• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN KUBU RAYA DAN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN KUBU RAYA DAN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI DI

KABUPATEN KUBU RAYA DAN SANGGAU,

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Farmers’ Welfare Indicators Dynamics in Kubu Raya and

Sanggau Regencies, West Kalimantan Province

Rusli Burhansyah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat Jl. Budi Utomo No.45 Siantan Hulu

ABSTRACT

The agricultural sector remains a pillar sector of the rural community in West Kalimantan, although its contribution to GDP tends to decline. This condition indirectly affect the welfare of rural farmers in West Kalimantan. Various indicators that affect farmers' income, among others; low business efficiency, slow increase in prices of agricultural products compared those of inputs and consumer goods, etc. Information data and indicators on rural economic development are directly show the status of the farmers’ welfare and all these deserve to be investigated. The purpose of this study is to a) identify and analyze the variables that make up farmers welfare, (b) formulate rural development policy based on the identified indicators the research is conducted in four villages in two districts, that is: Kubu Raya with the villages of Sungai Itik and Jeruu Besar and Sanggau. with the villages of Semayang and Tunggak Bhakti. Data analysis was performed with simple descriptive statistical methods. The analysis has shown that the indicators that make up the welfare of farmers are structure of household income and expenditure, the exchange rates of the farmers, the level of purchasing power of households and the level of family food security. The study concludes that based on the identified indicators the welfare of farmers in rural districts of Kubu Raya and Sanggau are relatively good. Welfare level of farmers in Jeruju Besar is better than that of in Sungai Itik. One reason might be that farmers in Jeruju Besar have better income that those in Sungai Itik, because most of them have extra income from coconut farming which is not available in Sungai Itik. Welfare level of farmers in Tunggal Bhakti is higher than that of in Semayang. One reason being is that Tunggal Bhakti Better accessibility than Semayang

Key words : income, expenditure, farmers exchange rate, purchasing power ABSTRAK

Sektor pertanian masih menjadi sektor tumpuan masyarakat petani di Kalimantan Barat meskipun kontribusinya pada PDRB cenderung menurun. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan kesejahteraan petani di perdesaan Kalimantan Barat. Berbagai indikator yang mempengaruhi pendapatan petani antara lain; efisiensi usaha rendah, lambannya peningkatan harga jual produk pertanian dibandingkan peningkatan harga saprodi dan barang-barang konsumsi, dll. Data dan informasi mengenai indikator-indikator pembangunan ekonomi perdesaan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani menjadi penting untuk diteliti. Tujuan penelitian ini adalah a) mengindentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indikator kesejahteraan petani, (b) membuat rumusan kebijakan pembangunan perdesaan berdasarkan indikator yang telah diidentifikasi pada 4 empat desa di Kabupaten Kubu Raya (Desa Sungai Itik dan

(2)

Desa Jeruju Besar) dan Kabupaten Sanggau (Desa Semayang dan Desa Tunggal Bhakti). Analisis data dilakukan dengan metode deskripsi dan statistik sederhana. Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel indikator ekonomi yang membentuk kesejahteraan petani adalah sturuktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, nilai tukar petani, tingkat daya beli rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan keluarga. Kesimpulan yang diperoleh bahwa secara relatif kinerja indikator-indikator kesejahteraan petani di perdesaan Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau relatif cukup baik. Tingkat kesejahteraan petani di Desa Jeruju Besar lebih baik dari Desa Sungai Itik. Penyebabnya adalah pendapatannya dari usaha tani kelapa. Tingkat kesejahteraan petani Desa Tunggal Bhakti lebih baik dari Desa Semayang, hal ini karena tingkat aksesibilitas desa Tunggal Bhakti lebih baik dari desa Semayang

Kata kunci : pendapatan, pengeluaran, nilai tukar petani, daya beli

PENDAHULUAN

Sistem perekonomian di tingkat pusat secara tidak langsung akan mempengaruhi ekonomi di perdesaan. Perubahan-perubahan yang terjadi ditingkat pusat turut mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat petani di perdesaan Kalimantan Barat. Peranan sektor pertanian pada tahun 2009 cenderung mengalami penurunan dibandingkan pada tahun sebelumnya. Tahun 2008 peranan sektor ini sebesar 26,51 persen dan pada tahun 2009 turun menjadi 25,85 persen. Kondisi ini terjadi karena melemahnya perkembangan hampir di semua subsektor pertanian terutama kehutanan, tanaman bahan makanan, perkebunan, dan peternakan. Berkurangnya ketersediaan bahan baku turut mempengaruhi perkembangan di sektor industri, dimana peranannya juga turut terkoreksi dari 18,33 persen tahun 2008 menjadi 17,97 persen di tahun 2009. (BPS, 2009).

Dinamika tingkat kesejahteraan masyarakat petani berkaitan langsung dengan varibel indikator ekonomi. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dinamika tingkat kesejahteraan ekonomi mengalami penurunan. Beberapa indikator telah mengungkapkan hal tersebut, misalnya terlihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat pendapatan, daya beli, dan nilai tukar petani (NTP). Kinerja NTP Kalimantan Barat pada bulan Juli 2011 mencapai 95,57, sebagai peringkat ke-7 terendah dari 32 provinsi secara nasional (posisi ke-1 dan ke-2 terendah adalah Sulawesi Tengah dan Kepulauan Bangka Belitung, masing-masing 83,22 dan 84,70 (BPS, 2011) Kondisi ini terjadi pada indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Provinsi Kalimantan Barat. Di sisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Kalbar pada lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 pendapatan sebesar Rp 5,49 juta/tahun, maka pada tahun 2009 pendapatan sebesar Rp 6,13 juta/tahun. Pada periode yang sama, IPM Kalbar meningkat dari 65,4 tahun 2004 menjadi 68,17 pada tahun 2008 dengan rata-rata tren kenaikan 0,012 persen per tahun. Walaupun kondisi ini, IPM Kalbar menempati urutan terendah dibandingkan Kalsel, Kalteng, maupun Kaltim.

Gambaran dinamika beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di tingkat regional tersebut adalah sebagai cerminan kinerja pembangunan ditingkat

(3)

lokal, 14 kabupaten, kota dan 1.894 desa/kelurahan yang berbasis pertanian dan nonpertanian. Mengkaji kinerja pembangunan seluruh daerah perdesaan yang beraneka ragam merupakan suatu hal sulit untuk dilaksanakan, karena terkendala biaya, keterbatasan waktu, tenaga ahli, dsb. Makalah ini hanya membahas hasil kajian beberapa indikator kesejahteraan petani pada 4 desa di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) mengindentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indiktor kesejahteraan petani dan (b) membuat rumusan kebijakan pembangunan perdesaan berdasarkan indikator yang telah diidentifikasi pada 4 empat desa di kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau.

METODOLOGI Pendekatan

Ekonomi perdesaan identik dengan pembangunan pertanian, hal ini karena sebagian besar pendapatan rumah tangga di perdesaan berasal dari sektor pertanian. Tujuan pembangunan pertanian adalah (1) meningkatkan kapasitas produksi pertanian, (2) meningkatkan cadangan devisa, 3) meningkatkan kesempatan kerja, dan (4) meningkatkan ketahanan pangan. Sasaran pembangunan pertanian adalah meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat desa yang tercermin dari meningkatnya pendapatan petani, produktivitas tenaga kerja pertanian, berkurangnya penduduk miskin, ketahanan pangan masyarakat desa meningkat, serta berkurangnya ketimpangan pendapatan di wilayah perdesaan.

Kontribusi sektor pertanian terhadap struktur pendapatan rumah tangga perdesaan sangat dipengaruhi oleh sumber daya, baik alam maupun tenaga kerja yang tersedia. Selain itu, juga dipengaruhi oleh aksesiblitas terhadap penguasaan modal dan ketrampilan (Rasahan dan Syukur, 1989). Sementara, pendapatan usaha tani sangat bergantung kepada penguasaan lahan dan tingkat efisiensi. Tingkat efisensi ditentukan oleh struktur biaya dan profitabilitas usaha tani. Makin efisien usaha tani yang diusahakan diharapkan pendapatan petani dari usaha tani menjadi semakin meningkat.

Untuk mencapai sasaran pembangunan pertanian maka konsistensi pertumbuhan pembangunan pertanian merupakan syarat keharusan untuk menjamin pembangunan pertanian agar mampu membawa misi pemerataan, pengentasan kemiskinan, dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat (Arifin, 2003). Untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunan wilayah perdesaan lebih tepat, maka diperlukan identifikasi peubah penjelas yang menyebabkan terjadinya dinamika indikator ekonomi perdesaan. Peubah tersebut dapat dikelompokkan dalam, (1) variabel produksi yang terdiri dari produktivitas, harga output, penggunaan input produksi (benih, pupuk, dan tenaga kerja) dan harga input (benih, pupuk, dan tenaga kerja), dan (2) variabel kesejahteraan meliputi, pendapatan, pengeluaran rumah tangga, harga barang konsumsi, dan meningkatnya ketahanan pangan masyarakat tani.

(4)

Pendapatan rumah tangga di perdesaan berasal dari berbagai sumber kegiatan yaitu dari usaha tani padi, usaha tani nonpadi, berburuh tani dan buruh di luar sektor pertanian, serta usaha di luar sektor pertanian. Kontribusi pendapatan dari sumber-sumber tersebut bervariasi antara daerah, agroekosistem, dan antara kelompok pendapatan. Dengan perkembangan waktu, telah terjadi perubahan struktur pendapatan di seluruh daerah, tetapi sektor pertanian masih mendominasi pendapatan rumah tangga walaupun porsi pertanian mengalami penurunan.

Preferensi petani dalam membuat keputusan pemilihan komoditas yang akan diusahakan adalah dengan mempertimbangkan dinamika harga input dan output usaha tani serta tingkat upah pertanian. Hal ini berhubungan dengan tingginya biaya upah tenaga kerja selama proses produksi yang dikeluarkan oleh petani sehingga secara langsung mempengaruhi tingkat pendapatan. Hasil penelitian Rachman et al. (2004) menunjukkan bahwa dari biaya usaha tani padi yang tersebar di 5 provinsi yaitu Jabar, Jateng, Jatim, Sumbar, dan Sulsel terlihat bagian terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah untuk biaya upah tenaga kerja dan sewa lahan masing-masing sebesar 31 persen dan 26 persen dari nilai produksi. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usaha tani akan berpengaruh terhadap nilai tukar petani.

Salah satu alat indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, adalah Nilai Tukar Petani (NTP), NTP merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. NTP mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat perdesaan, karena mengingat sebagian besar pendapatan rumah tangga perdesaan berasal dari kegiatan usaha pertanian.

Metode Analisis

Tempat dan Waktu

Lokasi pengkajian adalah di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau. Waktu penelitian dilaksanakan tahun 2008 sampai dengan 2009

Metode Pengumpulan Data

Macam data yang dibutuhkan dalam kajian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung kajian ini dikumpulkan dari kantor BPS, dinas terkait, instansi tingkat kecamatan dan desa. Sedangkan data primer, dikumpulkan melalui pengumpulan langsung kepada responden (petani, pedagang, pemilik kios, atau kelompok tani), melalui metode survei.

Data primer terdiri dari (1) struktur dan pendapatan setahun rumah tangga petani di desa contoh, (2) struktur pengeluaran setahun rumah tangga petani di desa contoh, (3) data upah pertanian dan nonpertanian yang berlaku di desa contoh, dan (4) data harga input produksi, harga output, dan harga barang konsumsi yang dibayar

Pengumpulan Data

Metoda pengumpulan data dari data input-output usaha tani, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, serta data produksi dan pendapatan dari seluruh cabang usaha tani, dikumpulkan dengan kuesioner

(5)

terstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh tim. Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei, petani contoh diambil berdasarkan stratified random sampling. Untuk mengetahui keragaman petani di desa contoh, petani dibagi ke dalam tiga strata yaitu petani dengan pendapatan rendah, sedang, dan

tinggi. Setiap strata diambil 5 petani contoh, sehingga jumlah petani contoh tiap

desa menjadi 15 orang. Data dari 15 petani contoh ini kemudian diagregasi untuk menduga keragaman petani di desa contoh. Unit analisis indikator pembangunan ekonomi perdesaan adalah desa, dalam hal ini dipresentasikan oleh desa contoh yang dipilih.

Analisis Data

Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani dengan analisis tabulasi, untuk melihat jumlah pendapatan dan pengeluaran, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, serta sumbangan masing-masing sumber pendapatan keluarga terhadap total pendapatan.

Indikator kesejahteraan petani dapat diidentifikasi dari perkembangan struktur pendapatan, perkembangan pengeluaran untuk pangan, daya beli rumah tangga petani, dan perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani. Ada lima aspek yang dapat menunjukkan indikator (penciri atau penanda) kesejahteraan petani, yaitu : (1) perkembangan struktur pendapatan, (2) perkembangan pengeluaran untuk pangan, (3) daya beli rumah tangga petani, (4) perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5) perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP).

(1) Perkembangan Struktur Pendapatan

Struktur pendapatan menunjukkan sumber pendapatan utama keluarga petani dari sektor mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya yaitu dari nonpertanian. Bagaimana peran sektor pertanian dalam ekonomi perdesaan ke depan. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat ditentukan sebagai berikut :

100%

TPSP

PPSP

x

TP

æ

ö÷

ç

=

ç

çè

÷

÷

ø

...(1) Keterangan:

PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%) TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th) TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)

(2) Perkembangan Pengeluaran untuk Pangan

Perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai salah satu indikator keberhasilan ekonomi perdesaan. Makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Demikian sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (nonpangan), menunjukkan telah terjadi pengeseran posisi petani dari subsisten komersial. Artinya kebutuhan

(6)

primer telah terpenuhi, kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan lain misal pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut :

%

100

x

TE

PE

PEP

...(2) keterangan

PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%) PE = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)

TE =Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)

(3) Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani

Perkembangan daya beli rumah tangga petani dapat juga dipakai sebagai indikator kesejahteraan. Bagi petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian, tingkat daya beli petani dapat ditentukan sebagai berikut (konsep ini mirip dengan NTP):

TE

BU

TP

DBP

P

...(3) Dimana: DBPp = Daya beli rumah tangga petani

TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber

TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th) BU = Biaya usaha tani

Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari nonpertanian, daya beli dapat ditentukan sebagai berikut:

HB

U

DBP

np

NP ...(4) dimana:

DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani

UNP = Tingkat upah di nonpertanian (Rp/hari)

HB = Harga beras (Rp/kg)

(4) Perkembangan Ketahanan Pangan di Tingkat Rumah Tangga Petani

Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani merupakan ukuran indikator kesejahteraan petani. Makin tinggi tingkat ketahanan pangan, yang ditunjukkan oleh kuatnya pemenuhan kebutuhan dari produksi sendiri atau banyak stok pangan menunjukkan makin sejahtera rumah tangga petani. Perkembangan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut ;

(7)

KB

PB

TKP

...(5) Dimana; TKP = Tingkat ketahanan pangan (TKP=1, subsisten; TKP>1, surplus

TKP < 1, defisit)

PB = Produksi dari usaha tani sendiri setara beras KB = Kebutuhan setara beras

(5) Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan nisbah antara harga yang diterima (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi usaha tani. NTP dirumuskan sebagai berikut :

HB

HT

NTP

...(6)

Pengukuran NTP dinyatakan dalam bentuk indeks sebagai berikut:

IB

IT

INTP

...(7) dimana:

INTP = Indeks nilai tukar petani

IT = Indeks harga yang diterima petani IB = Indeks harga yang dibayar petani

Definisi nilai tukar petani adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga petani selama periode waktu tertentu. NTP ini diformulasikan seperti pada persamaan berikut:

t t t

E

Y

NTP

...(8) dimana Yt= Ypt+ Ynpt Et= Ept+ Ekt Keterangan:

Ypt = Total pendapatan petani dari usaha pertanian (Rp)

Ynpt = Total pendapatan petani dari usaha nonpertanian (Rp)

(8)

Ekt = Pengeluaran total petani untuk konsumsi keluarga petani (Rp)

T = Periode waktu (bulan, tahun)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani

Dari hasil analisis struktur pendapatan pada 2 kabupaten menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumbangan yang besar terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Pada Tabel 1 menunjukkan sektor pertanian memberikan sumbangan yang besar (pangsa pendapatan sektor pertanian).

Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani di Lokasi Pengkajian, Tahun 2008-2009

Uraian

Kabupaten

Kubu Raya Sanggau

2008 2009 2008 2009 (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) 1. Pertanian (On Farm)

Tanaman Semusim 6.603 25 2.860 14 5.740 35 7.089 56

Tanaman Tahunan 9.435 35 5.836 27 5.845 35 3.689 29

Peternakan/Ikan 46 0,2 164 0,77 765 5 1.036 0,8

Total pendapatan

Pertanian (On Farm) 16.084 8.860 12.350 11.814 9

2. Luar Pertanian (Off Farm) 3.918 15 4.186 19 692 4 441 3

3. Nonpertanian (Non Farm) 6.669 25 8.363 39 3498 21 356 2

Total pendapatan 26.671 100 21.409 100 16.540 100 12.611 100

Pangsa Pendapatan 60,30% 41,38% 74,67% 93,68%

Sektor Pertanian

Dari data pendapatan rumah selama 2 tahun (2008 s/d 2009) pada kabupaten Kubu Raya terjadi tren penurunan sekitar 11,53 persen. Pada Kabupaten Sanggau terjadi tren peningkatan sebesar 18,61 persen. Hal ini terjadi karena penurunan dari sektor pertanian yang diakibatkan kegagalan panen padi dari serangan tikus dan intrusi air laut.

Struktur Pengeluaran Rumah Tangga

Struktur pengeluaran rumah tangga petani di tiga kabupaten ditampilkan pada Tabel 2 secara umum pengeluaran untuk pangan masih lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani belum begitu baik. Petani masih memenuhi kebutuhan untuk pangan.

(9)

Pengeluaran rumah tangga erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Menurut Hukum Engel pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluran rumah tangga akan berkurang dengan meningkatnya pendapatan (Deaton dan Muellbauer, 1980). Hal ini sesuai dengan hasil analisis pengeluaran rumah tangga petani pada lokasi pengkajian. Pengeluaran rumah tangga petani yang paling besar di Kabupaten Kubu Raya. Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga petani yang kecil tersebut di Kabupaten Kubu Raya. Pengeluaran digunakan untuk kebutuhan lain-lain (19,58%), pendidikan (17,39%), dan transportasi (7,72%)

Tabel 2. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani di Lokasi Pengkajian, Tahun 2008-2009

Uraian

Kabupaten

Kubu Raya Sanggau

2008 2009 2008 2009 (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) (Rp000 /th) Sumba-ngan (%) 1. Pangan 5.896 59,5 8.491 60,5 5545,5 61,4 6.904 62,4 2. Pendidikan 951 9,6 921 6,6 492,5 5,4 545 4,9 3. Pakaian 324 3,3 611 4,3 407,5 4,5 458 4,1 4. Kesehatan 334 3,4 708 5 230 2,5 220 2

5. Listrik, air, telepon danbahan bakar masak 467 4,6 1.260 9 610,5 6,8 1.180 10,7

6. Transportasi 622 6,3 962 6,9 817,5 9 863 7,8

7. Sabun mandi/odol 498 5 431 3,1 359,5 4 337 3

8. Rehab rumah 22 0,2 197 1,42 18 0,2 60 0,5

9. Kegiatan sosial dan bantu keluarga 682 6,9 316 2,3 501 5,5 325 2,9 10. Pajak 51 0,5 117 0,8 31,5 0,3 107 1 11. Rekreasi 51 0,5 6 0,04 11 0,2 42 0,4 12. Iuran lainnya 15 0,2 5 0,04 14 0,2 18 0,3 Total Pengeluaran 9.911 14.025 9.039 11.059

Dari hasil pengkajian selama 2 tahun dari tahun 2008 sampai 2009, terjadi peningkatan pengeluaran untuk pangan. Pada tahun 2008 sebagian besar pengeluaran (lebih dari 60%) untuk pangan. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan pengeluaran untuk nonpangan, artinya kebutuhan nonpangan yang bersifat sekunder sudah diperhatikan baik oleh rumah tangga di enam lokasi pengkajian.

Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani rata-rata terbesar pada Kabupaten Sanggau diikuti Kabupaten Kubu Raya. Pada awal tahun NTP pada semua kabupaten masih cukup baik, namun memasuki bulan Juni 2008 NTP dibawah 100 terutama di Kabupaten Sanggau (Tabel 3). Kondisi ini terjadi karena mahalnya harga kebutuhan pokok di Kabupaten Sanggau akibat jalan yang rusak dan permintaan

(10)

kebutuhan barang yang tinggi namun disisi penerimaan, harga yang diterima oleh petani mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Tabel 3. Nilai Tukar Petani di Lokasi Pegkajian, Tahun 2008-2009

Periode Kab. Sanggau Kab. Kubu Raya

2008 2009 2008 2009 Jan-II 100,0 100,0 100,00 100 Jan-IV 100,3 103,4 99,91 100,27 Feb-II 100,6 103,5 101,12 100,6 Feb-IV 100,4 103,9 102,33 100,37 Mar-II 110,1 100,9 102,31 110,11 Mar-IV 104,7 97,7 100,65 104,73 Apr-II 101,5 111,6 105,94 101,53 Apr-IV 97,2 111,3 105,90 97,21 Mei-II 112,8 109,1 109,51 112,76 Mei-IV 105,7 112,1 109,11 105,75 Jun-II 94,0 97,1 109,40 94,01 Jun-IV 97,8 107,8 104,88 97,76 Jul-II 92,7 108,1 102,62 92,7 Jul-IV 97,3 118,8 106,89 97,3 Agu-II 103,4 102,3 105,16 103,41 Agu-IV 102,5 96,8 102,09 102,55 Sep-II 94,7 106,1 103,13 94,74 Sep-IV 96,8 95,5 107,82 96,83 Okt-II 95,7 96,6 97,11 95,67 Okt-IV 93,9 113,3 98,13 93,88 Nov-II 97,1 124,0 98,52 97,1 Nov-IV 99,9 123,6 94,32 99,93 Des-II 93,5 123,8 97,33 93,48 Des-IV 92,2 123,7 97,44 92,22 Rata-rata 99,4 108,0 102,57 99,37

Keterangan: Analisis Data Primer

Dinamika Nilai Tukar Petani di dua kabupaten ini terdapat kondisi yang berbeda. Pada tahun 2008 NTP diatas 100 di Kabupaten Kubu Raya, sebaliknya NTP dibawah 100 di Kabupaten Kubu Raya. Kondisi di tahun 2009 terjadi sebaliknya, dimana NTP diatas 100 pada Kabupaten Kubu Raya, NTP dibawah 100 pada Kabupaten Sanggau.

Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani

Daya beli rumah tangga petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan. Secara umum daya beli rumah tangga petani di enam lokasi pengkajian tergolong relatif baik. Dalam kajian ini tingkat daya beli petani dengan sumber pendapatan utama dari sektor pertanian merupakan rasio antara total pendapatan rumah tangga dengan total pengeluaran rumah tangga petani yang sudah dikurangi dengan biaya usaha tani.

(11)

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata daya beli petani padi di lokasi pengkajian pada tahun 2008 relatif tinggi, dibanding dengan tahun 2009. Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar memiliki daya beli relatif lebih baik dari Desa Semayang dan Tunggal Bhakti.

Tabel 4. Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani di Lokasi Pengkajian, Tahun 2008-2009

Desa Daya beli petani

2008 2009

Sungai Itik 14,33 6,43

Jeruju Besar 4,02 2,48

Semayang 12,30 -5,24

Tunggal Bhakti 4,69 4,22

Dengan melihat komposisi tingkat daya beli rumah tangga di enam desa lokasi pengkajian tersebut, total pendapatan rumah tangga petani sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun baik untuk pengeluaran pangan maupun pengeluaran nonpangan. Ketimpangan daya beli rumah tangga petani terjadi antara petani kaya (berlahan luas) dengan rumah tangga petani kecil (berlahan sempit). Penyebabnya adalah kaidah hukum kausalita ekonomi, dalam arti sejajar dan sepadan, dimana sumber daya lahan, modal kapital dan pendapatan (bahkan pengeluaran konsumsi) petani kaya lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh orang/petani miskin.

Perkembangan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Indikator lain yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP) diperoleh dari rasio antara total hasil produksi usaha tani sendiri selama setahun dengan kebutuhan konsumsi rumah tangga selama setahun yang disetarakan dengan beras.

TKP rumah tangga merupakan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan dari pendapatan usaha tani. Jika nilai TKP<1, berarti produksi hasil usaha tani yang dihasilkan petani tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Nilai TKP=1 berarti produksi usaha tani yang dihasilkan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Sedangkan nilai TKP> 1, berarti produksi usaha tani yang dihasilkan petani sudah surplus dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Makin tinggi nilai TKP berarti makin besar tingkat ketahanan pangan rumah tangga (RT), dan semakin sejahtera RT petani yang bersangkutan.

Pada Tabel 5 dapat diartikan bahwa ketahanan pangan RT petani di lokasi kajian cukup baik. Pada tahun 2008 tingkat ketahanan pangan di Desa Sungai Itik dibawah satu. Secara umum nilai TKP pada tahun 2009 cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi surplus dari total pendapatan dari semua desa lokasi pengkajian.

(12)

Saliem et al. (2005) menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Johnson dan Toole (1991) dalam mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga dilakukan dengan cara menggabungkan dua indikator silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Batasan kecukupan energi adalah 80 persen dari anjuran, dan batasan pangsa pengeluaran adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga.

Tabel 5. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Lokasi Pengkajian, Tahun 2008-2009

Desa Tingkat ketahanan pangan rumah tangga

2008 2009

Sungai Itik 0,88 1,16

Jeruju Besar 1,1 1,32

Semayang 1 2,88

Tunggal Bhakti 1,74 1,89

Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa secara agregat rata-rata tingkat ketahanan pangan RT petani di perdesaan tiga kabupaten sebesar 1,7. Artinya tingkat atau derajat ketahanan pangan rumah tangga cukup baik. Hal ini sebagai dampak dari adanya peningkatan pembangunan ekonomi di perdesaan sehingga berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketahanan pangan rumah tangga dan kesejahteraan petani, khususnya di lokasi kajian, meskipun secara kualitas pemerataan masih perlu ditingkatkan.

KESIMPULAN DAN IMPILKASI KEBIJAKAN

Kinerja kesejateraan petani dalam penelitian ini digambarkan oleh lima indikator yaitu : tingkat pendapatan rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan rumah tangga, nilai tukar petani, indeks daya beli rumah tangga petani, dan ketahanan pangan rumah tangga petani. Dari secara umum mengindikasikan derajat cukup baik

Sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam kontribusi pada pendapatan rumah tangga di kedua kabupaten. Kabupaten Kubu Raya pada 2 tahun terakhir (2008-2009) kontribusinya turun, disisi lain pada Kabupten Sanggau kontribusinya meningkat.

Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petani di kedua kabupaten belum baik, dimana proporsi pengeluaran pangan mencapai 59,5-62,4 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani padi di 2 kabupaten tesebut belum sejahtera. Kinerja Nilai Tukar Petani di dua lokasi pengkajian pada 2 (dua) tahun pengkajian berkisar 99,37–108. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani padi pada 4 desa di 2 (dua) kabupaten termasuk cukup baik. Indeks daya beli rumah

(13)

tangga petani di lokasi pengkajian mencapai sekitar 4,02 sampai 14,33, maka tingkat kesejahateraan petani padi di perdesaan Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau termasuk tinggi/baik.

Kinerja indikator indeks ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP) pada empat desa lokasi pengkajian termasuk mencapai 0,88 sampai 2,88, maka tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Sanggau termasuk sedang. Berdasarkan kinerja ke lima indikator kesejahteraan petani pada tahun 2008 dan 2009 pada empat lokasi kajian secara umum mengindikasikan derajat cukup. Karena itu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kesejahteraan petani pada masa depan perlu ada pemikiran undang-undang perlindungan petani, agar tercipta “kesamarataan” distribusi sharing keuntungan bagi pelaku agribisnis pertanian berdasarkan profesi dan proposional korbanan waktu. Sedangkan disisi lain, untuk meningkatkan nilai/daya tukar petani dari yang dicapai sekarang. Disisi lain, untuk meningkatkan nilai tukar petani diperlukan terobosan kebijakan pemerintah pusat dan daerah agar peningkatan harga output (yang diterima petani) lebih tinggi, minimal sama dengan tingkat kenaikan harga-harga barang lain (yang dibayar atau diperlukan petani).

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B. 2000. Pembangunan Pertanian: Pradigma, Kinerja, dan Opsi Kebijakan. Pustaka Indef. Jakarta

Arifin, B. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, 14 November 2003. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik Provinsi Kalimantan Barat No.09/02/61/Th.XIII. 10 Februari 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak.

Deaton, A. and J. Muelbauer. 1980. Economic and Consumer Behavior. Cambridge University Press. London.

Hendayana, R., dan H. Tarigan. 1995. Dimensi Perubahan Nilai Tukar Petani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya : Kasus di Provinsi Sumatera Utara. Prosiding Pengembangan Hasil Penelitian Kelembagaan dan Prospek Pengembangan Beberapa Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Hutabarat, B., R. Hendayana, dan C. Saleh. 1995. Dinamika Nilai Tukar Petani dan Dampaknya terhadap Pelestarian Swasembada Beras dan Pangan Lainnya. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Hutabarat, B., H. Tarigan. 1995. Dinamika Pangsa dan Nilai Tukar Sektor Pangan dan Keterkaitannya dengan Swasembada Beras. Prosiding Pengembangan Hasil Penelitian Kelembagaan dan Prospek Pengembangan Beberapa Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor.

(14)

Pakpahan, A. dan E. Pasandaran. 1990. Keamanan Pangan : Tantangan dan Peluangnya. Prisma 3. Jakarta.

Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditi Pertanian pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, kerja sama Pusat Penelitian Agro Ekonomi dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Pranadji, T., N. Ilham, R. Basuki, P.U Hadi, Sugiarto, Hendiarto, B. Winarso, D. Hatnyoto, dan I. Setiawan. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Di Indonesia : Perilaku, Dampak Perubahan Harga-Harga dan Relevansi Nilai Tukar Petani sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Disertasi Ilmu Ekonomi Pertanian. IPB Bogor.

Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal Agroekonomi Vol 11 (1) : 37-50.

Simatupang, P. dan Isdijoso. 1992. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Sektor Pertanian : Landasan Teoritis dan Bukti Empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XL (1):33-48.

Simatupang, P. 2002. Pedoman Manajemen Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta.

Sudana W., MH. Togatorop, I.S. Anugrah, dan M. Mardiharini. 2006. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Perdesaan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.

Sumodinigrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial. Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Penerbit Buku KOMPAS.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 65 ayat (1) dan (2) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pemerintah dengan peran masyarakat (penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian.

Badan Intelijen sebagai organisasi yaitu dinas, badan atau satuan kerja yang secara fungsional atas dasar fungsi dan kompetensi yang dimiliki serta secara profesional atas

Dapat dilihat bahwa angka porositas terbesar terletak pada spesimen B yang merupakan hasil pengecoran dari almuniun yang menggunakan media pasir cetak dengan campuran pasir

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

disajikan tabel mengenai rasio keuangan perusahaan terkait..

Hasil tindakan secara empirik yaitu: melalui penerapan metode jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar menganalisis data berdasarkan distribusi data, rata-rata,

Sinyal Masukan (Sampel Suara) Ekstraksi Ciri (Pitch, Energi, Formant) Klasifikas i (HMM) Hasil Klasifikasi (Emosi) Sinyal Masukan (Sampel Suara) Nada Rendah Nada

Tahun ini dianggap penting oleh masyarakat karena terkait dengan adanya Proyek DAS Krueng Aceh yang diduga sangat berpengaruh secara drastis kepada perubahan kondisi