• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI IMBUHAN DAN IMBUHAN AIRTANAH CEKUNGAN AIRTANAH BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI IMBUHAN DAN IMBUHAN AIRTANAH CEKUNGAN AIRTANAH BANDUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI IMBUHAN DAN IMBUHAN AIRTANAH

CEKUNGAN AIRTANAH BANDUNG

Leni Nurliana1, Lilik Eko Widodo1

Sari

Ketersediaan airtanah di Cekungan Bandung yang terus menurun, menjadi permasalahan yang serius di wilayah ini. Indikasi menurunnya ketersediaan airtanah tersebut dapat dilihat dari penurunan muka airtanah yang menunjukkan bahwa keseimbangan dalam keseluruhan sistem sumberdaya air di CAT Bandung dalam kondisi defisit. Beberapa penyebab penurunan muka airtanah tersebut oleh adanya alih fungsi lahan pada kawasan imbuhan airtanah sehingga imbuhan airtanah yang berasal dari air hujan semakin menurun. Pada kenyataannya sumber imbuhan airtanah di CAT Bandung ini bukan hanya berasal dari air hujan namun berasal dari sumber lainnya yaitu 1) imbuhan airtanah dari kawasan pemukiman dan pesawahan, 2) imbuhan airtanah dari air permukaan, 3) imbuhan airtanah dari transfer antar akifer. Hasil penelitian menunjukan bahwa imbuhan airtanah dari kawasan pemukiman dan pesawahan memberikan kontribusi potensi imbuhan sebesar 72 mm/thn, imbuhan dari air permukaan sebesar 86 mm/thn dan transfer antar akifer sebesar 186.208 m3/hari dari akuifer atas (tak tertekan) melewati akuitar atas dan menuju akuifer tengah sedangkan pada akuifer bawah (semi tertekan – tertekan) terjadi aliran ke atas menuju ke akuifer tengah (melalui akuitar bawah) sebesar 31.400 m3/hari. Kata Kunci:imbuhan airtanah, infiltrasi, transfer antar aquifer

Abstract

The declining groundwater reseource in Bandung basin has become serious problem, which is indicated by continuously lowering groundwater level that may reflect the defisit of the groudnwater system. One of the main causes resulting in the lowering of groundwater table can be atributed to the change of land use in the recharge zone leading to the decreasing of natural recharge. In fact recharge into specific aquifer is not only due to natural recharge at higher topography but it can also occure as follows: (1) recharge due to infiltration of domestic waste water and paddy field water into a unconfined aquifer, (2) recharge from surface water bodies and (3) recharge due to interaquifer transfer that was defined as aquifer leakage. Research results show that (1) the contribution of annual recharge from paddy field amounts to arround 72 mm/year, (2) the contribution from annual surface water bodies infiltration is about 86 mm/year and (3) the contribution from interaquifer transfer was estimated arround 314000 m3 per day.

Keywords: recharge, groundwater replenishment, infiltration, inter-aquifer transfer

1)

Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Email: lew@mining.itb.ac.id

I. PENDAHULUAN

Airtanah di CAT Bandung menurut beberapa penelitian telah mengalami penurunan, salah satunya menurut hasil penelitian yang dilakukan Wibowo dan Repoyadi (1995) yang menyatakan bahwa muka airtanah periode 1983-1985 adalah 2,5-10 meter di bawah permukaan tanah, kondisi tersebut turun menjadi 10-25 meter di bawah permukaan tanah pada tahun 1985-1990. Penurunan muka airtanah ini berawal dari berubahnya fungsi lahan pada kawasan imbuhan yaitu di Kawasan Bandung Utara (KBU), Kawasan Bandung Selatan (KBS) dan sebagian Kawasan Bandung Timur (KBT). Komponen imbuhan airtanah menurut Rushton (1988) terdiri dari beberapa komponen diantaranya imbuhan dari kawasan pemukiman dan areal sawah, imbuhan dari air permukaan serta imbuhan yang berasal dari transfer antar akifer. Ketiga komponen tersebut akan dibahas dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui besarnya kontribusi dari ketiga komponen tersebut terhadap penambahan cadangan airtanah di CAT Bandung.

II. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui besarnya potensi imbuhan yang terjadi pada permukaan cekungan airtanah serta dari dalam cekungan itu sendiri. Sumber imbuhan di permukaan cekungan, dapat berasal dari kawasan pemukiman dan areal pesawahan serta air permukaan sedangkan dalam cekungan bisa bersumber dari transfer antar akifer. III.LINGKUP DAN BATASAN

Batasan dalam penelitian ini merupakan batasan wilayah penelitian. Batas cekungan airtanah berbeda dengan batas cekungan serta batas DAS, dalam penelitian ini batasan yang digunakan merupakan batas cekungan airtanah. Batas cekungan airtanah dimana zona imbuhan, transmisi dan luahan airtanah terdapat dalam satu wilayah tertentu yang merupakan satu kesatuan sistem airtanah.

Sesuai dengan definisi dari Lerner, dkk (1990) bahwa imbuhan airtanah merupakan air yang terinfiltrasi dan mampu menambah cadangan airtanah. Menurut Rushton (1988), imbuhan

(2)

airtanah terdiri dari beberapa komponen, namun dalam penelitian ini hanya dibahas tiga komponen yang terdiri dari 1) Imbuhan dari kawasan pemukiman (limbah domestik dan kebocoran saluran air) dan areal irigasi (pesawahan) 2) Imbuhan dari air permukaan (DAS Citarum Hulu) 3) Imbuhan yang terjadi karena transfer antar akifer dalam cekungan airtanah.

IV. KONDISI HIDROGEOLOGI CAT BANDUNG

Akuifer di CAT Bandung berdasarkan konduktivitas dan transmisivitas serta litologi penyusunnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian tepi cekungan (Utara, Selatan dan Timur) serta bagian tengah cekungan. Bagian tepi cekungan tersusun oleh litologi endapan vulkanik muda dan vulkanik tua. Kedua endapan tersebut pada umumnya merupakan akuifer yang baik. Bagian tepi ini diasumsikan sebagai akuifer tidak tertekan.

Bagian Utara CAT Bandung tersusun oleh batuan vulkanik muda dari Formasi Cikidang dan Cibeureum serta batuan vulkanik tua Gunung Tangkubanprahu yang termasuk dalam Formasi Cikapundung.

Bagian Selatan CAT Bandung tersusun oleh batuan vulkanik tua dari Pegunungan Selatan Bandung (Gunung Malabar dan Komplek Gunung Wayang), sedangkan Bagian Timur CAT Bandung tersusun oleh batuan vulkanik tua dari Gunung Mandalawangi.

Bagian Tengah CAT Bandung merupakan sistem multi akuifer yang terbentuk dari beberapa endapan yaitu endapan danau, endapan vulkanik muda dan endapan vulkanik tua. Endapan danau terendapkan di atas endapan vulkanik muda (Formasi Cibeureum). Batas antara Endapan Danau dan vulkanik muda tidak terlalu jelas. Endapan vulkanik muda sangat terlapukkan, sehingga memungkinkan bertindak sebagai akuifer yang sangat baik. Sistem akuifer terdapat baik pada Endapan Danau dan endapan vulkanik muda. Batas bawah dari sistem akuifer ini adalah Formasi Cilanang.

Berdasarkan hasil pemboran di Ranca Sagatan, Gedebage (Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat dan LPPM-ITB, 2006) terlihat pada sistem multi akuifer tersebut, bagian paling atas merupakan akuifer tak tertekan yang terbentuk oleh endapan vulkanik muda dan Endapan Danau. Pada kedalaman antara 50 – 135 meter terbentuk akuifer antara atau akuifer tengah yang bersifat akuifer semi

tertekan - tertekan. Sedangkan di bawah kedalaman 150 m terdapat akuifer bawah bersifat semi tertekan - tertekan. Antara akuifer tidak tertekan (atas) dengan akuifer tengah dan akuifer tengah dengan akuifer bawah terpisahkan oleh lapisan akuitar. Adanya lapisan akuitar ini menyebabkan akuifer bawah bersifat artesian dan dapat menyebabkan terjadinya aliran antar akuifer melalui fenomena aquifer leakage.

Akuifer endapan vulkanik tua merupakan sistem akuifer tunggal yang biasanya bersifat komplek berkait dengan heterogenitas material dalam endapan ini yang umumnya telah mengalami kompaksi yang cukup besar. V. METODE PENDEKATAN

Dalam penelitian ini ada beberapa metode yang diterapkan diantaranya menggunakan pemodelan dengan bantuan program komputer seperti Visual Modflow 3.1 serta WMS 8.0 serta pendekatan matematis sesuai dengan konsep yang diterapkan untuk masing-masing komponen imbuhan.

5.1 Komponen imbuhan dari kawasan pemukiman dan areal irigasi

Pendekatan secara matematis dilakukan dalam penghitungan komponen imbuhan airtanah. Imbuhan dari kawasan pemukiman dapat berasal dari limbah domestik, kebocoran saluran air bersih, kebocoran saluran air kotor. Metode untuk mengetahui besarnya potensi imbuhan yang berasal dari kawasan pemukiman dilakukan dengan cara mengadopsi beberapa teori dari hasil penelitian terdahulu.

Kebocoran saluran air kotor (sewers), menggunakan metode dari Lerner & Chisala (2007). Dimana metode ini menggunakan pendekatan dari umur sewers serta frekuensi rehabilitasi sewers tersebut. Untuk mengetahui volume air pada sewers ditentukan berdasarkan volume buangan, dimana 75% dari air bersih yang digunakan akan menjadi wastewater (Metcalf & Eddy, 1991). Pada penelitian ini sewers dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan outletnya yang terdiri dari S.Citepus, Inhoftank dan IPAL Bojongsoang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya potensi imbuhan yang berasal dari sewers yaitu: age grid grid

f

L

L

RA

Q





=

Dimana: R (m/hari) adalah rata-rata wastewater yang masuk ke dalam sewers, A (m2) adalah

(3)

luas area dimana nilai R diperoleh, Lgrid (km) adalah panjang sewers didalam grid, L (km) adalah total panjang sewers dari wilayah penelitian, dan f age adalah faktor umur dari

sewers.

Wilayah administratif yang telah memiliki jaringan sewers pada DAS Citarum Hulu yaitu Kotamadya Bandung sedangkan untuk 3 wilayah lainnya wastewater dibuang pada sump, selokan atau saluran drainase. Perhitungan potensi air pada wilayah yang tidak memiliki sewers dilakukan berdasarkan koefisien resapan pada wilayah tersebut. Septic tank, pada penelitian ini septic tank diasumsikan memiliki fungsi yang sama dengan sumur resapan sehingga air limbah yang masuk pada septic tank akan diresapkan kedalam tanah sesuai dengan kemampuan infiltrasi dari tanah tersebut.

Kebocoran saluran air bersih, metode yang digunakan untuk mengetahui kebocoran melalui pendekatan produksi dan supply air.

Kebocoran (m3/thn) = Produksi air (m3/thn) – supply air (m3/thn)

Setelah besarnya kebocoran diketahui maka nilainya dikalikan dengan kapasitas infiltasi dari wilayah penelitian. Wilayah kebocoran ini tidak dapat diprediksi secara tepat sehingga penentuan kapasitas infiltrasi menggunakan nilai dominan pada wilayah setempat.

Pertanian, standard konsumsi air yang diperlukan untuk tanaman padi sebesar 8,6 mm/hari sehingga untuk 1 hektar tanaman padi diperlukan air sebesar 86 m3/hari atau satu musim tanam (4 bln) tanaman padi mengkonsumsi air sebesar 10320 m3/Ha sedangkan untuk palawija adalah ¼ kebutuhan air tanaman padi yang setara 2580 m3/Ha untuk masa tanam satu musim (4 bulan). Penghitungan potensi imbuhan dari wilayah pertanian merujuk hasil penelitian Abdullah K (2002) dan Sietan (2003) dalam Shyh Ting Cheh, Tsou, Hsiang Lu Jung., (2005) : A Study on The Estimation Of Groundwater Recharge by Agriculture Irrigation. Taiwan dimana potensi imbuhan yan terjadi sebesar 7% dari air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengairan.

5.2 Komponen imbuhan dari air permukaan Dalam penelitian ini, pemodelan air permukaan didasarkan pada model yang dikembangkan Downer & Ogden (2002) yaitu Gridded Surface Subsurface Hydrologic Analysis (GSSHA).

Program GSSHA mampu menghitung

komponen hidrologi baik di permukaan tanah maupun bawah permukaan, serta interaksi antar keduanya. Data yang dibutuhkan GSSHA adalah data yang sifatnya kontinu, baik untuk durasi yang pendek maupun untuk durasi waktu yang panjang.

Penghitungan distribusi hujan menggunakan metode Poligon Thiessen, Persamaan Green dan Ampt Redistribution (GAR) untuk menghitung infiltrasi, Persamaan Penman-Monteith untuk menghitung evapotranspirasi, persamaan aliran permukaan dengan menggunakan rumus Manning solusi eksplisit, serta Persamaan Richard untuk menghitung kelembaban tanah di media tak jenuh.

5.3 Komponen imbuhan dari transfer antar akifer

Penelitian mengenai transfer antar akifer pemodelannya dilakukan dengan menggunakan program komputer Visual Modflow 3.1. Dalam penelitian ini Sistem pemrosesan dan analisa data dilakukan bertingkat dalam dua skala yaitu skala regional dan skala lokal. Untuk skala regional dibuat permodelan aliran antar akifer melalui fenomena aquifer leakage. Data debit pemompaan air tanah dianalisa berdasarkan simulasi numerik dengan bantuan perangkat lunak Modflow versi 3.1 dengan analisa zona budget.Sedangkan skala lokal permodelan aliran antar akifer melalui fenomena aquifer leakage didasarkan pada hasil uji pemompaan sumur. Selanjutnya kedua analisa tersebut dikorelasikan dan dianalisa ulang sehingga akan diperoleh model aliran air tanah melalui fenomena aquifer leakage di CAT Bandung. VI. HASIL PENELITIAN

Imbuhan airtanah bisa berasal dari atas permukaan cekungan maupun berasal dari dalam cekungan itu sendiri. Komponen imbuhan yang termasuk kedalam potensi imbuhan dari permukaan cekungan yaitu imbuhan yang berasal dari kawasan pemukiman, areal irigasi dan air permukaan sedangkan imbuhan yang berasal dari dalam cekungan berupa transfer antar akifer.

Pada tahun 2006, Widodo dkk telah melakukan penelitian mengenai imbuhan airtanah yang berasal dari air hujan. Hasil penelitian menunjukan besarnya infiltrasi airtanah dari permukaan cekungan yang bersumber dari air hujan terjadi sebesar 4.57 m3/det dengan pendistribusian sebagai berikut 2.6 m3/det (57 %) berasal dari KBU, dari KBS sebesar 1.48 m3/det (32 %) dan dari KBT sebesar 0.50 m3/det (11 %).

(4)

Dari hasil penelitian mengenai potensi imbuhan yang berasal dari kawasan pemukiman dan areal irigasi sebesar 76 mm/thn. Tabel 1 ini merupakan nilai potensi imbuhan dari masing-masing sumber di kawasan pemukiman. Lingkup penelitian yang dilakukan oleh Nurliana (2009) mengenai potensi imbuhan airtanah yang berasal dari limbah domestik, kebocoran saluran air bersih dan saluran air kotor serta areal irigasi hanya berada pada lingkup unsaturated zone (upper aquifer). Pada umumnya potensi imbuhan dari hasil penelitian Nurliana (2009) akan bersifat sebagai aliran airtanah lokal atau setempat. Hal ini disebabkan karena potensi imbuhan yang dihitung bukan potensi imbuhan yang mengalir dari wilayah recharge yang berasal dari KBU mau pun KBS. Penelitian yang dilakukan oleh Nurliana (2009) ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah land use dalam hal ini sebaran penduduk. Dari hasil peelitia terlihat bahwa penduduk tersebar di tengah Cekungan Bandung , yang secara geologi bagian tengah Cekungan Bandung didominasi oleh endapan danau, endapan vulkanik muda dan endapan vulkanik tua. Endapan vulkanik muda ini berupa Formasi Cibeureum yang memiliki kemampuan infiltrasi sebesar 31% dari total air hujan (IWACO dan WASECO, 1990). Berdasarkan kondisi geologi dan kemampuan infiltrasi tersebut maka air yang berada di kawasan tersebut baik yang berasal dari limbah domestik (septic tank), kebocoran saluran air kotor (wastewater) maupun air kotor yang tidak berada pada saluran (on site sanitation system) akan terinfiltrasi dan berpotensi sebagai imbuhan bagi airtanah pada zona unsaturated (upper aquifer). Selain itu secara hidrogeologi amupun morfologi, bagian tengah dari Cekungan Bandung ini merupakan kawasan discharge sehingga potensi imbuhan yang berasal dari kawasan pemukiman merupakan potensi imbuhan yang bersifat lokal (setempat). Potensi imbuhan lain yang berada dipermukaan cekungan dapat dilihat dari hasil penelitian Tatas (2009) dengan menggunakan metode GSSHA. Dari metode ini diperoleh volume presipitasi, infiltrasi, evapotranspirasi aktual, dan discharge berturut-turut seperti dalam Tabel 2.

Dari program GSSHA ini diperoleh volume airtanah selama satu tahun simulasi mengalami pengurangan volume, semula 27.530.520.404 m3 menjadi 26.616.044.069 m3. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa imbuhan sebesar 5% presipitasi per tahun tidak cukup

untuk menambah cadangan airtanah. Inflow ke saluran sebesar 1.067.826.850 m3, jumlah ini setelah simulasi berakhir berkurang sebesar 1.048.697.127 m3 sebagai discharge dan sisanya sebesar 19.129.723 m3 masih berada di saluran.

Hasil penelitian Tabel 3 (2009) menunjukan bahwa presipitasi sebesar 1695 mm/tahun, dengan evapotranspirasi aktual 816 mm/tahun, infiltrasi sebesar 118 mm/tahun, discharge yang keluar di Nanjung sebesar 602 mm/tahun. Dari sejumlah infiltrasi tersebut di atas, sekitar 86 mm/tahun menjadi imbuhan airtanah.

Kedua hasil penelitian di atas menunjukan bahwa infiltrasi yang terjadi pada permukaan cekungan sebesar 194 mm/tahun. Air yang terinfiltrasi tersebut bersumber dari air hujan dan air yang berasal dari kawasan pemukiman serta areal pertanian, namun yang menjadi imbuhan dan menambah cadangan airtanah hanya sebesar 86 mm/thn.

Transfer antar akifer pada CAT Bandung terjadi karena adanya lapisan akuitar antara akifer atas dan akifer tengah serta antara akifer tengah dan akifer bawah. Dimana akuitar ini sebagian berupa Formasi Cibeureum dengan karakteristik ukuran butir yang halus dan mengalami kompaksi. Sehingga kebocoran antar akifer dapat terjadi melalui lapisan akitar ini.

Berdasarkan hasil pemodelan transfer akifer dengan menggunakan bantuan program Visual Modflow 3.1 oleh Arianto (2009) diperoleh besarnya transfer air yang terjadi seperti pada tabel di bawah ini:

Dari Tabel 4 terlihat perubahan besarnya aliran airtanah antara tahun 1960 dan 2008, hal ini disebabkan oleh adanya adanya gangguan berupa pemompaan yang banyak dilakukan pada akifer tengah.

Berdasarkan simulasi numerik yang dilakukan dengan Arianto (2009) dengan bantuan perangkat lunak Modflow versi 3.1. bahwa adanya penambahan sumur dengan kedalaman saringan lebih dari 200 m telah menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan aliran. Pada zona 3 (lihat Gambar 1) dengan adanya adanya penambahan sumur tersebut telah menyebabkan terjadinya peningkatan laju aliran antar akifer melalui fenomena aquifer leakage ke arah bawah dari akifer atas (tak tertekan) melalui akuitar atas menuju akifer tengah. Pada zona 5 (lihat Gambar 1) adanya penambahan sumur menyebabkan penurunan laju aliran antar akifer melalui fenomena aquifer leakage dari akifer

(5)

bawah melewati akuitar bawah menuju akifer tengah. Walaupun aliran air tanah antar akifermasih cenderung ke atas namun kuantitasnya berkurang.

Dari hasil uji pemompaan juga terlihat adanya faktor kebocoran masing-masing akuitar yaitu akuitar atas : 0,167 m, dan akuitar bawah : 1,25 m. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa lapisan penyekat antar ketiga akifer tersebut bersifat semipermeabel (akuitar) sehingga masih memungkinkan adanya aliran antar akifer (Arianto, 2009).

VII.KESIMPULAN

Dari penelitian mengenai imbuhan airtanah dan transfer antar akifer pada CAT Bandung ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Potensi imbuhan airtanah yang berasal dari kawasan pemukiman sebesar 76 mm/thn, potensi ini merupakan potensi imbuhan untuk aliran airtanah yang bersifat lokal atau potensi imbuhan pada zona airtanah tidak terkekang.

2. Dari hasil simulasi GSSHA diperoleh bahwa dari presipitasi yang terjadi sebesar 2.952.054.614 m3/thn yang menjadi imbuhan airtanah hanya sebesar 149.038.594 m3/thn atau sebesar 5% dari jumlah hujan yang masuk kedalam cekungan airtanah.

3. Transfer antar akifer pada CAT Bandung terjadi karena adanya lapisan akitar yang bersifat impermeabel. Dari hasil uji pemompaan diperoleh bahwa masing-masing akitar memiliki faktor kebocoran yang berbeda-beda.

4. Dari hasil penelitian di atas terlihat bahwa sumber imbuhan bagi CAT Bandung bukan hanya berasal dari air hujan saja, tetapi air permukaan yang berasal dari kawasan pemukiman dan pertanian serta transfer akifer memberikan kontribusi yang cukup bagi penambahan cadangan airtanah meskipun pada akhirnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akan airtanah pada kawasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, K., 2002. Multi-functioal Roles in Paddy Field and on Farm-irrigation dalam Ting, C.S., Tsou, I., Lu, J.H. (2005): A Study on The Estimation Of Groundwater Recharge by Agriculture Irrigation. Taiwan.

2. Arianto, S. S., 2009. Studi Transfer Antar Akifer di Cekungan Airtanah Bandung Melalui Fenomena Aquifer Leakage. Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

3. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat dan LPPM-ITB, 2002. Rencana Induk Pendayagunaan Air Bawah Tanah. Laporan Akhir Distamben Jabar, tidak dipublikasikan.

4. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat dan LPPM-ITB, 2006. Kajian Potensi Air Tanah, Rencana Induk Kawasan Gedebage. Laporan Akhir Distamben Jabar, tidak dipublikasikan. 5. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi

Jawa Barat, 2006 dan LPPM-ITB, Evaluasi Pendayagunaan Air Tanah di Cekungan Air Tanah Bandung Soreang dan Cekungan Air Tanah Bogor. Laporan Akhir Distamben Jabar, tidak dipublikasikan.

6. Iwaco dan Waseco, 1990. West Java Provincial Water Sources Master Plan for Water Supply – Volume A: Groundwater Resources, Project Report of Cooperative Work between The Government of Indonesia and The Government of Netherlands.

7. LPPM-ITB dan Distamben Jabar, 2002. Laporan Akhir : Rencana Pendayagunaan Air Bawah Tanah, Bandung.

8. Lerner, D.N., Issar, A.S. and Simmers, I., 1990, Groundwater Recharge : A Guide to Understanding and Estimating Natural Recharge, Trinity College Dublin.

9. Lerner, N.D and Chisala, B.N., 2007. Distribution of Sewer Exfiltration to Urban Groundwater. Proceedings of The Institution of Civil Engineers.

10. Metcalf and Eddy, 1991. Wastewater Engineering “Treatment Disposal Reuse”. McGraw-Hill International Editions. Civil Engineering Series. Singapore.

11. Nurliana, L., 2009. Studi Potensi Imbuhan Airtanah Akibat Limbah Domestik, Irigasi, Kebocoran Saluran Air Bersih dan Air Kotor Pada DAS Citarum Hulu, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

12. Rushton, K.R., 1988. Numerical and Conceptual Models for Recharge Estimation in Arid and Semiarid Zones,dalam Simmers, dkk. (1990), 223-238.

13. Tatas, 2009. Imbuhan Airtanah dari Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu Berdasarkan Data Meteorologi – Klimatologi Tahun 2006. Tesis Progrma Megister, Institut Teknologi Bandung.

14. Ting, C.S., Tsou, I., and Lu, J.H., 2005. A Study on The Estimation Of Groundwater Recharge by Agriculture Irrigation. Taiwan.

15. Wibowo W. dan Repoyadi P., 1995. Geometri Akifer dan Potensi Airtanah

(6)

Bandung, Prosiding Seminar Sehari Airtanah Cekungan Bandung, ITB. 16. Widodo, L.E., and Notosiswoyo, S.,

Hutasoit, L.M., Iskandar, I., 2006. Perhitungan Imbuhan Airtanah di Cekungan Airtanah Bandung untuk Pengelolaan Suberdaya Airtanah Cekungan Bandung Secara Terintregasi. LPPM. ITB.

Gambar 1. Model lapisan pembawa air di CAT Bandung, sayatan arah Utara-Selatan yang dibuat berdasarkan rangkuman model Priowirjanto (1985), IWACO & WASECO (1990) serta Dinas

Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat dan LPPM-ITB, (2002 & 2006)

Tabel 1. Potensi imbuhan airtanah dari kawasan pemukiman (Nurliana, 2009)

Tahun Sumber (m3/thn) Total Total

Saluran air bersih

Sewers Septik tank Pertanian (m3/thn) (mm/thn) 1997 33,430,982.46 103,581,753.12 1,657,641 93,751,309 232,421,685.77 135.36 1998 33,407,425.47 103,416,930.64 1,663,010 90,990,039 229,477,404.67 133.65 1999 31,827,976.47 110,532,654.58 1,690,473 86,705,329 230,756,432.89 134.40 2000 34,340,620.63 119,341,186.92 1,905,570 86,413,760 242,001,138.00 140.94 2001 33,242,867.47 101,680,011.42 1,634,691 86,413,760 222,971,330.29 129.86 2002 42,390,747.33 127,755,689.24 1,854,332 66,784,929 238,785,697.68 139.07 2003 38,178,443.21 111,592,497.54 1,931,666 93,465,293 245,167,899.70 142.79 Sumber: Hasil Pengolahan

(7)

Tabel 2.Water Budget di DAS Citarum Hulu Tahun 2006

Komponen Volume (m3) Persentaseterhadap presipitasi

Presipitasi 2,952,054,619.00 - Infiltrasi 205,703,214.00 7.0 Evapotranspirasi Potensial 1,486,747,388.00 50.4 Evapotranspirasi Aktual 1,421,532,948.00 48.2 Imbuhan Airtanah 149,038,594.00 5.0 Discharge 1,048,697,127.00 35.5

Volume air di permukaan 373,088,518.00 12.6

Tabel 3. Volume airtanah hasil simulasi GSSHA

Komponen Jumlah dalam m3 Jumlah dalammm/thn

Volume awal di tanah 9,525,227,741 5,469

Volume akhir di tanah 10,358,030,226 5,947

Volume awal airtanah 27,530,520,404 15,806

Volume akhir airtanah 26,616,044,069 15,281

Volume akhir di saluran 19,129,723 11

Eksfiltrasi 116,096,907 67

(8)

Tabel 4. Debit aliran transfer antar akifer

Tahun Posisi akifer Arah aliran Besarnya aliran (m3/hari)

1960 Akifer atas Ke atas 13,430.00 Akifer tengah Akifer tengah Ke atas 42,639.00 Akifer bawah 2008 Akifer atas Ke bawah 186,208.00 Akifer tengah Akifer tengah Ke atas 31,400.00 Akifer bawah

Gambar

Gambar 1. Model lapisan pembawa air di CAT Bandung, sayatan arah Utara-Selatan yang dibuat  berdasarkan rangkuman model  Priowirjanto (1985), IWACO & WASECO (1990) serta Dinas
Tabel 3.  Volume airtanah hasil simulasi GSSHA
Tabel 4.  Debit aliran transfer antar akifer

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui adanya pengaruh yang menerapkan model pembelajaran POE ( Predict Observe Explaint ) terhadap hasil belajar siswa pada

Penelitian ini bertujuan untuk mencari kualitas terbaik pada fermentasi dalam proses pembuatan nata de coco, dan mengetahui senyawa fungsional yang terdapat pada nata de

Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain berupa tabungan, giro atau deposito yang pada akhirnya diedarkan kembali oleh

Penyelesaian kasus pidana cepat dan biaya murah telah dirumuskan dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di

Maksud dari penelitian ini adalah bagaimana peluang dan tantangan Model kursus MOOCs yang ditawarkan dalam Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan bagaimana cara

Hal ini bermakna bahwa dalam konteks pembelajaran atau penilaian, pertanyaan atau soal pada kategori tingkat paling bawah (C1) meminta pemikiran sederhana

Kegiatan inti, (1) siswa dibagikan kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari seorang ketua, (2) guru menjelaskan pokok bahasan yang akan dipelajari; (3) guru

Lembaga yang bisa mengajukan akreditasi adalah Lembaga kursus yang programnya pembelajarannya jenis kursus mengacu pada SKL yang dikeluarkan oleh Sementara jenis program