• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

i

Sistem Penjaminan Mutu

Pertanian Organik

disusun

Dr. Ir. Sapto Priyadi, MP.

Fakultas Pertanian

Universitas Tunas Pembangunan

Surakarta

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillaah penulis panjatkan kehadirat Allaah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan menyusun Modul Perkuliahan Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik. Modul perkuliahan ini diselesaikan dalam rangka mencari Karunia dan Ridha

Allaah semata dan sebagai tanggung jawab sebagai tenaga pendidik, karena dengan bertambahnya ilmu

(2)

i i

Modul perkuliahan ini disusun untuk kalangan sendiri, sebagai bahan ajar di Program Studi Agroteknologi dan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan – Surakarta. Dengan segala keterbatasan Penulis, Modul perkuliahan ini tersusun dari studi referensi, hasil kajian lapang dan pengalaman Penulis sebagai Team Penjaminan Mutu dengan bekal pelatihan yang pernah dijalani di tingkat regional maupun nasional. Terkait dengan perihal tersebut, masukkan yang kontruktif untuk perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Semoga modul perkuliahan ini bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati mutu pangan segar asal tanaman (pangan organik). Penulis hanya bisa berdo’a untuk antum semuanya ”jazakumullaahu khairan

katsiran wa baarakallaahu fikum wa salaamun ‘alaikum”.

Surakarta, 12 April 2015 Penulis.

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian

Organik

DAFTAR ISI

Halaman

(3)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik iii

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN 1

II. SISTEM PENJAMINAN MUTU 2 2.1. Penjaminan Mutu 2 2.2. Kisaran Mutu

2.3. Standarisasi Mutu

III. SISTEM PERTANIAN ORGANIK

3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik

3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik 3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida

3.4. Sistem Pangan Organik

3.5. Prinsip-prinsip Produksi Pangan Organik

IV. SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK 4.1. Pengawasan Mutu

4.1.1. Analisis Input

4.1.2. Good Agricultural Practices 4.1.3. Good Handing Practices 4.1.4. Inspeksi

4.2. Sistem Keamanan Pangan Organik 4.2.1. Keamanan Pangan

4.2.2. Penjaminan Mutu Pangan melalui HACCP V. REGISTRASI LAHAN USAHA

5.1. Ruang Lingkup dan Definisi

5.2. Proses Registrasi Kebun/Lahan Usaha 5.2.1. Permohonan

5.2.2. Verifikasi Dokumen 5.2.3. Penilaian

5.2.4. Hasil Penilaian

5.3. Praktek Kriteria Penilaian Registrasi Kebun/Lahan Usaha VI. PENJAMINAN MUTU PANGAN SEGAR ASAL TANAMAN

6.1. Kerangka Pikir 6.2. Istilah dan Definisi

6.3. Keamanan Pangan Segar Asal Tanaman VII. SERTIFIKASI PANGAN ORGANIK INDONESIA

7.1. Istilah dan Definisi 7.2. Persyaratan Manajemen 7.3. Sistem Sertifikasi

REFERENSI

(4)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik iv

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman 2. Format penomoran Registrasi Lahan Usaha

3. Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik 4. SOP – Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik 5. SOP – Proses alur penyiapan benih pada budidaya buncis organik 6. SOP – Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik

7. SOP – Proses alur pemeliharaan tanaman pada budidaya buncis organik 8. SOP – Proses alur pengelolaan kesuburan tanah pada budidaya buncis organik 9. SOP – Proses alur Pengendalian OPT pada budidaya buncis organik

10. SOP – Proses alur panen dan pascapanen buncis organik 11. Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi organik 12. SOP – Sistem sertifikasi pangan organik

(5)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik v

I. PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan pertanian dan industri menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama terhadap kualitas sumber daya lahan agroekologi pada umumnya. Pencemaran logam berat pada lahan pertanian merupakan masalah lingkungan, yang dapat mengurangi produksi tanaman, keamanan produk sebagai pangan dan pakan. Environmental Protection Agency (EPA) menyusun ”top-20” B3 antara lain logam berat As, Pb, Hg, Cd, Cu, Cr, Co, Mn dan Ni. Bahan-bahan agrokimia (pupuk, pestisida, herbisida) dan limbah industri mengandung logam berat yang dapat menurunkan kualitas sumber daya alam dan produktivitas lahan pertanian.

Peningkatan produksi pangan terjadi setelah petani di berbagai belahan dunia menggunakan varietas-varietas baru secara luas, pemakaian agrokimia dalam dalam usaha taninya. Namun akhir-akhir ini makin disadari bahwasanya budidaya yang intensif dan pemakaian agrokimia yang berlebihan dapat mengurangi kapasitas lingkungan mendukung usaha produksi pertanian secara kontinyu, dan mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Beberapa konsekwensi yang mungkin terjadi dengan adanya penerapan teknik budidaya yang tidak tepat dan pemakaian agrokimia secara berlebihan: o Pencemaran air tanah, air permukaan dan sedimen.

o Membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan. o Pengaruh negatif pada mutu dan keamanan pangan.

o Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural).

o Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya. o Meningkatnya daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida.

o Merosotnya daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik. o Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (non-renewable natural

resources).

o Resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

Untuk meminimalisasi dampak negatif produksi pertanian terhadap lingkungan maka dilakukan pendekatan-pendekatan yang ditujukan untuk mempertahankan produktivitas, stabilitas dan keberlangsungan sistem pertanian dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan implikasi pada kesehatan manusia. Salah satu alternatif dalam sistem pertanian berkelanjutan adalah pertanian organik, yang menekankan pada penggunaan sebagian atau seluruhnya bahan-bahan organik atau mahluk hidup sebagai sarana produksi.

Pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem Pangan Organik, dengan tujuan: memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik; membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan; dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.

II. SISTEM PENJAMINAN MUTU

Tujuan Umum Pengajaran

Mahasiswa dapat memahami sistem penjaminan mutu dalam rangka good agricultural practices

Tujuan Khusus Pengajaran

• Mahasiswa dapat menjelaskan penjaminan mutu dalam rangka penerapan good agricultural practices • Mahasiswa dapat menjelaskan kisaran mutu

• Mahasiswa dapat menjelaskan standarisasi mutu

(6)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

vi

2.1. Penjaminan Mutu

Mutu adalah sifat-sifat yang dimiliki suatu benda yang secara keseluruhan memberi rasa puas kepada penerima atau pengguna karena sesiuai atau melebihi apa yang dibutuhkan atau yang diharapkannya. Sehingga diperlukan usaha mengidentifikasi apa kebutuhan penerima atau pengguna serta upaya untuk memenuhi harapan. Pengertian lain, mutu adalah cocok atau layak untuk digunakan, dapat memenuhi kebutuhan/keinginan pelanggan. Mutu memiliki peran penting untuk pertumbuhan suatu usaha, peningkatan daya saing dan untuk pertanian berkelanjutan.

Mutu dapat dikendalikan melalui pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bilamana terdapat penyimpangan. Penjaminan mutu pangan organik, merupakan tindakan penyesuaian dengan regulasi SNI 6729:2010 tentang sistem pangan organik. Strategi penjamian mutu: 1) penetapan standar sebagai pedoman penjaminan mutu pangan/produk organik, 2) adanya komitmen untuk menjalankan, sehingga perlunya pemahaman standar sebagai ilmu pengetahuan, 3) menjalankan mekanisme kerja penjaminan mutu dan 4) peningkatan mutu berkelanjutan untuk memperoleh pengakuan di dalam maupun di luar negeri.

Sistem jaminan mutu untuk pangan berorientasi pada: ISO (SNI ISO 2200:2009 tentang sistem manajemen keamanan pangan – persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan), GAP/GFP (good

agricultural practice/good farming practice), GHP (good handling practice), GMP (good manufacturing practice), HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau dikenal dengan analisis bahaya

dan penentuan titik kritis, merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penyebaran bahaya yang terkandung dalam bahan pangan. Dewasa ini di berapa negara telah menerapkan HACCP, sebagai acuan atau standar internasional untuk pengawasan mutu dan keamanan pangan.

Penjaminan mutu artinya menjamin kesesuaian dengan standar/pedoman sebagai ketetapan yang berlaku. Penjaminan mutu, pada prinsipnya menggunakan metode yang sama dengan pengendalian mutu. Pada konsep penjaminan mutu, pemeriksaan dan pengujian tidak hanya dilakukan di akhir proses saja, tetapi dilakukan sejak dari awal proses. Konsep tersebut memungkinkan untuk dilakukannya deteksi lebih dini dari kemungkinan yang timbul (di awal, pertengahan maupun akhir proses). Pada konsep penjaminan mutu apabila dari hasil pemeriksaan dan pengujian ditemukan masalah, maka tindakan koreksi atau perbaikan, serta analisa terhadap akar penyebab permasalahan. Hasil analisa dapat digunakan sebagai dasar dari tindakan pencegahan agar masalah tersebut tidak terulang lagi.

Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu pada dasarnya merupakan sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir proses produksi. Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

2.2. Kisaran mutu

Standar Nasional Indonesia (SNI)/SNI-ISO/HACCP, merupakan Base line sebagai batas mutu yang harus dicapai (pemenuhan persyaratan mutu). Keadaan mutu di atas base line merupakan daerah mutu dalam kerangka peningkatan mutu berkelanjutan (bermutu/mutu tinggi), sedangkan keadaan mutu di bawah base

line merupakan daerah off-grade.

Standar Nasional Indonesia dirumuskan atas dasar prinsip:

1. Openness, terbuka bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam proses perumusan standar melalui jalur Panitia Teknis atau anggota Masyarakat Standarisasi

2. Transparency, Prosesnya dapat diikuti secara transparan melalui media

3. Consensus and impartiality, Pelaksanaannya melalui konsensus nasional dan tidak memihak

4. Effectiveness and relevance, Standar dibuat sesuai kebutuhan pasar, hasilnya harus efektif dipakai untuk fasilitasi perdagangan

5. Coherence, SNI dibuat dgn memperhatikan keberadaan standar internasional, sebaiknya harmonis dengan standar internasional

6. Development dimension, memberikan kesempatan kepada stakeholder (termasuk UKM dan daerah) untuk berpartisipasi dalam mengembangkan perumusan SNI.

2.3. Standarisasi Mutu

Standar adalah Spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. Standardisasi adalah proses merumuskan,

(7)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

vii

menetapkan, menerapkan dan merevisi standar di bidang pertanian yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak.

Tujuan dari sistem standarisasi mutu adalah: untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pertanian yang dapat meningkatkan efisiensi nasional dan menunjang program keterkaitan dengan sektor lain. Kegiatan yang terkait dengan standarisasi diantaranya mencakup pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi, metrology, dan pemberian pengawasan dan pembinaan penerapan standar.

Dalam penerapannya, standarisasi mencakup pemberlakuan standarisasi dalam 5 ruang lingkup yaitu: 1. Pemberlakuan standar

2. Penerapan standar 3. Penerapan akreditasi

4. Penerapan sertifikasi 5. Pengawasan standarisasi.

Tujuan penerapan standar

1. Terwujudnya jaminan mutu komoditas dan produk, peningkatan produktifitas, daya guna, hasil guna serta perlindungan konsumen dalam hal keamanan, keselamatan, kesehatan dll.

2. Untuk mewujudkan jaminan bagi pihak yang memerlukan sertifikasi.

3. Terwujudnya kepercayaan pelanggan dan pihak lain yang terkait, bahwa organisasi, individu, komoditas yang diberikan selalu memenuhi persyaratan.

4. Terwujudnya citra Indonesia di mata Internasional dalam system perdagangan yang jujur dan mendukung system jaminan mutu.

5. Terwujudnya kebenaran hasil pengakuan dan pengujian.

Tegaknya standar harus didukung oleh stakeholder yaitu: 1. Pemerintah

2. Organisasi profesi 3. Produsen

4. Konsumen

5. Lembaga sertifikasi dan laboratorium.

Akreditasi Tujuan:

1. Untuk memberi jaminan terhadap penerapan organisasi.

2. Mewujudkan suatu system/prosedur perumusan dan penerapan standar yang baku secara nasional. 3. Untuk meningkatkan peran swasta dalam penerapan SNI.

4. Untuk mengembangkan system sertifikasi dan standar mutu. 5. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan hasil produk.

Sertifikasi

1. Untuk meningkatkan kepercayaan secara nasional dan internasional 2. Untuk meningkatkan eksport

3. Memberikan jaminan mutu terhadap komoditas, barang dan jasa.

Kegiatan sertifikasi

1. Sertifikasi sistem manjamen mutu 2. Sertifikasi produk

3. Sertifikasi Inspeksi teknis (pengemasan) 4. Sertifikasi pelatihan

5. Sertifikasi hasil uji

6. Sertifikasi sistem manajemen lingkungan 7. Sertifikasi personil

(8)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

viii

III. SITEM PERTANIAN ORGANIK

Tujuan Umum Pengajaran

Mahasiswa dapat memahami sistem pertanian organik dalam rangka good agricultural practices

Tujuan Khusus Pengajaran

• Mahasiswa dapat menjelaskan regulasi sistem pertanian organik

• Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan keuntungan pertanian organik • Mahasiswa dapat menjelaskan pertanian organik dan residu pestisida

• sistem pangan organik prinsip-prinsip produksi pangan organik

Standar nasional Indonesia (SNI 6729:2010) mendefinisikan pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan. Sistem produksi pangan organik didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara social, ekologi maupun ekonomi dan etika. Pertanian organik didasarkan pada pengunaan bahan input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Prakatek pertanian organik tidak dapat menjamin bahw aproduk yang dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena aadanya polusi lingkungan secaara umum seperti cemaran udara, tanah dan air, nemaun beberapa cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi lingkungan. Untuk menjaga integritas produk pertanian organik, operator, pengolah dan pedagang pangan organik harus mengacu pada standar ini. Tujuan utama pertanian organik, untuk mengoptimalkan peroduktivitas komunitas organisme di ytanah, tumbuhan, hewan dan manusia yang saling tergantung satu sama lainnya.

Sistem petanian orgaik adalah sistem manajemen produksi yan gholistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologin tanah. Pertanian organik menenkankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dan limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan memepertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintetis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

Pangan organik berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan peergiliran tanaman, penglolaan air, pengelolaan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati. Kesuburan tanah dijaga dan ditingkatkan melalui suatu sistem yang optimal aktivitas biologi tanah dan keadaan fisik serta mineral tanah yang bertujuan untuk menyediakan suplai nutrisi yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan ternak ssrta untuk melindungi sumberdaya tanah.produksi harus berkesinambungan dengan menempatkan daur ulang nutrisi tumbuhan sebagai bagian penting dari strategi penyuburan tanah. Manajemen hama dan penyakit dilakukan dengan merangsang adanya ubungan seimbang antara inang dengan predator, peningkatan populasi serangga yang menguntungkan, pengendalian biologi dan kultural serta pembuangan secara mekanis hama maupun bagian tumbuhan yang terinfeksi.

Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pangan organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik organik yang telah terakreditasi. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan organik termasuk bahan baku pangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan). Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari tanaman yang masih segar dan tidak mengalami proses pengolahan (No. 64/Permentan/OT.140/5/2013).

Suatu sistem produksi pangan organik dirancang untuk:

1) Mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan. 2) Meningkatkan aktivitas biologis tanah.

(9)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

ix

4) Mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi Ke lahan sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui.

5) Mengandalkan sumberdaya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian yang dikelola secara lokal. 6) Mempromosikan penggunaan tanah, air dan udara secara sehat, serta meminimalkan semua bentuk

polusi yang dihasilkan oleh praktek-praktek pertanian.

7) Menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang hati-hati (CPPB = cara pengolahan pangan yang baik) untuk menjaga integritas organik dan mutu produk pada seluruh tahapan, dan bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian yang ada melalui suatu periode konversi, yang lama waktunya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah penggunaan lahan serta jenis tanaman yang akan diproduksi.

3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik

Sistem pertanian organik, dalam hal ini sistem budidaya tanaman organik di Indonesia sebagai salah satu sistem budidaya tanaman berlandaskan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan berkaitan dengan undang-undang lainnya seperti Undang-undang no. 7 tahun 1996 tentang pangan dan Undang-undang no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Tentunya peraturan perundangan sebagai pelaksanaan dari undang-undang yang berkaitan dengan sistem budidaya tanaman seperti Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, Keputusan Menteri nomor 517/Kpts/TP.2770/9/2002 dan lain lain, juga harus diperhatikan dalam budidaya pertanian organik.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ada di Departemen Pertanian mengacu pada standar yang berlaku secara internasional dan undang-undang yang berlaku telah menyusun standar nasional sistem pangan organik, yang didalamnya termasuk tatacara melaksanakan pertanian organik yang sesuai dengan standar. Standar pangan organik yang terdapat pada SNI 6729:2010 merupakan acuan hukum yang harus dipakai para produsen pangan organik dalam memproduksi produk pangan organik. SNI 6729:2010 merupakan revisi dari SNI 01-67292002. Revisi yang terdapat pada SNI 6729:2010 ini meliputi: 1) pelabelan transisi dihilangkan; dan 2) bahan yang diperbolehkan, dibatasi dan dilarang digunakan dalam produksi pangan organik disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan ketentuan yang berlaku.

Saat ini masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia non-alami, seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis serta hormon tumbuh, dalam produksi pertanian ternyata menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Kesadaran masyarakat ini mendorong produsen pangan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen seperti aman dikonsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (ecolabelling attributes). Produk pangan yang memiliki ketiga atribut tersebut adalah produk yang dihasilkan dari sistem pertanian organik.

Standar Nasional Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI)-6729-2010 tentang Sistem Pangan Organik. SNI Sistem Pangan Organik mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999, Guidelines for the production,

processing, labeling and marketing of organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi

Indonesia, ke dalam bahasa Indonesia.

3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain:

o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO = genetically modified organisms). o Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman.

o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis. Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan residu tanaman, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman.

o Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam makanan ternak.

(10)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik x Sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas pertanian organik meliputi:

o Dihasilkannya makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat; o Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani; o Meningkatnya pendapatan petani; o Minimalnya semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian;

o Meningkat dan terjaganya produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang; o Terpeliharanya kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan; o Terciptanya lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di perdesaan. o Meningkatnya daya saing produk agribisnis secara berkelanjutan.

3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida

Sesuai dengan persyaratan budidaya pertanian organik yang ditetapkan untuk menghasilkan produk pangan organik, maka sudah bisa dipastikan bahwa produk pangan organik akan mengandung residu pestisida yang minimal, walaupun tidak dapat dipastikan tidak ada sama sekali, karena masih terdapat kemungkinan tercemar oleh pemakaian atau residu dari lingkungan selama proses produksi, panen, pengangkutan dan pengolahan. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga integritas produk pertanian organik.

Petani yang menerapkan metode pertanian organik harus menguasai teknik-teknik yang memungkinkan terbentuknya ekosistem baru serta berkelanjutan, mendukung aliran energi secara alami sesuai dengan cara kerja alam. Untuk itu perlu diketahui beberapa hal tentang:

o Tanaman yang dapat tumbuh berdekatan o Tanaman dan bakteri yang dapat mengikat nitrogen o Tanaman yang baik bila ditanam berurutan

o Bagaimana benalu dan hama bisa teratasi secara alami

o Bagaimana nitrogen dapat dipisahkan dari pupuk dan buangan limbah rumah tangga o Bagaimana menjaga agar hama dan penyakit tanaman tetap seimbang di alam

Kurangnya pengetahuan dan penerapan teknik penyuburan tanah ataupun pengendalian hama dan penyakit tanaman secara biologi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan kemungkinan dampak negatif antara lain:

o Introduksi mikroorganisme sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman atau sebagai mediator penyerbukan, apalagi dalam jumlah besar mengandung kemungkinan berubah preferensi sehingga berbahaya bagi tanaman maupun manusia

o Penggunaan sejumlah bahan organik atau mineral untuk perbaikan kesuburan tanah, bila dilakukan terus menerus dalam jumlah besar, dapat merubah keseimbangan ekologis tanah dan berakibat penurunan kualitas lingkungan tumbuh tanaman.

3.4. Sistem Pangan Organik

Pangan organik adalah salah satu jenis produk pangan, sebagai salah satu jenis pangan maka sistem keamanan pangan pada produk organik juga menjadi hal yang sangat penting mengingat produk organik dikenal sebagai produk yang aman, sehat, dan berkualitas tinggi. Standar sistem pangan organik di Indonesia lebih spesifik daripada standar kemanan pangan pada umumnya. Standar sistem pangan organik mengacu pada SNI 6729:2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002. SNI 6729:2010 ini merupakan tahapan harmonisasi internasional persyaratan produk organik yang menyangkut standar produksi dan pemasaran, inspeksi dan persyaratan pelabelan pangan organik di Indonesia. SNI 6729:2010 ini menyebutkan bahwa suatu produk dianggap memenuhi persyaratan produksi pangan organik, apabila dalam pelabelan atau pernyataan pengakuannya, termasuk iklan atau dokumen komersial menyatakan bahwa produk atau komposisi bahannya disebutkan dengan istilah organik, biodinamik, biologi, ekologi, atau kata-kata yang bermakna sejenis, yang memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk atau komposisi bahannya sesuai dengan persyaratan produksi pangan organik.

Sistem pangan organik (SNI 6729:2010) ditetapkan dengan tujuan untuk:

1) Melindungi konsumen dari manipulasi dan penipuan yang terjadi di pasar serta klaim dari produk yang tidak benar.

(11)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xi

2) Melindungi produsen dan produk pangan organik dari penipuan produk pertanian lain yang mengaku sebagai produk organik.

3) Memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini.

4) Melakukan harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk pangan organik.

5) Menyediakan standar pangan organik yang berlaku secara nasional dan juga diakui oleh dunia internasional untuk tujuan ekspor dan impor.

6) Mengembangkan serta memelihara sistem pertanian organik di indonesia sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan baik lokal maupun global.

3.5. Prinsip–prinsip Produksi Pangan Organik

Berdasarkan pada SNI 6729:2010, prinsip persiapan, produksi, dan budidaya mencakup prinsip pada lahan, benih serta prinsip pengendalian hama dan pengendalian gulma. Prinsip-prinsip produksi pangan organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang berada dalam periode konversi dengan ketentuan: 1) dua tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim;

2) tiga tahun sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan; dan

3) masa konversi dapat diperpanjang atau diperpendek berdasarkan pertimbangan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO), namun tidak boleh kurang dari 12 bulan.

Produksi pangan organik hanya diakui pada saat sistem pengawasan dan tata cara produksi pangan organik yang telah ditetapkan dalam standar pangan organik ini telah diterapkan oleh pelaku usaha tanpa memperhitungkan lamanya masa konversi. Lahan yang dimiliki boleh dikerjakan secara bertahap jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, dengan menerapkan standar konversi dan dimulai pada bagian lahan yang dikehendaki. Konversi dari pertanian konvensioal kepada pertanian organik harus efektif menggunakan teknik yang ditetapkan dalam standar sistem pangan organik. Hamparan yang dimiliki harus dibagi dalam beberapa unit apabila seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan. Areal pada masa konversi dan yang telah dikonversi menjadi areal organik tidak boleh digunakan secara bergantian antara metode produksi pangan organik dan konvensional.

Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun egar, dari unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah. Benih yang digunakan untuk pertanian organik harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara yang dijelaskan dalam sistem pangan organik dan paling sedikit berasal dari 1 generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim.

Pemilik lahan yang dapat menunjukkan pada LSO bahwa benih yang disyaratkan tersebut tidak tersedia maka: 1) pada tahap awal dapat menggunakan benih tanpa perlakuan, atau; 2) jika butir 1) tidak tersedia, dapat menggunakan benih yang sudah mendapat perlakuan dan bahan selain yang ada sesuai ketentuan standar sistem pangan organik.

Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi dari cara berikut: 1) pemilihan varietas yang sesuai; 2) program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; 3) pengolahan tanah secara mekanik; 4) penggunaan tanaman perangkap; 5) penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan hewan; 6) pengendalian mekanis seperti penggunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; 7) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk pengembangan populasi musuh alami penyangga ekologi; 8) ekosistem yang beragam; 9) pengendalian gulma dengan pengasapan (flame – weeding); 10) penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); 11) penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman; dan 12) penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak dapat dilakukan. Penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman dapat menggunakan bahan lain yang diperbolehkan dalam standar sistem pangan organik, jika ada kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan dianggap tidak efektif.

(12)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xii

IV. SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK

Tujuan Umum Pengajaran

Mahasiswa dapat memahami siklus penjaminan mutu pertanian organik dalam rangka good agricultural

practices.

Tujuan Khusus Pengajaran

• Mahasiswa dapat menjelaskan pengawasan mutu, meliputi: analisis input, good agricultural practices,

good handing practices dan inspeksi.

• Mahasiswa dapat menjelaskan sistem keamanan pangan organik, meliputi: keamanan pangan dan penjaminan mutu pangan melalui HACCP.

4.1. Pengawasan Mutu

Kegiatan pengawasan/pengendalian mutu dilakukan dengan cara menerapkan sistem inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi dimulai dari 1) lahan/media tanam, pupuk dan pestisida (sebagai input); 2) good agricultural practices (budidaya tanaman/on-farm) yang meliputi pemeliharaan tanaman (pemupukan, pengandalian hama, penyakit dan gulma); dan 3) good handling practices sebagai output yang meliputi analisis kimia, analisis mikrobiologis dan cemaran fisik.

Kegiatan inspeksi (penilaian lapang) pada siklus penjaminan mutu produk segar asal tanaman harus : o Menginspeksi dan mengidentifikasi input seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu. o

Menetapkan kesesuaian good agricultural practices terhadap persyaratan yang ditentukan. o

Menginspeksi, mengidentifikasi dan menganalisis output seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu o Hasil inspeksi atau pengujian dicatat dan didokumentasikan dalam suatu dokumen yang sesuai.

Quality control atau pengawasan/pengendalian mutu dimaksudkan: 1) untuk menjaga konsistensi

mutu produk yang dihasilkan, 2) sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, dan 3) lebih berorientasi kepada sistem dan proses, yaitu sistem manajemen mutu.

Dalam inspeksi, identifikasi dan analisis input, onfarm maupun output rencana mutu atau prosedur yang terdokumentasi harus mensyaratkan bahwa semua kegiatan pada sub-sistem agribisnis harus telah dilaksanakan dan datanya memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berikut disajikan siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman, seperti terlihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman

4.1.1. Analisis Input

Sub sistem agribisnis pada sektor hulu dari aspek siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman, yang perlu mendapatkan perhatian sebagai titik kendali mutu pada sisitem budidaya pertanian organik adalah analis input yang meliputi: 1) lahan/media tanam, 2) Benih atau bibit , 3) pupuk dan 4) pestisida.

(13)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xiii

Lahan Usaha/Media tanam

Lahan merupakan modal utama dalam memproduksi pertanian organik, langkah-langkah yang harus menjadi perhatian bagi petani antara lain :

o Lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari agro-kimia (pupuk dan pestisida kimia sintesis).

o Jika lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik berasal dari lahan yang sebelumnya digunakan untuk produksi pertanian non-organik, maka lahan tersebut harus dilakukan konversi ke lahan organik.

Penyiapan Lahan

o Unit usaha harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan;

o Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran benih, atau untuk tanaman tahunan selain padang rumput, paling sedikit 3 (tiga) tahun sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua belas) bulan untuk kasus tertentu. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap;

o Padang rumput sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan suatu lahan yang ditumbuhi rumput liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan-bahan kimia sintetis sehingga tidak memerlukan masa konversi;

o Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap;

o Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional;

o Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah.

Sumber Air

o Berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang tidak terkontaminasi oleh bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan;

o Air yang berasal selain sebagaimana dimaksud pada huruf a harus telah mengalami perlakuan untuk mengurangi cemaran;

o Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi.

Benih atau Bibit

Benih dan bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus memenuhi persyaratan, antara lain: o Tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika. o Harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara organik; o Apabila benih organik tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada poin pertama, maka:

• pada tahap awal dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis;

• benih yang sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, perlu dilakukan tindakan pencucian untuk meminimalkan residu pestisida sintetis;

• media benih atau pesemaian tidak menggunakan bahan kimia sintetis, sebagai berikut: - Urea;

- Single/double/triple super phosphate; - Amonium sulfat;

- Kalium klorida; - Kalium nitrat; - Kalsium nitrat;

- Pupuk kimia sintetis lain; - EDTA chelates;

- Zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetis;

- Biakan mikroba yang menggunakan media kimia sintetis; - Semua produk yang mengandung GMO.

(14)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xiv

Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar, dari unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah.

Pestisida

Bahan utama yang dapat digunakan dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik adalah semua bahan (kecuali pestisida kimia sintetis) yang diperbolehkan. diantaranya dapat terbuat dari bahan mineral alami, bahan yang berasal dari tumbuhan ataupun bahan yang berasal dari agens hayati. Sebaiknya bahan yang digunakan (khususnya tanaman) berasal dari tanaman organik, namun apabila belum tersedia, dapat digunakan bahan yang bukan berasal dari tanaman organik, tetapi bukan dari tanaman hasil rekayasa genetika (GMO).

Bahan yang diperbolehkan untuk pembuatan pestisida pertanian organik meliputi: o Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau);

o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis; o Minyak tumbuhan dan binatang;

o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o Lecitin; o Casein;

o Asam alami (vinegar);

o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella;

o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran burgundy; o Garam tembaga; o Belerang (sulfur);

o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay (bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin;

o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut);

o Etil alkohol;

o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati;

o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk perangkap.

Bahan pembantu/tambahan yang diperbolehkan dalam pembuatan pestisida organik perlu mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya:

o Bahan tersebut sangat diperlukan dalam formulasi (misal bahan pembantu agar formula tidak cepat rusak, pengatur PH, larutan penstabil untuk membuat minyak larut dalam air, carrier atau pembawa dan lainnya);

o Bahan tersebut bersifat bio-degradable (mudah terdegradasi di alam) dan tidak bersifat persisten (bertahan lama di alam) seperti DDT; o Bahan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan ataupun terhadap organisme bukan sasaran, termasuk manusia;

o Bahan tersebut berdampak terhadap produk akhir yang dihasilkan.

o Apabila bahan pembantu tersebut digunakan, maka konsentrasinya harus serendah mungkin (tidak mendominasi formula).

Bahan yang dilarang penggunaannya dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik meliputi:

o Semua pestisida kimia sintetis;

o Semua bahan yang berasal dari produk GMO; o Kotoran segar, baik dari manusia maupun hewan ; o Zat perangsang makan sintesis; o Asam amino murni; o Anti oksidan sintetik; o Antibiotik ; o Hormon sintetis; o Perangsang tumbuh sintetis; o Transquillisers sintetis; o Tepung, tulang dan daging.

(15)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xv

Sarana pembuatan pestisida untuk pertanian organik harus tidak terkontaminasi oleh bahan yang dilarang menurut SNI 6729:2010 tentang Sistem Pangan Organik. Secara umum proses

pembuatan pestisida untuk pertanian organik terbagi menjadi tiga cara, yaitu:

1) Fisik/mekanik: meliputi pengepresan, penumbukan, pengabuan dan cara lainnya yang tidak memerlukan bahan pelarut ataupun bahan kimia lainnya;

2) Kimia: meliputi ekstraksi, maserasi (perendaman bahan), fermentasi dan lainnya yang biasanya memerlukan alat-alat khusus;

3) Biologi: meliputi pembiakan/perbanyakan agens hayati ataupun yang berhubungan dengan pemanfaatan mahluk hidup lainnya. Pestisida organik dapat dibuat melalui beberapa cara, sesuai sumberdaya dan kemampuan setempat (kearifan lokal) dengan mengutamakan bahan yang ada disekitar unit usaha serta cara yang dikuasai unit usaha, seperti contoh di bawah ini:

Pestisida nabati (Botanical pesticide)

Proses pembuatan pestisida nabati dapat dengan cara:

 Pengepresan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan minyak dari tumbuhan. Biasanya bahan tanaman yang di-pres adalah yang mengandung cairan seperti minyak, misalnya biji mimba (Azadirachta indica) ataupun jarak (Ricinus communis ataupun Jathropha curcas).

 Penumbukan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan tepung yang digunakan untuk mengendalikan hama, khususnya hama gudang untuk melindungi biji-bijian, terutama yang akan digunakan sebagai benih. Misalnya bunga piretrum (Chrysanthemum Cinerariaefolium) yang dibuat tepung sangat efektif mengendalikan hama gudang dan mampu melindungi benih di tempat penyimpanan.

 Pengabuan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan abu yang digunakan untuk mengendalikan hama, khususnya hama gudang. Tanaman yang digunakan biasanya mengandung aroma yang menyengat ataupun mengandung bahan yang dapat menimbulkan iritasi, misalnya abu pembakaran serai wangi (Cymbopogon nardus) yang mengandung kadar silika yang tinggi, sehingga dapat melukai serangga (khususnya hama gudang) yang mengakibatkan desikasi (pengeluaran cairan tubuh yang terus menerus, sehingga mati).

 Ekstraksi o Ekstraksi sederhana dengan pelarut air (Aquous extraction). o Cara ini dilakukan untuk mendapatkan sediaan pestisida yang biasanya langsung digunakan sesaat setelah selesai proses pembuatan, karena apabila disimpan, maka tidak dapat bertahan lama, misalnya ekstraksi akar tuba (Derris eliptica) dengan air untuk mengendalikan hama. Cara ini ada yang langsung dipakai tanpa perendaman bahan terlebih dahulu (maserasi), ada juga yang merendamnya beberapa waktu (1 – 2 hari) kemudian disaring dan digunakan. b) Ekstraksi dengan bantuan pelarut (bahan kimia) seperti alkohol, heksan, aceton, dan pelarut lainnya. Hal ini diperbolehkan, tetapi harus diikuti oleh proses evaporasi pelarut (menarik pelarut dari formula), sehingga yang tersisa hanya konsentrat bahan pestisida dari tumbuhan. Misalnya ekstraksi biji sirsak (Annona muricata) ataupun biji srikaya (Annona

squamosa).

o Ekstraksi komponen bioaktif tanaman yang bersifat non polar (seperti azadirachtin, salannin, nimbin,

meliantriol dll) dapat dilakukan dengan pelarut organik methanol – air dengan perbandingan 1 : 4.

 Destilasi atau Penyulingan o Cara ini dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri (Essential oil). Penyulingan dilakukan dengan cara memasukan bahan yang akan disuling (daun, akar, kulit kayu, biji, dan lainnya) ke dalam ketel penyuling, kemudian dikukus ataupun direbus dan uapnya dialirkan melalui kondensor pendingin, sehingga terjadi kondensasi (uap jadi air). Cairan yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dipisahkan antara air dan minyak. Contoh dalam proses ini adalah penyulingan daun cengkeh (Syzygium aromaticum) ataupun serai wangi (Cymbopogon nardus).

Pestisida dari Agens Hayati Beberapa cara yang umum dilakukan: o Pembuatan sediaan sederhana

dengan cara mengaduk ulat atau larva yang terkena serangan virus, kemudian mengaduknya dengan air dan disemprotkan kembali ke hama sejenis, sehingga diharapkan virus tersebut mampu menginfeksi hama sasaran;

o Memperbanyak agens hayati, misalnya jamur Beauveria bassiana ataupun Metarhizium anisoplae dengan media buatan seperti jagung ataupun beras yang kemudian dalam aplikasinya, media buatan

(16)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xvi

yang telah mengandung jamur ini diencerkan dengan air, kemudian disaring dan disemprotkan ke tanaman;

o Memformulasi dalam bentuk cairan ataupun tepung, misalnya Bacillus thuringiensis yang sudah banyak dipasarkan dalam bentuk formula ataupun formula nematoda yang termasuk insect pathogen. Namun demikian, perlu ditelusuri kesesuaian bahan yang digunakan dalam formula tersebut dengan SNI-6729:2010.

Pestisida Alami dari Bahan Mineral dan Lainnya

Penggunaan bahan alami seperti halnya sulfur atau belerang, pembuatan bubur bordeaux dan kesediaan lainnya dalam sistem pertanian organik, diperbolehkan apabila bahan tersebut diambil secara langsung dari alam tanpa melalui pemprosesan terlebih dahulu. Misalnya penggunaan bahan alami seperti sulfur yang sudah diproses, sebagai bahan aktif pembuatan formula fungisida, maka hal ini tidak diperbolehkan.

Inspeksi pada titik kendali mutu sub-sistem hulu terdapat 2 (dua) jenis input yang nyata-nyata dilarang dalam sistem pangan organik yaitu bahan kimia sintetis dan bahan/bibit/produk GMO (genetically modified

organism). Bahan kimia sintetis dilarang digunakan dalam sistem pertanian organik, mencakup pada proses

budidaya dan pengolahan hasil hingga pada sistem perdagangannya. Genetically modified organism atau organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika. Organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika dan produknya, diproduksi melalui teknik dimana bahan genetika telah diubah dengan cara-cara yang tidak alami. Teknik rekayasa genetika termasuk, tetapi tidak terbatas untuk: rekombinasi DNA, fusi sel, injeksi mikro dan makro, enkapsulasi, penghilangan dan penggandaan gen. Organisme hasil rekayasa genetika tidak termasuk organisme yang dihasilkan dari teknik-teknik seperti konjugasi, transduksi dan hibridisasi.

4.1.2. Good Agricultural Practices (GAP)

Pada era perdagangan global yang tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapi lebih menekankan pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini menuntut negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk antara lain buah dan sayur. Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut dan dalam rangka menghasilkan produk buah dan sayur aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, maka perlu disusun ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik, mengacu kepada ketentuan Good Agricultre Practices

(GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah

lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability).

Tujuan dalam penerapan GAP adalah produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara ramah lingkungan dan pelestarian SDA, berdaya saing (produktivitas tinggi dan efektif). Dalam rangka penerapan GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi.

Identifikasi adalah pendataan lahan usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural

practices (GAP) dan standard operating procedure (SOP). Registrasi adalah pemberian penghargaan berupa

nomor register bahwa telah menerapkan GAP/SOP. Standard operating procedure adalah petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya yang spesifk komoditas dan spesifk lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu yang diharapkan.

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga setiap orang perlu dijamin dalam memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Bahan pangan yang tidak diproduksi dengan cara yang baik dan benar dapat menjadi sumber mikroorganisme dan kontaminan kimia yang dapat berbahaya dan menyebabkan penyakit kepada manusia. Terjadinya kasus-kasus keracunan pangan seharusnya tidak perlu terjadi apabila produk pangan diolah dengan prosedur pengolahan yang benar.

Pangan yang aman adalah pangan yang terbebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia dengan menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Contoh penerapan good agricultural practices pada buah dan sayur. Tujuan peraturan tentang tatacara penerapan dan registrasi GAP buah dan sayur untuk menyiapkan sistem jaminan mutu dalam rangka budidaya buah dan sayur yang baik, mempermudah proses telusur balik terhadap sistem jaminan mutu produk buah dan sayur, mendorong percepatan akses pasar buah dan sayur yang mempersyaratkan jaminan mutu dan meningkatkan mutu dan keamanan pangan pada buah dan sayur

(17)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xvii

sehingga memiliki daya saing. Syarat registrasi lahan usaha adalah memahami kaidah GAP, adanya SOP budidaya spesifik tanaman dan spesifik lokasi sesuai kaidah GAP, memahami kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) dan memiliki buku kerja/buku catatan budidaya.

Good Agricultural Practices adalah panduan budidaya suatu golongan/jenis tanaman yang baik untuk

menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan organisme pengganggu tanaman, penjagaan kesehatan (tidak menimbulkan implikasi klinis) dan meningkatkan kesejahteraan petani (keluarganya), pekerja serta prinsip penelusuran balik (trace ability), dengan tujuan menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara ramah lingkungan dan pelestarian sumber daya alam, berdaya saing, produktivitas tingi dan efektif. Dalam rangka GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi. Identifikasi meliputi kegiatan pendataan lahan usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural practices dan standar operasional prosedur. Registrasi meliputi kegiatan pemberian nomor register yang menerangkan bahwa nama dan alamat kebun/lahan usaha yang dikelola telah memenuhi persyaratan GAP suatu golongan/jenis tanaman budidaya berdasar PERMENTAN No. 48/Permentan/OT.140/10/2009.

Nomor registrasi dan surat keterangan diberikan kepada pemohon yang “lulus”, penerbitan nomor registrasi dan surat keterangan dilakukan Dinas Pertanian Provinsi, nomor registrasi kebun GAP berlaku hanya untuk 1 (satu) unit kebun pada komoditas yang didaftarkan, nomor registrasi kebun berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun berikutnya setelah didahului dengan proses penilaian ulang, kebun yang telah mendapat nomor registrasi di surveylance setidaknya sekali dalam satu tahun untuk dinilai kepatuhannya, dan pemberlakuan nomor registrasi dapat diitunda/dibekukan/dicabut bila ditemukan ketidak-patuhan dalam memenuhi persyaratan penilaian kebun GAP.

Penerapan good agricultural practices (GAP) pada sisitem budidaya pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu mengasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain:

o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO= genetically modified organism). o Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. o Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan

dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh

(growth regulator) dan pupuk kimia sintesis.

o Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan massa organik, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintesis dalam makanan ternak.

Ruang lingkup good agricultural practices merupakan titik kendali mutu pedoman berbudidaya tanaman yang baik, meliputi :

1) Kriteria

2) Registrasi dan Sertifikasi 3) Lahan

4) Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman 5) Penanaman

6) Pupuk

7) Perlindungan Tanaman 8) Pengairan

9) Panen

10) Penangaan Panen dan Pasca Panen 11) Alat dan Mesin Pertanian

12) Pelestarian Lingkungan 13) Pekerja

14) Fasilitasi Kebersihan dan Kesehatan Pekerja 15) Kesehatan Pekerja

16) Tempat Pembuangan

17) Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik 18) Pengaduan

(18)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xviii

Pemeliharaan tanaman

Pengelolaan kesuburan tanah. Agar tanaman tumbuh sehat, maka kesuburan tanah harus dijaga dan ditingkatkan melalui sebuah sistem daur ulang nutrisi tanaman yang lestari yang mengoptimalkan aktivitas biologis serta sifat fisik dan kimia tanah dengan cara, antara lain: o Menghindari penggunaan pupuk kimia sintesis dan zat pengatur tumbuh (growth regulator). o Menambah bahan organik (sisa tanaman atau kotoran hewan) ke dalam tanah. o Untuk mengaktifkan kompos, menambah mikroorganisme dapat digunakan. o Menambah batuan mineral alami seperti batuan fosfat dan batu kapur ke dalam tanah. o Melakukan multikultur (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam luasan lahan).

o Memberikan air yang cukup dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia sintesis. o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan penanaman tanaman legum.

Pengelolaan Kesuburan Tanah

o Memelihara dan meningkatkan kesuburan dan aktivitas biologis tanah dengan cara penanaman kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui program rotasi tahunan yang sesuai;

o Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar dari unit usaha budidaya. Produk samping peternakan, seperti kotoran ternak, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dibudidayakan secara organik;

o Untuk aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai;

o Bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah;

o Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya harus dikomposkan dengan baik dan tidak boleh dibakar; o Jika upaya untuk mencukupi nutrisi tanaman tidak mungkin dilakukan dapat menggunakan bahan yang dibatasi sebagai bahan penyubur tanah sebagai berikut:

• Kotoran ternak; • Urine ternak (slurry); • Kompos sisa tanaman; • Kompos media jamur merang; • Kompos limbah organik sayuran; • Dolomit;

• Gipsum; • Kapur khlorida; • Batuan fosfat; • Guano;

• Terak baja (basic slag);

• Batuan magnesium, magnesium kalkareous; • Batu kalium, garam kalium tambang;

• Sulfat kalium;

• Garam epsom/magnesium sulfat; • Natrium klorida;

• Unsur mikro (boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, seng); Stone meal; • Liat/clay (bentonit, perlite, zeolit);

• Vermiculite; • Batu apung; • Gambut; • Rumput laut;

• Hasil samping industri gula (vinasse);

• Hasil samping industri pengolahan kelapa sawit, kelapa, coklat, kopi (termasuk tandan sawit kosong, lumpur sawit, kulit coklat dan kopi);

• Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

(19)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xix

Untuk menjaga kesuburan dan aktivitas biologi tanah, dilarang menggunakan pupuk kimia sintetis, kotoran hewan secara langsung, kotoran manusia (tinja) dan kotoran babi. Bahan tambahan yang boleh dipergunakan sebagai penyubur tanah adalah pupuk mineral sebagai berikut: o Pupuk hijau; o Kotoran ternak; o Urine ternak (slurry); o Kompos sisa tanaman; o Kompos media jamur merang; o Kompos limbah organik sayuran; o Ganggang Hijau; o Azolla;

o ganggang hijau biru (Blue green algae ); o Molase/Tetes;

o Pupuk hayati (bio-fertilizers); o Rhizobium; o Bakteri pengurai/dekomposer.

Pengendalian hama, penyakit dan gulma.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan tujuan untuk mendorong keseimbangan hubungan inang/predator dan memperbesar populasi serangga yang menguntungkan. Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman: o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; o Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma;

o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat organisme pengganggu tanaman.

Secara umum hama, penyakit, dan gulma dapat dikendalikan dengan cara-cara, antara lain : o Penelitian varietas yang sesuai;

o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan sesuai dengan kaedah pemutusan siklus makanan hama dan penyakit;

o Penaman serentak untuk spesies tanaman yang sama;

o Menggunakan pestisida nabati (pestisida organik) yang berasal dari ekstraksi bahan tanaman yang mengandung komponen bioaktif yang bersifat pestisida, seperti daun dan biji mimba, kulit dan biji buah duku, akar tuba, ubi gadung, tembakau, biji sirsak, biji srikaya dan asap cair (liquid smoke) dengan asam fenolatnya. Bahan yang diijinkan digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman menurut ketetapan SNI Sistem Pangan Organik;

o Menggunakan musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit. pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi;

o Menggunakan mulsa organik untuk penutup tanah; o Menggunakan cara mekanis, seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; o Pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding).

Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman

o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; o Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma;

o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat organisme pengganggu tanaman;

o Organisme pengganggu tanaman harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi dari cara seperti berikut:

• pemilihan varietas yang sesuai;

• program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; • pengolahan tanah secara mekanik;

• penggunaan tanaman perangkap;

• penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan tanaman;

• pengendalian mekanis seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara;

• pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk

(20)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xx

mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi; ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi antar daerah.

Sebagai contoh: zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan sebagainya;

- pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding);

- penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); o penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman;

o penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak dapat dilakukan. Apabila terjadi kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan sebagai berikut: o Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau);

o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis; o Minyak tumbuhan dan binatang;

o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o Lecitin; o Casein;

o Asam alami (vinegar);

o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella;

o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran burgundy;

o Garam tembaga; o Belerang (sulfur);

o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay (bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin;

o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut);

o Etil alkohol;

o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati;

o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk perangkap.

4.1.3. Good Handling Practices (GHP)

Output (good handing practices/GHP) merupakan pedoman penanganan pascapanen yang baik,

usaha panen dan pascapanen dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal, memenuhi standar mutu produk, menekan kehilangan hasil dan kerusakan serta meningkatkan nilai tambah pada penanganan, pengolahan dan transportasi. Tujuan penerpan GHP: 1) untuk menekan kehilangan/kerusakan hasil, 2) memperpanjang daya simpan, 3) mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, 4) meningkatkan nilai tambah, 5) meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, 6) meningkatkan daya saing, dan 7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan.

Ruang lingkup GHP meliputi: 1) panen,

2) penanganan pascapanen, 3) standardisasi mutu, 4) lokasi,

5) bangunan,

6) peralatan dan mesin, 7) bahan dan perlakuan, 8) wadah dan pembungkus, 9) tenaga kerja,

10) Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), 11) pengelolaan lingkungan,

12) pencatatan,

13) pengawasan dan penelusuran balik, 14) sertifikasi, 15) pembinaan dan pengawasan.

(21)

Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik

xxi

Panen merupakan serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik, dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan/atau dicabut. Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai dengan siap dikonsumsi dan/atau diolah, meliputi:

• pengumpulan: merupakan kegiatan mengumpulkan hasil panen pada suatu tempat atau wadah • perontokan: merupakan kegiatan melepaskan biji/bulir dari tangkai atau malai.

• pembersihan: merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi dan biologis.

• trimming: merupakan kegiatan membuang bagian produk yang tidak diinginkan seperti memotong tangkai buah, membuang akar, membuang bagian titik tumbuh.

• pengupasan: merupakan kegiatan memisahkan kulit dari bagian pokok yang dimanfaatkan (daging buah, daging umbi, biji dan/atau batang).

• pemipilan: merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol.

• sortasi: merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan benda asing lainnya.

• pengeringan: merupakan kegiatan untuk menurunkan kadar air sampai kadar air keseimbangan (Equilibrium Moisture Content) sehingga aman untuk disimpan.

• perendaman: merupakan kegiatan untuk melunakkan kulit buah atau kulit batang supaya mudah terlepas dari biji atau batangnya, menghindari terjadinya pencoklatan (browning) dan/atau menghilangkan bahan beracun.

• pencelupan: merupakan kegiatan mencelupkan hasil panen ke dalam larutan anti bakteri dan jamur untuk mencegah serangan hama dan penyakit.

• pelilinan: merupakan kegiatan memberikan lapisan tipis bahan alami lilin pada hasil panen.

• pelayuan: merupakan kegiatan membiarkan produk pada suhu dan kelembaban tertentu untuk memperoleh kondisi optimum sebelum produk dikonsumsi atau disimpan

• pemeraman (ripening): merupakan kegiatan untuk mempercepat proses pematangan secara merata sesuai sifat dan karakteristik biologis atau fisiologis hasil pertanian asal tanaman dengan atau tanpa pemberian bahan pemacu yang diijinkan menurut peraturan dengan dosis sesuai anjuran

• fermentasi: merupakan kegiatan untuk membentuk cita rasa dan aroma yang spesifik.

• penggulungan: merupakan kegiatan untuk memperoleh karakteristik fisik atau kimiawi tertentu hasil pertanian asal tanaman.

• penirisan: merupakan kegiatan untuk menghilangkan air yang menempel dipermukaan produk yang berasal dari perendaman, pencelupan atau pencucian.

• perajangan: merupakan kegiatan untuk memperkecil ukuran hasil pertanian asal tanaman.

• pengepresan: merupakan kegiatan untuk memperkecil volume atau mengambil cairan atau padatan dengan memberikan tekanan (proses mekanik).

• pengkelasan (grading): merupakan kegiatan pengelompokan mutu produk berdasarkan karakteristik fisik antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, kematangan dan/atau berat t. pengemasan: merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.

• penyimpanan: merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang masa penggunaan produk.

• pengangkutan: merupakan kegiatan memindahkan produk dari suatu tempat ke tempat lain dengan tetap mempertahankan mutu produk.

Pascapanen. Prinsip sistem pangan organik dalam hal: penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasaan, dan pengangkutan produk pangan organik didasarkan pada SNI 6729:2010. Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama tahapan rantai pangan sejak dipanen sampai pengemasan. Pengolahan menggunakan cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan penolong. Radiasi ion (ionizing radiation) tidak dibolehkan untuk pengendalian hama, pengawetan makanan, pemusnahan penyakit atau sanitasi.

Penanganan Pasca Panen, Penyimpanan, dan Transportasi

o Pencucian produk organik segar dilakukan dengan menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pertanian organik;

Gambar

Gambar 1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman
Gambar 3. Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik
Gambar 4. Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik
Gambar 6. Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan daya dukung ultimate tiang mini pile pada kedalaman yang sama untuk data sondir diperoleh 76,580 ton, data SPT 64,889 ton, dan data Daily Piling Record

Dari pengertian tersebut, penulis dapat mengetahui bahwa humas adalah suatu kegiatan berencana yang terus menerus dilakukan dengan maksud untuk menciptakan,

Berdasarkan uraian di atas tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah memperkenalkan salah satu bentuk invers matriks yang diperumum yaitu invers Drazin

Dengan beberapa kasus sukses tersebut, masyarakat muslim umumnya menyadari bahwa al-Qur’an, di luar segala aspeknya yang lain, memiliki kekuatan untuk menyembuhkan

Kesimpulan yang di peroleh dalam penelitian ini adalah Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku Tindak pidana Pemalsuan Surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR adalah

Pada kasus 1 menyatakan bahwa bekerja sebagai tenaga pengajar di IAIN Antasari Banjarmasin atau PNS merupakan bagian dari cita-cita sejak kecil yang harus segera diwujudkan..

Untuk membuktikan hasil pengukuran berbagai variasi aktivitas zat radioaktif pada dose calibrator Capintec CRC- 55tR adalah linear, maka dilakukan uji linearitas

Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa pekerjaan ayah siswa paling banyak wiraswasta dan berada pada moral disengagement buruk, yakni sebanyak 14 orang,