• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FINANSIAL PENGGEMUKAN SAPI POTONG KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FINANSIAL PENGGEMUKAN SAPI POTONG KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL PENGGEMUKAN SAPI POTONG

KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KOTA PADANG,

SUMATERA BARAT

(Financial Analysis of Cattle Fattening at Farmer Level

in Padang City, West Sumatera)

SUMANTO,E.JUARINI danB.WIBOWO

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Until today about 60% of the demand of beef in the city of Padang is still supplied from Lampung Province because of the number of beef cattle population in Padang city is low. Meanwhile the source of beef cattle production is growing, especially for models of local cattle production and cattle crossing PO × Simmental fattening. To study the financial benefit of fattening of beef cattle, a study was conducted using a method of surveys in sub-district of Koto Tengah and Kuranji in 2008. The average rearing of fattening cattle was 3 heads/farmer. Fattening period is generally 3 months and reared in intensive cages. Results of analysis of R/C ratio was 1.23 in average. Farmer profit was Rp 985,000/hd/4 month or Rp.246,250/hd/month for local beef cattle and Rp 1,399,000/hd/4 month or Rp 349,750/hd/month for Crossing Simmental. The prospect of fattening is good, it will certainly give hope that the number of cattle business will increase that along with better forage supply in turn will support the achievement of beef self sufficiency in the future.

Key Words: Financial, Fattening, Cattle

ABSTRAK

Sampai saat ini kebutuhan akan daging sapi potong di Kota Padang sekitar 60% masih dipenuhi dari Propinsi Lampung karena jumlah populasi sapi potong tergolong masih rendah. Namun di beberapa lokasi sumber-sumber produksi sapi potong di wilayah ini semakin berkembang, terutama untuk model penggemukan sapi lokal dan sapi Persilangan PO × Simmental. Untuk melihat manfaat secara finansial penggemukan sapi tersebut, telah dilakukan survei di kecamatan Koto Tengah dan Kuranji pada tahun 2008. Rataan penguasaan sapi penggemukan 3 ekor/KK. Lama Penggemukan umumnya 4 bulan dan dipelihara dalam kandang intensif. Rataan hasil analisis rasio R/C adalah 1,23. Peternak mendapat keuntungan sekitar Rp.985.000/ekor/4 bulan atau Rp 246.250/ekor/bulan untuk sapi potong lokal dan Rp 1.399.000/ekor/4 bulan atau Rp.349.750/ekor/bulan untuk sapi Simmental Cross. Prospek usaha penggemukan tersebut menguntungkan, tentunya akan memberi harapan bahwa jumlah usaha ternak tersebut akan bertambah yang dibarengi dengan usaha penyediaan hijauan pakan dan selanjutnya dapat menunjang tercapainya swasembada daging sapi di masa datang.

Kata Kunci: Finansial, Penggemukan, Sapi

PENDAHULUAN

Dalam semangat perkembangan otonomi daerah yang semakin menguat, maka kata kunci dalam pendekatan kebijaksanaan pembangunan pertanian dengan Tri Matra Pembangunannya menjadi semakin relevan dan perlu lebih didengungkan lagi, sebagai wujud pemberdayaan wilayah, pemberdayaan sumberdaya manusia dan pemberdayaan

komoditas, yang ketiganya merupakan satu kesatuan utuh. Sumberdaya alam yang begitu besar harus dimanfaatkan secara optimum dengan mengakomodasi segala kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi yang terakomodasi dalam konsep dan sistem informasi serta kebijaksanaan yang menunjang perencanaan daerah.

Wilayah perkotaan merupakan daerah padat penduduk, umumnya tidak menjadi sasaran

(2)

lokasi pengembangan pertanian dalam arti luas dimana ada komponen peternakan di dalamnya baik pada tingkat nasional maupun tingkat propinsi, karena wilayah yang demikian bersifat sangat dinamis dengan kondisi alih fungsi lahan yang cepat sampai sangat cepat. Oleh karena itu di dalam setiap rekomendasi pengembangan pertanian/peternakan di tingkat propinsi tidak pernah dijumpai wilayah perkotaan (SUBARDJA et al., 1994; SISWANTO et

al., 1994) karena pertimbangan tekanan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Namun di balik keterbatasan tersebut ada sisi lain yang merupakan peluang besar untuk perkembangan peternakan (penggemukan sapi) secara intensif di perkotaan, selama masih ada ruang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangannya, seperti yang terdapat di Kota Padang, Sumatera Barat.

Ada berapa keuntungan pengembangan peternakan di bagian wilayah perkotaan atau di wilayah penyangga perkotaan, yang merupakan daerah konsumen. Pasar sudah ada di depan mata, segala fasilitas sarana dan prasarana pasokan (input); sapronak, modal maupun keluaran (output) pengolahan, pemasaran dengan segala kemudahan ada di depan mata tambahan pula hasil samping pengolahan kotoran dapat menunjang pertanian tanpa basis lahan (aeroponik maupun hidroponik), yang ramah lingkungan dalam rangka orientasi intensifikasi.

Penduduk Sumatera Barat yang mempunyai mata pencaharian utama di sektor pertanian, yaitu tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan ternyata pengelolaannya umumnya masih bersifat tradisional walaupun secara terpencar sudah muncul simpul-simpul pertumbuhan agribisnis, terutama di Kota Padang. Kondisi ini merupakan tantangan dan tuntutan dalam setiap usaha pengembangannya secara terpadu dalam memanfaatkan sumberdaya lahan secara optimum, antara lain dalam memanfaatkan lahan dalam kerangka pembangunan daerah. Mobilitas penduduk yang cukup tinggi disertai semangat kewiraswastaan merupakan kekuatan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Berkembangnya peternakan di Kota Padang akan menjadi acuan dan pemicu bagi wilayah di sekitarnya disamping perlunya dilembagakan sentra pengembangan bagi petani di wilayah sekitarnya. Kebutuhan sapi potong di Kota Padang, Sumbar masih dipasok dari luar

wilayah. Informasi dari BPS (KOTA PADANG, 2007), melaporkan bahwa sekitar 60% sapi potong berasal sebagian besar dari Propinsi Lampung, padahal banyak peternak yang mengusahakan peternakan sapi potong di Kota Padang dan namun masih dikelola secara tradisional dan hasil produksi daging sapi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari di perkotaan Padang.

Dalam perkembangan tuntutan kebutuhan untuk memasok kekurangan sapi tersebut dan masih longgarnya ketersediaan lahan dapat mendorong peran industri peternakan yang semakin penting dalam memenuhi kebutuhan domestik dalam substitusi impor dan ekspor dalam jangka panjang. Pola kawasan peternakan, terutama usaha penggemukan telah berjalan di Kota Padang, wilayah yang terpadat adalah di Kecamatan Kuranji, baik untuk jenis sapi lokal maupun jenis sapi persilangan Simmental. Melalui kegiatan ini ditujukan untuk melihat seberapa jauh nilai keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan sapi.

MATERI DAN METODE

Lokasi survei usaha penggemukan sapi potong adalah di Desa Air Pacah, Kecamatan Koto Tengah dan Desa Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang dengan agroekosistem sawah, tegalan pada tahun 2008. Lokasi dipilih melalui pertimbangan, yaitu: (1) Merupakan basis unggulan komoditas ternak propinsi dan kabupaten/kodya; (2) Komoditas terkait mempunyai pola pengolahan spesifik yang mempunyai prospek dapat dikembangkan; (3) Pertimbangan Dinas Peternakan setempat.

Kegiatan survei meliputi pengamatan lapangan dan wawancara langsung dengan petani untuk memperoleh informasi input dan

output usaha penggemukan sapi serta informasi

tambahan dari informan kunci dan petugas Dinas peternakan di lokasi terpilih. Sehubungan dengan sistem usahatani yang relatif homogen, luasnya wilayah dan kendala transportasi dan biaya, maka dilakukan wawancara terfokus dengan jumlah responden terbatas pada kelompok peternak yang melakukan usaha penggemukan sapi lokal dan persilangan, yaitu dengan ternak sapi Simmental. Inti informasi yang diamati adalah menyangkut input dan

(3)

dikeluarkan dan penerimaan usaha penggemukan sapi dalam kurun waktu tertentu. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan finansial sederhana berupa analisis

Input-Output dan menggunakan istilah rasio B/C

(PERVAIZ dan KNIPSCHEER, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN Penguasaan sapi potong

Data rumah tangga peternak sapi potong secara nyata belum tercatat dengan baik, yang ada hanya jumlah rumah tangga petani sebanyak 190.236 rumah tangga dan sekitar 27,5% berkecimpung dalam peternakan (BPS, 2005). Persentase penyebaran rumah tangga untuk usaha ternak sapi potong banyak ditemui di kecamatan Bungus Teluk Kabung, Lubuk Kilangan, Koto Tengah, Pauh, Nanggalo, dan Kuranji. Kegiatan usaha penggemukan sapi potong walau tersebar di beberapa kecamatan tampaknya lebih terpusat di kecamatan Kuranji yang menyebar di semua kelurahan dan tampaknya juga merupakan sentra pertumbuhan peternakan di Kota Padang yang tidak hanya untuk sapi potong saja.

Sebagian besar rumah tangga peternakan memelihara ternak hanya sebagai komplemen dan usaha sampingan yang dikelola secara tradisional. Untuk mendinamisasi peran yang demikian diperlukan sentuhan pasar dan harus ada rekonstruksi sistem tradisional menuju sistem komersial, sehingga dapat mengangkat kesejahteraan petani. Dalam perkembangan tuntutan pembangunan, kondisi longgarnya ketersediaan lahan dan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat dapat mendorong peran industri peternakan yang semakin penting dalam memenuhi kebutuhan domestik dalam substitusi impor dan ekspor dalam jangka panjang. Pola kawasan peternakan sebagai usaha peternakan yang handal perlu dirintis di wilayah Kota Padang melalui transmigrasi pola ternak potong, yang merupakan pola kawasan baru untuk menopang kebutuhan daging sapi potong bagi penduduk kota.

Populasi dan produksi sapi potong

Keadaan populasi ternak ruminansia di Kota Padang masih didominasi oleh Sapi

potong dan kemudian ternak Kambing. Ternak lainnya tidak banyak populasinya, seperti sapi perah, kerbau dan domba (BPS, 2005). Ternak kambing (kambing kacang), kelinci dan puyuh belum ada yang berorientasi komersial, umumnya masih dalam skala dan pengelolaan tradisional.

Total Populasi sapi potong di kota Padang mencapai 27.966 ekor. Jumlah Pemilikan Sapi Potong per KK adalah sekitar 2 – 3 ekor. Sebaran populasi terbanyak di Kecamatan: Kuranji (6,531 ekor), Koto Tengah (5,830 ekor), Pauh (5,801 ekor), Bungus Teluk Kabung (3,340 ekor) dan Nanggalo (1,718 ekor). Jumlah pemotongan sapi pada tahun 2008 mencapai 14.270 ekor, dimana 60% berasal dari Lampung. Jumlah Pemotongan ternak terbanyak untuk sapi terdapat di Kecamatan Koto Tengah (4.148 ekor) dan Lubuk Kilangan (2.301 ekor). Jenis usaha sapi potong dan potensi hijauan pakan

Di Kota Padang seperti di daerah Sumatera Barat lainnya ada dua jenis pemeliharaan untuk usaha sapi potong rakyat, yaitu jenis sapi potong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan jenis sapi potong untuk memenuhi kebutuhan ritual (misalnya: hari Raya Idul Adha). Untuk situasi kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat di kota Padang, banyak permintaan dari pedagang untuk membeli sapi-sapi dari hasil silangan PO dan Simmental. Kondisi usaha penggemukan dari hasil persilangan PO dengan BX masih jarang ditemui dan belum populer. Masyarakat lebih senang memelihara sapi silangan Simmental, sedang untuk perusahaan belum ada yang menginvestasikan untuk sapi BX. Karena usaha penggemukan sapi potong merupakan suplai sehari-hari kebutuhan daging sapi di kota padang, perlu dilihat seberapa jauh keuntungan produsen peternak dalam proses penggemukan sapi tersebut dalam kurun waktu tertentu, dimana biasanya kurang lebih 4 bulan. Sedangkan untuk mencukupi keperluan sapi potong pada hari raya korban, peternak banyak memelihara jenis sapi lokal atau sapi pesisir yang berukuran kecil, ukuran berat potong sekitar 150 – 200 kg/ekor.

Potensi sumber pakan untuk ternak sapi potong dan ruminansia lainnya cukup potensial

(4)

terutama yang berasal dari limbah: (a) Limbah padi dan Palawija; (b) Limbah industri pengolahan buah-buahan dan sayuran; (c) Limbah industri tempe dan tahu; (d) Sagu dari daerah sekitar Kota Padang (Pariaman, Pesisir). Dari semuan potensi hijauan pakan yang telah disebutkan sebelumnya, yang paling umum dimanfaatkan untuk keperluan pemeliharaan sapi potong saat ini adalah jerami padi, dedak dan limbah tahu. Untuk melengkapi kebutuhan pakan ternak ruminansia, perlu diakses untuk pasokan pakan-pakan imbuhan seperti tetes tebu, mikroba pemicu pakan. Disamping potensi di atas, adanya pabrik pakan (konsentrat dan obat-obatan) dan ketersediaan obat-obatan di kios-kios dapat mempercepat laju pertumbuhan usaha sapi potong menuju pemenuhan Kota Padang sendiri, sebagai bagian dari tujuan untuk Swasembada Nasional.

Dukungan sarana dan prekreditan untuk pengembangan usaha

Perkreditan modal yang dilakukan untuk usaha sapi potong telah dilakukan di kelompok ini dan tampaknya tanpa mengalami masalah.

Berjalannya kelompok ternak sapi menunjang keberhasilan perkreditan dan selalu muncul dikontes daerah maupun Nasional. Prasarana usaha sapi potong dari pasar (pasar Steba- Kelurahan Surga, Kecamatan Nanggalo), tempat penampungan ternak di Kelurahan Bungus Barat, Kecamatan Bungu, Rumah potong hewan (RPH) di pos IB, Pos Keswan berpusat di Kecamatan Koto Tengah. Semua sarana dan prasarana tersebut telah mendukung proses percepatan pengembangan usaha baik untuk pembibitan dan penggemukan sapi potong.

Finansial usaha penggemukan sapi potong Analisis finansial untuk penggemukan sapi potong diartikan bahwa usaha tersebut dilakukan dalam periode tertentu dengan menggunakan asumsi teknis dan harga yang terjadi saat itu. Analisis finansial, intinya adalah pemanfaatan analisis input-ouput untuk usaha penggemukan sapi potong lokal dan sapi potong persilangan. Hasil analisis kedua usaha penggemukan rakyat tersebut, disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Profil usaha penggemukan sapi potong lokal di Kota Padang

Jenis kegiatan Waktu (hari) Kuantitas (kg) Harga (Rp.) Jumlah (Rp.) Biaya Bibit ternak 200 18000 3.600.000 Pakan Hijauan 120 25 50 150.000 Konsentrat 120 3 1000 360.000 Obat cacing 10.000 Vitamin 5.000 Penyusutan kandang 100.000

Peralatan pakai habis 10.000

Total biaya 4.235.000 Penjualan Ternak 286 18.000 5.148.000 Pupuk kandang 120 6 100 72.000 Total penjualan 5.220.000 Keuntungan/ekor/4 bulan 985.000 Keuntungan/ekor/bulan 246.250 R/C 1,233

(5)

Tabel 2. Profil usaha penggemukan sapi potong Simmental Cross di Kota Padang

Jenis kegiatan Waktu (hari) Kuantitas (kg) Harga (Rp.) Jumlah (Rp.) Biaya

Bibit ternak (bakalan) 300 18.000 5.400.000

Pakan Hijauan 120 30 50 180.000 Konsentrat 120 3 1000 360.000 Obat cacing 10.000 Vitamin 5.000 Penyusutan kandang 100.000

Peralatan pakai habis 10.000

Total biaya 6.065.000 Penjualan Ternak 408 18.000 7.344.000 Pupuk kandang 120 10 100 120.000 Total penjualan 7.464.000 Keuntungan/ekor/4 bulan 1.399.000 Keuntungan/ekor/bulan 349.750 R/C 1,231

Melalui kedua pola penggemukan sapi tersebut selama 120 hari diketahui bahwa nilai rasio R/C berkisar 1,231 – 1,233 dan tampaknya tidak berbeda. Hasil ini tampaknya tidak berbeda dari penelitian oleh Y.G. BULU

et al. (2004) terhadap usaha penggemukan sapi

potong di NTB. Tetapi apabila dilihat dari nilai keuntungannya di masing-masing jenis sapi yang dikelola, maka usaha penggemukan sapi persilangan Simmental memberikan nilai keuntungan yang lebih besar (Rp 349.750/ekor/bulan), dibandingkan dengan jenis sapi lokal (Rp 246.250/ekor/bulan). Nilai tersebut merupakan nilai yang dihitung berdasarkan harga-harga normal. Perhitungan nilai R/C ratio tersebut dengan menggunakan harga sapi bakalan dan harga jual sapi yaitu Rp.18.000/kg bobot hidup. Tenaga kerja yang melakukannya masih belum diperhitungkan dalam analisis ini. Pada saat permintaan daging meningkat sudah barang tentu nilai rasio B/C akan menjadi lebih tinggi. Harga ternak hidup pada saat hari Raya Lebaran bisa meningkat sebesar 10 – 20% sedangkan pada Hari Raya Lebaran Haji harga sapi meningkat pada kisaran 20 – 30%.

Nilai rasio B/C ini juga dipengaruhi oleh sumber daya/bahan pakan yang dipakai dalam usaha penggemukan tersebut. Semakin banyak sumber-sumber pakan lokal yang dapat dipakai ada dilokasi, maka setidaknya biaya pakan dapat ditekan. Di Kota Padang peternak cenderung menggunakan sagu sebagai bahan konsentrat. Jenis-jenis bahan yang digunakan para peternak sebagai campuran a.l. bungkil kelapa dan dedak. Sagu di Kota Padang dapat diperoleh dengan harga relatif murah, masih mudah didapat dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Dengan tersedianya bahan pakan, diharapkan skala usaha di peternak dapat ditingkatkan. Peningkatan skala usaha bisa terjadi apabila pengelolaannya semakin efisien (YUSDJA dan PASANDARAN, 2005).

KESIMPULAN

Lama Penggemukan sapi potong baik untuk jenis lokal maupun persilangan Simmental umumnya 4 bulan dan dipelihara dalam kandang intensif.

Hasil analisis finansial yang diukur dari nilai rasio B/C adalah 1,231 untuk jenis sapi

(6)

lokal dan 1,233 untuk jenis sapi persilangan. Namun demikian dilihat dari nilai keuntungannya, maka peternak yang menggemukkan jenis sapi persilangan memperoleh keuntungan yang lebih besar (Rp 349.750/ekor/bulan) dibandingkan dengan sapi jenis lokal (Rp. 246.250/ekor/bulan).

DAFTAR PUSTAKA

BPS KOTA PADANG. 2005. Kota Padang Dalam

Angka tahun 2005.

BPS KOTA PADANG. 2007. Kota Padang Dalam

Angka Tahun 2007.

BULU, Y.G., K. PUSPADI, A. MUZANI dan T.S.

PANJAITAN. 2004. Pemasaran sapi dalam sistem usahatani tanaman-ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pros. Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

PERVAIZ, A. dan H.C. KNIPSCHEER. 1989. Conducting On-Farm Animal Research: Prosedure and Economic Analisis. Winrock International Institute, USA and IDRC-Canada.

SISWANTO,A.B.,N.PRASODJO,D.SANTOSO dan J.S. ADININGSIH. 1994. Potensi dan Arahan Pengembangan. Pros. Pemaparan Hasil Penelitian Sumberdaya Lahan di Sumatera Barat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

SUBARDJA, D., A. PRIYONO dan RASTO. 1994. Potensi sumberdaya lahan di Sumatera Barat. Pros. Pemaparan Hasil Penelitian Sumberdaya Lahan di Sumatera Barat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

YUSDJA, Y. dan E. PASANDARAN. 2005. Keragaan

Agribisnis Tanaman Ternak dalam Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

MajIis Majlis Mesyuarat Kerajaan dibahagikan kepada dua, Majlis Negeri.. yang mempunyai kuasa perundangan dan Jemaah Menteri yang mempunyai kuasa pe1aksanaan. MB Majlis

Skenario pencapaian sasaran pembangunan sanitasi Kabupaten Mahakam Ulu untuk mencapai target universal access 2019 jangka menengah dalam rencana peningkatan akses pada setiap

To determine which indicators are more dominant in influencing the interest of students, researchers distributing questionnaires to 60 students of Office Education program

Faktor penghambat Kepolisian Resor Lampung Timur dalam menanggulangi kejahatan pemerasan oleh kelompok preman di jalan lintas timur adalah kurangnya kontak

DC. Stapf.) terhadap pembentukan granuloma pada tikus putih betina inflamasi akibat penanaman butiran kapas yang telah dicelupkan ke dalam suspensi kaolin I 0%. Ekstrak

memahami dulu dan menerapkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di daerah tersebut. Yang kedua adanya suatu kepentingan antara petugas dan narapidana, ini menjadi langkah

‘They’re looking for us, then,’ Father Kreiner said, peering at the immobile Type 102, poking her as if to see what a walking TARDIS felt like, ‘the Doctor’s friends.’..