• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI TAKARAN PUPUK SPESIFIK LOKASI TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI TAKARAN PUPUK SPESIFIK LOKASI TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TAKARAN PUPUK SPESIFIK LOKASI TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

Ari, Elya Hartini, dan Yanto Yulianto

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rekomendasi takaran pupuk spesifik tanah lokasi terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah. Percobaan ini dilaksakan pada lahan sawah di Desa Salawu, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat sekitar ± 687 M di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Agustus 2015. Percobaan yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 9 rekomendasi takaran pupuk. Perlakuan yang dicoba adalah perlakuan takaran pupuk spesifik lokasi berdasarkan rekomendasi kebutuhan hara dalam tanah sesuai ketetapan yang terlebih dahulu telah dianalisis menggungunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dengan rincian sebagai berikut: (Urea 200 kg/ha, SP-36 125 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 200 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 175 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 225 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha), (Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha), (Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha), (Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 60 kg/ha).

.

ABSTRACT

This research aimed at getting a recommendation about a fertilizer dose in the best specific soil location for the growth and yield of rice plants.This experiment was conducted on the rice field in Salawu Village, Salawu Sub-district, Tasikmalaya District, at the height of 687 m on the sea level. The experiment was conducted from April to August 2015.This study used an experimental method with a group random design consisting of 9 recommendations of fertilizer doses. The treatments involved the fertilizer dose treatment in the specific soil location based on the recommendation of nutrient need in soil suitable with the provision that had previously been analysed using a Rice Field Soil Test Device with the following details: R1 Urea 200 kg/ha, SP-36 125 kg/ha, KCl 50 kg/ha ; R2 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha ;R3 Urea 200 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, KCl 50 kg/ha; R4 Urea 175 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha;R5 Urea 225 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha;R6 Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha;R7 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha;R8 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha; R9 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl

(2)

50 kg/haThe research result showed that the treatment about the fertilizer dose test in the specific soil location with the dose (Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha) gave the better influence than other treatments with the productivity of milled dry grain 4.3 kg/ha equal to 7.2 t/ha.

PENDAHULUAN

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2014), pada tahun 2013 produksi padi nasional adalah 71.291.494 ton. Akan tetapi, Indonesia masih mengimpor beras. Pemerintah melakukan impor beras sebanyak 353.485 ton pada bulan Januari-September 2013.

Agar kebutuhan beras dalam negeri terpenuhi serta mencegah terjadinya impor beras dari negara lain, salah satu upaya yang harus dilakukan dalam peningkatan produktivitas tanaman padi adalah dengan mencukupkan kebutuhan haranya. Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sebab unsur hara yang terdapat di dalam tanah tidak selalu mencukupi untuk memacu pertumbuhan tanaman secara optimal (Salikin, 2003).

Untuk Untuk mencapai hasil maksimal, kebutuhan hara tanaman padi harus tercukupi secara optimal, kekurangan hara biasanya baru ditambahkan melalui pemupukan. Untuk mencapai efisien pemupukan harus mencakup, kebutuhan tanaman akan hara untuk menghasilkan hasil dalam jumlah tertentu, tingkat sediaan hara dalam tanah atau kemampuan tanah menyediakan hara, dan tingkat efisiensi serapan masing-masing hara yang diberikan melalui pupuk. Analisis tanah untuk mengetahui status hara dalam tanah sangat penting untuk menentukan anjuran pemupukan yang tepat, untuk tanaman padi (Suyamto, Sembiring, Hermanto, Husni Kasim , 2007).

Berkaitan dengan hal tersebut, pemupukan merupakan salah satu cara yang terus dilakukan. Pemakaian pupuk anorganik secara intensif serta penggunaan bahan organik yang terabaikan untuk mengejar hasil yang tinggi menyebabkan bahan organik tanah menurun. Keadaan ini akan menurunkan produktivitas lahan.

Penerapan pemupukan berimbang berdasarkan uji tanah memerlukan data analisis tanah, di sisi lain daya jangkau petani untuk menganalisis contoh tanah rendah, hal ini menyebabkan rekomendasi pupuk untuk padi yang diberikan bersifat umum dan seragam dalam setiap daerah. dan mengakibatkan pupuk yang diberikan tidak berimbang dan efisiensi pemupukan menjadi rendah karena kemungkinan suatu unsur hara diberikan secara berlebihan, sementara unsur hara lainya diberikan lebih

(3)

rendah dari yang dibutuhkan tanaman. Ketidak-tepatan pemberian pupuk menyebabkan kurang termanfaatkannya sebagian unsur hara yang diberikan, rendahnya produksi pertanian, serta polusi lingkungan (Sutedjo, 2002).

Prinsip dasar uji tanah sawah adalah untuk mengukur hara yang tersedia di lapangan baik yang dalam bentuk larutan atau yang terkait dalam tanah di perlukan prinsip dan uji tanah. Dalam uji cepat tanah ini digunakan alat yaitu Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), alat ini digunakan di lapangan karena relatif cepat, mudah, murah dan cukup akurat hasil analisisnya. Prinsip kerja PUTS adalah untuk mengukur hara yang tersedia dalam tanah dengan bagan warna, menentukan rekomendasi pupuk, serta ekstrak hara NPK dalam tanah. Manfaat pengujian cepat tanah sawah adalah uji cepat hara NPK tanah, penentuan rekomendasi pupuk, dan efisiensi dalam pemupukan.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Percobaan ini dilaksakan pada lahan sawah di Desa Salawu yang berada di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, dengan ketinggian 687 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015.

Rancangan Penelitian

Percobaan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan 9 perlakuan, yang di ulang sebanyak 3 kali. Perlakuan tersebut adalah :

R1 Urea 200 kg/ha, SP-36 125 kg/ha, KCl 50 kg/ha R2 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha R3 Urea 200 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, KCl 50 kg/ha R4 Urea 175 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha R5 Urea 225 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha R6 Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha R7 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha R8 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha R9 Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analsisis sidik ragam atau uji F pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.

(4)

Variabel Pengamatan

Tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah total per malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan hasil per petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari semua variabel pengamatan yang diamati, pemberian takaran pupuk spesifik lokasi tanah tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, dan bobot 1000 butir. Sedangkan terhadap komponen hasil GKP dan GKG menunjukan pengaruh nyata.

1). Tinggi Tanaman

Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman padi pada umur 3,5, dan 7 minggu setelah tanam (MST) (Lampiran 14, 15, dan 16) dan nilai rata- rata tinggi tanaman berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 .

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 3 minggu setelah tanam sedangkan pada umur 5 dan 7 minggu setelah tanam tidak terdapat perbedaan yang nyata.

Pada umur 3 minggu setelah tanam perlakuan R3 (200 Urea kg/ha+ 75 SP-36 kg/ha+ 50 KCl kg/ha) menunjukkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R7 (200 Urea kg/ha+100 SP-36 kg/ha+100 KCl kg/ha). Adanya pengaruh tersebut terjadi karena unsur hara yang terkandung dalam pupuk sudah mulai tersedia dan diserap oleh tanaman, selain itu efektifitas penyerapan unsur hara yang tersedia dalam tanah menjadi lebih baik.

Tabel 4. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap tinggi tanaman padi pada umur 3,5, dan 7 minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

3 mst 5 mst 7 mst R1 31,78 a 55,02 a 83,67 a R2 32,92 a 51,98 a 77,22 a R3 35,83 b 54,62 a 83,00 a R4 32,50 a 48,65 a 74,11 a R5 32,87 a 57,63 a 84,67 a R6 33,14 a 52,27 a 79,44 a R7 33,75 ab 53,70 a 81,44 a

(5)

R8 31,32 a 50,73 a 77,44 a

R9 32,56 a 59,60 a 81,89 a

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Pada umur 5 dan 7 minggu setelah tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini karena pupuk urea yang mengandung unsur hara ( nitrogen (45%) yang berguna bagi tanaman untuk pembentukan vegetatif (batang, daun, cabang dan ranting) memiliki sifat higrokopis/yang mudah hilang tercuci bersama air drainase. Selain itu diduga pada umur 5 minggu dan seterusnya tanaman padi sudah melewati fase pertumbuhan yang signifikan.

Pada lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang, pemupukan hara P dapat meningkatkan tinggi tanaman padi pada umur 30 hari setelah tanam, sedangkan pada lahan sawah berstatus P rendah, pemupukan P belum terlihat meningkatkan tinggi tanaman padi secara nyata, walaupun sudah ada kecenderungan meningkat (Moersidi dkk, 1991).

2). Jumlah Anakan per Rumpun

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah anakan tanaman padi pada pengamatan 3, 5 dan 7 minggu setelah tanam (Tabel 5).

Tabel 5. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap jumlah anakan padi pada umur 3,5, dan 7 mst.

Perlakuan Jumlah anakan

3 mst 5 mst 7 mst R1 10,50 a 20,17 a 20,67 a R2 10,87 a 21,17 a 19,89 a R3 11,03 a 21,27 a 21,44 a R4 10,87 a 24,13 a 19,56 a R5 11,03 a 21,07 a 21,44 a R6 11,50 a 20,17 a 20,33 a R7 10,97 a 22,53 a 20,78 a R8 11,20 a 21,47 a 20,22 a R9 11,27 a 21,63 a 20,67 a

(6)

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Pada minggu ke 3, 5, 7 perlakuan tidak menunjukkan reaksi terhadap jumlah anakan per rumpun pada tanaman padi yang diuji, pada pengamatan minggu ke 7 setelah tanam jumlah rata-rata anakan padi menurun (R2, R4, R7, R8 dan R9). Diduga hal ini dikarenakan tanaman masih melakukan adaptasi terhadap lingkungannya yang baru.

3). Jumlah Malai per Rumpun

Hasil analisis statistik terhadap jumlah malai per rumpun tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 6.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun padi (Tabel 6).

Tabel 6. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap jumlah malai per rumpun.

Perlakuan Jumlah Malai per Rumpun

R1 24,50 a R2 24,13 a R3 24,30 a R4 23,43 a R5 24,73 a R6 26,63 a R7 24,63 a R8 24,40 a R9 25,80 a

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Jumlah malai per rumpun yang dihasilkan selaras dengan jumlah anakan, semakin banyak jumlah anakan maka akan semakin banyak jumlah malai per rumpunnya, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan setiap anakan yang terbentuk pada akhirnya akan mampu menghasilkan malai. Jumlah malai merupakan salah satu karakter tanaman yang dapat menentukan produktivitas tanaman dimana semakin

(7)

banyak jumlah anakan yang menghasilkan malai erat hubunganya dengan bertambahnya tempat kedudukan gabah (Siregar, Endang, dan Soewilo, 1998).

Pada tanaman yang mempunyai jumlah anakan banyak, ftosintesis akan lebih banyak pada batas tertentu, sehingga fotosintat yang dihasilkan menjadi banyak yang dapat mempengaruhi pembentukan malai.

Yos Sutiono (1999) menyatakan bahwa tanaman yang cukup dalam melakukan proses fotosisntesis akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak. Sementara itu, Suparyono dan Setiyono (1993), menyatakan bahwa fase pertumbuhan vegetative tanaman, akan mempengaruhi fase generative tanaman padi untuk memperoleh komponen hasil yang maksimal.

4). Jumlah Gabah Total Per Malai

Hasil analisis statistik terhadap jumlah gabah total per malai dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah gabah total per malai padi.

Tabel 7. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap jumlah gabah total per malai.

Perlakuan Jumlah Gabah Total per Malai

R1 145,00 a R2 136,67 a R3 144,67 a R4 145,67 a R5 141,33 a R6 150,00 a R7 145,67 a R8 142,67 a R9 147,67 a

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan tidak ada perbedaan yang nyata pada panjang malai padi. Pertama karena faktor pupuk, Kalium berperan dalam

(8)

membuka dan menutupnya stomata, proses tersebut mempengaruhi masuknya CO2 ke dalam jaringan tanaman pada waktu proses fotosintesis. Kalium yang diberikan tidak mampu diserap dengan optimal oleh tanaman sehingga berpengaruh terhadap panjang malai, karena Jika persentase K optimal maka turgor sel meningkat sehingga stomata membuka. CO2 yang masuk akan memperlancar proses fotosintesis, hal ini diperjelas oleh Haryadi (1986 dalam Nurjannah, 2009) bahwa karbohidrat yang terbentuk selama proses fotosintesis sangat diperlukan bagi pembelahan sel dan perpanjangan sel. Kedua karena faktor genetik, faktor genetik merupakan faktor yang sulit diubah hanya dengan penggunaan pupuk maupun teknik budidaya oleh karena itu pemilihan varietas yang unggul dan bersrtifikat harus diperhatikan.

Sembiring, dkk (2008), menyatakan efisiensi agronomis pupuk N menurun dengan bertambahnya tingkat pupuk N. Karakter jumlah malai/rumpun dan persentase gabah isi merupakan faktor pembatas hasil padi tipe baru. Tidak ditemukan tingkat pupuk N optimum untuk seluruh perlakuan waktu aplikasi N. Secara konsisten terdapat hubungan negatif antara takaran pupuk N dan tingkat kehampaan gabah. Setiap kenaikan 100 kg N/ha diikuti penurunan sekitar 9 % kehampaan gabah pada perlakuan empat kali aplikasi pupuk N.

Vergera (1990) memberikan pernyataan bahwa kerebahan tanaman, kurang intensitas cahaya matahari, suhu terlalu rendah maupun terlalu tinggi, angina kencang, daun mongering, pemberian nitrogen terlalu berlebihan, serta serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan kurangnya pati untuk pengisian bulir padi.

5). Jumlah Gabah Isi Per Malai

Hasil analisis statistik jumlah gabah isi per malai (Lampiran 19) serta pengaruh setiap perlakuan terhadap jumlah gabah per malai.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah gabah total per malai padi (Tabel 8).

Tabel 8. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap jumlah gabah isi per malai.

Perlakuan Jumlah Gabah isi per Malai ( Bernas )

R1 121,00 a R2 118,00 a R3 131,67 a R4 130,67 a R5 129,33 a R6 140,67 a

(9)

R7 130,00 a

R8 125,33 a

R9 126,33 a

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Aplikasi takaran pupuk yang direkomendasikan berdasarkan spesifik lokasi tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai, hal ini diduga karena pada saat percobaan intensitas curah hujan tinggi serta banyak awan yang mengakibatkan kurangnya cahaya matahari. Kurangnya intensitas cahaya matahari mempengaruhi proses fotosintesis yang berakibat terhambatnya pembentukan bulir malai. Menurut Haryadi (1988 dalam Nurjannah, 2009) bahwa karbohidrat yang meningkat maka dapat meningkatkan proses pertumbuhan sel dalam membentuk sel-sel baru, pembesaran sel-sel-sel-sel dan pembentukan jaringan tanaman.

Fase pemasakan tanaman sangat ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya ketahanan terhadap iklim, curah hujan, intensitas cahaya matahari, hama penyakit, serta keadaan pertumbuhan tanaman ( Gardner, Peace, and Michele, 1985).

Keadaan pertumbuhan tanman padi pada percobaan ini termasuk kedalam tipe pertumbuhan umur genjah dengan masa vegetatif yang relatif lama dengan ciri-ciri anakan masa primordia hanya bunga atau bakal malai 60 hari setelah tanam, Selain itu keadaan curah hujan yang tinggi menyebabkan kgagalan dalam pengisian bulir.

6). Bobot 1000 Butir Gabah Bernas

Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap bobot 1000 butir biji dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil analisis statistik dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan perlakuan terhadap bobot 1000 butir gabah bernas.

Tabel 9. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi terhadap bobot 1000 butir gabah bernas

Perlakuan Hasil Bobot 1000 Butir Gabah Bernas (g)

R1 40,01 a

R2 40,01 a

R3 40,01 a

R4 40,01 a

(10)

R6 40,04 a

R7 40,03 a

R8 40,02 a

R9 40,01 a

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Bobot 1000 butir tidak tergantung dari jumlah bibit per plot yang ditanam, melainkan hanya pengaruh dari kultivar padi yang di tanam. Pada percobaan ini perlakuan takaran pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir. Rata-rata bobot 1000 butir gabah berkisar antara 40,01 g sampai 40,04 g. Bobot seribu butir gabah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan, hal ini diduga karena faktor genetis. Hal ini selaras dengan pernyataan Sutedjo (2002), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu sifat genetik tanaman. Seperti varietas, daya hasil, dan resistensi tanaman. Sehingga aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi tanah tidak memberikan pengaruh terhadap bobot 1000 butir biji.

7). Hasil Gabah Kering Panen (GKP)

Hasil analisis statistik terhadap bobot gabah kering panen (GKP) terhadap bobot gabah kering panen dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi tanah terhadap gabah kering panen (GKP).

Perlakuan Hasil Gabah Kering Panen

per 7,5 m2 (kg) per Hektar (ton)

R1 4,4 ab 7,4 R2 4,4 ab 7,3 R3 4,3 ab 7,2 R4 4,2 a 7,0 R5 4,5 abc 7,5 R6 5,1 d 8,5 R7 4,8 d 7,9 R8 4,6 bcd 7,6 R9 4,8 cd 7,9

(11)

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Pada Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan R6 dengan takaran pupuk (Urea 250, SP-36 100, KCl 50 kg/ha) menunjukan bobot gabah kering panen (GKP) tertinggi yaitu 5,1. Tapi tidak berbeda nyata dengan R7, R8, R9. Oleh karena itu pemberian takaran pupuk spesifik lokasi tanah memberikan pengaruh terhadap hasil gabah kering panen.

Perbedaan yang nyata hasil gabah ini dipengaruhi oleh unsur hara N, P dan K yang tersedia di lahan percobaan sehingga mampu meningkatan kualitas tanah. Pemupukan yang rasional adalah pemberian pupuk yang didasarkan atas ketersediaan unsur hara dalam tanah dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian rekomendasi pemupukan adalah spesifik lokasi.

Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi masih terbatas pada lokasi pengkajian atau di daerah memiliki Peta Status Hara N, P dan K yang lebih rinci, namun peta status hara N, P dan K tanah sawah yang telah tersebar belum dilengkapi dengan arahan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi pada tingkat hamparan (Rahmatika, 2010).

Sutanto Rachman (2002) menyatakan bahwa pada tanah inceptisol Karawang, perlakuan rekomendasi pemupukan kontrol, rekomendasi setempat, rekomendasi kurva umum, rekomendasi Mistcherlich, rekomendasi N, P dan K, rekomendasi berdasarkan Peta N, P, dan K, dan rekomendasi IRRI tidak diperoleh perbedaan yang nyata dari pengaruh perlakuan terhadap sifat kimia tanah baik setelah perlakuan (sebelum tanam) dan setelah panen. Atas perhitungan ekonomi, disarankan penggunaan pupuk berdasarkan rekomendasi kurva umum.

8). Hasil Gabah Kering Giling (GKG)

Hasil analisis statistik terhadap bobot gabah kering giling (GKG) dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Aplikasi rekomendasi takaran pupuk spesifik lokasi tanah terhadap gabah kering panen (GKG).

Perlakuan Hasil Bobot Gabah Kering Giling

per 7,5 m2 (kg) per Hektar (ton)

R1 3,8 ab 6,3

R2 3,6 ab 6,0

(12)

R4 3,6 a 6,0 R5 3,8 abc 6,4 R6 4,3 d 7,2 R7 4,1 d 6,8 R8 3,8 bcd 6,4 R9 4,0 cd 6,7

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti hurup yang sama pada setiap umur pengamatan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5 persen.

Pada Tabel 11 terlihat bahwa perlakuan R6 menunjukkan hasil gabah kering giling tertinggi bila dibandingkan perlakuan yaitu 4,3 kg/ha setara dengan 7,2 t/ha dan perlakuan R7 yakni dengan hasil gabah kering giling sebanyak 4,2 kg/ha atau setara dengan 6,8 t/hayang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil per plot ini dipengaruhi oleh jumlah malai per plot, presentase gabah ini dan bobot 1000 butir. Dari deskripsi tanaman padi menunjukan bahwa kultivar mekongga potensi hasilnya lebih tinggi dari berbagai kultivar lainya dan juga tahan terhadap serangan penyakit tungro dan hawar daun yang dapat meningkatkan kualitas hasil tanaman padi.

Dari analisis diatas dapat dilihat bahwa pemberian takaran pupuk spesifik lokasi tanah lebih efektif dalam pemupukan yang berimbang. Sesuai dengan hasil uji Laboratorium Ilmu Tanah fakultas Pertanian Universitas Siliwangi (Lampiran 6) tanah dilokasi percobaan memiliki kadar N yang tinggi. Diduga pemberian rekomendasi takaran pupuk mampu mengefisienkan kandungan N yang tinggi, dan meningkatkan pH tanah, selain itu juga mampu menyediakan unsur N bagi tanaman sesuai kebutuhan tanaman dan tidak menimbulkan kejenuhan akibat kelebihan unsur hara. Hal ini dikarenakan pemupukan berimbang merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hara tanaman agar dapat mencapai hasil optimal (tanpa kelebihan/kekurangan hara) melalui pemberian pupuk dengan mempertimbangkan jumlah hara yang telah tersedia di dalam tanah (Karim, 2005).

Selain hal tersebut rendahnya produktivitas padi dilahan percobaan diakibatkan oleh serangan hama diantaranya adalah hama walang sangit. Serangan hama walang sangit mengakibatkan tingginya bulir hampa serta bulir menjadi tidak terisi penuh. Menurut Suharto dan Damardjati (1998), Populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun akan menurunkan hasil padi 15 persen.

(13)

KESIMPULAN Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, makan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Penerapan uji takaran pupuk spesifik lokasi tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Takaran yang memberikan hasil terbaik pada terhadap hasil tanaman padi adalah Urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha,dengan hasil sebesar 4,3 kg/petak setara dengan 7,2 kg/ha.

DAFTAR PUSTAKA

Gardner, Peace, Michele. 1985. Fisiologi Tanaman Padi. Universitas Indonesia. Jakarta

Karim, A. 2005. Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Pangan: khususnya padi sawah.htpp://www.puslittan.bogor.net/addmin/downloads/KarimMakalah. pdf. Diambil pada 19 Juni 2007

Moersidi, S, J.Prawirasumantri, W.Hartatik, A.Pramudia dan M.Sudjadi, 1991. Evaluasi kedua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Bogor.

(14)

Nurjannah, U. 2009, Pengaruh abu sekam padi dan pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas cilosari, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Rahmatika, W. 2010. Pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa.L) akibat pengaruh persentase N (Azolla dan urea). Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Hal 84 – 88.

Salikin, K. A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Sembiring H., D. Setiobudi, Akmal, T. Marbun, T. Woodhead dan Kusnadi, 2008.

Strategi Pengelolaan Pupuk Nitrogen, Modifikasi Jarak Tanam, dan Penambahan Pupuk mikro Untuk Menekan Kehampaan Gabah Tipe Baru. Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menujang P2BN. BB Pen. Tan. padi. Badan Litbang Deptan. Jakarta.

Siregar, H., Endang S., dan Soewilo. 1998. Analisis beberapa sifat galur padi sawah dua musim tanam di Pusakanegara. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol 17 (1).

Sutanto Rachman, Pertanian Organik. 2002. Yogyakarta: Kanisius Sutedjo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Suharto, H. dan D.S. Damardjati.1988. “ Pengaruh Waktu Serangan Walang Sangit Terhadap Hasil dan Mutu Hasil IR36”. Reflektor; Balitan Sukamandi, 1 (2): 25-28.

Suparyono dan Setiyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyamto, Hasil Sembiring, Hermanto, Husni Kasim. (2007). Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian

Toto Warsa dan Cucu S. Ahyar. 1982. Teknik Perencanaan Percobaan. Universitas Padjajaran. Bandung.

Vergara. B. S. 1990. Bercocok Tanam Padi. Proyek Prasarana Fisik, Bappenas. Jakarta.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif yang disusun secara sistematis, sehingga menjadi data yang konkrit mengenai

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan

Arus kedatangan kapal merupakan banyaknya kapal yang datang untuk melakukan aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) setiap harinya dari

Vektor-vektor malaria tersebut pada umumnya menggigit manusia pada malam hari, penularan akan lebih intensif terjadi di daerah dimana nyamuk dapat hidup dalam waktu lama

= 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara rata – rata kemampuan penalaran matematis mahasiswa kelas eksperimen dengan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar (60%) guru biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki tingkat persepsi atau

Batang kelapa sawit yang merupakan bahan baku pembuatan papan partikel ini mengandung selulosa yang sangat tinggi yaitu sebesar 54,38% (Balfas, 2003). Selulosa adalah

Seiring dengan perkembangan zaman dan perputaran waktu, ilmu-ilmu Al-Quran juga memiliki banyak perkembangan serta kemajuan yang pesat sehingga melahirkan ilmu-ilmu baru