• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Fajri, dkk (2014), dalam penelitiannya berjudul Akuntabilitas Pemerintah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Fajri, dkk (2014), dalam penelitiannya berjudul Akuntabilitas Pemerintah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Fajri, dkk (2014), dalam penelitiannya berjudul “Akuntabilitas Pemerintah Desa Pada Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)” menyatakan bahwa Akuntabilitas Pemerintah Desa Pada pengelolaan ADD di Desa Ketindan melalui 3 tahapan yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Dari setiap tahapan tersebut telah dilaksanakan dengan mematuhi setiap aturan yang tertera dan tertulis dalam peraturan bupati. Meskipun demikian masih ditemukan kesalahan walaupun tidak merupakan masalah yang besar yakni jumlah penggunaan sasaran yang sedikit melebihi dari yang telah di tentukan dalam peraturan.

Sari (2015), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Dan Penggunaan Alokasi Dana Desa Pada Sebuku Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan” menyatakan bahwa pengelolaan dan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) pemerintah Desa Sungai Bali secara umum telah cukup memenuhi dan mematuhi seluruh persyaratan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten yang ada di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan tentang tata cara Pelaporan dan Pertanggung-jawaban dan dapat disimpulkan Desa Sungai Bali dalam mengelola dan menggunakan ADD sudah cukup akuntabel dan cukup transparan.

Oksilawati (2016), menyatakan bahwa Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Bence sudah baik. Dimana pada tahap perencanaan di Desa Bence pihak aparatur desa melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan

(2)

melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Pada tahap pelaksanaan pihak aparatur desa memberikan pemberitahuan kepada masyarakat desa melalui papan pemberitahuan dimana program pembangunan itu dijalankan. Sedangkan tahap pertanggungjawaban yakni berupa laporan yang petunjuk teknisnya telah ditentukan oleh pemerintah kabupaten.

Vilmia Farida (2018), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang”. Hasil analisis data menunjukkan tahap perencanaan Alokasi Dana Desa (ADD) telah menerapkan asas-asas akuntabilitas, prinsip partisipasi dan transparansi. Pada tahap pelaksanaan di Kecamatan Candipuro telah menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD) telah menerapkan asas-asas dan prinsip akuntabilitas sudah terlaksana sepenuhnya karena laporan yang terkait dengan ADD sudah lengkap. Pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) secara fisik sudah cukup baik, meskipun ada satu desa yang pertanggungjawabannya secara fisik belum selesai rata-rata keseluruhan desa cukup akuntabel.

Taupik Marta (2017) dalam penelitiannya berjudul “Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Pada Empat Desa Dalam Dua Kecamatan di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan keempat desa tersebut secara bertahap mewujudkan prinsip partisipasi dan transparansi. Tahapan pelaksanaan program alokasi dana desa di empat desa telah menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Walaupun

(3)

hasilnya menunjukkan adanya permasalahan yang berkaitan dengan aspek kontrol pelaksanaannya.

Mery Retnaningtyas (2019), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dan Pendapatan Desa di Desa Yosowilangun Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik Tahun 2016-2018”. Hasil dari penelitian ini adalah pertanggungjawaban alokasi dana desa baik secara teknis maupun administrasi sudah berjalan dengan baik sesuai peraturan yang berlaku dengan bukti adanya pertanggungjawaban secara transparan dan akuntabel. Tetapi ada kendala yang dihadapi oleh perangkat desa yaitu dengan menggunakan sistem aplikasi dan tidak dibarengi dengan pelatihan yang cukup sehingga laporan pertanggungjawaban menggunakan sistem aplikasi menyulitkan tugas keuangan desa. Sedangkan pengelolaan anggaran pendapatan desa secara umum sudah dapat terkelola secara baik.

Fachrul A Siregar (2017) dalam penelitiannya berjudul “Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pada Desa di Kabupaten Deli Serdang)”. Hasil analisis efektivitas pada ADD desa dikabupaten Deli Serdang memiliki rasio efektif 100% sangat baik, beberapa program dilakukan sesuai dengan kemampuan anggaran, sehingga dana ADD dapat dipergunakan secara keseluruhan, namun sebaliknya desa Medan Estate dinilai belum mampu melakukan penyerapan anggaran secara baik dan maksimal. Pada analisis Efisiensi terlihat bahwa Pengelolaan Keuangan Desa kabupaten Deli Serdang tahun anggaran 2016, melalui penggunaa ADD dan DD tahun 2016, cenderung terlihat bahwa masih Kurang Efisien, baik itu penggunaan ADD maupun DD, meskipun beberapa

(4)

desa terlihat mampu mengefisiensikan ADD maupun DD pada tahun anggaran tersebut.

Perbedaan dari hasil penelitian penelitian terdahulu dengan penelitian yang saat ini peneliti lakukan yang pertama adalah tahapan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan petanggungjawaban. Dan yang kedua indikator yang digunakan dalam mengukur akuntabilitas menggunakan butir-butir Permendagri No 113 Tahun 2014.

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Akuntansi Sektor Publik (ASP)

Sektor Publik merupakan sebuah entitas yang memiliki keunikan tersendiri. Disebut entitas karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. Pada organisasi sektor publik juga melakukan transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan namun berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial yang mencari laba, dimana sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba).

Nordiawan (2006:35) dalam Santoso (2013), menyatakan akuntansi sektor publik adalah proses pencatatan, pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari satu organisasi publik yang menyediakan informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan. Sektor publik akuntansi sering diartikan sebagai akuntansi dana masyarakat, yaitu teknik dan analisis akuntansi yang digunakan pada organisasi sektor publik. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada wilayah publik.

(5)

Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2010:3) adalah sebagai berikut: “Akuntansi sektor publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan yayasan sosial pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta”. Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:2) mendefinisikan akuntansi sektor publik adalah sebagai berikut: “Akuntansi sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik”.

Dari definisi-definisi di atas Akuntansi Sektor Publik dapat dinyatakan sebagai suatu kegiatan jasa yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha, terutama yang bersifat keuangan guna pengambilan keputusan untuk menyediakan kebutuhan dan hak publik melalui pelayanan publik yang diselenggarakan oleh entitas perusahaan. Sektor publik muncul dalam berbagai bentuk masyarakat, sebagian besar adalah merupakan organisasi pemerintah (government), baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Adapun sektor publik yang menjalankan aktivitasnya dalam berbagai bentuk yayasan, lembaga-lembaga keagamaan, LSM, partai politik, rumah sakit, dan lembaga-lembaga pendidikan.

Menurut Halim dan Kusufi (2013:39), Akuntansi Sektor Publik mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban (Accountability).

Pertanggungjawaban memiliki arti memberikan informasi keuangan yang lengkap, cermat dalam bentuk dan waktu yang tepat yang berguna bagi pihak yang bertanggungjawab yang berkaitan dengan operasi unit-unit pemerintahan

(6)

lebih lanjut, tujuan dari pertanggungjawaban ini mengharuskan tiap orang atau badan yang mengelola keuangan negara harus memberikan pertanggung- jawaban ataupun perhitungan.

2. Manajerial

Tujuan menejerial bahwa akuntansi pemerintah harus menyediakan informasi keuangan yang di perlukan untuk perencanaan penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan serta penilaian kinerja pemerintah.

3. Pengawasan

Tujuan dari pengawasan ini adalah bahwa akuntansi pemerintah harus memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat serta penilaian pemerintah.

Menurut Bastian (2010:7) elemen akuntansi sektor publik adalah bagian- bagian yang dibutuhkan dalam pengelolaan manajemen keuangan publik. Akuntansi sektor publik terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:

1. Perencanaan Publik; 2. Penganggaran Publik; 3. Realisasi Anggaran;

4. Pengadaan Barang dan Jasa Publik; 5. Pelaporan Keuangan Sektor Publik; 6. Audit Sektor Publik;

7. Pertanggungjawaban Publik

Berikut penjelasan mengenai elemen-elemen akuntansi sektor publik, antara lain:

(7)

1. Perencanan Publik Perencanaan adalah bagaimana mengantisipasi masa depan menurut tujuan yang ditetapkan dengan melakukan persiapan yang didasarkan pada data informasi yang tersedia saat ini.

2. Penganggaran Publik Anggaran menjabarkan rencana yang mendetail atas pendapatan dan pengeluaran organisasi agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran, organisasi tidak dapat mengendalikan pemborosan pengeluaran. Bahkan tidak berlebihan walau wajar-wajar saja jika dikatakan pengelola/pengguna anggaran dan nmanajer publik secara bertahap dan sistematik.

3. Realisasi Anggaran Realisasi anggaran publik merupakan pelaksanaan anggaran publik yang elah direncanakan dan ditetapkan dalam program serta kegiaan yang nyata. Ini berarti fokus pelaksanaan anggaran tertuju pada operasionalisasi program atau kegiatan yang telah direncanakan dan ditetapkan.

4. Pengadaan Barang dan Jasa Publik Pengadaan barang dan jasa publik adalah proses, cara, dan tindakan dalam menyediakan barang serta jasa kepada masyarakat atau publik. Barang dan jasa yang disediakan merupakan bentuk pelayanan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat demi tercapainya kesejahtaraan masyarakat.

5. Pelaporan Keuangan Sektor Publik Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pembiayaan. Perlu diperhatikan bahwa ada beberapa komponen

(8)

laporan seperti Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Modal, Laporan Arus Kas, dan dilengkapi oleh Catatan atas Laporan Keuangan. 6. Audit Sektor Publik Mekanisme pemeriksaan adalah sebuah mekanisme yang

dapat menggerakan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan sektor pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), instansi pengelola asset Negara lainnya. Pengujian atas laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan lainnya oleh auditor independen bertujuan untuk mengekspresikan suatu opini yang jujur tentang posisi keuangan, hasil operasi, kinerja, dan aliran kas yang disesuaikan dengan prinsip akuntansi berterima umum.

7. Pertanggungjawaban Publik Pertanggungjawaban publik adalah pertanggungjawaban atas tindakan dan keputusan dari para pemimpin atau pengelola organisasi sektor publik kepada pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder) serta masyarakat yang memberikan amanah kepadanya, berdasarkan sistem pemerintah yang berlaku.

2.2.2 Desa

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian ini sangat menekankan adanya otonomi untuk membangun tata kehidupan desa bagi kepentingan penduduk. Dalam pengertian ini terdapat kesan yang kuat, bahwa kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hanya bisa diketahui

(9)

dan disediakan oleh masyarakat desa, dan bukan pihak lain. Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, desa diberi pengertian baru sebagai: “Kesatuan wilayah masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten”.

Pemerintahan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 tentang desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni:

1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul. 2. Kewenangan lokal berskala Desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 24 bahwa Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:

1. Kepastian hukum.

2. Tertib penyelenggaraan pemerintahan. 3. Tertib kepentingan umum.

4. Keterbukaan.

(10)

5. Proporsionalitas. 6. Profesionalitas. 7. Akuntabilitas.

8. Efektivitas dan efisiensi. 9. Kearifan lokal.

10. Keberagaman. 11. Partisipatif

Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.3 Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa yang bersumber pada APBN bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

(11)

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Desa untuk mendanai kebutuhan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa diperoleh dari dana perimbangan APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%. Rumus yang digunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah: 1. Asas Merata, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa yang sama untuk setiap

desa, yang selanjutnya disebut Alokasbi Dana Desa Minimal (ADDM).

2. Asas Adil, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proposional (ADDP). Besarnya prosentase perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya ADDM adalah 60% (enam puluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah ADD.

Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipatif, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan mayarakat. Untuk memaksimalkan pengelolaan ADD yang diberikan oleh

(12)

Pemerintah Kabupaten kepada Desa, maka ADD memiliki tujuan antara lain (Nurcholis, 2011):

1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.

2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat Desa dan pemberdayaan masyarakat

3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur Desa,

4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial,

5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat,

6. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat Desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat,

7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong masyarakat, 8. Meningkatkan pendapatan Desa dan masyarakat Desa melalui Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes).

Penggunaan dana dalam kegiatan ADD merupakan belanja yang merupakan bagian dari kegiatan dalam APBDesa, belanja yang dibiayai dari ADD digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan dalam bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

2.2.4 Akuntabilitas

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diartikan sebagai kewajiban Pemerintah Daerah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pelaksanaan pemerintahan di daerah dalam rangka otonomi daerah

(13)

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang terukur baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya. Pemerintah daerah sebagai pelaku pemerintahan harus bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap masyarakat dalam rangka menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban Pemerintah Daerah (Sabarno, 2007).

Menurut Nordiawan (2006) mengatakan “Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik”. Untuk menilai kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan harus dengan parameter dan tolak ukur yang pasti. Hal ini dimaksudkan agar kesinambungan pembangunan dan pelayanan publik dapat dikontrol dengan kriteria yang terukur. Terdapat tiga aspek untuk menilai akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, ketiga aspek tersebut adalah:

1. Parameter kerja.

2. Tolak ukur yang obkektif. 3. Tata cara yang terukur.

Dari ketiga aspek tersebut yang berkaitan dengan cara mengukurnya yaitu berkenaan dengan intensitas kompetensi pokok yang harus diperankan/ dilakukan/dilaksanakan oleh masing-masing pegawai berdasarkan aspek kepribadian, profesionalitas, dan hubungan sosial, sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi pemerintahan. Dan kemampuan aparatur pemerintah melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan jabatannya yang menjadi tanggungjawab. Parameter kinerja pemerintah harus dijadikan acuan untuk menilai apakah suatu program yang direncanakan berhasil atau tidak dan upaya untuk

(14)

mengevaluasi kenerja pemerintahan yang telah dilaksanakan pada periode tersebut. Selanjutnya tolak ukur yang objektif merupakan syarat penting dalam menilai keberhasilan suatu program pemerintah.

Hal ini terkait erat dengan penilaian suatu pertanggungjawaban. Oleh karena itu tolak ukur keberhasilan pemerintahan harus objektif dan jelas. Selain kedua aspek tersebut, masih diperlukan juga tata cara terukur untuk menilai kinerja pemerintah. Misalnya dalam penilaian laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah, harus dilakukan dengan metode yang sistematis dan terukur (Sabarno, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 38 tentang pertanggungjawaban bahwa:

1. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran. 2. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaanAPBDesa terdiri dari

pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

3. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, dilampiri:

1. Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes Tahun Anggaran berkenaan.

2. Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan; dan format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.

(15)

Akuntabilitas sektor pemerintahan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu sudut pandang akuntansi, sudut pandang fungsional, dan sudut pandang ciri utama akuntabilitas. Dari sudut pandang akuntansi, menurut Committe on Concepts of Accounting Applicable to the Public Sector dari American Accounting Association, untuk memenuhi akuntabilitas harus melaporkan empat hal yaitu:

1. Akuntabilitas untuk sumber-sumber keuangan.

2. Akuntabilitas untuk ketaatan dan kepatuhan persyaratan legal dan kebijakan administratif.

3. Akuntabilitas untuk efisiensi dan kehematan dalam operasi. 4. Akuntabilitas untuk hasil program dan efektivitasnya.

Dari sudut ciri utama akuntabilitas, maka akuntabilitas tersebut dilihat sebagai alat untuk manajemen pemerintah yang mempunyai ciri-ciri, fokus utama adalah keluaran (output), menggunakan indikator untuk mengukur kinerja, memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, menghasilkan data yang konsisten, melaporkan hasil (outcomes) secara berkala kepada publik. Ketiga pandangan diatas secara garis besar menunjukkan perlunya mengembangkan dan mengkomunikasikan informasi aspek-aspek keuangan dan non keuangan terhadap kinerja suatu entitas. (Ulum, 2008: 45)

Akuntabilitas memiliki 3 jenis atau macam berdasarkan pemikiran (Mohamad dkk, 2004: 50) yaitu:

1. Akuntabilitas keuangan: pertanggungjawaban yang mencakup laporan keuangan yang terdiri dari pendapatan atau penerimaan, penyimpanan, serta pengeluaran.

(16)

2. Akuntabilitas manfaat: pertanggungjawaban yang mencakup terkait hasil pencapaian tujuan yang sesuai dengan prosedur dan terpenting dari pencapaian tujuan tersebut adalah efektivitas.

3. Akuntabilitas prosedural: pertanggungjawaban terkait pada pentingnya prosedur pelaksanaan dengan mempertimbangkan asas etika, moralitas serta kepastian hukum.

Akuntabilitas sebagai salah satu prasarat dari penyelenggara negara yang baik, didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, menyangkut:

1. Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control) organisasi.

2. Factor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) pada level manajemen atau tingkat kekuasaan tertentu.

Akuntabilitas internal berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggara negara termasuk pemerintah, dimana setiap pejabat atau petugas publik secara hierarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya secara build in mengenai secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu. Antara lain untuk melaksanakan:

1. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, sebagai wujud pertanggung-jawabannya dalam mencapai misi dan tujuan organisasi.

2. Setiap instansi pemerintah sampai tingkat eselon II harus mempunyai perencanaan strategik tentang program-program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahunan.

3. Perencanaan strategik dimaksud, mencakup:

(17)

a. Uraian tentang: visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi.

b. Uraian tentang tujuan, sasaran, dan aktivitas organisasi. c. Uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut

4. Setiap akhir tahun, instansi pemerintah menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada presiden dan salinannya disampaikan kepada kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB). 5. Kepala BPKB, mengevaluasi terhadap laporan akuntabilitas instansi dan

melaporkan kepada presiden melalui mentri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan salinannya disampaikan kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara.

Akuntabilitas eksternal melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya. Untuk menilai tingkat akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

2.2.5 Efektivitas

Pengertian Efektivitas Efektifitas berasal dari kata efektif yang mengadung pengertian dicapainya tujuan yang telah ditetapkan. Efektifitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektifitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Menurut Kumuroto (2005:362) Efektifitas adalah suatu pengukuran terhadap penyelesaian

(18)

suatu pekerjaan tertentu dalam organisasi dalam mencapai tujuannya berhasil atau tidaknya pekerjaan itu dilakukan.

Kemudian Siagian (2005) berpendapat bahwa Efektifitas adalah sebagai orientasi kerja bearti yang menjadi sorotan perhatian adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam waktu yang telah ditetapkan. Selanjutnya Gie (2000), efektifitas adalah keadaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan hasil guna yang diharapkan. Sedangkan Gibson (1984) mengemukakan bahwa efektifitas adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan (Haris, 2015).

Sedangkan Mardiasmo (2004), Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektifitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan target penerimaan pajak itu sendiri. Efektifitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya (Kurniawan 2005:109).

Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa efektifitas adalah segala sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh orang atau organisasi yang bertujuan untuk mencapai sasaran target yang ingin dicapai dalam bentuk hasil yang telah ditentukan

(19)

sebelumnya. Dengan kata lain efektifitas adalah langkah-langkah atau metode yang telah ditetapkan. Ketetapan metode langkah-langkah di ukur dari segi kehematan waktu, biaya dan tenaga serta mampu memberi manfaat kepada pihak-pihak yang ikut memberikan dan menetapkan tujuan yang ditentukan bersama. Analisis efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah Desa dalam merealisasikan keuangan alokasi dana Desa untuk melaksanakan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan berdasarkan potensi nilai rill.

2.2.6 Efisiensi

Menurut Syamsi (2004:4) istilah efisiensi mempunyai pengertian yang sudah pasti, yaitu menunjukkan adanya perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Sedangkan menurut The Liang Gie (2008:13) efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu hasil dengan usahannya, perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi berikut ini:

1. Hasil Suatu kegiatan dapat disebut efisien, jika suatu usaha memberikan hasil yang maksimum. Maksimum dari jenis mutu atau jumlah satuan hasil itu. 2. Usaha Usaha kegiatan dapat dikatakan efisien, jika suatu hasil tertentu

tercapai dengan usaha yang minimum, mencakup lima unsur: pikiran, tenaga, jasmani, waktu, ruang, dan benda (termasuk uang).

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa efisiensi adalah suatu kondisi dimana perbandingan yang paling baik dan ideal antara input dan output yang dihasilkan oleh suatu sistem. Input yang dijadikan aspek tolak ukur berupa pikiran, jasmani, waktu, ruang, benda, serta biaya. Sedangkan output yang menjadi tolak ukur adalah kualitas dan kuantitas hasil atau produk suatu sistem.

(20)

Ada beberapa prinsip atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu sistem agar dapat ditentukan seberapa tingkat efisien pada suatu sistem (Syamsi, 2004:5-6), prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Dapat diukur

Prinsip yang pertama dari efisiensi adalah dapat diukur dan dinyatakan pada satuan pengukuran tertentu. Hal ini digunakan sebagai acuan awal untuk mengidentifikasi berapa tingkat efisiensi suatu sistem. Standar yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat efisiensi adalah ukuran normal, adapun batas ukuran normal pengorbanan adalah pengorbanan maksimum dan batas ukuran normal untuk hasil adalah hasil minimum. Efisiensi dapat dikatakan meningkat apabila setelah dilakukan perbaikan sistem ukuran pengorbanan menjadi lebih minimum dan hasil menjadi lebih maksimum.

2. Rasional

Prinsip efisiensi yang kedua adalah rasional atau logis, artinya segala pertimbangan harus berdasarkan dengan akal sehat bukan berdasarkan perasaan (emosional). Adanya prinsip rasional ini akan menjamin tingkat objektivitas pengukuran dan penilaian.

3. Kualitas selalu diperhatikan

Peningkatan efisiensi yang biasanya terjadi di sebuah perusahaan biasanya adalah peningkatan efisiensi dari segi pengorbanan dan kurang memperhatikan tingkat efisiensi dari segi hasil yang cenderung menurun. Prinsip hanya mengejar kuantitas dan mengesampingkan kualitas harus dihindari untuk

(21)

menjaga agar kualitas produk yang dihasilkan sistem tetap terjamin meskipun dari segi proses efisiensi dapat ditingkatkan.

4. Mempertimbangkan prosedur

Artinya pelaksanaan peningkatan efisiensi jangan sampai melanggar prosedur yang sudah ditentukan pimpinan. Karena prosedur yang ditetapkan pimpinan tentunya sudah memperhatikan berbagai segi yang luas cakupannya. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi adalah penyederhanaan pelaksanaan operasional dalam suatu sistem tanpa melanggar proseduryang sudah ditetapkan.

5. Pelaksanaan efisiensi

Tingkat efisiensi tidak dapat dibandingkan secara universal pada semua sistem yang ada di dalam instansi atau perusahaan yang sejenis. Hal ini dikarenakan setiap sistem dalam instansi atau perusahaan memiliki kemampuan yang tidak selalu sama. Kemampuan tersebut antara lain adalah kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), dana, fasilitas, dan lain-lain. Oleh karena itu kemampuan tersebut juga dipertimbangkan dalam pengukuran tingkat efisiensi.

6. Tingkatan efisiensi

Pengukuran tingkatan efisiensi dapat dinyatakan dalam hitungan angka presentase (%). Selain itu tingkat efisiensi sistem juga dapat dinyatakan dengan berbagai pernyataan seperti; tidak efisien, kurang efisien, efisien, lebih efisien, dan paling efisien (optimal). aspek diatas harus senantiasa diperhatikan dalam pengukuran tingkat efisiensi suatu sistem. Hal ini dimaksudkan agar

(22)

pengukuran tingkat efisiensi sistem dapat menghasilkan data akurat dan objektif (Syamsi, 2004:5-6).

2.2.7 Permendagri No 113 Tahun 2014

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa ini sangat penting karena berdasar undang-undang desa yang ditetapkan akhir tahun 2013, desa memiliki posisi langsung sebagai penerima dana yang penggunaanya harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran warga. Sama sekali tak sebatas kemakmuran perangkat desa. Sehingga kebijakan para perangkatnya memiliki peran sangat penting karena menjadi kunci utama. Permendagri pengelolaan keuangan desa terdiri dari bab-bab tentang ketentuan umum, asas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan.

2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pemikiran akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi di Desa Luari Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara) dapat dijelaskan sebagaimana bagan berikut ini:

(23)

Akuntansi Sektor Analisis pengelolaan Alokasi Dana Desa Luari

Publik (ASP) Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

Akuntabilitas Efektivitas Efisiensi

1. Perencanaan ADD 2. Pelaksanaan ADD

3. Pertanggungjawaban ADD

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Biyel malzemesi olarak karbonlu çelik , alaşımlı çelik veya dökme demir kullanılır. Biyel malzemesi yanında işleme özelliğide önemlidir. Biyel dövme suretiyle imal edilir.

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pola pengusahaan usahatani komoditas tanaman pangan pada lahan kering di Kabupaten Morowali dapat

Memasuki Modus Presentasi, Modus Penampil PDF, Modus Slide, atau Modus Film ketika ada banyak piranti memori yang tersambung ke port USB-A Proyektor Data (beberapa piranti flash drive

DFD adalah suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan darimana asal data dan kemana tujuan data yang keluar sistem, dimana data

TENTANG : JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP.. JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA

Penelitian melaporkan bahwa wanita dengan early perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause lanjut (tidak

Karena banyaknya macam cakupan dari Surat Berharga ini, maka dalam pembahasan ini, hanya akan membatasi pada beberapa macam Surat Berharga Komersial yang termasuk