• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Fisika"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION)

TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII PADA MATERI POKOK PEMUAIAN

DI MTs TAQWAL ILAH TEMBALANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Fisika

Oleh:

SOFA YULIAWAN NIM:053611423

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sofa Yuliawan

NIM : 053611423

Jurusan/Program Studi : Tadris / Pendidikan Fisika

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil\penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya.

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

ABSTRAK

Judul : Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII Pada Materi Pokok Pemuaian Di MTs Taqwal Illah Tembalang Tahun Pelajaran 2010/2011

Penulis : Sofa Yuliawan NIM : 053611423

Skripsi ini membahas pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang? (2) Bagaimana hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian MTs Taqwal Ilah Tembalang setelah diterapkannya model pembalajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)? (3) Adakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang? Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan teknik korelasional antara variable X (penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)) dengan variable Y (hasil belajar fisika materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Illah Tembalang). Populasi dalam penelitian sebanyak 120 responden sedangkan yang dijadikan sampel sebanyak 30 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk menjaring data X, metode test formatif untuk mendapatkan data Y dan observasi untuk mengenai status sekolah yang diteliti.

Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis regresi satu predictor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dalam pembelajaran fisika materi pokok pemuaian yakni menentukan pokok bahasan, menyampaikan informasi tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi.: 2) Hasil belajar fisika pokok bahasan pemuaian kelas VII MTs Taqwal Illah Tembalang adalah “cukup”. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar fisika pokok bahasan pemuaian kelas VII MTs Taqwal Illah Tembalang adalah 81,3; 3) Dari analisis uji hipotesis diektahui ada pengaruh antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada mata pelajaran fisika pokok bahasan pemuaian di Ms Taqwal Illah Tembalang yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh Freg > Ft (5% dan 1%) dengan

angka Freg = 7,359 > Ft (5%) = 4,20 dan Ft (1%) = 7,64.

Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan, (H1) yaitu “ada pengaruh

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada mata pelajaran fisika pokok bahasan pemuaian di MTs Taqwal Illah Tembalang” diterima.

(7)

vii MOTTO































Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (Qs. Al-Maidah: 2)

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examadia Arkanlema, 2009), hlm. 106

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan keikhlasan hati yang dalam, skripsi sederhana ini kupersembahkan kepada:

1. Orang tuaku (Bpk. Samsul Kanapi dan Ibu Karyanti) yang tidak henti-hentinya mendoakanku pada setiap waktu, yang telah mendidik dan membimbingku dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan cinta. Beliau adalah motivasi terbesar dalam hidupku. Semoga Allah swt selalu menyayangi bapak dan ibu sebagaimana menyayangiku.

2. Adik tercinta (Anisah Khoiroh) dan keponakanku (Erlina Zulaikhah, Aqni Alam Aditya, Fiqoh) yang telah banyak membantu memotivasi untuk berjuang, terima kasih atas doa, perhatian dan kasih sayang yang telah kalian berikan. Semoga Allah swt membalas ketulusan kalian.

3. Wenti Dwi Yuniarti, S.Pd, M.Kom (pembimbing I) dan H. Fakrur Rozi, M.Ag (pembimbing II) yang telah memberikan bimbingan kepada saya hingga selesainya skripsi ini.

4. Kepada Yayan Arissanti yang selalu menemaniku sebelum dan setelah pembuatan skripsi ini.

5. Keluarga keduaku di Semarang, Kelompok Pekerja Teater [KPT]beta Semarang. Terima kasih telah memberi rumah dan tempat berkarya. Dan kepada sedulur-sedulur semua ”jangan lelah untuk bekerja dan berkarya”. 6. Kepada Irhamurrahimin, teman seperjuangan dari awal di IAIN dan di KPT

beta, ayo selesaikan tugasmu sekarang.

7. Seluruh pihak yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini, terima kasih. Semoga Allah membalasnya, amin.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, nikmat dan hidayah-Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu agama yang bisa menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.

Suatu kebahagiaan, jika suatu tugas dapat selesai dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini bukanlah hal yang mudah dan ringan. Penulis sadar banyak sekali hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Kalaupun skripsi ini terselesaikan, itu tiada lain karena bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Suja‟i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Wenti Dwi Yuniarti, S.Pd, M.Kom dan H. Fakrur Rozi, M. Ag., selaku pembimbing yang telah berkenan memberikan waktu, bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Sukasih, DR. M.Pd., sebagai dosen wali yang telah banyak berjasa kepada penulis untuk membimbing penulis selama masa studi.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Rofiur Rutab, M.Si., Kepala MTs Taqwal Ilah yang telah memberikan izin

(10)

x

6. Bapak Samsul Kanapi dan Ibu Karyanti selaku orang tua penulis yang telah membimbing, mendidik, memotivasi dan mendoakan selalu, serta telah banyak berkorban demi keberhasilan dan kesuksesan penulis.

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa hanya untaian terima kasih dengan tulus serta iringan doa, semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dan selalu melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berkesempatan membacanya.

Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin

Semarang, 14 Desember 2011 Penulis,

Sofa Yuliawan

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iv

HALAMAN ABSTRAKSI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Penegasan Istilah ... 4

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) ... 8

1. Pengertian Kooperatif ... 8

2. Dasar-dasar Pembelajaran Kooperatif ... 9

3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooepratif ... 11

4. TAI Sebagai Salah Satu Tipe Pembelajaran Kooperatif ... 13

5. Langkah-langkah Pembelaajran Kooepratif Tipe TAI ... 15

B. Hasil Belajar ... 16

1. Pengertian Hasil Belajar ... 16

2. Macam-macam Hasil Belajar ... 17

(12)

xii

C. Pembelajaran Fisika Materi Pokok Pemuaian ... 21

1. Pembelajaran Fisika ... 21

2. Materi Pokok Pemuaian ... 22

D. Kajian Kepustakaan ... 33

E. Hipotesis ... 36

BAB III : METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 37

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

E. Variabel dan Indikator ... 38

F. Teknik Pengumpulan Data... 39

G. Teknik Analisis Data ... 40

1. Analisis Pendahuluan... 40

2. Analissi Uji Hipotesis ... 42

3. Analisis Lanjut ... 43

BAB IV : ANALISIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA POKOK PEMUAIAN DI MTs TAQWAL ILLAH A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 44

1. Sejarah Berdirinya MTs Taqwal Illah ... 44

2. Letak Geografis MTs Taqwal Illah ... 46

3. Visi dan Misi MTs Taqwal Illah ... 46

4. Kondisi Guru dan Karyawan ... 47

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 49

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

1. Analisis Pendahuluan ... 52

2. Analisis Uji Hipotesis ... 58

(13)

xiii BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 67 B. Saran-saran ... 68 C. Penutup ... 68 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data guru dan karyawan dan tenaga administrasi MTs Taqwal Ilah tahun

pelajaran 2010 ... 47

Tabel 2. Nilai angket penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang ... 50

Tabel 3. Nilai hasil belajar fisika materi pokok pemuaian kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang ... 51

Tabel 4. Distribusi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) ... 53

Tabel 5. Kualitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) ... 54

Tabel 6. Distribusi skor meas hasil belajar fisika pokok bahasan pemuaian kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang ... 56

Tabel 7. Kualitas hasil belajar fisika pokok bahasan pemuaian ... 58

Tabel 8. Kerja koefisien pengaruh molel pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) (X) dan hasil belajar fisika pokok bahasan pemuaian (Y) ... 59

Tabel 9. Koefisien korelasi xy ... 62

Tabel 10.Regresi skor deviasi (satu prediktor) ... 63

Tabel 11.Ringkasan hail analisis regresi ... 65

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil dan Analisis Data Laboratorium Komputer Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Lampiran 2. Angket Penelitian

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lampiran 4. Data Nilai Awal Sampel Penelitian Kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang

Lampiran 5. Analisis Nilai Angket Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Lampiran 6. Data Sampel Penelitian Lampiran 7. Soal Tes Hasil Belajar

Lampiran 8. Kunci Jawaban Tes Hasil Belajar Lampiran 9. Lembar Jawab Hasil Belajar

Lampiran 10. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi Lampiran 11. Surat Nilai Bimbingan Skripsi

Lampiran 12. Surat Mohon Ijin Riset Lampiran 13. Telah Melakukan Penelitian Lampiran 14. Lembar Dokumentasi Lampiran 15. Alur Penelitian Lampiran 16. Piagam KKN

Lampiran 17. Piagam Passka Institut Lampiran 18. Piagam Passka Fakta

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses yang dialami oleh peserta didik baik ketika ia berada di sekolah ataupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Menurut Mulyasa pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.

Dalam pembelajaran tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan individu. Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari dua aspek, yaitu fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis. Faktor-faktor psikis memang memiliki peran yang sangat menentukan didalam belajar.2

Dewasa ini perlu ditelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad ini akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini masih dipegang erat oleh sekolah-sekolah.

Problem pembelajaran sekolah-sekolah termasuk MTs Taqwal Ilah Tembalang khususnya pada mata pelajaran fisika adalah kurang aktifnya peserta didik dalam pembelajaran. Pada waktu pembelajaran berlangsung ada yang mengobrol sendiri, bengong sehingga kelas tidak kondusif. Peserta didik menganggap mata pelajaran fisika sebagai pelajaran yang sulit sehingga

2

(17)

2

menjadi salah satu mata pelajaran yang menakutkan. Peserta didik hanya datang, duduk, diam dan mendengarkan. Aktifitas belajar peserta didik kurang berkembang, ada beberapa peserta didik pasif saat diadakan diskusi kelompok misalnya.

Oleh karena itu dibutuhkan sistem pembelajaran aktif pada proses pembelajaran fisika yang dilakukan di MTs Taqwal Ilah Tembalang. Pembelajaran aktif merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif. Aktifitas belajar kolaboratif membantu mengarahkan belajar aktif.3 Dengan kata lain agar pembelajaran dapat efektif, maka baik peserta didik maupun pendidik diharapkan mampu bekerjasama dengan baik.

Salah satu yang bisa dilakukan di MTs Taqwal Ilah Tembalang dalam menciptakan pembelajaran aktif adalah dilakukannya pembelajaran kooperatif yang merupakan salah satu model pembelajaran kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang peserta didik yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Sehingga setiap kelompok atau peserta didik yang tingkat kemampuannya rendah, sedang dan tinggi. Dan dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.4 Dengan kata lain dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain. Seperti firman Allah SWT:































Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan

3

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pmbelajaran Aktif, terjemahan Sarjuli dkk, (Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2002), hlm. 10

4

Muslim Ibrahim, dkk, Pembelajaran Kooperatif, ( Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS, 2001), hlm. 4

(18)

3

bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (Qs. Al-Maidah: 2)5

Hal ini bermanfaat untuk melatih peserta didik menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berada latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar ssiwa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, peserta didik diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan, dengan menyelesaikan masalah secara bersama maka dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi dan pada akhirnya terjadi peningkatan hasil belajar mereka.

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorentasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.6

Pembelajaran kooperatif pertama kali dikembangkan oleh Wlliot Aronson dkk di Universitas Texas. Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif adalah Team Assisted Individualization (TAI). TAI adalah model pembelajaran individual dibantu kelompok atau tim. Dalam penggunaan tim belajar yang terdiri dari 4-5 anggota kelompok yang berkemampuan bervariasi. TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual.7

TAI dirancang untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual:8

1. Dapat meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examadia Arkanlema, 2009), hlm. 106

6

Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 107

7

Robert E. Slavin, Cooperative, hlm. 195 8

(19)

4

2. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.

3. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhana sehingga para siswa di kelas dapat melakukannya.

4. Para siswa akan termotivasi untuk mmpelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, tidak bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.

5. Para siswa akan melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila siswa yang mengecek kemampuannya ada di bawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dan prosedur akan cukup sederhana dan tidak menunggu si pengecek.

6. Program mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun tim guru.

7. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa mainstream yang cacat secara akademik dan di antara para siswa dari latar belakang ras dan etnik berbeda.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) sebagai alternatif model pembelajaran sangat efektif dalam proses belajar siswa dan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Mata Pelajaran Fisika Materi Pokok Pemuaian di MT Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2010/2011”.

(20)

5

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman, ada hal-hal yang perlu dijelaskan sehingga terbentuk suatu pengertian yang utuh sesuai dengan apa yang dimaksud dari judul penelitian ini:

1. Pengaruh

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda dan sebagainnya) yang berkuasa atau yang berkekuatan (ghaib dan sebagainnya).9

Pengertian pengaruh dalam penelitian ini dimaksudkan adanya keterkaitan atau hubungan yang mempengaruhi model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar fisika pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang tahun Pelajaran 2010/2011.

2. Penerapan

Penerapan berasal dari kata „terap‟, dalam kamus bahasa Indonesia penerapan diartikan sebagai pengenaan perihal yang dipraktekkan.10 Dan yang dimaksud penerapan dalam penelitian ini yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dalam pembelajaran fisika pokok bahasan pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2010/2011.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)

Pembelajan kooperatif tipe TAI merupakan kombinasi antara belajar secara kooperatif dengan belajar secara individual. Siswa tetap dikelompokkan, tetapi siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing, setiap anggota kelompok saling membantu dan mengecek.11

9

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 731

10

Tri Rama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agng, t.th), hlm. 528 11

(21)

6 4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.12 Untuk hasil belajar peserta didik dapat diketahui dengan menggunakan tes. Dalam penelitian ini, yang difokuskan dalam hasil belajar adalah ranah kognitif.

Maksud dari hasil belajar dari penelitian ini adalah hasil tes siswa kelas VII pada mata pelajaran fisika materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2010/2011.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang?

2. Bagaimana hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian MTs Taqwal Ilah Tembalang setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)? 3. Adakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI

(Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) pada materi pokok pemuaian di kelas VII MTs Taqwal Ilah Tembalang.

b. Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang setelah diterapkannya

12

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2002), hlm. 3

(22)

7

model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization).

c. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi pokok pemuaian di MTs Taqwal Ilah Tembalang.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Guru

Guru termotivasi untuk memilih model pembelajaran yang tepat dalam penyampaian materi.

b. Bagi Pihak Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk menerapkan kebijakan dalam bidang pendidikan khususnya untuk pengembangan baik kualitas maupun kuantitas.

c. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh jawaban dari permasalahan yang ada, dan mendapat pengalaman menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) yang dapat diterapkan ketika sudah mejadi guru. Selain itu merupakan bentuk pengalaman yang sangat berharga guna menambah pengetahuan, wawasan dan profesionalisme penulis, khususnya dalam bidang penelitian ilmiah yang dapat penulis terapkan di masyarakat.

(23)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN PEMBELAJARAN FISIKA

A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)

1. Pengertian Kooperatif

Kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu kata cooperation artinya kerjasama.13 Basyiruddin Usman mendefinisikan cooperative sebagai belajar kelompok atau bekerjasama.14 Menurut Marasuddin S mengatakan bahwa dalam proses belajar mengajar perlu diciptakan metode kelompok untuk mewujudkan rasa kerjasama yang kuat atau rasa solidaritas.15

Sedangkan Learning berarti wide knowledge gained by careful

study.16 Senada dengan itu Artur T Jersild yang dikutip Syaiful sagala mendefinisikan bahwa Learning adalah Modification of behavior sthrough

experience and training‟ yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman

dan latihan.17 Anita E Woofolk mendefinisikan Learning adalah “the process

through which experience causes permanent change in knowledge and behavior” yakni proses melalui pengalaman yang menyebabkan perubahan

permanen dalam pengetahuan dan perilaku.18 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah usaha mengubah

13

W.J.S. Poerwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 60

14

Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 14.

15

Marasuddin Siregar, Diktat Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2003), hlm. 29-30

16

Selly Wehmeier Oxford Advanced Learner’s Dictionary, (New York: Oxford University Press,2000), hlm 731

17

Saeful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 2003), hlm 12 18

Anita E. Woofolk, Educational Psychology, (USA: Allyn & Bacon,1996), cet. VI, hlm. 196.

(24)

9

perilaku untuk mendapatkan ketrampilan dan pengetahuan secara gotong royong.

Model pembelajaran ini menganut prinsip saling ketergantungan positif (positive interdependence), tanggungjawab perseorangan (individual accountability), tatap muka (face to face Interaction), ketrampilan sosial (social skill) dan proses kelompok (group processing).19 Inti dari pembelajaran kooperatif ini adalah konsep sinergi, yakni energi atau tenaga yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat.20.

Jadi pembelajaran kooperatif dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama atau gotong royong dalam pembelajaran yang menekankan terbentuknya hubungan antara siswa yang satu dengan yang lainnya, terbentuknya sikap dan perilaku yang demokratis serta tumbuhnya produktivitas kegiatan belajar siswa.

Menurut pengertian di atas bahwa dengan cooperative learning siswa akan dapat mewujudkan hasil yang lebih baik dari pada belajar secara individual. Dengan adanya kerjasama akan saling memberi dan menerima serta saling melengkapi.

2. Dasar-dasar Pembelajaran Kooperatif

Dalam pelaksanaan azas kooperatif mempunyai dasar-dasar, yaitu dasar yuridis dan dasar psikologis. Azas kooperatif mempunyai pendekatan secara kelompok.

Belajar bertujuan mendapatkan pengetahuan, sikap kecakapan dan keterampilan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu metode atau cara. Dalam proses belajar mengajar metode belajar kelompok merupakan sebagai salah satu metode yang menggunakan pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Menurut Bimo Walgito dasar dari belajar kelompok dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

19

David dan Roger T. Johnson, “Learning Together”, dalam Shlomo, Sharan (ed.),

Handbook of Cooperative Learning Methods, (Connecticut London: Praeger,1999), hlm. 58.

20

(25)

10 a. Dasar Yuridis

Dasar yuridis sebagai dasar yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut tercermin dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 1 berbunyi bahwa jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu tujuan.

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.21

Begitu juga terdapat dalam PP No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Bab IV pasal 19 berbunyi “ proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menentang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.22

b. Dasar Psikologis

Dasar psikologis akan terlihat pada diri manusia tercermin pada kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga golongan utama secara hakiki yaitu :

1) Kegiatan yang bersifat individual 2) Kegiatan yang bersifat sosial, serta 3) Kegiatan yang bersifat ketuhanan.23

21

Direktorat Jendral Pendidikan Islam RI, Undang-undang Pemerintah RI tentang

Pendidikan Tahun 2006, (Departemen Agama RI: 2006), hlm. 6

22

Direktorat Jendral Pendidikan Islam RI, Undang-undang, hlm.115 23

(26)

11

Dasar psikologis tersebut akan terlihat pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. “Kebutuhan” ini akan terlihat ketika kita ada pada situasi “sendiri” sepanjang hari atau ketika kita menjadi “orang baru” dalam sebuah komunitas/group. Perasaan sendiri sebenarnya adalah jenis kecemasan (anxiety). Anxiety diartikan oleh Rollo May sebagai “the fear of becoming nothing”.24

Kecemasan dalam kesendirian ini menunjukkan betapa pentingnya orang lain bagi eksistensi kita sebagai individu. Tanpa ada orang lain kita merasa cemas dan merasa tidak bermakna.

c. Dasar Religius

Selain dua dasar di atas, azas kooperatif juga memiliki azas agama yang termaktub dalam Q.S. al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:

“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”.(QS. al-Maidah: 2)25

Dari ayat di atas maka dapat diketahui bahwa prinsip kerjasama dan saling membantu dalam kebaikan juga sangat dianjurkan oleh agama Islam.

24

Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in the Classroom, (New York: John Wiley and Sons Inc, 1959), hlm. 109

25

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examadia Arkanlema, 2009), hlm. 106

(27)

12

3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang saling terkait, yakni:

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence). 26

Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa bergantung secara menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan teman lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif. Guru Johnson di Universitas Minnesota, Shlomo Sharan di Universitas Tel Aviv, dan Robert E. Slavin di John Hopkins, telah menjadi peneliti sekaligus praktisi yang mengembangkan cooperative learning sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi siswa sekaligus mengasah kecerdasan interpersonal siswa. Guru harus menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif interdependence. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.27

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

Pembelajaran kooperatif menuntut adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi balikan tentang prestasi belajar anggota-anggotanya sehingga mereka saling mengetahui rekan yang memerlukan bantuan. Berbeda dengan kelompok tradisional, akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering dikerjakan oleh sebagian anggota. Dalam cooperative learning, siswa

26

Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktekkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 32

27

(28)

13

harus bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban masing-masing anggota.28

c. Tatap muka ( face to face interaction )

Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat saling tatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya dari pada dari guru.29

d. Komunikasi antar anggota

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembelajaran, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotannya. 30

e. Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi kerja kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak harus diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali peserta didik terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif. 31

28

Mulyana Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 122.

29

Mulyana Abdurrahman, Pendidikan, hlm. 122. 30

Wina Sanjaya, Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 147.

31

(29)

14

Unsur-unsur cooperative learning dalam pembelajaran akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu dan belum tahu.32 Jerome Brunner mengenalkan sisi sosial dari belajar, sebagaimana dikutip oleh Melvin, ia mendeskripsikan “suatu kebutuhan manusia yang dalam untuk merespon dan secara bersama-sama dengan mereka terlibat dalam mencapai tujuan”, ia sebut resiprositas.33

4. TAI Sebagai Salah Satu Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk memecahkan masalah, ciri khas tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah disiapkan oleh guru. Belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok-kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Slavin membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran,misalnya dalam hal kesulitan belajar.34

Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut:

32

Syaiful Sagala, Konsep, hlm. 89 33

Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusa

Media, 2004), hlm 24

34

Rachmadi Widdiharto, Model-model Pembelajaran Matematika SMP, (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2006), hlm. 19

(30)

15

a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yag terdiri atas 4 sampai 6 siswa.

b. Placement test, yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.

c. Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

d. Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.

e. Team scores and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yeng berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g. Facts test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Whole class units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.35

5. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Teams Assisted Individualization) lebih menekankan pengajaran individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif. Salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan untuk bekerja dalam suatu kelompok. Pada saat diskusi siswa saling mempertanggung jawabkan yang dikerjakan teman se-timnya.

35

Amin Suyitno, Bahan Ajar Pelatihan ‘Pemilihan Model-model Pembelajaran dan

Penerapannya di Sekolah’, (Semarang: Fakultas Matematikaa dan Ilmu Pengetahuan Alam

(31)

16

Dengan mengadopsi model pembelajaran TAI dalam proses belajar mengajar dapat menggunakan langkah-langkah pembelajaran ssebagai berikut:

a. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswannya dengan mengadopsi pembelajaran TAI.

b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja antar siswa dalam suatu kelompok.

c. Guru menyiapkan materi ajar yang harus dikerjakan kelompok.

d. Guru menjelaskan materi secara singkat (mengadopsi komponen teaching group).

e. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri 4 sampai 5 siswa dengan kemampuan/kepandaiannya yang berbeda-beda. Jadi kemungkinan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda (mengadopsi komponen teams).

f. Guru menugasi kelompok dengan materi yang sudah disiapkan (mengadopsi komponen student creative)

g. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami oleh anggota kelompoknya. Jika diperlukan, guru dapat memberikan secara individual (mengadopsi komponen team study)

h. Apabila dalam suatu kelompok sudah memahami materi bahan ajar yang diberikan oleh guru, ketua kelompok melapor kepada guru bahwa kelompoknya siap untuk diberi ulangan oleh guru (mengadopsi komponen team score and team recognition). Setelah ulangan dilakukan, guru mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompokk terbaik sampai kelompok kurang berhasil.

(32)

17

j. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah (mengadopsi komponen whole class units).

k. Guru memberikan tes formatif, sesuai dengan komponen kompetensi yang ditentukan.

Jadi model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa dengan kemampuan individulnya masing-masing bekerjasama di dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan berbeda. Dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam satu kelompok.

B. Hasi Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar secara bahasa adalah sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainnya oleh usaha. Hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh usaha belajar peserta didik. Tidak jauh dari pengertian tersebut Mulyono Abdurrohman mendefinisikan hasil belajar sebagai “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”.36

Ag. Soejono mendifinisikan hasil pendidikan yaitu “situasi kematangan anak didik pada akhir usaha pendidik”.37 Nana sudjana memberikan definisi hasil belajar adalah “kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.38

Dari pendapat para pakar di atas dapat dirumuskan secara sederhana bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan aktivitas-aktivitas sesuai kemampuan yang dimiliki. Sedangkan hasil belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai

36

Mulyono Abdurrohman, Pendidikan, hlm. 37 37

Ag. Soedjono, Pendidikan Ilmu Pendidikan Umum, (Bandung: Ilmu: t.t.), hlm. 77 38

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakary, 2005), Cet. Ke-10, hlm. 22

(33)

18

peserta didik setelah berinteraksi dengan lingkungan belajar sehingga menghasilkan tingkah laku atau kecakapan baru yang relatif permanen.

2. Macam-macam Hasil Belajar

Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan dengan pendekatan baru mencatat bahwa “Bloom dan kawan-kawannya mengelompokkan hasil belajar sesuai dengan taksonomi Bloom yaitu ke dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor”.39

Dengan keunggulan yang dimiliki oleh taksonomi Bloom, Dimyati percaya bahwa taksonomi ini mampu untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat. Secara hierarkis taksonomi ini terperinci dalam urutan, sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif terdiri dari enam jenis perilaku

1) Pengetahuan, peserta didik mencapai kemampuan ingatan tentang materi yang telah dipelajari dan tersimpan dalam memori.

2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang sesuatu masalah yang baru.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerangkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah baru,

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian yang sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. 6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk suatu pendapat

tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. b. Ranah Afektif terdiri dari lima perilaku

1) Penerimaan, mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.

2) Partisipasi, mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

39

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 13, hlm. 113

(34)

19

3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.

4) Organisasi, mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.

5) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuk menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

c. Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku

1) Persepsi, mencakup kemampuan memilah-milah sesuatu secara khas dan menyadari adanya perbedaan khas tersebut.

2) Kesiapan, mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini meliputi jasmani dan rohani.

3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuatu contoh, gerakan peniruan.

4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atas keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat.

6) Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.

7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-grak yang baru atas dasar prakarsa sendiri.40

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil internal maupun eksternal. Menurut E. Mulyasa:

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat, yaitu (a). Bahan atau materi yang dipelajari; (b).

40

(35)

20

lingkungan; (c). faktor instrumental; (d). Kondisi peserta didik. Faktor-faktor tersebut baik terpisah maupun bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap peserta didik.41

Berbeda dengan E. Mulyasa, Muhibin Syah menambahkan

Faktor pendekatan belajar sebagai salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih hasil beajar yang bermutu daripada yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.42

Uraian di atas menunjukkan bahwa hasil belajar bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang melatarbelakangi. Jadi, karena berpengaruh faktor-faktor tersebut, muncul siswa-siswa yang high achievers (berhasil tinggi) dan under achievers (berhasil rendah) atau gagal sama sekali.

Sumadi menjabarkan bahwa “faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar dapat digolongkan menjadi dua dolongan dengan catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu : (a) faktor-faktor sosial, dan (b) faktor non sosial”.43

Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial, yakni lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non sosial yaitu faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber dan sebagainnya.

Disamping itu Mulyasa menambahkan “diantara beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah peranan guru atau fasilitator”.44

Pada sistem pendidikan dan khususnya pembelajaran yang berlaku dewasa ini peranan guru dan keterlibatannya masih

41

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 1, hlm. 190

42

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 155 43

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 233

44

(36)

21

menempati posisi penting, terutama efektivitas pengelolaan materi pembelajaran dan lingkungan belajar.

Sekalipun banyak pengaruh atau rangsangan dari faktor eksternal, keberhasilan belajar peserta didik juga ditentukan oleh faktor internal (yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri), beserta usaha yang dilakukannya. Menurut Muhibbin “faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)”.45

Diantara faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar, inteligensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar. Artinya hasil belajar yang dicapai akan bergantung pada tingkat intelegensi yang dimiliki peserta didik. Semakin tinggi tingkat inteligensi, makin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai.

C. Pembelajaran Fisika Materi Pokok Pemuaian 1. Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala alam melalui penelitian, percobaan dan pengukuran yang disajikan secara matematis berdasarkan hukum-hukum dasar untuk menemukan hubungan antara kenyataan yang ada di alam.46

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan gejala oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuanitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud adalah meliputi pengetahuan,

45

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hlm. 145 46

Herbers Druxes, Kompedium Dikdatik Fisika, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989), hlm. 3

(37)

22

keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.47

Tujuan pembelajaran sains fisika (SMP) di SMP dan MTs sesuai kurikulum tahun 2006 agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.

b. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Melakukan inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Meningkatkan pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.48

Karakteristik pembelajaran efektif adalah memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti : fakta keterapilan, nilai, konsep, dan sebagainnya hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil yang diinginkan.49 Menurut Wayan Memes, pengetahuan konkrit lebih mudah diterima oleh siswa daripada pengetahuan yang masih abstrak. Dalam kondisi pembelajaran yang kondusif, yang melibatkan siswa secara aktif

47

Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2000), hlm. 24-26

48

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Rpublik Indonesia Nomor 22, 23 & 24 tahun 2006, (Jakarta: CV. Medya Duta, 2006) hlm. 165-166

49

Anwar Jasin, Pembelajaran Efektif, (Jakarta: Gramedia Widiasarana indonesia, 1996), hlm. 12

(38)

23

dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkrit disertai dengan diskusi diharapkan siswa dapat bangkit sendiri untuk berfikir, untuk menganalisa data, untuk menjelaskan ide, untuk bertanya, untuk berdiskusi, dan untuk menulis apa yang dipikirkan sehingga memberi kesempatan untuk mengkontruksikan pengetahuannya sendiri.50

2. Materi Pokok Pemuaian

Materi pokok pemuaian yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan standar akompetensi dan kompetensi dasar pada kelas VII MTs Taqwal Ilah semester 1 adalah :

Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi Dasar : Melakukan percobaan yang berkaitan dengan

pemuaian dalam kehidupan sehari-hari. a. Pemuaian Zat Padat

Semua zat padat memuai jika dipanaskan. Akan tetapi, pemuaian tersebut tidak dapat diamati oleh mata karena sangat kecil. Pemuaian batang logam mempunyai arah memanjang sehingga pemuaian seperti ini disebut muai panjang. Selain itu juga mengalami pemuaian luas dan mengalami pemuaian volume.

Di dalam pemuaian panjang ada beberapa faktor yang mempengaruhi muai panjang, yaitu:

1) Panjang zat padat mula-mula 2) Kenaikan suhu

3) Jenis bahan

Adapun pertambahan panjang batang satuan panjang pada setiap kenaikan suhu 1 derajat disebut koefisien muai panjang (𝛼). Setiap zat padat mempunyai nilai koefisien muai panjang tertentu yang berbeda satu dengan lainnya. Koefisien muai panjang dapat ditulis dalam bentuk rumus:

50

(39)

24 𝛼 = ∆𝑙

𝑙0∆𝑇

∆𝑙 merupakan perubahan panjang atau antara panjang akhir dan panjang awal. Dari rumus di atas untuk menentukan panjang suatu benda setelah diberi kalor beberapa saat (l) dirumuskan:

𝛼 = ∆�_ 𝑙0∆𝑇 𝑙 − 𝑙0 = 𝛼𝑙0∆𝑇

𝑙 = 𝑙0(1 + 𝛼∆𝑇) dimana ∆𝑇 = (𝑇 − 𝑇0) Keterangan:

𝛼 = koefisien muai panjang (per 0

C) ∆𝑙 = perubahan panjang (m) 𝑙 = panjang awal (m) ∆𝑇 = perubahan suhu (0 C) T0 = suhu awal (0C) T = suhu akhir (0C)

Sebenarnya, pemuaian zat padat dapat berlangsung ke segala arah. Namun, untuk zat padat berbentuk batang, pemuaian yang dominan terjadi adalah ke arah memanjang. Hal ini berbarti benda pada berbentuk batang mengalami muai panjang. Pada benda padat berbentuk lempengan tipis mengalami muai luas. Benda padat berbentuk ruang mengalami muai volume.

Jika suatu benda padat yang pada suhu awalnya (T0)

mempunyai luas A0, setelah suhunya berubah menjadi T, luasnya

berubah menjadi A = 𝐴0(1 + 𝛽∆𝑇).( 𝛽 = koefisien muai luas = 2 𝛼). Jika suatu benda padat yang pada suhu awalnya (T0)

mempunyai volume (V0), setelah suhunya mencapai T volumenya

menjadi 𝑉 = 𝑉0(1 + 𝛾∆𝑇). (𝛾 = koefisien muai volume = 3α).51

51

Budi Purwanto, Semesta Fenomena Fisika I untuk Kelas VII SMP dan MTs, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 93-94

(40)

25 Contoh bentuk demonstrasi:

Tujuan : Menyelidiki proses muai zat padat Alat dan bahan :

- Musschenbroek (terdiri dari 3 macam logam: besi, aluminium, tembaga) yang memiliki panjang dan luas sama.

- Spiritus - Korek api Langkah kerja:

- Siapkan dan pasang alat musschenbroek

- Letakkan ke tiga macam logam pada posisi masing-masing. Atur ketiga pengatur sehingga ketiga jarum menunjukkan skala yang sama.

- Tuangkan spiritus secukupnya dalam wadah pembakar spiritus, kemudian nyalakan apinya.

- Amati jarum pada alat tersebut. Kesimpulan

Pada percobaan ini, ternyata aluminium mengalami pertambahan panjang yang lebih besar daripada logam lain (tembaga dan besi). Ini disebabkan logam aluminium memiliki koefisien muai panjang lebih besar. Pemuaian panjang bergantung pada jenis zat dan suhu.

Contoh soal:

1) Sebatang baja pada suhu 0 0C panjangnya 100 cm. Berapakah pertambahan panjangnya jika dipanasi higga 100 0C dan diketahui koefosien muai panjang baja 12 x 10-6 / 0C

Penyelesaian Diketahui T0 = 0 0C T = 100 0C l0 = 100 cm α = 12 x 10-6 / 0C Δl = . . . ?

(41)

26 Jawab:

Δl = α l0 ΔT

= 12 x 10-6 / 0C 100 cm × (100 - 0) 0C = 0,12 cm

Jadi, jika suhu besi naik dari 0 0C ke 100 0C, besi mengalami pertambahan panjang 0,12 cm. Dengan kata lain, pada suhu 100 0C panjang besi menjadi 100,12 cm.

2) Kaca jendela mempunyai luas 1,5 m2 pada suhu 20 0C. jika kaca itu terkena panas matahari hingga suhunya mencapai 50 0C dan

koefisien muai panjang kaca 9× 10-6 /0C. berapakah luas kaca itu? Penyelesaian Diketahui: T0 = 20 0C A0 = 1,5 m2 T = 50 0C α = 9× 10-6 /0C A = . . . ? Jawab A =A0 (1 + β ΔT) = A0 {1 + (2 α) (T – T0)} = 1,5 {1 + (2 (9× 10-6 /0C)) (50-20)} = 1,50013 m2

3) Kubus aluminium mempunyai volume 25 ml pada suhu 0 0C. jika koefisien muai panjang aluminium 25 × 10-6 /0C. berapakah volume kubus pada suhu 100 0C ?

Penyelesaian Diketahui: T0 = 0 0C V0 = 25 ml T = 100 0C Α = 25× 10-6 /0C

(42)

27 V = . . .? Jawab: 𝑉 = 𝑉0 1 + 𝛾∆𝑇 = 𝑉0 1 + 3𝛼 𝑇 − 𝑇0 = 25 {1 + (3 . 25× 10-6) (100 - 0)} = 25,19 ml

b. Pemuaian Zat Cair

Pada umumnya, zat cair memuai jika dipanaskan. Karena sifatnya selalu mengikuti bentuk wadahnya. Zat cair tidak mengalami muai panjang, tetapi mengalami muai volume. Muai volume adalah pertambahan volume akibat adanya pemuaian. Adapun pertambahan volume tiap satuan volume dalam setiap kenaikan suhu sebesar satu derajat disebut koefisien (angka) muai volume. Sebagaimana zat padat, koefisien muai volume setiap zat cair tidak sama.52

Jadi, volume zat cair bertambah ketika suhunya dinaikkan. Karena molekul zat cair lebih bebas dibandingkan pada zat padat. Sifat pemuaian zat cair inilah yang biasa digunakan untuk mengukur suhu benda dengan termometer. Sedangkan alat untuk menyelidiki muai ruang zat cair adalah tabung dilatometer atau tabung labu berpipa.

Apabila volume zat cair adalah V0, Volume akhirnya adalah V,

maka perubahan suhu sebesar ∆T menyebabkan perubahan volume. ∆𝑉 = 𝑉0𝛾∆𝑇

𝑉 − 𝑉0= 𝑉0𝛾∆𝑇

𝑉 = 𝑉0 1 + 𝛾∆𝑇 Keterangan:

𝛾 = koefisien muai volume (per 0

C) ∆𝑉 = perubahan volume (cm3 ) 𝑉 = volume akhir (cm3 ) V0 = volume awal (cm3) ∆𝑉= perubahan suhu (0 C) 52

(43)

28

Gambar 2.1.

Grafik perubahan volume dan massa jenis zat cair terhadap suhu (anomali air)

Walaupun sebagian besar zat cair memuai ketika dipanaskan, air memiliki suatu keistimewaan. Ketika didinginkan, air menyusut sampai suhu 4 0C. Jika didinginkan lagi, air justru memuai sampai suhunya mencapai 0 0C. Ketika berada pada suhu 0 0C air berubah bentuk menjadi es yang volumenya lebih besar. Jika es ini didinginkan lagi, ia akan menyusut seperti layaknya zat lain. Sifat air yang seperti ini disebut dengan anomali air.

Contoh bentuk demonstrasi:

Tujuan : Menyelidiki pemuaian zat cair Alat dan Bahan :

- Alkohol - Air panas

- Pipa kaca berskala - Dua labu didih

- Ember - sumbat labu (steroform atau karet) Langkah kerja :

- Isilah labu didih dengan alkohol penuh.

- Tutuplah labu dengan sumbat yang dilubangi untuk tempat memasukkan pipa kaca berskala.

- Masukkan labu tersebut ke dalam ember yang berisi air panas. 00C 40C Suhu (0C)

Volume (cm3)

00C 40C Suhu (0C) Massa jenis (g/cm3)

(44)

29

- Tunggulah beberapa saat hingga permukaan alkohol pada pipa mencapai kesetimbangan.

- Perhatikan ketinggian air pada pipa. Kesimpulan :

Dari percobaan di atas, bahwa zat cair (alkohol) akan mengalami pemuaian seperti benda padat. Ketika labu dimasukkan ke dalam air panas, alkohol dan labu didih sama-sama memuai. Tetapi karena pemuaian zat cair (alkohol) lebih besar dari wadah (labu didih). Jika pemanasan dilanjutkan sebagian zat cair akan tumpah. Pemuaian berbagai zat cair berbeda-beda sesuai dengan jenis zatnya.

Contoh soal :

Berapakah volume minyak tanah pada suhu 60 0C. Apabila volumenya pada suhu 30 0C ialah 100 liter? Koefisien muai ruang minyak tanah 0,0009/0C. Penyelesaian: Diketahui V0 = 100 liter T0 = 30 0C T1 = 60 0C 𝛾 = 0,0009 /0 C V1 = . . . ? Penyelesaian: 𝑉 = 𝑉0 1 + 𝛾∆𝑇 = 100 (1 + 0,0009 . 30) = 100 × 1,027 = 102,7 liter c. Pemuaian Zat Gas

Sebagaimana zat cair, gas juga mengalami muai volume. Koefisien mai volume gas lebih besar daripada zat cair dan proses pemuaiannya lebih rumit. Hal ini karena gas mempunyai tiga besaran

(45)

30

yang sangat erat hubungannya, yaitu suhu, tekanan dan volume. Jika ingin menentukan muai volume karena kenaikan suhu, tekanan gas harus tetap. Sebaliknya, jika ingin menentukan tekanan karena kenaikan suhu, volumennya harus tetap, yaitu sebesar 1

2730C atau 0,0037

/0C. Gas dapat memuai pada tekanan tetap dan pada volume tetap. Khusus untuk gas, pemuaian volume dapat menggunakan persamaan seperti pemuaian zat cair:

∆𝑉 = 𝑉0𝛾𝜌∆𝑇 𝑉 = 𝑉0 1 + 𝛾𝜌 ∆𝑇

Keterangan :

𝛾𝜌= 𝛾 = koefosien mai volume gas pada tekanan tetap (per 0C)

∆𝑉 = perubahan volume (cm2) �𝑉 = volume akhir (cm3) 𝑉0 = volume awal (cm3) ∆𝑇 = perubahan suhu (0C)

Perubahan volume gas tidak hanya menggunakan persamaan tersebut di atas, namun ada besaran-besaran lain yang perlu diperhatikan seperti tekanan dan temperatur. Persamaan yang berlaku dalam pemuaian dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut. 1) Tekanan tetap

Pada gas, tidak hanya volume dan temperatur saja yang terpengaruh oleh panas tetapi tekanannya juga terpengaruh. Persamaan gas pada tekanan tetap dilakukan dengan cara : sebuah boloa kaca (A) mempunayai pipa sempit (B). Di dalam terdapat setetes raksa (C). Jika bola kaca dipanasi sedikit, maka raksa akan bergerak ke kanan.

(46)

31

Gambar. 2. 2.

Pemuaian gas pada tekanan tetap

Pada pemanasan ini tekanan gas selalu tetap (tekanan udara luar) tetapi volume berubah. Rumus koefisien muai ruang untuk gas (γ) hanya berlaku pada tekanan tetap (konstan), sehingga rumusnya: 𝑉1 𝑇1 = 𝑉2 𝑇2 Keterangan:

V1 = volume gas sebelum dipanaskan (m3)

V2 = volume gas setelah dipanaskan (m3)

T1 = suhu gas sebelum dipanaskan (0C)

T2 = suhu gas setelah dipanaskan (0C)

2) Volume tetap

Pada pemanasan gas pada volume tetap dirumuskan: 𝑃1

𝑇1 =

𝑃2 𝑇2

Keterangan :

P1 = tekanan gas sebelum dipanaskan (atm atau N/m2)

P2 = tekanan gas setelah dipanaskan (atm atau N/m2)

T1 = suhu gas sebelum dipanaskan (0K)

T2 = suhu gas setelah dipanaskan (0K)

Contoh bentuk demonstrasi

Tujuan : Menunjukkan bahwa gas memuai Alat dan bahan :

- 2 ember / baskom berisi air panas dan air dingin Raksa

Udara

C B

(47)

32 - 1 buah botol

- 1 buah balon Langkah kerja

- Masukkan mulut balon yang belum ditiup ke dalam mulut botol. - Isi ember atau baskom dengan air panas dan air dingin. Celupkan

bagian bawah botol tersebut ke dalam ember atau baskom yang berisi air panas. Apa yang terjadi?

- Kemudian masukkan pada baskom yang diisi air dingin. Apa yang terjadi ?

Kesimpulan

Dari percobaan ini, ketika memasukkan bagian bawah botol ke dalam ember air panas, udara dalam botol memuai. Ini menyebabkan balon mengembang. Ketika bagian bawah botol dicelupkan dengan air dingin suhu udara berkurang. Udara menyusut dan balon mengempis. Dari percobaan ini menunjukkan bahwa udara memuai jika dipanaskan. Contoh soal:

1) Suatu gas mula-mula volumenya V, berapa besarkah suhu harus dinaikkan supaya volumenya menjadi 2 kali volume mula-mula, dengan tekanan tetap.

Jawab Diketahui : V0 = V dan Vt = 2 V Ditanya : Δt ....? Penyelesaian : 𝑉 = 𝑉0 1 + 𝛾𝜌 ∆𝑇 𝑉𝑡 = 𝑉0 1 + 1 273 ∆𝑇 2𝑉 = 𝑉 1 + 1 273 ∆𝑇 2 = 1 + 1 273 ∆𝑇

(48)

33 1 = 1

273 ∆𝑇 ∆𝑇 = 273 0

C

Jadi suhu gas tersebut harus dinaikkan sebesar 273 0C

2) Gas dalam ruang tertutup volunya 3000 cm3, suhunya 300 K dan tekanannya 6 atm. Tentukan:

a) Volume gas jika suhunya dinaikkan hingga 400 K pada tekanan tetap

b) Tekanan gas jika suhunya dinaikkan hingga 360 K pada volume tetap Jawab Diketahui: V1 = 3000 cm3 P1 = 6 atm T1 = 300 K Penyelesaian: a) 𝑉𝑇1 1 = 𝑉2 𝑇2 T2 = 400 K 3000 300 = 𝑉2 400 V2=400 .3000 300 =4000 cm 3

Jadi, volume gas setelah dipanaskan adalah 4000 cm3 b) 𝑃𝑇1 1 = 𝑃2 𝑇2 T2 = 360 K 6 300 = 𝑃2 360 𝑃2 = 6 × 360 300 = 7,2 𝑎𝑡𝑚

Gambar

Tabel  4.  1.  Data  Guru  dan  Tenaga  Administrasi  MTs  Taqwal  Ilah  Tahun  Pelajaran 2010
Tabel 4. 2. Nilai Angket Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe  TAI  (Team  Assisted  Individualization)  Kelas  VII  MTs  Taqwal  Ilah Tembalang  No  Responden  Jawaban  Nilai  Jumlah A B C D 4 3 2 1  1  9  2  7  2  36  6  14  2  58  2  8  3  6  3
Tabel  4.  3.  Nilai  Hasil  Belajar  Fisika  Materi  Pokok  Pemuaian  Kelas  VII  MTs Taqwal Ilah Tembalang
Tabel 4. 4. Distribusi Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe  TAI (Team Assisted Individualization)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sales promotion dan personal selling secara islam terhadap minat anggota KJKS Baitul Tamwil

1) Penerapan Restorative Justice harus mampu memulihkan keadaan semula bagi kedua belah pihak dan masyarakat. Restorative Justice juga harus menjamin rasa keadilan bagi

Sehinggga ketika dihitung menggunakan rumus t-score menunjukkan bahwa ada perbedaan yang meyakinkan dalam tingkat pemahaman peserta didik tentang iman kepada Rasul-Rasul Allah

a) respek dan memahami dirinya, serta dapat mengontrol dirinya (emosinya stabil).. b) antusias dan bergairah terhadap bahan, kelasnya dan seluruh pengajarannya. c)

Evaluasi pada dasarnya dilakukan untuk mengukur sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk

Indonesia terhadap penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL) tentang izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya dan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan melalui lembar observasi membuktikan bahwa pada langkah siklus III siswa sudah tampak bila mereka sangat berminat dalam belajarnya dan nilai yang

Adakah pengaruh penguasaan mufrodat (X) terhadap prestasi belajar Bahasa Arab (Y) siswa kelas VII MTs Arrosyidin Madusari Kecamatan Secang Kabupaten Magelang tahun