• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN

TAHTA

Oleh : Ki Supriyoko

Kalau Direktur Perguruan Tinggi Depdikbud, Prof. Dr. Soekadji Ranoewihardjo baru-baru ini menginformasikan bahwa Sipenmaru, seleksi penerimaan mahasiswa baru, untuk perguruan tinggi negeri (PTN) akan segera diakhiri mulai tahun 1989 ini; sebenarnya hal tersebut sudah bisa kita perhitungkan sebelumnya.

Sejak sekitar satu atau dua tahun yang lalu sebenarnya "perhitungan" tentang efektivitas Sipenmaru sudah dilakukan oleh para pengamat, dan tentunya juga oleh para birokrat yang berkepentingan. Di samping itu ada juga di antara anggota masyarakat kita yang mulai mempertanya kan "kecanggihan" sistem seleksi yang mulai menampakkan celah-celah kelemahannya itu.

Dalam rapat kerja nasional (rakernas) Depdikbud yang berlangsung pada pertengahan Juli 1987 yang lampau "tunas-tunas" gagasan untuk menghentikan peredaran Sipenmaru, baik yang berupa program ujian tulis (utul) maupun program non ujian-tulis penelusuran minat dan kemampuan (PMDK), sebenarnya sudah mulai muncul dipermukaan; meski belum sampai pada tahap kebijakan.

Dengan demikian kalau pada akhir tahun 1988 baru-baru ini Depdikbud mengambil kebijakan untuk mengakhiri era Sipenmaru maka sebenarnya hal tersebut dapat dikatakan merupakan realisasi dari gagasan yang sudah muncul pada beberapa waktu sebelumnya.

Jadi, kebijakan penghentian masa "edar" Sipenmaru mulai tahun 1989 agaknya memang bukan semacam "surprise" atau kejutan pendidikan. Meskipun demikian tentunya ada saja sebagian anggota masyarakat kita yang menganggapnya sebagai kejutan, sekaligus mempertanyakan benarkah efektivitas Sipenmaru sudah begitu rendahnya sehingga harus segera diakhiri.

Penurunan Tajam

Fenomena tentang ketidak-efektivan Sipenmaru sebenarnya sudah dimulai pada era Sipenmaru 1987 yang lalu ketika jumlah kandidat atau peserta ujian tulis yang

(2)

berkompetisi dalam sistem seleksi tersebut mengalami penurunan angka yang sangat tajam.

Sejak tahun 1980, ketika masih menggunakan pola Proyek Perintis (PP), maka jumlah peserta tes senantiasa menunjukkan peningkatan. Akan tetapi peningkatan jumlah ternyata tidak terjadi lagi pada Sipenmaru tahun 1987, yang terjadi justru penurunan jumlah yang sangat tajam.

Pada penyelenggaraan seleksi masuk PTN tahun 1980 yang masih menggunakan pola PP, terdapat 126.761 peserta tes, sete-rusnya yang dinyatakan diterima sebanyak 14.552 peserta atau sekitar 11,5% dari keseluruhan peserta tes tertulis. Apabila kemudian kita hitung angka ratio antara jumlah kandidat yang diterima terhadap jumlah peserta akan didapati angka ratio sekitar 1:8,5.

Para peserta ujian tulis dalam seleksi masuk PTN tersebut selama menggunakan pola PP, tidak termasuk PP-2 yang khusus digunakan untuk menjaring mahasiswa baru dengan cara "talent scouting", pada tahun-tahun berikutnya ternyata selalu menunjukkan peningkatan jumlah. Kiranya dapat ditunjukkan bukti sbb: jumlah peserta ujian tulis PP untuk tahun 1980, 1981, 1982, dan 1983 secara berturut-turut adalah 126.761, 165.837, 197.000, dan 230.900 kandidat.

Pada tahun 1984 pola Sipenmaru mulai diaplikasikan dalam sistem penerimaan mahasiswa baru PTN, dengan salah satu tujuan agar pola ini mampu "menutup" kelemahan-kelemahan yang terkandung dalam pola PP.

Pada tiga tahun pertama diaplikasikannya pola Sipenmaru ternyata mendapat "simpati" dari masyarakat, ini dapat dilihat dari jumlah peserta ujian tulis yang makin tahun makin bertambah ketat. Jumlah peserta ujian tulis Sipenmaru dalam tahun 1984, 1985, dan 1986 secara berturut-turut adalah 483.000, 512.050, dan 586.431

kandidat.

Dari ilustrasi kuantitatif tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah peserta tes masuk PTN semenjak tahun 1980 sampai tahun 1986 senantiasa menunjukkan grafik yang menaik atau meningkat. Hal ini berarti pula bah wa persaingan yang terjadi dalam sistem penerimaan mahasiswa baru PTN semakin ketat, karena makin "tertarik"nya masyarakat pada pola seleksi yang diterapkan.

Pada tahun 1987 ternyata kita kehilangan konsistensi kondisi seperti tersebut di atas; hal ini ditunjukkan oleh peserta seleksi yang merosot tajam jumlahnya.

Ujian tulis Sipenmaru 1987 dan 1988 secara berturut-turut ternyata hanya diikuti oleh sebanyak 451.627 dan 423.455 kandidat, jumlah yang lebih kecil dari peserta Sipenmaru tahun sebelumnya. Bahkan jumlah tersebut masih lebih kecil dari peserta Sipenmaru tahun 1984, saat pertama pola ini diaplikasikan. Periksa Tabel !

Terdapatnya kondisi penurunan peserta ujian tulis Sipenmaru tersebut kiranya merupakan "isyarat" tentang mulai adanya kejenuhan pada kalangan masyarakat terhadap pola Sipenmaru itu sendiri. Secara tidak langsung mereka mulai ada yang

(3)

menginginkan diakhirinya pola Sipenmaru dalam sistem penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi yang langsung dikelola oleh pemerintah itu.

Menciptakan Kesempatan yang Berbeda

Kritik lainnya tentang kelemahan Sipenmaru adalah kurang adanya sinkronisasi antara pola seleksi tersebut dengan kondisi penjurusan yang ada pada SMA, pada hal seperti kita ketahui "konsumen" Sipenmaru itu sendiri senantiasa didominasi oleh para lulusan SMA.

Soal-soal ujian tulis Sipenmaru nampaknya sama sekali tidak memperhatikan kondisi di SMA yang heterogen dengan model penjurusannya itu. Sejak diterapkannya Kuri kulum 1984 SMA maka diterapkanlah penjurusan menjadi A1, A2, A3, dan A4 (di samping A5 dan B1, B2, dst yang tidak "jalan"). Ini berarti para lulusan mempunyai kemampuan dan penguasaan disiplin ilmu yang berbeda-beda. Meskipun demikian ternyata Sipenmaru menyajikan soal-soal yang sama untuk para lulusan yang berbeda-beda disiplinnya tersebut. Apa akibatnya ...? Terciptalah kesempatan yang berbeda-beda pada para kandidat untuk me raih kursi belajar pada PTN.

Marilah kita mencoba menganalisis data kuantitatif secara teliti. Siswa Program

A1 SMA (Fisika) selama enam semester diberi mata pelajaran Matematika sebanyak 32 sks, terdiri dari Matematika (dasar) pada kelas satu sebanyak 6 sks dan

Matematika (lanjut) di kelas dua dan tiga sebanyak 26 sks. Sementara itu siswa

Program A2 SMA (Biologi) hanya menerima sebanyak 26 sks, terdiri dari 6 sks di

kelas satu dan 20 sks di kelas dua dan tiga.

Para siswa Program A3 SMA (Sosial) hanya menerima mata pelajaran Matematika sebanyak 20 sks, yang terdiri dari 6 sks di kelas satu ditambah 14 sks pada kelas dua dan tiga. Siswa Program A4 SMA (Budaya) bahkan hanya menerima mata pelajaran Matematika sebanyak 10 sks, yaitu 6 sks di kelas satu dan 4 sks di kelas dua dan tiga.

Dari ilustrasi tersebut jelas bahwa masing-masing siswa atau lulusan SMA dengan program studi yang berbeda mempunyai bekal "kematematikaan" yang berbeda-beda pula; tetapi dalam pola Sipenmaru mereka dikenakan materi soal Matematika yang persis sama. Tentu saja lulusan Program A1 SMA akan lebih beruntung karena mereka tentunya lebih siap dibanding yang lainnya.

Ilustrasi yang barangkali cukup "ekstreem" tersebut juga berlaku untuk mata ujian yang lainnya, tetapi yang paling esensial adalah belum terciptanya sinkronisasi antara pola Sipenmaru dengan penjurusan di SMA yang memang cukup heterogen kondisinya.

(4)

Dari berbagai ilustrasi tersebut di atas semakin nampaklah kelemahan-kelemahan yang ada pada Sipenmaru, meskipun bukan berarti bahwa pola ini tidak memiliki kelebihan sama sekali. Atas kelemahan-kelemahan tersebut sangat wajarlah apabila pola Sipenmaru perlu segera diakhiri masa "edar"nya.

Dari sisi historika-akademik Sipenmaru juga sudah berusia "cukup" dengan masa pengabdian yang cukup pula, yaitu sudah berusia lima tahun dengan mempunyai masa pengabdian selama lima periode. Bagi pola seleksi masuk PTN maka usia lima tahun itu merupakan usia yang pantas untuk segera mengakhiri masa pe-ngabdiannya, sekaligus memberikan kesempatan kepada pola-pola yang lain untuk mengabdi: dieksperimentasikan sekaligus diaplikasikan sebagai metode seleksi masuk PTN yang lebih sanggup men- jawab kompleksitas pendidikan yang senantiasa berkembang dan berkembang terus.

Ibarat seorang raja, maka Sipenmaru harus segera turun tahta. Sebagai "rakyat" yang baik tentu kita berkewajiban menghaturkan terima kasih pada (mantan) "raja" tersebut.

Nah ...!!!*****

________________________________________________________

BIODATA SINGKAT;

nama: Drs. Ki Supriyoko, M.Pd

pek.: Ketua Litbang Pendidikan Majelis Luhur Tamansiswa,

dan Ketua Lembaga Penelitian Sarjanawiyata Tamansiswa (LPST) Yogyakarta

prof: Pengamat dan peneliti masalah-masalah pendidikan

TABEL POLA SELEKSI DAN JUMLAH KANDIDAT MASUK PTN ___________________________________________________ Periode Pola Seleksi Jml Kndt ___________________________________________________ Tahun 1980 Proyek Perintis 126.761 Tahun 1981 Proyek Perintis 165.837 Tahun 1982 Proyek Perintis 197.000 Tahun 1983 Proyek Perintis 230.900 Tahun 1984 Pola Sipenmaru 483.000 Tahun 1985 Pola Sipenmaru 512.050 Tahun 1986 Pola Sipenmaru 586.431 Tahun 1987 Pola Sipenmaru 451.627 Tahun 1988 Pola Sipenmaru 423.455 ___________________________________________________

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Clara Surbakti (Tp. PA Mamre Gabungen enggo erdalan ibas tgl 7 Februari 2021. Thema: "Sembahlah Tuhan Dibatandu. Benaken ibas minggu enda ihimbau gelah enggo mulai PA Mamre

H1 : Independensi auditor, komisaris independen, komite audit, manajemen laba dan reputasi auditor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap integritas

minggu dengan waktu 20 - 30 menit selama 2 bulan. Hasil yang diperoleh adalah adanya perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif pada

kewajiban untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ruang lingkup wewenangnya bercirikan tiga hal berikut. 1) Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah

Dari beberapa pengertian tersebut, legal due diligence dapat dijelaskan sebagai bentuk layanan jasa hukum yang dapat diberikan oleh Advokat di luar fungsinya di bidang

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalti- Free Right) atas karya

Setiap Anggota Die Die Do ( Calon AUM dan Leader ) Jika tidak hadir dari Pertemuan bulanan Maks 3 kali dari 12 Pertemuan, maka akan dikeluarkan dari anggota tim Die die Do di

pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak