• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan. Poin Penting dari Tahun Sebelumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendahuluan. Poin Penting dari Tahun Sebelumnya"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pendahuluan

Peluncuran Tim Penguatan Reformasi Perpajakan dan Bea Cukai oleh Kementerian Keuangan pada akhir tahun 2016 merupakan langkah yang patut dipuji dan EuroCham sangat berterima kasih karena dapat berpartisipasi dalam tim reformasi tersebut denganberperan sebagai pengamat. Upaya reformasi yang sedang dilaksanakan saat ini melengkapi serangkaian paket deregulasi yang pertama kali diluncurkan oleh pemerintah pada akhir tahun 2015 terdahulu dan yang bertujuan untuk lebih menyederhanakan berbagai prosedur kepabeanan untuk proses impor ekspor, mempercepat proses administrasi, mengalihkan pengawasan barang menjadi mekanisme post-border dan meminimalisir persyaratan yang tidak relevan. Pemerintah telah mengambil langkah positif untuk mereformasi dan memperbaiki lingkungan peraturan untuk impor dan ekspor di Indonesia dan untuk menyederhanakan prosedur perdagangan lintas batas. Penyederhanaan ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan memastikan kelancaran arus barang, serta memperluas kesempatan usaha di seluruh Indonesia pada tahap implementasi awal Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Prosedur kepabeanan berdampak langsung terhadap biaya perdagangan. Beberapa hasil penelitian memang telah menunjukkan bahwa persyaratan kepabeanan yang rumit dan prosedur administrasi yang panjang dapat meningkatkan harga barang perdagangan. Paket deregulasi dan upaya reformasi dimaksudkan, antara lain, untuk memperkuat Indonesia National Single Window (INSW) dan membantu pengembangan sistem elektronik untuk pelayanan dan pengawasan impor dan ekspor, serta proses kepabeanan. Berbagai paket tersebut juga memberi perhatian terhadap pengawasan kegiatan impor dan ekspor yang berpotensi juga melibatkan perdagangan ilegal, dan perdagangan ilegal merupakan bidang yang akan lebih diperkuat di masa mendatang. Kerangka pengelolaan risiko tunggal juga sedang dikembangkan dan prosedur usaha yang terkait dengan impor dan ekspor juga terus ditinjau, yang ditujukan untuk menyederhanakan dan melancarkan arus barang, serta mengurangi waktu tunggu bongkar muat. Paket ke-15 pemerintah juga ditujukan untuk mengurangi tingginya persentase barang larangan dan pembatasan (LARTAS) yang pada saat ini masuk ke Indonesia dengan memerlukan formalitas tambahan atau prosedur tambahan oleh kementerian/lembaga teknis.

Berbagai kementerian telah membuat pernyataan bersama untuk mengurangi tingginya persentase LARTAS ini dan juga telah berjanji untuk mengalihkan rezim pengawasan

border yang ada pada saat ini menjadi rezim pengawasan

post-border, melalui penerapan sistem manajemen risiko. Pemerintah bertujuan untuk mengurangi waktu tunggu bongkar muat sampai dengan kurang dari satu (1) hari, dengan tujuan akhir untuk mempermudah formalitas yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan perdagangan dan usaha. Sebuah satuan tugas ad-hoc telah dibentuk untuk mengevaluasi prosedur ekspor dan impor saat ini, dan diharapkan akan melakukan penyempurnaan lebih baik. Semua prakarsa ini secara langsung saling terkait dan memberikan kesempatan besar bagi penyederhanaan lebih lanjut prosedur perdagangan lintas batas dan formalitas impor ekspor dalam suatu proses penyelesaian perizinan yang terintegrasi.

Negosiasi CEPA di antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) sedang berlangsung saat ini dan secara spesifik membahas tentang isu fasilitasi perdagangan, sementara pada saat yang sama berupaya untuk memastikan kendali kepabeanan yang efektif. CEPA akan membahas tentang praktik terbaik saat ini terkait dengan modernisasi dan penyederhanaan peraturan, serta prosedur yang berkenaan dengan impor dan ekspor. Negosiasi ini merupakan kesempatan besar baik bagi Indonesia maupun UE untuk semakin memperkuat hubungan perdagangan mereka.

Kelompok Kerja Prosedur Impor Ekspor EuroCham terdiri dari perusahaan-perusahaan Eropa yang berinvestasi dan beroperasi di Indonesia, termasuk beberapa produsen dan perusahaan manufaktur terbesar di dunia, yang juga melakukan kegiatan impor ekspor untuk mendukung usaha mereka. Kelompok kerja tersebut bertemu secara rutin untuk membahas masalah bersama dan untuk memberikan rekomendasi terkait dengan peningkatan iklim usaha di Indonesia, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Berdasarkan latar belakang ini, kami mengusulkan sejumlah upaya yang kami percaya harus diprioritaskan.

Poin Penting dari Tahun Sebelumnya

(3)

Rekomendasi

Kami meyakini lebih banyak perusahaan perlu didorong untuk memperoleh status AEO dan MITA melalui pemberian fasilitas yang mempercepat penyelesaian perizinan kepabeanan. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara. Untuk mendorong partisipasi dari lebih banyak perusahaan, manfaat AEO bagi produsen atau pemegang izin API-P dapat ditingkatkan dari sisi ekspor dari perimbangan tersebut, yaitu dengan mempercepat implementasi MRA (baik dalam bentuk Mutual Recognition Agreements atau Mutual Recognition

Arrangements), serta dengan mengizinkan pembayaran ekspor berkala. Karena pembayaran berkala telah diberlakukan terhadap impor, maka kami merekomendasikan agar para eksportir juga menerima manfaat tersebut. Kami menyambut baik upaya yang sedang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Indonesia untuk mempromosikan program Mutual Recognition AEO kepada mitra kerjanya di negara lain. Kami juga akan menyambut baik perluasan cakupan program AEO lebih lanjut untuk menghindari proses audit/validasi yang berlebihan di daerah perbatasan yang harus dilakukan oleh negara bukan penanda tangan AEO.

1.

2.

Isu-Isu Penting

Sebagai bagian dari program ungulan jangka pendek yang telah dijalankan dalam upaya reformasi kepabeanan saat ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus meningkatkan jumlah perusahaan yang memenuhi persyaratan

penerima layanan Operator Ekonomi Bersertifikat (AEO) dan Mitra Utama Kepabeanan (MITA). Sejak bulan Maret 2017, 46 perusahaan telah memiliki sertifikat AEO, sedangkan 264 perusahaan lainnya telah memperoleh status MITA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia bertujuan untuk meningkatkan jumlah perusahaan AEO menjadi 75 dan jumlah perusahaan MITA menjadi 300 pada akhir tahun 2017. Berbagai perusahaan ini sekarang menerima fasilitas dalam bentuk prosedur kepabeanan yang lebih sederhana yang menjamin rantai pasok distribusi logistik yang efektif dan efisien.

Kami sangat menyambut baik penguatan Indonesia

National Single Window (INSW), serta penguatan sistem dan infrastruktur berbasis EDI yang saat ini sedang dikembangkan untuk memaksimalkan proses otomatisasi dan membantu menghindari duplikasi dan pemrosesan ganda. Proses penguatan ini sudah hampir pasti akan mengurangi waktu pemrosesan dan seharusnya juga meningkatkan transparansi dalam hal biaya penanganan, penyimpanan dan biaya lainnya.

Sistem INSW dan program reformasi yang sedang berlangsung dan ditujukan untuk menyederhanakan persyaratan impor ekspor memiliki potensi besar untuk menyederhanakan berbagai hal, serta memberikan fasilitasi kepabeanan dan perdagangan yang penting guna mendukung hubungan perdagangan. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, pengembangan sistem yang efisien, terhubung dan terintegrasi untuk kegiatan kepabeanan dan perdagangan lintas batas akan lebih meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Secara statistik, perusahaan-perusahaan ini telah memberikan kontribusi sebesar 34% dari efisiensi biaya penimbunan, lebih besar dari kontribusi yang diberikan oleh perusahaan yang menggunakan fasilitas jalur hijau. Perusahaan ini juga telah memberikan kontribusi sampai dengan 29,3% dari total pendapatan negara untuk tahun 2016 yang berasal dari bea impor dan pajak impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Pemerintah berharap dengan bertambahnya jumlah penerima status kepabeanan AEO dan MITA pada akhirnya akan mengurangi rata-rata waktu tunggu bongkar muat dari 3,4 hari menjadi 2,83 hari. Pada saat ini, rata-rata waktu tunggu bongkar muat bagi usaha yang memiliki sertifikat AEO adalah kurang dari dua hari. Sementara itu, bagi perusahaan yang memiliki sertifikat AEO, serta status pabean MITA, dapat menikmati waktu tunggu bongkar muat yang bahkan lebih singkat, berdasar bahwa perusahaan tersebut telah berkontribusi sebesar 26,84% atau 265.000 peti kemas sepanjang tahun 2016.

Operator Ekonomi Bersertifikat dan

Mitra Utama Kepabeanan

(4)

Rekomendasi:

Untuk meningkatkan otomatisasi, serta efisiensi proses administrasi, INSW harus menjadi platform utama di mana perizinan perdagangan dan prosedur pelabuhan dapat diintegrasikan, termasuk sambungan dengan sistem dalam jaringan yang dikelola oleh kementerian pelaksana, seperti Inaportnet, Inatrade dan CEISA. Integrasi tersebut akan lebih memperkuat kapabilitas satu pintu terkait dengan pengelolaan perizinan dan formalitas lintas batas, karena adanya hubungan dan komitmen langsung yang terbentuk di antara kementerian dan lembaga yang relevan. Upaya untuk mengharmonisasikan data dan perizinan yang diperlukan untuk kegiatan impor ekspor merupakan upaya yang sangat penting karena sistem tanpa kertas yang sepenuhnya terintegrasi merupakan tujuan akhir dari pelayanan satu pintu tersebut.

Kami mendukung upaya untuk mengembangkan sistem Indonesia Single Risk Management, yang akan mencakup basis data untuk penentuan profil importir dan eksportir yang bereputasi baik, berdasarkan kegiatan impor ekspor mereka.

Setiap perubahan persyaratan yang dilakukan melalui peraturan baru yang diterbitkan oleh kementerian teknis harus diperbarui sesegera mungkin dalam sistem INSW. Selain itu, apabila memungkinkan, para pemangku kepentingan yang relevan harus diberikan informasi jauh-jauh sebelum hari penerbitan dari setiap peraturan tersebut, khususnya perusahaan yang mungkin telah mempersiapkan suatu pengiriman. Kami juga mengusulkan untuk mengecualikan pengiriman yang sedang berlangsung yang telah diberangkatkan dari pelabuhan asal mereka sebelum penerbitan peraturan baru yang relevan.

Pada akhir tahun 2017, INSW, sebagai platform utama untuk integrasi layanan publik yang terkait dengan penanganan arus barang impor dan ekspor, berhasil menggabungkan 18 kementerian dan lembaga ke dalam sistem tersebut, dan pemerintah pada saat ini menargetkan jumlah yang lebih banyak untuk lebih mengintegrasikan perizinan dalam pelayanan “satu pintu” ini. Sejak INSW pertama dikembangkan, Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk mengadopsi yang disebut sebagai “kebijakan dua pilar”, yang mencakup konsep Trade Net dan Port Net. Trade

Net mencakup dokumen dan perizinan impor ekspor, sedangkan Port Net menangani pengelolaan penanganan kapal dan muatan. Pada saat ini, Kementerian Perdagangan telah mengelola portal Inatrade dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengelola sistem CEISA sebagai bagian dari Trade Net. Kementerian Perhubungan juga telah meluncurkan sistem Inaport net sebagai bagian dari konsep Port Net.

Akan tetapi, hubungan antara INSW, Trade Net (Inatrade dan CEISA) dan Port Net (Inaport Net) masih jauh dari optimal dan menyebabkan keterlambatan di dalam dan di sekitar pelabuhan, serta bagi kapal yang memasuki pelabuhan. Memang, perusahaan masih mengalami kesulitan di lapangan, seperti yang disebut berikut ini:

Situasi di mana pengiriman telah diberangkatkan setelah pada awalnya selesai dipersiapkan berdasarkan serangkaian persyaratan yang ditetapkan dengan peraturan yang lebih lama, yang kemudian “ditolak” karena persyaratan yang tidak lengkap, berdasarkan peraturan yang lebih baru.

Perubahan persyaratan, sebagaimana yang tercantum dalam peraturan yang diterbitkan oleh kementerian teknis, tidak diperbarui dalam sistem INSW.

Pengiriman yang tiba tanpa laporan surveyor mungkin akan diperlakukan berdasarkan peraturan yang baru diterbitkan tanpa pemberitahuan sebelumnya atau diterbitkan setelah pengiriman yang relevan diperiksa atau telah diberangkatkan dari pelabuhan asalnya. Hal ini dapat menambah biaya dalam bentuk biaya penyimpanan dan biaya pengangkutan terkait dengan kewajiban mengekspor kembali.

• • • 1. 2. 3. > Rekomendasi Lanjutan

(5)

Apabila pengiriman tiba tanpa disertai dengan laporan surveyor, karena peraturan baru diterbitkan tanpa penyampaian pemberitahuan apa pun sebelumnya atau diterbitkan setelah pengaturan atau pemberangkatan pengiriman dari pelabuhan asalnya, kami mengusulkan agar pengiriman yang datang tersebut dapat disurvei oleh lembaga surveyor di Indonesia atas nama lembaga surveyor asal. Sebagian besar lembaga surveyor di Indonesia telah bekerja sama dengan surveyor dari negara lain pada masa lalu dan dapat bertindak atas nama lembaga surveyor asal, sementara laporan surveyor yang relevan tetap dapat diterbitkan oleh perusahaan surveyor asal. Prakarsa ini seharusnya akan mengurangi biaya logistik dan waktu tunggu bongkar muat.

Kami meyakini bahwa penguatan kapabilitas INSW lebih lanjut, sebagaimana yang telah diumumkan melalui paket kebijakan ekonomi ke-15 pemerintah, sungguh-sungguh diperlukan dan oleh karena itu harus sepenuhnya didukung untuk mempercepat harmonisasi perizinan dan data dalam sistem INSW. Idealnya, penguatan

Pengelolaan Portal INSW akan memungkinkan sistem pengawasan dan evaluasi yang mampu mempertahankan tingginya jumlah perizinan lintas batas pada saat ini yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga teknis terkait. Kami juga menyambut baik komitmen yang ditunjukkan oleh pemerintah melalui pengumuman paket kebijakan ekonomi ke-15 pemerintah. Paket terbaru ini ditujukan untuk lebih mengintegrasikan INSW ke dalam pelayanan satu pintu ASEAN. Pelayanan satu pintu ASEAN memiliki rekam jejak yang telah terbukti sebagai platform yang digunakan oleh berbagai negara anggota ASEAN untuk bertukar data yang terkait dengan dokumen border elektronik, seperti surat keterangan asal untuk implementasi FTA.

4.

5.

6.

EuroCham menyambut baik dan ingin memberikan dukungan penuhnya terhadap pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh pemimpin berbagai kementerian dan lembaga pada tanggal 1 Agustus 2017. Pernyataan diikrarkan untuk bersama-sama mengurangi tingginya persentase perizinan impor dan ekspor saat ini yang secara umum dikenal sebagai barang larangan dan pembatasan (LARTAS) dan juga mengalihkan proses pengawasan di border pada saat ini ke post-border melalui penerapan sistem

manajemen risiko.

Pada saat ini, sekitar 50% barang yang masuk dalam Kode HS 2017 dikategorikan sebagai LARTAS, yang artinya barang tersebut memerlukan prosedur dan formalitas tambahan, seperti rekomendasi atau pemeriksaan oleh kementerian teknis yang relevan. Negara lain di wilayah yang sama telah secara signifikan mengurangi persentase LARTAS menjadi sekitar 17%. Pengurangan persentase LARTAS yang tinggi tersebut tentu akan membantu mengurangi biaya logistik dan beban yang saat ini ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh perizinan dan proses kepabeanan.

Selain itu, prakarsa ini sekaligus juga akan memastikan kelancaran arus barang yang masuk ke dan keluar dari Indonesia. Upaya ini tentunya akan mendukung kegiatan usaha para produsen dan perusahaan manufaktur di Indonesia, mengingat produsen dan manufakturmemerlukan impor barang tertentu dilakukan secara tepat waktu untuk mendukung usaha mereka.

Perubahan kerangka kode HS di Indonesia, yang melibatkan peralihan dari 10 menjadi 8 digit dan yang berlaku pada bulan Maret 2017 telah menciptakan sejumlah komplikasi jangka pendek sampai dengan menengah, seperti kerancuan dan ambiguitas yang timbul di seputar masalah perubahan tarif dan keterlambatan pemeriksaan. Secara khusus, peraturan tentang formalitas impor ekspor, sebagaimana yang diterbitkan oleh kementerian teknis terkait, tidak mengenal perbedaan di antara dua jenis Kode HS dan juga memuat beberapa deskripsi yang tidak jelas. Misalnya, terdapat tumpang-tindih antara Kode HS untuk barang jadi dan barang bahan baku, begitu jug secara umum untuk jenis barang tertentu dan jenis barang lainnya. Tumpang-tindih ini dapat menyebabkan kesulitan bagi industri, termasuk proses yang panjang untuk klaim pengembalian bea masuk, karena produsen tertentu juga memiliki izin untuk impor barang jadi.

(6)

Para produsen dan manufaktur pada umumnya

mengimpor barang yang diperlukan yang tidak tersedia di dalam negeri untuk keperluan non-komersial tertentu. Keperluan ini termasuk pameran dan pengembangan internal, seperti melakukan riset pasar, pengambilan sampel, uji laboratorium dan pengembangan produk. Akan tetapi, importasi produk tersebut kadang-kadang hanya dapat dilakukan setelah memenuhi formalitas impor ekspor tertentu, sebagaimana yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga pengawas seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dalam banyak hal, importasi produk non-komersial tersebut untuk keperluan tersebut di atas, bahkan dalam jumlah atau nilai yang rendah, memerlukan pemenuhan berbagai formalitas BPOM yang terkait dengan impor (seperti analisis produk dan sertifikat kesehatan untuk produk makanan). Proses ini sudah pasti menambah biaya dan waktu tunggu secara substansial. Akan tetapi, apabila produk tersebut tidak diimpor secara tepat waktu, pengembangan produk yang diperlukan dapat

terhambat.

Barang Larangan dan Pembatasan dalam Pengawasan BPOM

Penerapan pemeriksaan post-border diharapkan dilakukan tanpa perlu para importir berurusan dengan prosedur yang rumit. Sosialisasi atau dialog secara teratur dengan para pelaku kepentingan yang relevan tentang cara peralihan ke kebijakan pengawasan post-border yang akan diimplementasikan oleh kementerian/lembaga teknis yang relevan perlu dilakukan untuk memastikan kelancaran implementasi selama masa transisi.

Untuk mendukung daya saing pasar produsen dan perusahaan manufaktur Indonesia, kami mengusulkan untuk mengecualikan dari persyaratan izin impor, barang yang akan digunakan sebagai sampel atau untuk keperluan tes atau penelitian dan pengembangan. Sebagai alternatif, perizinan impor dapat diberikan melalui penggunaan serangkaian dokumen yang telah disederhanakan, sementara proses perizinan dapat dipercepat dalam hal ini. Misalnya, penyederhanaan penerbitan perizinan untuk impor barang yang akan digunakan sebagai sampel, atau untuk keperluan tes atau penelitian dan pengembangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Karantina Hewan dan Tumbuhan, Kementerian Kesehatan dan kementerian teknis lainnya akan sangat membantu. Kebijakan Indonesia yang ditujukan untuk lebih menyederhanakan peraturan dan prosedur dapat mencakup pemrosesan barang yang diimpor oleh para importir/eksportir bereputasi yang memiliki rekam jejak yang baik, termasuk perusahaan yang telah memperoleh status AEO dan MITA. Prakarsa fasilitasi perdagangan lainnya dapat diterapkan dalam bentuk manfaat pajak atau proses pengembalian bea masuk yang disederhanakan, serta akses yang mudah ke sistem atau layanan EDI yang terintegrasi yang saat ini dikelola oleh kementerian/lembaga yang relevan.

Kami merekomendasikan memfasilitasi produsen dan manufaktur pada saat mengimpor bahan baku untuk keperluan produksi melalui penggunaan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atau melalui tarif bea masuk yang lebih rendah daripada untuk impor barang jadi. Fasilitasi ini akan sejalan dengan tujuan yang dinyatakan oleh pemerintah untuk mendorong investasi dan produksi di seluruh Indonesia.

Peraturan yang diterbitkan oleh kementerian teknis harus mempertimbangkan dan secara langsung dikaitkan dengan setiap kode HS yang mencantumkan deskripsi barang secara terperinci, untuk memastikan bahwa produk yang terkait masuk ke dalam kategori yang benar. Hal ini akan memastikan pemahaman yang lebih baik akan persyaratan impor ekspor yang relevan. Selain itu, langkah tersebut pada gilirannya akan membantu meningkatkan arus perdagangan, serta daya saing perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Pada saat ini, perusahaan sering kali dihadapkan dengan penafsiran yang berbeda yang diberikan oleh otoritas yang berbeda-beda terkait dengan Kode HS yang relevan dan dokumentasi atau perizinan yang diwajibkan untuk impor dan ekspor produk tertentu. Disarankan untuk mengimplementasikan waktu dan prosedur pemrosesan yang dapat diperkirakan secara lebih baik.

Rekomendasi:

1. 2. 3. 4. 5.

(7)

Akan tetapi, dalam implementasi peraturan saat ini, para produsen yang merupakan pemegang API-P dalam sektor makanan dan minuman tidak dapat secara langsung mengimpor garam kelas industri, sehingga impor harus dilakukan oleh pihak ketiga. Berikut ini adalah beberapa tantangan yang dihadapi pada saat ini dalam bidang ini:

Rekomendasi

Kami merekomendasikan untuk mengecualikan persyaratan dokumentasi BPOM yang menangani impor barang kiriman untuk keperluan non-komersial tertentu dan yang dilakukan dalam jumlah yang terbatas. Barang tersebut harus diperlukan untuk pengembangan internal perusahaan dan tidak boleh digunakan untuk keperluan perdagangan, dan dapat terdiri dari barang-barang berikut ini:

a. Barang sampel yang diperlukan oleh perusahaan,

b. Barang yang diperlukan untuk keperluan penelitian dan pengembangan pada perusahaan,

c. Barang lain yang akan digunakan untuk keperluan non-komersial yang spesifik, seperti produk untuk keperluan pameran.

Setiap pengecualian yang diberikan untuk barang untuk keperluan tertentu tersebut dapat dikenakan penerapan nilai, volume atau batasan jumlah tertentu, dengan mempertimbangkan karakteristik dari jenis barang yang bersangkutan. Implementasi pembatasan tersebut juga dapat ditinjau berdasarkan proposal dan keperluan penggunaan. Oleh karena itu, pembatasan tertentu tidak perlu dinyatakan dalam peraturan.

Pada praktiknya, berdasarkan pengalaman, BPOM akan meminta laporan penggunaan berbagai sampel/produk. Barang berisiko rendah seperti kosmetik harus dikecualikan dari perizinan apabila barang tersebut hanya akan digunakan sebagai sampel, dalam percobaan produksi, dalam uji laboratorium atau selama kegiatan pameran, dan dapat dimasukkan dalam proposal yang relevan sampai dengan nilai tertentu (misalnya: di bawah lima barang atau 200 ml/botol). Sebagai alternatif, apabila perizinan diperlukan untuk sampel dan uji laboratorium untuk barang penelitian dan pengembangan atau untuk kegiatan pameran, dokumentasi yang diperlukan untuk memperoleh izin tersebut diharapkan dapat disederhanakan. Misalnya, COA dapat diganti dengan surat pernyataan/proposal untuk mempersingkat waktu tunggu.

Kami juga mengusulkan agar pengecualian ini dapat juga diterapkan terhadap pengiriman pribadi di bawah jumlah, nilai atau bobot tertentu, sehingga pengiriman tersebut dapat dikeluarkan tanpa memerlukan perizinan. Kami juga mengusulkan penerapan layanan perizinan elektronik/perizinan elektronik satu-hari. Dalam layanan tersebut, dokumen pendukung dapat diunggah ke situs web BPOM tanpa memerlukan pengajuan hard copy apa pun.

Kami merekomendasikan pemberian informasi yang lebih terperinci melalui Indonesia National Single Window (INSW) terkait dengan berbagai izin yang diperlukan untuk barang larangan dan pembatasan (LARTAS), sehingga menghindari kesulitan dan penafsiran berganda yang terjadi selama pemrosesan.

1.

2.

3.

4.

5.

Menteri Perdagangan baru-baru ini menerbitkan Peraturan No. 52 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan No. 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Berdasarkan peraturan tersebut, industri makanan diizinkan untuk memperdagangkan dan/atau memindahtangankan garam industri impornya kepada industri makanan dan minuman atau pihak lainnya, dengan ketentuan bahwa garam tersebut telah diproses terlebih dahulu. Diatur juga bahwa garam kelas industri dapat diimpor oleh perusahaan yang memiliki izin API-P dan yang telah menerima persetujuan resmi dari Kementerian Perdagangan

(8)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 97 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan, importasi produk kehutanan hanya dapat dilakukan oleh para pemegang izin API-U atau API-P setelah mereka terlebih dahulu menerima Persetujuan Impor resmi dari Kementerian Perdagangan. Untuk memperoleh Persetujuan Impor, sebuah perusahaan harus terlebih dahulu memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui sistem elektronik Kementerian tersebut.

Hal ini hanya dapat dilakukan setelah terlebih dahulu menyelesaikan proses uji tuntas. Pada praktiknya, pada tingkat operasional, perusahaan menghadapi beban administrasi dan prosedural yang berat pada saat mereka berupaya untuk memperoleh Rekomendasi Impor resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan, apabila perlu, merevisi data dalam rekomendasi tersebut.

Ketentuan Impor Produk Kehutanan

Pada praktiknya, hanya terdapat dua jenis barang impor yang diakui oleh pemerintah, secara spesifik yaitu garam konsumsi dan garam industri. Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan farmasi dan kimia yang diharapkan untuk memasok yang disebut sebagai “garam kelas analisis” oleh para pelanggan mereka. Pada praktiknya, sesuai dengan peraturan saat ini yang mengatur bidang ini, hal ini disebabkan oleh garam kelas analisis yang harus diperlakukan secara sama dalam hal pemrosesan dan persyaratan impor dengan kedua jenis garam yang disebutkan di atas. Sebagai akibatnya, impor garam yang dilakukan untuk keperluan analisis harus dilakukan melalui pemasok internasional di luar negeri. Akan tetapi, karena volume yang dibutuhkan niscaya akan sangat sedikit, pemasok tersebut kemungkinan akan menolak pesanan.

Garam untuk keperluan analisis tidak dapat

diperdagangkan atau dipindahtangankan karena garam tersebut dikategorikan sebagai garam industri. Meskipun pada praktiknya, garam kelas analisis tidak tersedia di dalam negeri dan hal ini menimbulkan kesulitan bagi perusahaan yang memerlukannya.

Pada saat ini, garam untuk industri makanan dan minuman masih dikategorikan sebagai garam untuk konsumsi, padahal garam kelas industri memiliki spesifikasi yang berbeda dari spesifikasi garam konsumsi. Selain itu, volume garam industri yang diperlukan oleh para produsen untuk mendukung produksi makanan dan minuman mereka kurang dari volume untuk garam konsumsi.

Pasal 3 Peraturan Kemendag No. 125 tahun 2015 mengatur permintaan garam kelas industri yang akan ditentukan dan disepakati selama rapat koordinasi yang diselenggarakan di antara kementerian dan lembaga terkait. Kuota garam akan ditentukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Ini berarti bahwa keputusan tentang penetapan kuota garam sering kali diambil tanpa upaya persetujuan apa pun terkait dengan data yang diberikan oleh para pelaku usaha dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebagai akibatnya, keputusan kuota impor untuk perusahaan sering kali terlambat diterbitkan. • • • •

Rekomendasi:

Pengakuan bahwa garam yang digunakan oleh industri makanan dan minuman merupakan garam industri dapat dibuat melalui pemberian penjelasan sehingga para pemegang perizinan API-P dalam sektor makanan dan pertanian akan kemudian diizinkan untuk mengimpor garam industri secara langsung, sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Kemendag No. 125 tahun 2015.

Percepatan proses pengambilan keputusan kuota impor garam dapat dilaksanakan melalui kemitraan dengan perusahaan sebagai pelaku usaha untuk memperoleh data riil yang diperlukan untuk digunakan dalam rapat koordinasi yang relevan yang diselenggarakan di antara kementerian dan lembaga.

Dapat diberlakukan pengecualian yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan impor garam kelas analisis dalam jumlah tertentu. Pengecualian ini dapat dilaksanakan melalui pengaturan pembatasan impor yang menangani volume atau nilai tertentu.

1.

2.

(9)

EuroCham menyambut baik upaya yang sedang

berlangsung yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejalan dengan Kementerian Perdagangan dan kementerian teknis lainnya untuk terus menyempurnakan dan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 97 tahun 2015. Terkait dengan prakarsa penting ini, EuroCham menawarkan dukungannya secara penuh untuk upaya pemerintah dan berharap bahwa EuroCham dapat berpartisipasi dan berkontribusi sebagai mitra dalam pembahasannya dengan pemerintah.

Rekomendasi:

Kami mengusulkan agar barang yang tidak terkait dengan proses produksi yang melibatkan produk kehutanan dikecualikan dari pengaturan (misalnya amplop, label, materi cetak). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat memberikan pengecualian dari ketentuan LARTAS untuk barang tersebut dengan

mengimplementasikan pembatasan tertentu yang dapat berupa bobot, jumlah atau nilai (misalnya, barang harus bernilai di bawah USD 1.500). Sebagai acuan, pengecualian seperti ini telah diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 87 tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Pengecualian produk kehutanan dapat diatur dengan cara yang serupa dengan penerbitan ketentuan oleh Kementerian Perdagangan yang mencantumkan pengecualian melalui penetapan Pasal 22 dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 63 tahun 2017 tentang Perubahan atas Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar perubahan Ketentuan Impor Produk Kehutanan juga mencakup penetapan

pengecualian serupa, yang dapat menyatakan, di antara informasi lainnya, bahwa:

“Penetapan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini tidak berlaku terhadap produk kehutanan berikut ini: a. Barang yang digunakan sebagai sampel atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmiah; b. Barang yang digunakan dalam proses produksi industri dan yang tidak terkait dengan industri kehutanan, seperti barang yang digunakan dalam proses produksi industri makanan dan minuman;

c. Barang kiriman yang diimpor melalui layanan pos, yang nilainya di bawah FOB US$ 1.500,00 (seribu lima ratus dolar Amerika), melalui penggunaan angkutan udara;

d. Barang impor yang berbobot kurang dari satu (1) Ton,”

Beban administrasi yang disebabkan oleh proses wajib permohonan rekomendasi dan uji tuntas dapat dikurangi dengan, di antara metode lainnya:

a. Memperpanjang masa berlaku Rekomendasi Impor yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari 6 bulan menjadi 12 bulan.

b. Kombinasi data yang melibatkan uji tuntas, yang telah didaftarkan oleh perusahaan, dapat dicatat dan diberikan masa berlaku yang lebih lama sehingga perusahaan tidak perlu kembali memberikan data yang relevan selama pendaftaran kombinasi berikutnya.

c. Kombinasi data tersebut akan secara signifikan mengurangi beban administrasi yang pada saat ini dikenakan terhadap perusahaan apabila pengajuan data yang terkait dengan uji tuntas dilakukan melalui pengunggahan berkas dalam bentuk Excel.

d. Kami berharap bahwa revisi rekomendasi kuota/impor dapat dilakukan tanpa pembatalan masa berlaku sehingga Persetujuan Impor dapat digunakan selama proses revisi.

1.

2.

(10)

e. Perusahaan menggunakan skema rantai pasokan yang berbeda, yang banyak di antaranya sering kali melibatkan penggunaan pusat distribusi yang terletak di negara ketiga. Dalam hal ini, para pemasok atau perusahaan manufaktur dari berbagai belahan dunia kadang kala mengirimkan barang terlebih dahulu ke pusat distribusi atau gudang konsolidasi yang relevan yang terletak di negara lain. Tiongkok merupakan contoh, dalam hal barang yang dikirimkan oleh beberapa eksportir ke Indonesia. Pemrosesan uji tuntas bagi perusahaan dalam hal tersebut telah menjadi beban administrasi yang berat, karena kewajiban pendaftaran yang melibatkan pengumpulan data dari beberapa eksportir dan pemasok, serta Kode HS. Dalam hal ini, kami berharap bahwa penyederhanaan proses uji tuntas dapat diimplementasikan untuk meringankan beban administrasi.

Selama masa transisi ini sebelum penerbitan perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 97 tahun 2015, kami meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atas diskresinya sendiri, memberikan pengecualian untuk barang impor yang pada saat ini terjebak di gudang yang berada di pelabuhan dan bandar udara, sehingga proses impor dapat diselesaikan. Upaya ini tentunya akan mengurangi waktu tunggu bongkar muat dan beban biaya logistik yang berat bagi para pelaku usaha yang relevan.

Kami mengusulkan agar impor produk kehutanan dijadikan sebagai salah satu topik untuk dinegosiasikan selama pembicaraan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/ CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa. Negosiasi yang sedang berlangsung saat ini diharapkan dapat mencapai perjanjian tentang kebutuhan untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hutan tanpa membebankan perusahaan dengan proses administrasi dan perizinan yang berat. Pembicaraan ini akan termasuk, di antara poin pembahasan lainnya, proposal pengecualian yang akan dibuat untuk impor produk kehutanan sebagai barang kiriman. Pengecualian ini dapat didasarkan pada jumlah, volume atau nilai tertentu. Kami juga mengusulkan agar produk tertentu, misalnya amplop, label dan materi cetak, dihapus dari daftar barang yang terdampak oleh pengaturan tersebut.

3.

4.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 30 tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, dalam kaitannya dengan Peraturan Menteri Pertanian (Mentan) No. 16 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura, yang berlaku sejak tanggal 19 Mei 2017, perusahaan dapat melakukan importasi produk hortikultura setelah terlebih dahulu memperoleh Persetujuan Impor resmi dari Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor dari Kementerian Pertanian. Selain itu, Peraturan Mentan No. 16 tahun 2017 mengatur persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Persyaratan ini termasuk perolehan Surat Rekomendasi Impor terlebih dahulu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penerbitan peraturan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor produk hortikultura

Persyaratan yang terkait dengan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura oleh BPOM menambah lapisan perizinan yang harus dipenuhi oleh perusahaan setelah penerbitan Peraturan Mentan No. 16 tahun 2017 pada tanggal 18 Mei 2017. Dalam hal ini, pencabutan Peraturan Mentan No. 16 tahun 2017 melalui penerbitan Peraturan Mentan No. 38 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang baru pada tanggal 21 November 2017 disambut dengan sangat baik oleh dunia usaha. Sekarang, Peraturan Mentan No. 38 tahun 2017 telah menyederhanakan formalitas impor dengan tidak lagi mewajibkan rekomendasi impor dari BPOM untuk memperoleh Rekomendasi Impor dari Kementerian Pertanian. Rekomendasi Impor dari Kementerian Pertanian juga tidak lagi diwajibkan untuk importasi produk hortikultura olahan.

(11)

Rekomendasi:

Rekomendasi:

Kami mendukung upaya untuk menyederhanakan proses perizinan dan administrasi bagi perusahaan yang bergerak di bidang impor produk hortikultura melalui pengurangan persyaratan rekomendasi yang terkait dengan kementerian/lembaga teknis yang relevan. Duplikasi proses yang melibatkan penerbitan rekomendasi baik dari BPOM maupun Kementerian Pertanian sekarang telah dibatalkan.

Untuk memastikan kelancaran transisi dan kelancaran implementasi Peraturan Mentan No. 38 tahun 2017 yang baru diterbitkan, kami mengusulkan agar Kementerian Pertanian melaksanakan program sosialisasi yang harus dilakukan paling tidak sampai dengan pertengahan tahun 2018.

Kami merekomendasikan peninjauan ketentuan yang terkait dengan impor ban, khususnya berbagai jenis ban yang tidak diproduksi secara domestik. Kapabilitas dan kapasitas perusahaan manufaktur ban lokal harus dipertimbangkan pada saat meninjau rezim impor ban saat ini.

Kami merekomendasikan agar dampak dari ketentuan impor ban saat ini terhadap industri terkait yang merupakan pengguna akhir ban, seperti industri logistik dan pertambangan, harus dipertimbangkan.

1.

2.

1.

2.

Peraturan Menteri Perdagangan No. 77 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Ban menetapkan bahwa untuk mengajukan permohonan persetujuan impor ban, perusahaan perlu memperoleh surat rekomendasi persetujuan resmi dari Kementerian Perindustrian, sebagaimana yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 1 tahun 2017 tentang Tata Cara Penerbitan Rekomendasi Persetujuan Impor Ban. Surat persetujuan tersebut tetap berlaku selama jangka waktu enam bulan bagi para pemegang API-U.

Akan tetapi, pada praktiknya, kerumitan prosedural yang signifikan yang diperlukan dalam perolehan persetujuan impor resmi ban telah menyebabkan beban administrasi dan waktu yang signifikan yang dikenakan pada impor, khususnya dalam hal ban yang diwajibkan untuk mematuhi ketentuan yang terkait dengan SNI, NBP dan pelabelan Indonesia.

Rezim impor ban juga dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan jenis ban tertentu yang belum diproduksi secara domestik, seperti jenis ban truk dan truk tambang tertentu. Kekurangan persediaan ini dapat menyebabkan kenaikan harga ban tertentu, yang pada gilirannya, akan memiliki dampak sebab-akibat pada industri terkait lainnya, seperti logistik dan pertambangan.

(12)

Rekomendasi:

Untuk lebih memberikan kepastian yang terkait dengan berbagai kegiatan usaha perusahaan anggota EuroCham, kami meminta agar persiapan yang diperlukan segera diselesaikan untuk implementasi penuh Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017, sebagaimana yang terakhir diubah dengan Peraturan Mendag 71/217. Kepastian implementasi Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017 sangat penting bagi perusahaan anggota EuroCham, karena kepastian tersebut adalah untuk prospek industri Indonesia secara keseluruhan.

Untuk lebih memberikan kepastian dalam hal kegiatan usaha di masa mendatang, kami mendorong pemerintah untuk memastikan bahwa semua ketentuan baru tentang barang larangan dan pembatasan segera dimasukkan dalam sistem INSW sebagai satu-satunya acuan untuk implementasi dan pengawasan barang larangan dan pembatasan. Dalam hal ini, beberapa penyesuaian pada sistem INSW dan CEISA perlu dilakukan untuk mengakomodasi berbagai perubahan yang diberlakukan berdasarkan Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017. 1.

2.

EuroCham sangat menyambut baik penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Peraturan Mendag) No. 63 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Mendag No. 82 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya. Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017 memberikan pengecualian dari ketentuan impor untuk produk impor yang berbobot kurang dari satu ton.

Selain itu, pernyataan impor yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan tidak lagi diperlukan oleh importir sebelum importasi produk yang dikecualikan. Sekarang, Pasal 12 A dan 12 B Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017 juga telah mengalihkan rezim pengawasan

border sebelumnya ke proses pemeriksaan post-border, yang akan terjadi setelah barang impor melalui wilayah kepabeanan, khususnya di gudang atau fasilitas penyimpanan, sebelum penggunaan oleh para importir yang relevan. Akan tetapi, pada tanggal 26 September 2017, Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Mendag No. 71 tahun 2017 sebagai Perubahan Kedua atas Peraturan Mendag No. 82 tahun 2016. Peraturan Mendag 71 tahun 2017 menangguhkan implementasi pemeriksaan

post-border, sebagaimana yang awalnya ditetapkan berdasarkan Pasal 12 A dan 12 B Peraturan Mendag 63 tahun 2017 sampai dengan tanggal 1 Februari 2018. Pengecualian ketentuan impor untuk pengiriman produk impor yang berbobot kurang dari 1 ton, sebagaimana yang diamanatkan oleh Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017 tidak dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 karena ketentuan baru ini yang belum dimasukkan ke dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW).

Memang dipahami secara umum bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak akan dapat melaksanakan ketentuan apa pun tentang barang larangan atau pembatasan sebelum ketentuan ini diunggah ke INSW sebagai satu-satunya acuan tentang implementasi barang larangan dan pembatasan, sebagaimana yang diatur Pasal 2, ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan No. 224/PMK/04/2015. Selain itu, Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepabeanan menetapkan bahwa, “untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.” Oleh karena itu, kami memahami bahwa Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, perlu menerima pemberitahuan formal tentang ketentuan yang baru diterbitkan tentang barang larangan dan pembatasan, sebagaimana dibahas Peraturan Mendag No. 63 tahun 2017 Setelah pemberitahuan formal ini, Kementerian Keuangan kemudian dapat menerbitkan Peraturan Menteri dan pedoman teknis yang kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk memperbarui data yang terdapat pada Customs-Excise Information Systems

and Automation (CEISA), serta pada INSW.

Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya

(13)

Sosialisasi sebelum implementasi rezim pengawasan post-border yang baru dapat dilakukan untuk memastikan kelancaran implementasinya. Pengalihan dari pengawasan di border ke proses pemeriksaan post-border yang dilakukan di gudang atau fasilitas penyimpanan sebelum penggunaan oleh para importir diharapkan tidak akan menambah kerumitan apa pun bagi para importir dan dapat dilakukan melalui implementasi serangkaian prosedur sederhana.

3.

Peraturan Menteri Pertanian (Peraturan Mentan) No. 26 tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu menetapkan bahwa penyediaan susu yang diperlukan untuk memenuhi permintaan nasional dapat dipenuhi melalui produksi dalam negeri dan impor dari negara lain. Berdasarkan peraturan ini, perusahaan yang memproduksi produk susu harus membentuk kemitraan dengan para peternak dan kelompok peternak dalam bentuk koperasi agar terlibat dalam pemanfaatan susu segar domestik, sedangkan mereka yang tidak memproduksi produk susu harus membuat kemitraan agar terlibat dalam kegiatan promosi. Kemitraan ini diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 13 tahun 2017 dan akan menjadi salah satu kriteria yang akan dipertimbangkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada saat memberikan rekomendasi impor. Kementerian Pertanian sekarang telah memberikan klarifikasi lisan bahwa kewajiban kemitraan ini bersifat wajib untuk impor susu segar yang akan secara langsung dijual kepada masyarakat, dan tidak bersifat wajib untuk impor yang dilakukan untuk keperluan memperoleh bahan baku atau pendukung. Akan tetapi, sejumlah ketentuan formal yang membahas tentang importasi susu dan produk susu pada saat ini masih sedang dirancang oleh

Kementerian Pertanian. Sementara itu, rancangan terbaru ketentuan ini yang diterima oleh EuroCham tidak hanya membahas tentang susu dan produk susu tetapi juga mencantumkan prosedur impor dan ekspor produk ma-kanan yang berasal dari hewan.

Kami memahami bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong produksi susu segar nasional, yang kami dukung, dengan demikian peningkatan produksi tersebut akan memiliki manfaat kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi, produksi susu segar nasional jelas-jelas tidak memenuhi permintaan pasar dalam hal produk susu dan produk turunannya. Kementerian Pertanian sebelumnya mempublikasikan Outlook Susu 2016, yang mengungkapkan bahwa permintaan susu nasional mencapai sekitar 3,8 juta ton susu segar, sementara produksi nasional hanya dapat memenuhi 852.000 ton dari permintaan ini. Ini berarti bahwa produksi nasional hanya dapat menyediakan sekitar 22,45% dari permintaan Indonesia, sementara 2,95 juta ton sisanya (77,55%) perlu disediakan dari sumber lain, khususnya melalui impor dari negara lain. Tantangan utama saat ini adalah untuk memastikan bahwa industri menerima persediaan susu segar yang diperlukan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi lebih lanjut.

Impor dan Ekspor Susu dan Produk Susu

Rekomendasi:

Pemerintah disarankan untuk memberdayakan industri dengan memastikan ketersediaan susu segar sebagai bahan baku atau penolong bagi perusahaan manufaktur dan produsen, yang akan sejalan dengan semangat Undang-Undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.

1.

(14)

Perusahaan harus diberikan kesempatan untuk mengusulkan skema kemitraan secara sukarela, termasuk target tahunan untuk penyerapan susu yang diproduksi secara domestik dari para peternak, berdasarkan permintaan dan kapabilitas industri, serta kondisi infrastruktur dalam bidang operasi yang relevan. Proposal tersebut dapat memasukkan rencana untuk secara berkala meningkatkan pengunaan susu yang diproduksi secara domestik oleh perusahaan yang relevan.

2.

Sudah menjadi praktik yang lazim peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk sementara – khususnya peralatan bekas - diimpor dan selanjutnya diekspor kembali. Secara khusus, para produsen dan perusahaan manufaktur diwajibkan untuk secara berkala mengembalikan peralatan mereka kepada produsen peralatan asli (OEM) internasionalnya untuk perbaikan, kalibrasi, dll. Proses ini mencakup hal-hal berikut ini:

Ekspor dan impor kembali perlengkapan yang perlu diperbaiki di luar negeri karena ketersediaan bengkel perbaikan yang relevan (spesialisasi tinggi).

Impor dan ekspor kembali perlengkapan pengujian yang diperlukan untuk melakukan pengujian perbaikan (misalnya alat pemeriksa kebocoran tabung kondensor).

Proses saat ini yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 149 tahun 2007 memerlukan dua sampai dengan tiga minggu untuk ekspor perbaikan peralatan yang relevan dan juga memerlukan SKEP sebagai persetujuan ekspor resmi. Proses saat ini yang mengatur impor sementara juga dapat memakan waktu sampai dengan tiga minggu dan melibatkan proses permohonan surat garansi dari bank yang harus disetujui oleh Kantor Bea Cukai.

Impor Sementara dan Ekspor Kembali

Kami merekomendasikan penyederhanaan berbagai prosedur yang mengatur impor sementara dan ekspor kem-bali untuk mengurangi biaya penyimpanan dan logistik.

Kami juga merekomendasikan penyederhanaan berbagai prosedur pabean yang mengatur ekspor kembali dalam situasi di mana penerima tidak mengenali pengiriman dan perubahan yang telah dilakukan pada nama penerima, sebagaimana yang diperlukan pada manifes kepabeanan. Apabila pengirim memiliki Konosemen, maka pengirim tersebut merupakan pihak yang berhak untuk meminta ekspor kembali. Pengirim seharusnya merupakan pihak yang harus diminta untuk membuat komitmen tersebut daripada mewajibkan Bea Cukai untuk memperoleh lampu hijau dari penerima, yang tentu saja tidak ingin terlibat dengan pengiriman.

Container Security Device (CSD) adalah aksesori atau perlengkapan yang dapat dibubuhkan ke, pada, di dalam atau merupakan bagian dari setiap peti kemas atau kompartemen muatan dan dipasang untuk mendeteksi perusakan atau intrusi ke dalam peti kemas atau kompartemen muatan melalui pintu atau melalui setiap sisi lainnya. CSD semakin banyak digunakan sebagai bagian dari rantai pasok global dan dengan demikian, merupakan perangkat yang sesuai untuk memberikan fasilitasi sehubungan dengan pemasukan perangkat tersebut untuk sementara. CSD mencakup segel mekanis dan elektronik. Selain itu, perangkat tersebut dapat atau tidak dapat digunakan kembali dan dapat atau tidak dapat memiliki fungsi tambahan, seperti pemantauan status barang dan penelusuran peti kemas. Terkait dengan subjek ini, kami merekomendasikan hal-hal berikut ini: 1.

2.

3.

Rekomendasi:

(15)

a. CSD seharusnya tidak tunduk pada formalitas kepabeanan Indonesia sehubungan dengan pemasukan peti kemas untuk sementara apabila CSD merupakan aksesori atau peralatan yang dimasukkan ke dalam peti kemas tersebut.

b. CSD yang dapat digunakan kembali yang tidak diekspor kembali harus tunduk pada upaya kepabeanan Indonesia yang sesuai.

c. CSD yang diimpor secara terpisah dari peti kemas dan yang dimaksudkan untuk ekspor kembali setelah dibubuhkan ke peti kemas yang dimasukkan untuk sementara atau yang dimasukkan tidak untuk sementara, harus diberikan status pemasukan untuk sementara. Pemasukan tersebut dapat diberikan dengan ketentuan bahwa setiap perusahaan yang melakukan importasi sementara tersebut menyatakan dengan cara yang diwajibkan, pada saat presentasi perangkat yang relevan kepada kepabeanan Indonesia, bahwa perangkat tersebut dimaksudkan untuk digunakan sebagai bagian dari peti kemas dalam lalu lintas internasional. Selain itu, apabila diperlukan, penggunaan dari setiap perangkat yang diimpor untuk sementara dapat dicatat, sehingga Bea Cukai Indonesia dapat, setelah adanya permintaan, memeriksa perangkat tersebut atau memperoleh akses ke perangkat tersebut secara elektronik.

.

Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization /WTO) memperkirakan bahwa implementasi penuh Perjanjian Fasilitasi Perdagangan (TFA), yang berlaku pada tanggal 22 Februari 2017, dapat mengurangi biaya perdagangan global rata-rata sebesar 14,3% (WTO, 2015). Secara lebih khusus, biaya perdagangan di negara berkembang akan turun sampai dengan antara 13% dan 15%, sementara biaya perdagangan di negara terbelakang di dunia akan berkurang sampai dengan 17%. Kami memahami bahwa FTA hanya berlaku terhadap para anggota WTO yang telah menerimanya dan, pada saat ini, rancangan pengesahan telah ditandatangani oleh beberapa Menteri terkait dan juga telah diteruskan kepada Presiden untuk musyawarah lebih lanjut dengan Parlemen Indonesia sebelum finalisasi undang-undang.

Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO

Kami mendorong Indonesia untuk mempercepat proses pengesahan untuk implementasi penuh TFA. Pengesahan ini juga akan termasuk pembentukan Komite Nasional di Bidang Fasilitasi Perdagangan, di mana 18 Kementerian/ Lembaga Pelaksana akan berpartisipasi selain berbagai perwakilan dari sektor swasta. Kami meyakini bahwa pengesahan TFA akan memberikan dorongan nyata terhadap fasilitasi perdagangan dan akan berdampak signifikan terhadap hubungan perdagangan lintas batas Indonesia dengan negara lain karena pengesahan tersebut akan meminimalisir biaya perdagangan dan persyaratan dokumentasi.

(16)

Barang yang diimpor dan diekspor dalam bentuk curah atau cair sering kali berisiko mengalami kehilangan volume karena penguapan yang terjadi selama pengangkutan, serta selama produksi. Hal ini sering kali menyebabkan selisih dalam pemberitahuan nilai dan jumlah kepabeanan. Selisih tersebut tidak disengaja tetapi tidak terhindarkan dan dapat menyebabkan perusahaan mendapatkan reputasi buruk dari otoritas Bea Cukai yang relevan.

Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di seluruh Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Pada saat ini, lebih dari 270 produk tunduk pada pemberlakuan SNI secara wajib, termasuk produk listrik, kayu, karet, otomotif, pemeliharaan kesehatan dan pertanian, serta mainan, pakaian dan barang rumah tangga tertentu (seperti handuk).

Tidak seperti sertifikasi sukarela, proses sertifikasi SNI secara wajib untuk barang impor merupakan proses yang panjang dan rumit. Proses tersebut dimulai berdasarkan pengiriman dan memerlukan pengambilan sampel di pelabuhan asal yang relevan (pemeriksaan prapengiriman). Proses pengambilan sampel ini harus dilaksanakan oleh petugas pengambil contoh Indonesia. Hal ini tentunya menimbulkan beban tambahan bagi perusahaan, karena mereka diwajibkan untuk menanggung biaya

perjalanan petugas tersebut. Selain itu, proses tersebut dapat menyebabkan potensi keterlambatan pengiriman, karena proses ini hanya dapat dimulai setelah dokumen yang relevan disiapkan dan disetujui oleh lembaga sertifikasi. Pengaturan tersebut juga membatasi laboratorium terakreditasi di luar negeri menjadi laboratorium yang berada di negara yang memiliki perjanjian saling pengakuan bilateral dengan Indonesia.

Selain itu, selisih tersebut juga dapat menyebabkan kelebihan pembayaran bea impor yang selanjutnya tidak dapat diklaim kembali. Di sisi lain, kekurangan pembayaran bea impor menciptakan potensi timbulnya penalti yang signifikan, selain waktu yang terbuang sia-sia untuk mengurus proses administrasi yang relevan.

Pembatasan ini tidak konsisten dengan norma internasional dan berarti bahwa semua pengujian harus dilakukan di Indonesia karena MRA tersebut tidak dapat dibuat dan karena Kementerian Perindustrian telah menarik semua persetujuan yang diterbitkan sebelumnya untuk laboratorium luar negeri.

Dalam hal persyaratan pemberian label, label SNI hanya dapat dibubuhkan pada produk setelah kedatangan pengiriman di Indonesia karena nomor pajak pengiriman wajib dicetak pada label SNI (dan nomor pajak tersebut hanya dapat diajukan permohonannya setelah diterimanya semua dokumen yang relevan). Dengan kata lain, setiap hal harus ditangani secara manual, sekali sebelum impor dan sekali lagi sesudahnya. Hal ini menyebabkan penundaan yang tidak perlu dan merupakan hambatan perdagangan.

Pemberitahuan secara Sukarela tentang Selisih dalam Pemberitahuan Kepabeanan

Standar Nasional Indonesia

Kami mengusulkan mengadopsi praktik internasional, sebagaimana yang telah diimplementasikan oleh negara tetangga ASEAN lainnya. Adopsi praktik internasional ini akan memungkinkan perusahaan untuk secara sukarela memberitahukan setiap selisih yang timbul dalam hal jumlah, nilai dan jenis dari setiap barang impor dan ekspor dengan bantuan Valuation Declaration Programme (VDP). Program ini pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kepatuhan usaha sekaligus mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dalam proses tersebut.

Rekomendasi:

(17)

Permintaan lintas sektor oleh perusahaan-perusahaan Eropa telah dilakukan untuk memohonan harmonisasi yang lebih baik dan keterkaitan lebih baik dengan Standar Internasional.

Kami merekomendasikan agar Indonesia mengakui standar sertifikasi internasional.

Kami mengusulkan agar Indonesia mengizinkan pengambilan sampel dilakukan oleh perusahaan manufaktur dan mengizinkan pengujian dilakukan oleh setiap laboratorium terpilih yang telah diakreditasi untuk melakukan pengujian oleh negara penanda tangan MRA ILAC (International Laboratory Accreditation Cooperation). Kami merekomendasikan penambahan jumlah total laboratorium pengujian yang memenuhi syarat untuk mengurangi waktu tunggu serta terjadinya kebuntuan pada fasilitas saat ini.

Pengaturan mandiri juga perlu didorong, dan proses ini harus mencakup standar. Selain itu, laboratorium, perusahaan, kelompok industri dan pemangku kepentingan lainnya juga harus didorong untuk berperan dalam pengujian secara sukarela. Terlebih lagi, karena Indonesia adalah negara penanda tangan International

Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC), laboratorium Indonesia harus didorong dan didukung dalam upaya mereka untuk memperoleh akreditasi ILAC.

Indonesia disarankan untuk menerima standar internasional seperti UNECE. Kami juga merekomendasikan promosi MRA ASEAN untuk produk otomotif. MRA intra-ASEAN harus mengacu pada spesifikasi teknis UNECE untuk 19 komponen terpilih (termasuk SNI wajib untuk kaca pengaman dan ban mobil).

Kami merekomendasikan penyederhanaan persyaratan pemberian label. Kami juga merekomendasikan Pemetaan Standar sebagai solusi sementara. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Rekomendasi:

Lembar Rekomendasi EuroCham 2018 : Kelompok Kerja Prosedur Impor - Ekspor Penafian: “Publikasi ini dibuat dengan bantuan dari Uni Eropa (EU).

Isi dari publikasi ini adalah sepenuhnya tanggung jawab dari Kamar Dagang dan Industri Eropa di Indonesia (EuroCham) dan tidak dapat dianggap sebagai pandangan resmi dari Uni Eropa.”

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Lapisan malpighi merupakan kulit ari yang berada di bawah lapisan kulit tanduk. Lapisan ini tersusun dari sel-sel hidup yang selalu membelah diri. Pada lapisan ini terdapat

Mainboard adalah papan utama, atau papan sirkuit yang berfungsi untuk menghubungkan setiap komponen pada komputer. Mainboard bisa disebut juga dengan

Baca petikan cerpen di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikutnya dengan menggunakan ayat anda sendiri.. Mak Timah terperanjat mendengar

Model ini dilakukan dalam dua tahap dengan dipandu oleh teori lensa pada setiap prosedur penelitiannya. Tahap pertama bisa menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif

Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah hasil yang akan diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi peraturan yang terkait dengan limbah

*Salah satu* konversi untuk satuan berat yang umum dipakai SAH secara. internasional adalah sistem avoirdupois

Terhambatnya pertumbuhan mikroba oleh ekstrak rimpang jahe merah (Z. officinale) dapat dilihat dari daerah bebas mikroba yang terbentuk di sekitar sumuran yang mengandung

Indonesia adalah negara yang berbasiskan pertanian. Hal ini didukung oleh letak negara yang berada di jalur khatulistiwa, dimana curahan sinar matahari diperoleh sepanjang