TUGAS PRAKTIKUM 6
PERENCANAAN WILAYAH PARTISIPATIF (TSL 565)
PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
BERBASIS MASYARAKAT
OLEH :
ELY TRIWULAN DANI NRP. A 156140041
ILMU PERENCANAAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT
Oleh Ely Triwulan Dani
A. Pendahuluan
Sampai saat ini pembangunan yang berfokus pada rakyat semakin intens
dilakukan. Seiring pembangunan tersebut, kapasitas pemerintah dan masyarakat
dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan perlu selalu ditingkatkan dan
dikembangkan terutama di masyarakat agar pembangunan dapat dilaksanakan
secara partisipatif (Rustiadi et al., 2011:127). Perencanaan Pembangunan Daerah
dimaksudkan untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu dengan
memanfaatkan/mendayagunakan sumberdaya yang ada dan harus berorientasi
secara menyeluruh, lengkap, dan berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan
Bratakusumah, (2004:7).
Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan perubahan-perubahan dan
pembaharuan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh, aspek-aspek yang
terkait di dalamnya dilaksanakan secara sinergis dalam proses pembangunan.
Perencanaan Pembangunan Daerah membentuk tiga hal pokok yaitu perencanaan
komunitas, menyangkut daerah dan sumber daya di dalamnya, dengan pendekatan
sosial budaya dalam pembangunan atau pengembangan wilayah (Riyadi dan
Bratakusumah, 2004:8).
Pengembangan wilayah dalam proses dan tujuannya sangat mengutamakan
pendekatan masyarakat dan sosial budaya. Pengembangan wilayah dapat dilakukan
dengan melakukan pengembangan masyarakat terlebih dahulu atau keduanya
dilaksanakan secara beriringan. Hal tersebut dapat diterapkan dalam upaya
B. Integrasi Kerangka Teoritis Perencanaan Wilayah Partisipatif
Pembangunan kerakyatan mempunyai konsep utama dengan pendekatan
yang memperhatikan inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan
yang utama dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara material dan
spiritual. Paradigma pembangunan konvensional berpusat pada produksi
(Production centered development) meskipun dinyatakan tujuan akhir yang
diharapkan adalah keuntungan untuk rakyat. Paradigma pembangunan yang
berpusat pada produksi rupanya didorong oleh model-model ilmu ekonomi sistem
terbuka yang konvensional, yang memandang orang dan lingkungan sebagai
variabel luar.
Paradigma konvensional tersebut telah melahirkan pembangunan yang
ber-ketidakadilan, seperti disebutkan Mahbub Ul Haq (1983) bahwa ada tujuh dosa
pembangunan, diantaranya: permainan angka; pengendalian-pengendalian yang
berlebihan; penanaman modal khayal; mode-mode pembangunan; perencanaan dan
pelaksanaan dipisahkan; sumberdaya manusia diabaikan; dan pertumbuhan tanpa
keadilan. Sehingga seiring dengan semakin berkembangnya konsep-konsep
pemikiran di masyarakat mengakibatkan terjadinya sebuah pergeseran paradigma
pembangunan yang berpusat pada rakyat (People centered development), dimana
dalam paradigma ini manusia dan lingkungan menjadi variabel endogen yang
utama, yaitu sebagai titik tolak bagi perencanaan pembangunan.
Pergeseran paradigma membuat pemikiran baru terkait dalam
pembangunan, yaitu sebuah perencanaan wilayah partisipatif. Pelaksanaan
perencanaan ini membutuhkan peran dari semua stakeholder dalam sebuah proses
pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
Selanjutnya seiring dengan partisipasi aktif dari semua pihak, hal yang penting juga
adalah adanya pemberdayaan, yang mempunyai hubungan timbal balik dengan
partisipasi.
Perencanaan partisipatif bertujuan melaksanakan pembangunan yang
berkelanjutan yang membangun aspek ekonomi dan lingkungan, serta mampu
investasi untuk mendorong pembangunan yang dilakukan dengan bentuk
pengembangan dan pendampingan (Cernea, 1993). Keberhasilan pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan sangat bergantung kepada keberlanjutan kelembagaan
dengan pendekatan perencanaan partsipatif yang melibatkan stakeholders dengan
strategi-strategi tertentu. Ketiga komponen tersebut merupakan sebuah proses yang
saling bersinergi satu sama lain, semakin aktif salah satu komponen bergerak, maka
komponen lain akan ikut bergerak.
Kelembagaan lokal dalam kaitannya dengan pengembangan kelembagaan
tidak terlepas dari kegiatan pembinaan kelembagaan (institutional development)
yang merupakan proses perbaikan kemampuan lembaga guna mengefektifkan
penggunaan sumberdaya manusia dengan keuangan yang tersedia (Israel, 1990)
dengan memperhatikan konsep efisiensi dan efektifitas dalam sistem manajemen
pengembangan. Kelembagaan lokal senantiasa berevolusi menyesuaikan diri ke
bentuk dan tingkat yang sejalan dengan proses dan tingkat evolusi sosial
masyarakat dan lingkungannya. Kelembagaan yang tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan lingkungannya akan kehilangan peranannya dan akhirnya mati
digantikan oleh kelembagaan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Proses pembangunan memerlukan sebuah kelembagaan lokal dan kapital
sosial yang kuat. Kelembagaan lokal ini berupa jaringan kerja yang saling
terintegrasi satu sama lain, memiliki aturan dan saling mendukung antara sesama
unsur yang terkait di dalamnya dengan pranata nilai dan norma yang disepakati
bersama untuk mencapai tujuan semua pihak yang saling menguntungkan bagi
lembaga yang bekerjasama maupun pihak-pihak di luar kelembagaan tersebut pada
tingkatan lokal (lokalitas, komunitas dan kelompok). Sedangkan kapital sosial
sebagai sistem hasil dari organisasi sosial dan ekonomi yang menekankan
kepercayaan (trust), jaringan (network), dan kelembagaan (institution).
Saat ini kemampuan dan kapasitas yang dimiliki masyarakat mulai
berkembang dan berperan dalam mengawasi jalannya pembangunan. Pembangunan
dan pengembangan wilayah semakin bergeliat di semua wilayah, namun yang tidak
pelaksanaan pengembangan wilayah adalah mengembangkan masyarakat, atau juga
keduanya dapat dilakukan secara simultan/beriringan.
Perencanaan partisipatif dalam kerangka pengembangan masyarakat dan
pembangunan adalah mendorong pembangunan yang berangkat dari bawah dengan
mengakomodir keinginan masyarakat, menciptakan keterlibatan masyarakat dalam
bentuk interaksi dan komunikasi, meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
penguatan manajemen organisasi yang baik, sehingga diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan budaya, dalam konteks
pembangunan berkelanjutan dengan berfokus pada masyarakat. Gambaran konsep
Perencanaan Wilayah Partisipatif secara terintegrasi disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alir Integrasi Konsep Perencanaan Wilayah Partisipatif
C. Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya
kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang disebut sebagai Otonomi Daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah semakin berkembang, ada yang sudah berjalan dengan baik namun ada yang
belum dijalankan secara maksimal. Pemerintah pusat semakin memperhatikan dan
menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu
mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan peran aktif masyarakat untuk
turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai
sesama warga desa. Dalam konteks pengembangan wilayah, pengembangan
perdesaan seharusnya memegang posisi terpenting yang diformulasikan
negera-negara Dunia Ketiga seperti Indonesia karena sebagian besar penduduknya tinggal
di perdesaan, maka tidak mungkin fasilitasi self-sustain tanpa fokus perdesaan
(Rustiadi et al., 2011).
Pengembangan perdesaan dikaitkan dengan pengembangan wilayah dalam
pendekatan perencanan partisipatif dan pengembangan masyarakat seperti
digambarkan dengan Permendagri No. 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan
Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Pengembangan wilayah memerlukan
pendekatan perencaanan partisipatif yang disinergikan dengan aspek pembangunan
lainnya. Permendagri No. 51 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengembangan
kawasan perdesaan dilatarbelakangi dari fenomena pergeseran paradigma
pembangunan yang ditandai bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan konservasi sumber
daya alam dengan memperhatikan kepentingan antar kawasan dan kepentingan
umum dalam kawasan perdesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan
perdesaan secara partisipatif, produktif dan berkelanjutan dengan berbasis
partisipatif dan hubungannya dengan paradigma people centered development,
pembangunan berkelanjutan dan upaya pemberdayaan masyarakat.
Tulisan ini membahas dan menganalisa lebih lanjut pelaksanaan
pembangunan kawasan perdesaan di provinsi Bali dan Kabupaten Jembrana.
Dimana kedua contoh studi tersebut rencana tata ruang sudah ada dan diperdakan.
Gambaran lokasi wilayah studi disajikan pada Gambar 2. Provinsi Bali terbagi
menjadi 1 (satu) kota dan 8 (delapan) kabupaten. Secara berurutan sebagai berikut:
Kota Denpasar, kab. Klungkung, Kab. Badung, kab. Gianyar, kab. Bangli, kab.
Karang Asem, kab. Buleleng, kab, Tabanan dan kab. Jembrana.
Gambar 2. Wilayah Studi Analisa Rencana Tata Ruang Wilayah (Provinsi Bali)
Rencana tata ruang wilayah di Provinsi Bali tergolong unik dan berbeda
dengan provinsi maupun kabupaten/kota lainnya di Indonesia, yaitu sangat kental
diwarnai kebudayaan Bali, dijiwai oleh agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana.
Hal tersebut dikarenakan sebagian besar agama yang dianut di Bali adalah agama
Hindu, yang budaya dan tradisinya masih dilestarikan bahkan menjadi daya Tarik
sendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara, dan yang terkenal di
Bali adalah sistem menejemen pertaniannya yang juga terjaga sampai saat ini yaitu
subak. Analisa lebih dalam mengenai perencanaan pembangunan kawasan
pedesaan berbasis masyarakat di Bali dibandingkan dengan beberapa peraturan
D. Analisa Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah
Peraturan perundangan terkait perencanaan wilayah yang akan dianalisa
pada pembahasan antara lain:
1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Pengelenggaraan Penataan Ruang.
3) Peraturan Menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007
tentang Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat.
4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.
5) Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 2012 – 2032.
Analisa perbandingan peraturan perundangan diuraikan pada Tabel 1
(Matrik Hasil Analisis Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah).
Semua indikator (partisipasi, pemberdayaan, modal sosial, kelembagaan
berkelanjutan, pembangunan berkelanjutan, pengembangan masyarakat,
pengembangan wilayah/kaw. Perdesaan, kebijakan insentif kelembagaan) telah
diakomodasi dalam semua peraturan perundangan yang dianalisa, sesuai dengan
keperluan masing-masing. Namun dalam Permendagri 51/2007 semua indikator
dibahas secara rinci dan menyeluruh sehingga memberi ruang lebih untuk
Tabel 1. Matrik Hasil Analisis Peraturan Perundangan terkait Perencanaan Wilayah
No Aspek UU 26/2007 PP 15/ 2010 Permendagri 51/2007 Perda Prov. Bali 16/2009 Perda Kab. Jembrana 11/2012
1 Partisipasi Masyarakat
Pasal 55 ayat (4) dan (5) Pengawasan Pemerintah & Pemda melibatkan peran masyarakat (menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan)
Pasal 61
Bentuk partisipasi: menaati tata ruang, memanfaatkan ruang sesuai ketentuan, memberikan akses untuk kawasan milik umum.
Pasal 65 ayat (1) dan (2) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pemerintah dengan peran masyarakat (penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang)
Pasal 5 ayat (2)
Pemerintah, pemda prov & pemda kab/kota mendorong peran masyarakat dalam penyusunan dan penetapan standar dan kriteria teknis sebagai operasionalisasi perpu dan pedoman penataan ruang.
Pasal 6 huruf c Pasal 7 ayat (4) Pasal 20, 25, 27, 32, 35 Peningkatan peran
masyarakat dalam pembinaan penataan ruang, beserta para pemangku kepentingan
Pasal 2, 3 dan 4 Pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat (PKPBM) dilakukan berdasarkan prinsip: adil, partisipatif, holistic, keseimbangan, keanekaragaman, keterkaitan ekologis, sinergis, keberpihakan ekonomi rakyat, transparan dan akuntabel
Pasal 8
Masyarakat desa menyusun RDTR Desa yang diselaraskan dengan RTRWP dan RTRWK/K
Pasal 26 s/d 33
Peran masyarakat dalam pengawasan
Pasal 138, 140
Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang
Menimbang huruf a
visi pembangunan Kabupaten Jembrana untuk mewujudkan Jembrana yang Jagadhita berlandaskan Tri Hita Karana membutuhkan penataan ruang wilayah secara terpadu yang hijau, lestari, aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan kebudayaan Bali (hal tsb mewarnai isi RTR Kab.)
Pasal 103
Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan melalui partisipasi dalam penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang
2 Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 48 Ayat (1) huruf a Penataan ruang perdesaan diarahkan untuk
pemberdayaan masyarakat.
Pasal 18 huruf c
Penyelenggaraan tata ruang untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
Pasal 2, 3 dan 4 Prinsip PKPBM
Pasal 10
Penataan ruang desa partisipatif dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat
Pasal 3 huruf e
No Aspek UU 26/2007 PP 15/ 2010 Permendagri 51/2007 Perda Prov. Bali 16/2009 Perda Kab. Jembrana 11/2012
Pasal 14
Penetapan dan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar Desa (PPTAD)
Pasal 16
Penguatan kapasitas masyarakat, kelembagaan&kemitraan
pemberdayaan masy. kaw. perdesaan potensi SDA, SDM dan SD buatan; kondisi eko, sos, bud, pol, huk, hankam, LH, serta IPTEK
Pasal 48 ayat (1) huruf d Penataan ruang perdesaan untuk pelestarian warisan budaya lokal
Pasal 49
Kriteria kaw. strategis dari sudut kepentingan sosial & budaya
Pasal 13
Pengembangan PPTAD untuk pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis potensi komunitas & desa
Pasal 14
Pengembangan PPTAD dengan penguatan akses masyarakat terhadap modal
Pasal 19 s/d 23
Tentang kemitraan antar desa dengan forum PKPBM
Menimbang huruf a
RTRW berlandaskan budaya, dijiwai Agama Hindu sesuai falsafah Tri Hita Karana (Hal tsb mewarnai isi RTW Prov. Bali)
Pasal 11 huruf f
Menguatkan eksistensi desa pakraman, subak dan organisasi kemasyarakatan lainnya dalam memantapkan kearifan lokal sebagai pondasi
pengembangan pariwisata berbasis ekowisata;
Pasal 56 ayat (3)
Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya
4 Kelembagaan Berkelanjutan
Pasal 1 ayat (10) Peningkatan kinerja penataan ruang oleh pemerintah, pemda & masyarakat dengan pembinaan penataan ruang
Pasal 6
Pembinaan penataan ruang: peningkatan
kualitas&efektifitas, kapasitas&kemandirian stakeholder, peran masyarakat dan kualitas struktur dan pola ruang
Pasal 14, 15, 17 Penguatan kapasitas kelembagaan
Pasal 134 dan 136
Pengawasan penataan ruang diantaranya kinerja
pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan
Pasal 9 huruf e
Menggunakan irigasi lokal (subak) dalam rangka LP2B, ketahanan pangan, pelestarian lingkungan dan budaya
Pasal 10
No Aspek UU 26/2007 PP 15/ 2010 Permendagri 51/2007 Perda Prov. Bali 16/2009 Perda Kab. Jembrana 11/2012
Pasal 13
Pembinaan penataan ruang kepada pemda prov, pemda kab/kota dan masyarakat
Pasal 58 ayat (2)
Peningkatan kinerja fungsi & manfaat penyelenggaraan penataan ruang disusun standarnya
Pasal 47 huruf e Penguatan system
kelembagaan kelompok tani yang terintegrasi dengan subak abian
5 Pembangunan
Berkelanjutan
Pasal 19 huruf c dan e Penyusunan RTRWN memperhatikan: pemerataan pembangunan &
pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; daya dukung & daya tampung lingkungan hidup
Pasal 48 ayat (1) huruf c Penataan ruang kawasan perdesaan untuk konservasi sumber daya alam
Pasal 25 ayat (2) huruf d Perumusan konsepsi rencana memperhatikan: pemerataan pembangunan & pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; daya dukung & daya tampung lingkungan hidup.
Pasal 2 dan 3 Prinsip keseimbangan
Menimbang huruf a Pemanfaatan ruang secara berkelanjutan (Hal tsb mendasari isi RTW Prov. Bali)
Pasal 5
Tujuan penataan ruang salah satunya adalah keberlanjutan
6 Pengembangan
masyarakat
Pasal 13
Pembinaan penataan ruang kepada pemda prov, pemda kab/kota dan masyarakat, melalui koordinasi; sosialisasi; bimbingan, supervisi & konsultasi; diklat; litbang; pengembangan
Pasal 6 huruf c Peningkatan peran
masyarakat dalam pembinaan penataan ruang
Pasal 9 s.d. Pasal 17 Pembinaan penataan ruang (sama dg pasal 13 UUPR)
Pasal 13
Pengembangan PPTAD untuk pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis potensi komunitas & desa
Pasal 138 huruf a
No Aspek UU 26/2007 PP 15/ 2010 Permendagri 51/2007 Perda Prov. Bali 16/2009 Perda Kab. Jembrana 11/2012
Tentang kemitraan antar desa dengan forum PKPBM
7 Pengembangan
Wilayah (kawasan perdesaan)
Pasal 49
Rencana tata ruang kawasan perdesaan
Penetapan dan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar Desa (PPTAD)
Pasal 19
Rencana pengembangan dan kriteria sistem perdesaan
Pasal 11 huruf b memantapkan dan
mengembangkan sebaran desa-desa wisata dan daya tarik wisata dengan daya tarik keindahan alam, aktivitas budaya lokal, pertanian, spiritual, industri kecil,
petualangan dan olahraga dan lainnya yang berbasis ekowisata
8 Kebijakan Insentif kelembagaan
Pasal 35 dan 38 ayat (2) Pengendalian pemanfaatan ruang dengan memberikan insentif kepada masyarakat, swasta dan/atau pemda
Pasal 148, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175 Pemberian insentif dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang
Pasal 39
Pendanaan PKPBM (APBN, APBD Prov, APBD Kab, APB Desa dan sumber lain)
Pasal 127 Pemberian insentif
Pasal 98
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda Bali] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. 2009. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 - 2029. Bali: Pemerintah Daerah Provinsi Bali.
[Bappeda Bali] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jembrana. 2012. Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 2012 - 2032. Bali: Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana.
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Dalam negeri Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 tentang Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pengelenggaraan Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Cernea, Michael M. 1993. The Sociologist’s Approach to Sustainable Development in making Development Sustainable : From Concept to Action. Environmentally Sustainable Development Occasional, Paper series No. 2 The World Bank, Washington DC.
Dani, Ely Triwulan. 2015. Tugas Praktikum 1, Tugas Praktikum 2, Tugas Praktikum 3, Tugas Praktikum 4, Tugas Praktikum 5. Mata Kuliah Perencanaan Wilayah Partisipatif (TSL 565). Bogor: Sekolah Pascasarjana-IPB.
Israel, Arturo. 1990. Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. Jakarta: LP3ES (Halaman 11-60).
Nasdian, Fredian Tonny. 2015. Bahan Kuliah Perencanaan Partisipatif. (PB 01, PB 02, PB, 03, PB, 04 dan PB 05). Bogor: Sekolah Pascasarjana-IPB. Riyadi, Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Perencanaan Pembangunan
Daerah Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rustiadi, Ernan, Saefulhakim, Sunsun, Panuju, Dyah R.. 2011. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Edisi Kedua. Bogor: Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Ul Haq, Mahbub. 1983. Tirai Kemiskinan. Tantangan-tantangan untuk Dunia