• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Menimbang

Mengingat

..

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN·

DEWAN PERWAKIL.A.N DAERAH REPUBUK INDONESIA

NOMOR 59/DPD RI/IV/2013-2014 .

TENTANG

PERTIMBANGAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP P..ANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

·. PE:NGELqLAAN KEUANGAN HAJI

DENGAN RAHMATTUhAN YANG MAHA. ESA CEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBUK INDONESIA,

a. bahw.:: untuk mewL1judkan terpenuhinya hak-hak masyarakat dalar.i melaksanakan !badr::h haji, Pemerintah selaku penyelengga1H negare: berkewajiban melakukan pembinaan. pelayanar., dc::n peilind:.mgan bagi jamaah haji ~,.ang didola:nnya termasuk pengelolaan keuangan haji;

b. bahwc tingginya keinginar.. umat islam untuk menyelenggarakan ibadah haji yang berd~m1pak p2da akumulasi dan::i setoran awal, - perlu diber.tuk :ieratur;,;;:i perundang-undanga:i untuk mewujudkar. pen9""':01aan keuanga! • haji dengan prinsip transparansi dan akuntabel;

c bahwa untu~ memastikan ·terakomodasinya ketentuan yang men~.mtur tentang kewajiban negara dalam rangka memer.uhi hak-hak warga negara khususnya berkaitan dengan pengelo!aan keuC\ngcin haji, Dewan PerwnkHan Dr.ierah Republik Indonesia te!ah menyusun Pertimbangan terhadap Ranongan lJndang-Undang tentang Pengelolaan Keuangar. Haji;

d. bahwc berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

b,

dan h1Jruf c, periu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pertimbangan Dewan Perwak:ran Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Unaang-Undang tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

1. Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undar.g Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan ·Perwakilan Daerah, dan Dewan :perwakilan Rakyat Daer.ah· (L-embaran Negara 'Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran 'Negara 'Nomor 5043);

(2)

Menetapkan PERTAMA KEDUA KETIGA ·~ 2

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243);

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009.

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke - 12 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2013-2014 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

tanggal 14 Mei 2014 MEMUTUSKAN:

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI.

Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Isi dan rincian hasil pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Wakil Ketua,

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 2014

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUB IK INDONESIA

IMPINAN

---

.

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA

Cf/f!S

GKR HEMAS

(3)

1'

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN

KEPUTUSAN

DEWAN ?ERWxlQ'.LAN OAERAH REP!JBlIK !NDC~ESIA NOMOR 59/DPr; Ri/IVj2013-2014

TEN'!' ANG PER'rIMBANGAN

DEWAN PERWAK:i'.LAN OAERAH RE?UBUK !NDONESIA

TERHAOAP

RANCANGAN ll!'JDANC-UNDANG TENTA~lG

PENGELOLAAN KEUANGAN HA :al

JAKARTA

(4)

I.

PENDAHULUAN

PERTIMBANGAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu".

Ketentuan konstitusi. ini membawa konsekuensi bahwa kehadiran negara tidak sekedar melindungi pelaksanaan ibadat bagi pemeluk agama, namun harus berupaya menjamin kepastian terselenggaranya sistem dukungan peribadatan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU Haji) merupakan salah satu sistem yang menjamin bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Dalam Pasal 6 UU Haji ditegaskan bahwa "Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan oleh jemaah haji".

Di dalam praktiknya, jumlah Warga · Negara Indonesia yang berkeinginan menunaikan ibadah haji senantiasa terus meningkat, namun di sisi lain, kuota haji yang terbatas yang berdampak pada meningkatnya daftar tunggu jemaah haji sehingga terjadi akumulasi dana haji. Akumulasi dana tiaji, baik setoran awal maupun nilai manfaatnya yang semakin meningkat, berpotensi untuk diinvestasikan dalam produk investasi dan jasa keuangan berbasis syariah yang produktif. RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji dimaksudkan sebagai payung hukum peningkatan nilai manfaat pengelolaan dana haji melalui prinsip syariah yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). RUU ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai manfaat dari akumulasi dana haji yang mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas, pengelolaan keuangan haji yang tertib sesuai perundang-undangan, efisien, transparan dan akuntabel.

(5)

Disisi lain Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Bab V mulai dari Pasal 21 sampai dengan Pasal 25 telah memberikan wewenang kepada Menteri Agama untuk mengelola keuangan haji. Oleh karena itu RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji ini perlu dilakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008, untuk menghindari tumpang tindih pengaturan dan memberikan kepastian hukurn.

II.

LANDASAN YURIDIS

1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pasal 224 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nemer 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5043);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nemer 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845)

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009.

III.

MAKSUD DAN TUJUAN PERTIMBANGAN

Pertimbangan ini merupakan salah satu bentuk pertanggunganjawab DPD RI dalam melaksanakan kewajiban sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun tujuan penyusunan pertimbangan ini adalah memberikan masukan kepada DPR RI dan Pemerintah agar dalam pembahasan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji secara formil memenuhi kaidah hukum yang berlaku, sedangkan secara meteriil diharapkan dapat memberikan masukan-masukan konkrit berdasarkan hasil analisis masalah dan pembahasan yang telah dilakukan sampai menjadi keputusan sidang Paripurna DPD RI.

(6)

~

I

..

IV.

METODE KERJA

1. Pencermatan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji. 2. Penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah

3. Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama.

4. Rapat Dengan Pendapat Umum dengan pemangku kepentingan. 5. Pembahasan pada Alat Kelengkapan dan Sidang Paripurna DPD RI.

V.

PERTIMBANGAN

Berdasarkan pembahasan dan keputusan sidang Paripurna DPD RI pertimbangan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Keuangan Haji dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Analisa Yuridis.

Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan undang-undang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau perintah undang-undang. RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji tidak secara tegas diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun undang-undang.

Bila RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji ini merupakan pemenuhan kebutuhan hukum bagi masyarakat sebagaimana ketentuan Pasal 10 Ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sementara muatan materi RUU ini lebih memfokuskan kepada pembentukan Sadan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang akan diberikan mandat mengelola keuangan haji untuk diinvestasikan dengan prinsip syariah guna meningkatkan nilai manfaat.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU Haji), dalam Bab V Pasal 21 sampai dengan 25 telah mengatur keuangan haji. Oleh karena itu, RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji harus dilakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyeleggaraan Ibadah Haji untuk menghindari terjadinya disharmoni hukum.

(7)

, <

2. Asas hukum Pengelolaan Keuangan Haji

RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji dalam Pasal 2, dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan haji berasaskan prinsip syariah, manfaat, dan prinsip kehati-hatian.

Prinsip kehati-hatian memiliki potensi multi tafsir, mengingat bagaimana mengukur suatu norma hukum yang memberikan kepastian hukum, kecuali jika dalam norma "kehati-hatian" diikuti penjelasan yang mengharuskan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Dalam ketentuan asas didalam pengelolaan keuangan haji perlu menambah prinsip keadilan. Urgensi prinsip keadilan mendesak dimuat karena fakta menunjukkan waktu tunggu pelaksanaan ibadah haji tidak sama antar daerah sehingga terdapat perbedaan nilai manfaat yang diberikan kepada jamaah haji.

3. Prinsip Syariah Dalam Pengelolaan Keuangan Haji

Ketentuan Pasal 7 RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji menegaskan setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) merupakan dana titipan haji untuk penyelenggaraan ibadah haji. Dengan demikian, ketika setoran BPIH hendak diinvestasikan oleh BPKH maka secara syariah seharusnya diatur ketentuan yang mewajibkan (1) penyampaian informasi kepada calon jemaah haji terkait investasi dimaksud dan (2) persetujuan secara jelas dan tertulis tentang aspek syariah dari setoran BPIH yang diinvestasikan. Kedua hal di atas dalam prinsip syariah merupakan syarat terjadinya akad yang perlu diatur dalam RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

4. Kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)

Pasal 12 Ayat (1) RUU Tentang Pengelolaan Keuangan Haji mengatur pembentukan kelembagaan BPKH oleh Pemerintah, yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 15 melalui Peraturan Pemerintah. Idealnya pembentukan Sadan Pengelola Keuangan Haji harus diatur dalam RUU ini khususnya berkaitan dengan kedudukan dan tanggungjawab lembaga, serta spesifikasi keanggotaan lembaga.

Ketentuan Pasal 12 ayat (3) mengatur adanya Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas, namun belum mengatur mekanisme pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing organ BPKH.

(8)

Untuk menjadikan suatu undang-undang yang ideal dan implementatif, diperlukan pengaturan mengenai mekanisme pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing organ BPKH.

Selain hal tersebut, RUU ini perlu mengatur kewajiban Pemerintah atau BPKH sebagai pertanggungjawaban kepada publik secara berkelanjutan sebagai konsekuensi tuntutan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana dari masyarakat.

5. Aspek-Aspek Kehati-Hatian Dalam lnvestasi

Pengaturan investasi yang dilakukan oleh BPKH dengan memanfaatkan dana haji harus diatur dan dijamin tidak hanya aspek keamanan, nilai manfaat dan likuiditas, namun aspek kehati-hatian dengan rumusan yang jelas dan terukur. Di dalam RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji, aspek kehati-hatian kurang tepat rumusannya sehingga sulit dipastikan implementasi dan pengawasannya.

Dengan demikian, pengaturan penjabaran prinsip kehati-hatian didalam investasi dapat dilakukan melalui ketentuan pasal yang mewajibkan investasi berbasis syariah harus ada perlindungan seperti jaminan asurasi atau sistem lainnya sehingga dapat dipastikan keamanannya.

6. Ketentuan Sanksi dalam Penyalahgunaan Pengelolaan Keuangan Haji

Dalam pandangan kaedah hukum, undang-undang dibuat dalam rangka membangun konstruksi hukum yang mampu memberikan keadilan. Dalam tataran implementasi undang-undang rnerupakan rambu-rambu atau norma yang mengatur perilaku supaya tertib, taat asas, dan memberi sanksi jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran.

Sesuai pertimbangan hukum dalam konsideran, maka RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji perlu adanya ketentuan sanksi bagi pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum menyalahgunakan dana haji, mengingat potensi dana haji yang dikelola dan diinvestasikan BPKH sangat besar.

(9)

I

VI. PENDAPAT DAN REKOMENDASI

VII.

Berdasarkan pandangan/analisis sebagaimana diuraikan di atas, DPD RI menyampaikan rekomendasi pertimbangan sebagai berikut:

1. Menambahkan landasan Yuridis dalam RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji dalam konsiderans "Mengingat" yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

2. Asas kehati-hatian perlu dipertegas agar mengandung makna ada kepastian hukum. Selain itu perlu penambahan prinsip keadilan dalam pengelolaan keuangan haji dan penegasan pengelolaan keuangan haji wajib mempertimbangkan daftar tunggu jamaah haji.

3. Mengusulkan penambahan Bab tentang Pembentukan BPKH, yang mengatur pembentukan, kedudukan dan tanggung jawab BPKH. Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagai Kepala Negara secara konstitusi bertanggungjawab dan berwenang terhadap pengisian, pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pengawas dan Sadan Pelaksana BPKH.

4. Mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (1) mengenai kewajiban BPKH dengan menormakan ketentuan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan haji secara terbuka kepada publik.

5. Prinsip syariah didalam pengelolaan keuangan haji memiliki konsekuensi kebutuhan pengaturan yang mewajibkan BPKH untuk menyampaikan informasi kepada jamaah mengenai setoran BPIH yang diinvestasikan dan persetujuan secara jelas dan tertulis sesuai aspek syariah dari setoran BPIH yang diinvestasikan.

6. Prinsip kehati-hatian di dalam RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji harus dijabarkan dalam penormaan pasal yang dapat mengeliminasi resiko investasi. Implikasinya, perlu dimuat norma pasal yang mewajibkan pada BPKH untuk mengasuransikan investasi yang dilakukan dengan memperhatikan prinsip syariah dan sesuai peraturan perundang-undangan.

7. Perlu ada Bab tentang sanksi harus dirnuat di dalam RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk dapat mengantisipasi potensi perbuatan melawan hukum penyalahgunaan keuangan haji.

8. Perlu ada Bab tentang Ketentuan Peralihan, untuk memberikan kepastian hukum

PENUTUP

Demikian pertimbangan DPD RI atas RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji sebagai bahan pertimbangan DPR RI dalam melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Sesuai uraian tersebut di atas, disampaikan pula pertimbangan dalam bentuk DIM sebagai berikut:

' \

(10)

i:>AFTAR INVENTARISASI MASAU\H

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN •••

RUU

. . . .. ..,, •.•. ~~:•+i•.• - .•. , " '··' .·· .. ·• ...

>J ' ...

RANcANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR •••• TAHUN ••• TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PREStbEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang:

a. bahwa hegara menjamin kemerdekaan setiap

Warga

hegara untuk memeluk agamanya tttasltlg-masing dan beribadat menurut adamanva dan kepercayaannva itu;

b. bahwa jumlah warga negara Indonesia yang betkeinginan menunaikan ibadah hajl terus mehingkat sedangkan kuota terbatas sehingga mengakibatkan meningkatnya jumlah Jemaah Haji tunggu dan terjadinya akumulasi Dana Haji;

c. bahwa akumulasi Dana Haji sebagaimana dimaksud dalam huruf b, berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung Pehvelenciaaraan Ibadah Haji yang lebih

TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

ANALISIS/Pt.:NDAPAT

---

- -l I I • I I

(11)

berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yahg terl:ib, taat pada peraturan perundang-Uhdangan, efisien, ekonomis, efektif, transoaran, dan bertanoouno jawab;

d. bahwa untuk menjamin pengelolaan keuangan haji yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jaw ab sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memerlukan payung hukum yang kuat;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf

c,

dan huruf

d

perlu membentuk Undang-Undang tentahQ Penoelolaan Keuancian Haii.

Mengingat:

Pasal

5

Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

-Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji (RUU . PKH) sangat berkaitan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU Haji). Hal ini disebabkan karena dasar legalitas kewenangan pemerintah dalam menyelenggaraan ibadah haji (pembinaan, pelayanan dan perlindungan jamaah haji termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan haji) diatur dalam UU Haji tersebut. Dengan demikian, konsekuensinya ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan lbadah Haji seharusnya menjadi rujukan yang perlu dicantumkan di dalam konsiderans RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Disesuaikan dengan ketentuan UU No 12 Tahun 2011, Lampiran II Nomor 40.

~

...,--

-Mengingat:

1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845)

(12)

-

-Oengan Persetujuan Bersama

bEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan

PRESlDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN

Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI.

BABI

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undana-Undano ini vane dimaksud dengan: 1. Keuangan Haji adalah semua hak dan

kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai terkait

.

dengan penyelenggaraaan ibadah haji, serta

'

§eitn.la

kekayaan dalam bentuk uang atau

bataf'l!'.;1 yang dapat dinilai dengan uang yang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2.

Dana Haji adalah dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan nilai manfaat uang dikuasai Negara dalam rangka Pehvelenaaaraan lbadah Haii.

3.

Badan

Pengelola Keuangan Haji yang selanjutnya disingkat BPKH adalah lembaga vano melakukan oenoelolaan Dana Haii.

4.

Kas Haji adalah rekening Menteri pada Bank Sentral yang digunakan untuk menampung Dana Haii~

5.

Bia ya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selahjutnya disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara vana akan menunaikan Ibadah Haii.

(13)

w

-6. Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan oersvaratan vanq ditetaokan.

7. Penierihtah adalah Pemerintah Pusat Indonesia.

8. Menferi adalah menteri yang menyelenggarakan urutsan oemerintahan di bidanq agama.

· -, Pasal 2

Pehgelolaan Keuangan Haji berasaskan: a. prinslp syariah;

b. manfaat; dan

c.

prinsip kehati-hatian.

Pasal 3

Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan untuk meningkatkan:

a; kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji;

b. taSionalitas dan efisiensi oenaaunaan BPIH: dan

Perlu konsistensi dengan UU No 12 Tahun 2008. Selain itu meskipun UU 32/2004 mengatur bahwa masalah agama menjadi urusan pusat, namun dalam konteks tata pemerintahan, kedudukan dan eksistensi pemerintah daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pemerintahan Pusat.

Prinsip kehati-hatian huruf c, harus ada penjelasan agar dapat ditafsirkan secara jelas dan memberikan kepastian hukum.

Ketentuan . Pasal 2 mengenai asas dalam pengelolaan keuangan haji perlu memasukkan prinsip "keadilan". Urgensi prinsip keadilan dimuat

mengingat adanya fakta bahwa waktu tunggu pelaksanaan haji yang tidak sama antar daerah sehingga konsekuensinya akan terjadi perbedaan nilai manfaat yang diberikan kepada jamaah haji. Selain itu, terdapat perbedaan fasilitas, akses serta layanan haji lainnya sehingga berdampak pada perbedaan pembiayaan masing-masing jamaah. Pasal 2 diusulkan menjadi dua ayat, pada ayat (1) ditambah huruf d. Peinerintah Indonesia. adalah Pemerintah Pasal 2 Republik

(1) Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan: a. Prinsip syariah;

b. Manfaat;

c.

Prinsip kehati-hatian, dan d. Prinsip keadilan

(2) Pengelolaan Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

mempertimbangkan daftar tunggu jamaah haji.

(14)

--

---

-c. manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

BABU

KEUANGAN HAJI

Pasal4 Keuangah Haji meliputi:

a. penerimaan;

b. kekayaan yang berasal dari Pengelolaan Dana Haji; dan

c. pengeluaran.

Pasal 5

Penerimaan keuangan Haji sebagaimanda dimaksud di3lam Pasal 4 huruf a meliputi:

a. setoran BPIH;

b.

hilai rnahfaat BPIH; ~

c.

hibah; dan/atau

'

d. sumber lain vanQ sah dan tidak mengikat. Pasal 6

(1) .5etotan BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dioeroleh dari Jemaah Haii. (2) Setoran BPIH dari Jemaah Haji sebagaimana

yang dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke Kas Haji tnelalui bank syariah dan/atau bank umum nasional yang merniliki layanan yang bersifat nasional dan merniliki layanan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 7 Ketentuan Pasal 7 menegaskan hakikat setoran Pasal 7

Setoran aPIH sebagairnana yang dimaksud dalam BPIH rnerupakan dana titipan haji untuk (1) Setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 merupakan dana titipan Jemaah Haji untuk penyelenggaraan ibadah haji. Pasal 6 merupakan dana titipan jemaah haji Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan demikian, ketika setoran BPIH hendak untuk penyelenggaraan ibadah haji.

diinvestasikan oleh BPKH maka secara syariah (2) Setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada seharusnya diatur ketentuan yang mewajibkan (1) ayat (1) dikelola dan diinvestasikan BPKH penyampaian informasi kepada calon jemaah haji dengan syarat:

terkait investasi dimaksud dan (2) persetujuan

(15)

..,-

..,

-secara jelas dan tertulis dari Majelis Ulama pengelolaan dan investasi kepada calon Indonesia (MUI) tentang aspek syariah dari setoran jamaah haji

BPIH yang diinvestasikan. b. BPKH wajib meminta persetujuan secara DPD RI berpendapat dan merekomendasikan:

jelas dan tertulis kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang aspek syariah Perubahan ketentuan Pasal 7 menjadi dua ayat. dari setoran BPIH yang dikelola dan

diinvestasikan. Pasal 8

(1) Nilai manfaat BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diperoleh dari has ii

behaembanaan Dana Haii.

(2) Nilai tnanfaat BPIH sebagaimana dimaksud pada avat

ri)

ditemoatkan oada Kas Haii.

Pasal 9

Penenmaan hibah dan/atau sumber lain yang sah

.

dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud dalam i

Pasal

S

huruf c dan huruf d dilakukan sesuai dengan ketehtuah beraturan perundana-undangan.

Pasal 10

Kekayaan yang berasal dari pengelolaan Dana Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat

berupa

Uang, surat berharga, piutang, emas, serta batang dan hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uaha.

Pasal 11

(1) Pengeluaran Keuangan Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4

huruf c meliputi pengeluaran untuk:

a. Penyelenggaraan Ibadah Haji; dan

b. Qnerasional BPKH. I

(2) Pengeluatan untuk Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan denaan memindahkan dana dari Kas

(16)

Haji ke kas satuan penyelenggara Ibadah Haji atas nama Menteri.

(3) Pengeluaran untuk operasional BPKH Menghapus frasa "atas nama Menteri" Pengeluaran untuk operasional BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

dilakukan dengan memindahkan dana dari Kas dilakukan dengan memindahkan dana dari Kas

Haii ke Kas BPKH atas nama Menteri. Haji ke Kas BPKH

( 4) Pengeluaran untuk operasional BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. belanja personal; dan b. belanja opersaional kantor.

(5) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan prinsip rasional, ekonomis, efektif dan efisien.

(6) Besatan pengeluaran untuk operasional BPKH

.

ditetapkan oleh Menteri.

(7) Pengeluaran Keuangan Haji sebagaimana TETAP (7) Pengeluaran keuangan haji sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan dimaksud pad a ayat (1) dilakukan

persetujuan Menteri. berdasarkan persetujuan Menteri.

BAB III

PENGELOLA KEUANGAN HAJI

Pasal 12

(1) Pengelolaan Keuangan Haji dilakukan oleh Pemerintah.

(2) Dalam melakukan pengelolaan Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah membentuk BPKH.

(3) BPKH sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) Di ha pus,

mempunyai organ yang terdiri atas: dipindahkan ke BAB Badan Pengelola Keuangan

a.

badan pelaksana; dan Haji.

(17)

Pasal 13

Pengelolaan Keuangan Haji oleh BPKH dilakukan secara korporatif dan nirlaba.

Pasal 14

(1) BPKH bertugas mengelola Dana Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, dan pertanggungjawaban Dana Haji.

(2) Dalam hlelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPKH menyelenggarakan fungsi:

a. perencanaan penerimaan dan pehgembangan Dana Haji;

b. pelaksanaan penerimaan dan pengembangan Dana Haji;

c. pehgendalian dan pengawasan penerimaan dan pengembangan Dana Haji; dan

d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan penerimaan dan pengembanaan Dana Haii.

Hal-hal yang pnnsrp mengenai Bentuk BPKH, kedudukan BPKH dan Pertanggunganjawabnya BPKH harus diatur dalam Undang-Undang ini, karena Peraturan Pemerintah (Pasal 15 RUU ini) merupakan peraturan pelaksana Undang-undang. Sebagai Pertimbangan, diusulkan menambah BAB.

BAB ...

BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI

Bagian Pertama Um um Pasal ..

(1) BPKH merupakan lembaga pemerintah non struktural yang bersifat khusus dan mandiri. (2) BPKH berkedudukan di ibu kota negara. (3) BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(18)

DPD RI berpendapat bahwa Kelembagaan BPKH dibentuk oleh Presiden dan pertanggungjawaban-nya kepada Presiden melalui Menteri sebagai lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri.

a. Badan Pelaksana; dan b. Dewan Penqawas.

Pasal ...

BPKH bertanggungjawab kepada Presiden.

Bagian Kedua Badan Pelaksana

Pasal17

(1) Badan pelaksana terdiri dari unsur masyarakat dan Pemerintah.

(2) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas unsur profesional

di

bidang keuangan syariah dan unsur ahli di bidang agama Islam.

(3) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dari Kementerian yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang agama.

( 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur pengorganisasian Sadan Pelaksana diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga Dewan Pengawas

Pasal ..

(1) Keanggotaan Dewan Pengawas BPKH terdiri atas unsur masyarakat dan Pemerintah. (2) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud

(19)

-

-Indonesia, organisasi masyarakat Islam,

tokoh masyarakat Islam, profesional

keuangan syariah dan akademisi.

(3) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 17 ditunjuk dari Kementerian yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang agama.

( 4) Dewan Pengawas dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.

(5) Ketua dan wakil ketua dewan pengawas

dipilih dari dan oleh anggota dewan

pengawas.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur pengorganisasian Dewan Pengawas diatur

,.

dengan Peraturan Presiden

Bagian Keempat

Syarat-syarat Menjadi Anggota

Pasal.. ·.

(1) Untuk dapat menjadi anggota Dewan

Pengawas dan Badan Pelaksana BPKH harus memenuhi persyaratan umum"

a. Memiliki kredibilitas dan integritas;

b. Memiliki reputasi dan rekam jejak yang

baik; ·

c. Memahami penyelenggaraan ibadah haji

dan pengelolaan keuangan secara

syariah;

d. Lolos seleksi yang dilakukan oleh tim seleksi independen yang dibentuk oleh Presiden.

, I

I

I

(20)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan tata cara seleksi Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 Disesuaikan Pasal ...

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Frasa "pembentukan" diganti dengan frasa Ketentuan lebih Ian jut mengenai pelaksanaan BPKH diatur denqan Peraturan Pemerintah. "oelaksanaan tuqas" tugas BPKH diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV

tAtA CARA

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

Pasal 16

(1)

13PkH

menyususn rencana strategis untuk

ianqka

waktu 5 (lima) tahun.

(2) Rencana strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengacu kepada

rentana strateais Kernenterian Aaarna.

.

(3) Rencana strategis sebagaimana dirnaksud pada TETAP (3) Rencana strategis sebagaimana dimaksud

ayat (1) disahkan oleh Menteri. pada ayat (1) disahkan oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Berdasarkan rencana strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, BPKH menyusun rencana kerja dan anaaaran tahunan.

(2) Rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan ikhtisar rencana kerja dan anggaran tahunan.

(3) Rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai jadwal penyusunan anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan oemerintahan di bidana agama.

(21)

=·=====~~·

-(4) Rencana kerja dan anggaran tahunan TETAP (4) rencana kerja dan anggaran tahunan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui sebagaimana dimaksud pad a ayat (3)

dan ditandatangani oleh Menteri. disetujui dan ditandatangani Menteri".

(5) Rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi acuan dalam pelaksanan pengelolaan Keuangan Ha

ii.

Pasal 18 Sesuai bentuk BPKH Pasal 18

Pengeluaran untuk operasional BPKH sebagaimana Pengeluaran untuk operasional BPKH

diniaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4)

berdasarkan perintah dari Menteri. dilakukan berdasarkan perintah dari Menteri" .

.

Pasal 19 I

(1) Dana Haii Wajib disimpan di Bank Sehtral. (2) Daha Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat

ditempatkan dan/atau diinvestasikan denoan brinsio svariah.

(3) Dalafn 111elakukan investasi sebagaimana Aspek kehati-hatian tidak memberikan kepastian dimaksud pada ayat (2) harus hukurn, sulit dipastikan implementasi dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati- pengawasannya.

hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Berkenaan hal di atas, maka perlu penjabaran prinsip kehati-hatian di dalam investasi, diantaranya dengan kewajiban asuransi terhadap investasi berbasis syariah untuk meminimalisasi resiko investasi.

DPD RI berpendapat dan merekomendasikan: (4) Dana haji yang diinvestasikan sebagaimana Mencantumkan ayat tambahan pada Pasal 19 yakni dimaksud pada ayat (2) wajib diasuransikan ayat ( 4) sehingga berbunyi: dengan mernperhatika n prinsip syariah

sesuai oeraturan perundang-undangan". Pasal 20

(22)

diinvestasikan setara dengan kebutuhan 2 (dua) kali biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.

(2) Ketentuan mengenai besaran kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 21

(1) tnvestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk surat berharga, emas, dan investasi langsung.

(2) Investasi dalam bentuk surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga dalam negeri.

(3) tnvestasi dalam bentuk emas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam bentuk batangan yang dijual di dalam hegeri.

(4) tnvestasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaui pengadaan sarana dan prasarana produktif yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Ibadah Haji.

(5) Investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama antara BPKH dengan badan usaha.

(6) Investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat ( 4) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, nilai manfaat, dan bersifat likuid.

(7) Hasil pengelolaan Dana Haji melalui investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) waiib disetorkan ke Kas Hali.

Pasal 22

(1) Penempatan dan penginvestasian Dana Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)

Tetap

---...-

~--~---~ -~- - - -

-Pasal 22

(1) penempatan dan penginvestasian Dana Haji sebaoaimana dimaksud dalam Pasal 19 avat

(23)

dilakukan atas persetujuan Menteri. (2) dilakukan atas persetujuan Menteri. (2) Dana Haji yang akan ditempatkan dan/atau Tetap (2) Dana Haji yang akan ditempatkan dan/atau

diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada ayat diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada

(1) dipindahkan dari Kas Haji ke kas BPKH atas ayat (1) dipindahkan dari Kas Haji ke kas

oersetuiuan Menteri. BPKH atas persetuiuan Menteri".

Pasal 23

BPKH menggunakan satuan hitung mata uang rupiah.

Pasal 24 Mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (1) mengenai Pasal 24

(1) BPKH wajib menyampaikan la po ran kewajiban BPKH sebagai berikut:

(1) BPKH wajib menyampaikan laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan pertanggungjawab pelaksanaan pengelolaan

Keuangan Haji kepada Menteri secara bulanan, keuangan haji kepada Presiden setiap

triwulan, semester, dan tahunan.

semester dan setiap tahunan.

(2) Selain pertanggunganjawab kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPKli menyampaikan pertangungjawaban kepada publik melalui media, setiap semester dan setiap tahun.

(2) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.

(3) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan Keuangan Haji diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan oeraturan oerundanq-undangan.

Pasal 25

BPKH bertanggungjawab atas pelaksanaan pengelolaan Keuangan Haji sesuai dengan ketentuan peraturan oerundang-undangan.

(24)

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan Keuangan Haji diatur dengan

Petaturan Peinerintah.

....

-Perlu dibuat ketentuan sanksi mengingat potensi dana haji yang dikelola dan diinvestasikan BPKH sangat besar khususnya sanksi pidana untuk mengantisipasi penyalahgunaan pengelolaan keuangan haji.

Untuk menegaskan supaya tidak terjadi kerancuan dengan peraturan perundang-undangan lainnya khususnya UU No 13 Th 2008, dan peraturan turunannya perlu menambah Bab, Ketentuan Peralihan

BAB ....

KETENTUAN PIDANA

Pasal ...

Setiap orang yang menduduki jabatan dalam Sadan Pengelola dan karena kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama ... tahun dan denda RP ... ..

Pasal ...

Setiap orang yang menduduki jabatan dalani Dewan Pengawas dan karena kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama ... . . tahun dan denda RP. . ...

Pasal ...

"Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum dan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian berkaitan keuangan haji, dipidana dengan pidana penjara ... ... tahun dan denda

oalina

banvak Ro ... .

BAB ....

(25)

Pasal ..

Dengan berlakunya Undang-Undang ini,

1. Semua ketentuan Undang-undang nomor 13 Tahun 2008 dan peraturan pelaksana sepanjangan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku, sampai terbit peraturan pelaksana berdasarkan undanq-undanq ini.

Perlu dicantumkan dalam salah satu pasal pada 2. Ketentuan Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang Nomor 13 Tahun 2008 dicabut dan dinyatakan menegaskan bahwa Pasal 21 ayat (3) UU Nomor tidak berlaku.

13 Tahun 2008 menjadi tidak berlaku. dengan lahirnva RUU tentanq Pengelolaan Keuangan Haji.

BABV

KETENTUAN PENUTUP ~

Pasal 27

'

Peraturah pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat

1

(satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundanqkan.

Pasal 28

BPKH

harus sudah terbentuk paling lambat 1 (satu) tahun seiak Undana-Undana ini diundanakan.

Pasal 29

Paling lama 6 (enam) bulan sejak terbentuknya

BPKH,

semua aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum atas Dana Haji beserta kekayaan pengelolaan Keuangan Haji menjadi hak dan kewajiban hukum BPKH.

Sesuai mandat Undang-Undang Dasar Negara Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan hak Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan dan kewajiban hukum sebagaimana dimaksud Perundang-undangan lainnya, dilaksanakan dan dalam Pasal 29 diatur dengan Peraturan Presiden. menjadi tanggung jawab Presiden selaku

(26)

Pasal 30

Undang•Uhdang ini mulai berlaku pada tanggal diuhdangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang

..

lnl dengan

pehempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal.. ..

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Wakil Ketua,

penyelenggara Pemerintahan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

IMP I NAN

--

.

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 2014

··....----.

Referensi

Dokumen terkait

Uji coba lapangan dilaksanakan di MTs Assyafi’iyah Gondang selama 2 minggu pada kelas VII E dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. Peneliti menggantikan guru kelas untuk

Dari analisis Kendall W antara variabel independent yaitu pengembangan karir (X1) dan pemberian insentif (X2) dengan loyalitas kinerja guru diperoleh hasil sebesar

RAYA SERANG CIBARUSAH RUKO MUTIARA BEKASI JAYA P1 NO.. CITRA

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Runtuwene (2015), menjelaskan bahwa persepsi kualitas yang dimiliki produk Sepeda Motor Yamaha Mio-J mempunyai pengaruh

Pada hasil uji perbandingan dengan uji Mann Whitney U didapat nilai sebesar 0,000 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 dan nilai Z adalah -6,655 yang

Uji unit dalam kontek OO tidak melakukan uji pada tiap modul secara individual seperti uji unit dari perangkat lunak konvensional, namun unit terkecil yang

Variabel dalam penelitian ini meliputi empat variabel bebas, yaitu Supervisi Akademik Kepala Sekolah (X1), Komunikasi interpersonal antara kepala sekolah dan guru,

Interaksi an- tara konsentrasi asap cair batang tembakau de- ngan lama perendaman tidak berpengaruh pada kekerasan, warna, aroma, dan total bakteri daging ikan gurami