambah pengetahuan tentang bagaimana proses terjadinya hiperkifosis secara lebih mendalam.

b. Memberi tambahan ilmu dalam melakukan intervensi pada kasus hiperkifosis torakal.

c. Membuktikan penambahan sustained natural apophyseal glides (SNAG) pada postural auto correction exercise dapat menurunkan kurva hiperkifosis pada torakal.

2. Bagi institusi pendidikan

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya yang membahas hal yang sama.

(9)

3. Bagi institusi pelayanan fisioterapi

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan dan masukan bagi rekan fisioterapis, mengenai penambahan sustained natural apophyseal glides (SNAG) dengan postural auto correction exercise dalam mengurangi kurva hiperkifosis torakal.

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

Pengukuran frekuensi pukulan pendeta dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dengan metode pengukuran jumlah pukulan dalam tiga puluh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Dalam tahap persiapan ini, guru sudah merumuskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kepada siswa pentingnya di adakan diskusi kelas, menjelaskan hasil yang akan

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7