• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Perkembangan Era Ekonomi Kreatif

Kondisi ekonomi di Dunia saat ini telah memasuki era ekonomi gelombang ke-4 yang dikenal dengan nama Era Ekonomi Kreatif. Pergeseran dari Era Pertanian ke Era Industrial disusul dengan Era Informasi telah banyak memunculkan penemuan-penemuan baru pada bidang teknologi informasi membawa masyarakat dunia menuju ekonomi global. Melalui Era Industrialisasi tercipta pola kerja, pola produksi dan pola distribus sistematis untuk mewujudkan kemudahan serta efisiensi. Sedangkan melalui Era Informasi tercipta teknologi jarak jauh seperti internet, email, dan Global System for Mobile Comunication (GSM). Keberadaan teknologi ini memunculkan hubungan ketergantungan antar manusia, hal ini mendorong masyarakat untuk selalu aktif, kreatif dan produktif dalam menemukan teknologi-teknologi baru. Pada Era Ekonomi Kreatif, pertambahan jumlah penduduk tidak dipandang sebagai masalah jika masyarakat dapat secara mandiri meningkatkan daya hidup melalui kreativitas yang dimiliki.

Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia (sumber: http://www.kompasiana.com/rendramanaba)

Perkembangan ekonomi kreatif di suatu wilayah tidak lepas adanya sektor industri kreatif (Departemen Perdagangan RI, 2008). Industri kreatif memiliki fokus pada penciptaan daya kreasi, baik menciptakan suatu yang baru maupun memodifikasi sesuatu yang telah ada sebelumnya agar memiliki nilai ekonomis. Departemen Perdagangan RI (2007) mengklarifikasi industri kreatif menjadi 14 sektor, antara lain: periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video, film dan fotografi, permainan interaktif, music, seni pertunjukan,

(2)

2 penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televise dan radio, serta riset dan pengembangan.

Sektor industri kreatif layanan komputer dan piranti lunak merupakan kolaborasi perkembangan ekonomi Era Informasi dan Era Ekonomi Kreatif. Sektor tersebut lebih banyak dikenal dengan nama industri kreatif digital. Di bidang seni yang juga berhubungan dengan teknologi informasi seperti pada seni animasi dan desain digital, sedangkan pada bidang rekayasa muncul bidang baru yaitu rekayasa peranti lunak. Kedua bidang tersebut sangat bergantung terhadap intelektual dan kreatifitas SDM yang hanya memerlukan fasilitas komputer tanpa memerlukan bahan baku lainnya.

Di Indonesia1, ekonomi kreatif saat ini mulai tumbuh dan berkembang menjadi

sektor ekonomi yang memiliki peranan penting bagi perekonomian. Pada tahun 2014, ekonomi kreatif diperkirakan telah berkontribusi sebesar 7,1% terhadap PDB nasional, menyediakan 12 juta tenaga kerja, dan memberikan kontribusi perolehan devisa negara sebesar 5,8%. Lima tahun ke depan, sektor ini ditargetkan memiliki kontribusi terhadap PDB nasional mencapai 12%, 13 juta tenaga kerja, dan kontribusi ekspor mencapai 10%.1

Namun masih ada beberapa masalah yang mengakibatkan belum optimalnya pengembangan sektor ekonomi kreatif, diantaranya adalah belum adanya fasilitas kebijakan dan peraturan yang dapat memberikan akomodasi dalam mengembangkan sektor ini, infrastruktur yang sudah ada sekarang ini belum memadai, belum adanya dukungan dan inisiatif dari daerah, dan kelembagaan yang belum inklusif.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggapi tantangan dan permasalahan tersebut adalah dengan cara membentuk ruang-ruang yang dapat menjadi pusat aktivitas serta interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif, baik dari pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, serta forum kreatif/komunitas. Ruang kreatif yang diciptakan harus mampu mewadahi serta menjadi katalis dalam memunculkan proses-proses kreatif. Di sisi yang lain, ruang kreatif tersebut harus mampu mengintegrasikan proses-produksi-distribusi dan memasarkan potensi-potensi yang dimiliki ekonomi kreatif. Untuk itu, ruang kreatif harus dirancang

(3)

3 bertujuan membentuk iklim positif dan ekosistem ekonomi kreatif yang komprehensif, kondusif, partisipatif dan inklusif.

Selain hal diatas untuk mendorong pengembangan ekonomi kreatif bisa digunakan konsep “kota kreatif” berbasis potensi lokal. Selain membentuk ruang kreatif, pembangunan kota kreatif berbasis potensi lokal juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengembangan ekonomi lokal yang diarahkan untuk dapat mendorong pemerataan ekonomi dan daya saing nasional.

1.1.2. Perkembangan Startup di Indonesia

Startupdi Indonesia menujukan perkembangan yang cukup pesat di setiap tahunnya. Setiap tahun, bahkan setiap bulan banyak bermunculan startup-startup baru di Indonesia. Sekarang ini setidaknya terdapat lebih dari 1500 startup lokal yang berkancah di bidang Industri Kreatif yang ada di Indonesia. Potensi pengguna internet aktif di Indonesia yang menunjukan kenaikan dari tahun ke tahun tentunya menjadi sebuah pasar yang mendukung perkembangan dunia startup.

Gambar 1.2 Nilai Pertambahan Startup (sumber: Survey Digital JDV)

Peningkatan daya beli masyarakat Indonesia yang diiringi dengan naiknya pendapatan perkapita masyarakat serta aktifnya pengguna internet di Indonesia yang bahkan pada tahun 2013 saja telah menunjukan angka mencapai 70 juta orang menjadi factor utama perkembangan Industri Kreatif Digital.

Startup di Indonesia digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu startup pengembang game, startup aplikasi edukasi serta startup perdagangan seperti

(4)

e-4 commerce dan informasi (Mamuaya, 2015). Startup game dan aplikasi edukasi memunyai pasar yang terbuka dan berpotensi di Indonesia, hal tersebut dikarenakan proses pembuatan game dan aplikasi edukasi relatif mudah.

Sekarang ini di Indonesia telah banyak berdiri komunitas para penggiat startup.. Seperti Bandung Digital Valley (bandungdigitalvalley.com), Jogja Digital Valley (jogjadigitalvalley.com), Ikitas (www.ikitas.com) Inkubator Bisnis di Semarang, Stasion (stasion.org) wadah bagi Startup lokal kota Malang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dengan adanya komunitas ini tentunya akan memudahkan para founder untuk saling sharing, membimbing bahkan untuk menjaring investor. Kompetisi juga bisa diikuti oleh para founder yang diadakan oleh beberapa perusahaan besar yang akan menjadi investor mereka.

Saat ini di Yogyakarta telah banyak anak-anak muda yang mulai merintis startup mereka, bahkan dimulai sejak saat masih memiliki status sebagai mahasiswa. Hal tersebut didorong juga oleh adanya dukungan serta wadah yang telah diberikan oleh kampus-kampus tempat mereka menima ilmu. Banyak juga anak muda yang terinspirasi oleh kesuksesan perusahaan-perusahaan rintisan baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri.

Gambar 1.3 Usia Pelaku Industri Kreatif

(sumber: Survey Digital JDV)

1.1.3. Kota Yogyakarta sebagai Kota Kreatif di Indonesia

Kota kreatif harus dibangun setidaknya berdasarkan empat modal utama yaitu (1) dukungan ekosistem yang kuat, baik dari sisi kebijakan dan regulasi, infrastruktur, SDM, pendanaan, maupun kelembagaan; (2) keterpaduan seluruh rangkaian proses kreasi-produksi-distribusi; (3) tahapan pembangunan yang terukur dengan memperhatikan potensi lokal dan tingkat kesiapan pendukung, antara lain sarana dan prasarana, pelaku usaha, visi dan komitmen pemerintah daerah; serta (4) keterlibatan aktif dan kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan dengan pembagian peran yang jelas dan proporsional. Sinergi antar

(5)

5 program pembangunan pemerintah baik pusat maupun daerah dengan inisiatif komunitas/forum kreatif juga mutlak harus dibangun.

Yogyakarta menjadi salah satu dari 3 kota yang menjadi pusat pertumbuhan industri kreatif di Indonesia selain Kota Jakarta dan Kota Bandung (Kemenkraf dalam Koestantia, 2014). Sebagai kota budaya dan seni, Yogyakarta dikenal kreatif dalam melestarikan warisan negeri lewat berbagai cara dan terobosan. Seni dan budaya di Yogyakarta ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Yogyakarta juga memiliki keunggulan sebagai kota pendidikan dengan universitas tertua serta menjadi kota tujuan wisata utama di Indonesia Inilah yang membuat Yogyakarta dianggap sebagai kota budaya yang tak hanya mampu mendukung kreativitas masyarakatnya namun juga selalu melahirkan kreativitas-kreativitas baru. Di Yogyakarta.

Pada titik ini, kita bisa memahami bahwa Yogyakarta memiliki keunggulan dalam sektor ekonomi kreatif dan sektor pariwisata. Keunggulan Yogyakarta tersebut sejalan dengan semangat pemerintah pusat dalam mengembangkan perekonomian kreatif di Indonesia, yang diwujudkan melalui penempatan bersama sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dalam satu kementerian. Sinergi yang saling menguatkan antara kedua sektor tersebut pada dasarnya akan membawa kekhasan dalam pengembangan perekonomian Yogyakarta.

Persebaran ekonomi kreatif di Yogyakarta tidak terpusat pada satu titik saja, setiap wilayah di Yogyakarta memiliki potensi yang khas dan dapat dijadikan sebagai komoditas dengan nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini menandakan bahwa sumber daya manusia kreatif tersebar di setiap wilayah di Yogyakarta.

Telah tersedia banyak ruang-ruang kreatif sebagai sarana dan prasarana berkembangnya industri kreatif di Yogyakarta. Contohnya pada subsektor seni pertunjukan dan musik, terdapat ruang-ruang kreatif seperti Taman Budaya Yogyakarta, Museum Benteng Vredeburg, Pusat kebudayaan Koesnadi hardja Soemantri, dan masih banyak lagi yang belum terekspos. Sementara bagi subsektor pasar barang seni dan kerajinan, Yogyakarta memiliki Kawasan Malioboro, Pasar Seni Gabusan, Pasar Ngasem, maupun galeri-galeri swasta yang tersebar hampir di setiap wilayah di Yogyakarta. Ruang kreatif yang ada di Yogyakarta menjadi suatu wadah yang mampu menjaga eksistensi kreativitas dan industri kreatif di Yogyakarta.

(6)

6 Selain memiliki industri kreatif, stakeholder di Yogyakarta juga turut memberikan katalis bagi industri kreatif dengan mengadakan berbagai event-event kreatif tahunan. Event-event itu diantaranya adalah Festival Film Pelajar Yogyakarta (FFPJ), Jogja Asian Film Festival (JAFF), Master class programme of the Jogjakarta Documentary Film Festival, Yogyakarta Contemporary Music Festival, The Jogja International Performing Arts Festival, Jogja-Netpac Asian Film Festival, Biennale Jogja, Festival kesenian Yogyakarta, ArtJog, The Parade Clothing Exhibition, Pinasthika. (Affandi dalam Arfani (ed), 2012). Event-event yang ada berhasil menjadi faktor pendorong bagi perkembangan perekonomian kreatif di Yogyakarta.2

1.2. Rumusan Masalah

Sebagai fasilitas dalam mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Yogyakarta, coworking space diharapkan dapat menjadi ruang-ruang interaksi antar sesame penggiat industri kreatif yang dapat memacu kreatifitas para penggunanya.

Perancangan coworking space harus dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada, baik dalam segi arsitektural maupun non-arsitektural.

1.3. Tujuan dan Sasaran

1. Dapat menyediakan sebuah ruang yang memacu perkembangan startup-startup (user) yang menggunakan ruang bekerja yang telah didesain.

2. Mendukung program-program pemerintah untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif.

3. Menjadi wadah para penggiat dunia kreatif dalam menyediakan ruang-ruang kreatif sebagai upaya dalam menjaga eksistensi industri kreatif untuk meningkatkan perkembangan perekonomian kreatif di Yogyakarta.

1.4. Lingkup Perancangan

1. Pemilihan site berada pada lingkup wilayah persebaran Industri Kreatif di Yogyakarta 2. Perancangan mengikuti standard an ukuran ruang terhadap masing-masing jenis

kegiatan yang ditujukan.

3. Perancangan bangunan mengikuti aturan-aturan pemerintah yang berlaku 1.5. Metode Perancangan

1.5.1. Studi Pustaka

1. Karakteristik dan fungsi umum coworking space dan creative space

2 “Beranda”, Pinasthika, http://www.pinasthikaward.com/committee_structure. Modifikasi

(7)

7 2. Standar ruang coworking space

3. Studi preseden tema terkait

4. Peraturan-peraturan pemerintah setempat 1.5.2. Studi Banding dan Studi Kasus

Melakukan kunjungan dan analisa terhadap bangunan dengan tipologi yang serupa dan selanjutnya melakukan komparasi sebagai dasar referensi dalam proses perancangan

1.5.3. Studi Lapangan

Melakukan kegiatan survey lapangan berupa gambar, foto, beberapa data statistik tematik, dan menganalisis terhadap lokasi terkait untuk mengetahui kondisi fisik maupun sosial yang ada pada lokasi.

1.5.4. Seleksi Kembali

Melakukan penyeleksian kembali informasi yang telah didapatkan baik secara arsitektural maupun aspek non-arsitektural untuk kemudian diolah mkembali menjadi sebuah gagasan yang baik.

1.6. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, motodologi penulisan serta kerangka pola pikir

BAB II : Kajian Teori

Berisi kajian teori ekonomi kreatif, industri kreatif, perkembangan startup di Indonesia, dan kajian-kajian teori coworking space dan analisis preseden yang terkait.

BAB III : Analisis Tapak

Pembahasan analisis wilayah di Yogyakarta untuk menemukan site yang tepat. Dan berisi analisis serta latar belakang site terpilih, serta pemaparan data-data hasil survey dan analisisnya.

BAB IV : Pendekatan Konsep Perancangan

Berisikan analisis-analisis sebagai dasar perumusan konsep perancangan dengan mengacu pada tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Perumusan teori-teori dalam pendekatan konsep rancangan.

BAB V : Konsep Perancangan

Pemaparan konsep perancangan secara umum, maupun implementasi baik dari segi keruangan, filosofi, tata bangunan, hingga elemen-elemen bangunan.

(8)

8 1.7. Keaslian Penulisan

Untuk menunjukkan keaslian penulisan laporan ini maka perlu adanya perbandingan dari beberapa penulisan yang diangkat dalam penulisan area komersil (pusat bisnis). Sumber pembanding diambil dari digital library perpustakaan Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan (JUTAP) UGM dengan kata kunci ‘Industri Kreatif’.

No. Laporan Penelitian Pengarang Tipologi Pendekatan/ Penekanan 1 YOUTH BUSINESS PARK DI

YOGYAKARTA

SEBAGAI PUSAT BISNIS INDUSTRI KREATIF DENGAN PENDEKATAN URBANSCAPE

Sudarman, Riastika Adi

Mixed Use Urbanscape

Dari data di atas, ditemukan kesamaan fungsi sebagai wadah perkembangan Industri Kreatif. Yang membedakan karya penulisan ini adalah fungsinya sebagai coworking serta creative event space dengan permasalahan tapak yang spesifik serta pendekatan yang berbeda.

(9)

9 1.8. Kerangka Penulisan

Gambar

Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia   (sumber: http://www.kompasiana.com/rendramanaba)
Gambar 1.2 Nilai Pertambahan Startup   (sumber: Survey Digital JDV)
Gambar 1.3  Usia Pelaku Industri Kreatif   (sumber: Survey Digital JDV)

Referensi

Dokumen terkait

2) Pelaksanaan proses belajar mengajar telah sesuai dengan rencana yang dibuat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II. 3) Media bantu pembelajaran yang

Identifikasi menggunakan LC-MS/MS pada fraksi etil asetat menghasilkan jenis senyawa steroid berupa kampesterol, β-sitosterol, dan stigmasterol dengan kelimpahan terbanyak

Secara umum yang dilakukan pada penelitian ini adalah pelapisan ZnO pada ITO glass secara elektrodeposisi, kemudian melakukan ekstraksi kulit terong serta pewarnaan ITO

penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, menganalisis kepastian asas hukum terkait dengan pertanggungjawaban pidana oknum Notaris pelaku tindak

Ibnu Khaldun (2004: 348) menuturkan bahwa keunggulan metode fokus pada satu bidang ilmu adalah peserta didik akan memahami dan mampu menguasai suatu bidang ilmu

Disintegrants for Pharmaceutical and Nutraceutical Orally Disintegrating Tablets.. Roquette Freres: Western

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Saluran pemasaran comring pada Perusahaan Dua Putri HR di Desa Linggapura Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis, (2)

Selain pendidikan faktor penyebab kemiskinan lainnya berdasarkan hasil observasi, yaitu (1) Secara ekonomi kemiskinan yang terjadi pada pemulung miskin TPA Supit