PENDAHULUAN
Dampak Reformasi di awal tahun 1998, dampaknya juga terlihat dalam penulisan sejarah Indonesia (historiografi nasional). Tepatnya pada gelombang ketiga terjadi reformasi sejarah1, reformasi ini berupa pelurusan sejarah kontroversial yang ditulis ketika Soeharto berkuasa. Salah satunya Peristiwa SU 1 Maret di Yogyakarta, yang merupakan sebuah peristiwa terjadi pasca kemerdekaan.
Menurut Rizem Aizid SU 1 Maret adalah serangan yang di laksanakan pada 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran dan serentak untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI: berarti juga Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat.2
Meskipun telah banyak ditulis, bukan berarti kajian tentang Peristiwa SU 1 Maret ini menjadi selesai sama sekali. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sejarawan E.H. Carr3sejarah itu merupakan dialektika antara masa lampau dengan masa sekarang, dialog yang tidak berkesudahan, yakni antara sejarawan dengan sumber yang dimilikinya.
Peristiwa SU 1 Maret merupakan sebuah peristiwa yang sampai saat ini (2015) masih sejarah kontroversial dalam penulisannya. Sebagaimana yang dikemukan oleh Sejarawan Asvi Warman Adam, bahwa
1
Historiografi Nasional Indonesia dalam perkembangannya terjadi dalam bentuk 3 gelombang. Gelombang pertama, dapat disebut sebagai dekolonisasi sejarah. gelombang ini terdapat adanya keinginan sangat kuat dalam masyarakat setelah merdeka untuk memiliki sejarah nasional sendiri yang tidak lagi ditulis oleh penjajah Belanda. Gelombang Kedua, pemanfaatan ilmu sosial dalam sejarah. Digelombang terakhir yakni ketiga, terjadi reformasi sejarah. Reformasi sejarah ini, berupa pelurusan terhadap hal-hal yang kontroversial dalam sejarah yang ditulis semasa Soeharto berkuasa. Pada gelombang ketiga inilah para sejarah korban; sebagian besar merupakan korban politik, dan kekerasan semasa Orde Baru muncul dalam Historiografi Nasional Indonesia. dan diantara topik yang dikaji oleh penulis saat ini, penulisan sejarah termasuk pada gelombang ketiga yakni reformasi sejarah.
2
Rizem Aizid, 2014, Menguak Kontroversi-kontroversi Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: Saufa), hlm. 132
3
Asvi Warman Adam, 2009, Penulisan Sejarah Indonesia, (Yogyakarta:Ombak), hlm. 3
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 ini sama halnya dengan Gerakan 30S, Supersemar, Lahirnya Pancasila, Lahirnya Orde Baru, dan Integrasi Timor Timur. Pemilihan topik-topik tersebut masih juga
kontroversial, sebab masih banyak
diperdebatkan dalam masyarakat.4 Peristiwa SU 1 Maret bukan hanya memunculkan berbagai versi dalam bentuk buku namun, juga artikel. Oleh karena itu, permasalahan ini menurut peneliti menarik dan penting untuk dikaji oleh peneliti sebagai kajian penelitiannya.
Pokok penelitian yaitu bagaimana Peristiwa SU 1 Maret dilukiskan dalam berbagai karya sejarah Indonesia yaitu, beberapa karya yang ditulis di era Orde Baru sampai era Reformasi (2000-2010). Di antara karya sejarah tersebut yakni Pertama, karya A.H Nasution tahun 1979 (Sekitar
Perang Kemerdekaan Indonesia); kedua,
karya B.E Mantindas dan Bert Supit tahun 1998 (Ventje Sumual-Menatap Hanya Kedepan: Biografi Seorang Patriot, Filsuf, Gembong Pemberontak); ketiga, karya Budi
Irawanto tahun 1999 (Film, Ideologi, dan
Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema
Indonesia); Tim Lembaga Analisis
Informasi tahun 2000 dengan judul buku
Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949.
Kemudian, oleh Batara R. Hutagalung tahun 2009 dengan judul Serangan Umum 1 Maret
1949: Dalam Kaleidoskop Sejarah
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Serta yang terakhir, buku
karangan R. Ridhani tahun 2010, dengan judul Letnan Kolonel Soeharto Bunga
Petempuran Serangan Umum 1 Maret 1949. Batasan Masalah
Peristiwa SU 1 Maret dibahas dalam kajian historiografi yakni beberapa karya (buku) yang membahas ini pada masa Reformasi (terbit pada tahun 2000-2010).5
4
Ibid, Asvi Warman Adam, hlm.12 5
Diambilnya tahun 2000-2010 sebagai kajian dalam penelitian ini, karena diantara tahun-tahun tersebutlah beberapa karya-karya sejarah mengenai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret ada dalam peredaran penulisan sejarah Bangsa Indonesia, yang akan dijadikan bahan kajian oleh peneliti nantinya. Reformasi diambil sebagai batasan kajian penelitian penulis, karena di masa inilah penulisan sejarah mengenai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 mulai dianggap
Rumusan masalah dalam kajian ini yaitu mempertanyakan tentang:
a. Bagaimanakah penulisan sejarah Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta pada masa Reformasi ? b. Apa saja yang mempengaruhi
pandangan para penulis karya sejarah Peristiwa SU 1 Maret 1949?
Tujuan Penelitian
a. Menjelaskan gambaran penulisan sejarah Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta pada masa Reformasi. b. Menyebutkan apa saja hal yang
mempengaruhi pandangan para penulis karya sejarah (sejarawan) SU 1 Maret 1949.
Manfaat Penelitian
a. Memperkaya khasanah perpustakaan sejarah, khususnya tentang peristiwa-peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, salah satunya Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
b. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pemahaman pembaca serta peneliti, mengenai berbagai versi penulisan sejarah konseptor Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang ditulis pada masa Reformasi.
Studi Relevan
Studi Relevan dalam kajian ini
Pertama, Skripsi Hendri Gusti Dinata
mengenai Supersemar dalam studi Historiografi. Penelitiannya berfokus kepada
(1) Bagaimana Supersemar dilukiskan dalam historiografi Indonesia? (2) Bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi dalam kontroversi Supersemar?. Kemudian Kedua, skripsinya Prima Nofri Andika, mengenai
G30S/PKI: Sebuah Dekonstruksi Sejarah Dalam Karya-Karya Asvi Warman Adam (Studi Historiografi), yang menjadi fokus
penelitiannya: (1) Apa penyebab penolakan penggunaan kata PKI pada G30S/PKI dalam karya-karya Asvi Warman Adam? (2) Bagaimana karya-karya Asvi Warman Adam mendekonstruksi peristiwa G30S/PKI dilihat dari alasan penolakan penggunaan kata PKI pada G30S/PKI? Serta yang ketiga, skripsi Lelen Oktaviani mengenai, Dalang Peristiwa G30S 1965 (Sebuah Tinjauan Historiografi), dalam kajiannya tersebut kontroversial, dan masih menjadi polemik dalam penulisan sejarah Indonesia.
berfokus pada (1) Bagaimana peristiwa G30S dilukiskan dalam historiografi Indonesia? dan, (2) Bagaimana perubahan yang terjadi dalam penulisan dalang peristiwa G30 S?.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah penelitian kepustakaan yaitu sebuah penelitian yang membatasi dirinya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan, tanpa melakukan riset lapangan (data wawancara). Selanjutnya, kajian ini Menggunakan metode pendekatan analisis wacana kritis dengan karakteristik historisnya. Menurut Michel Starford ada tiga komponen tugas studi historiografi, yaitu pertama mengindentifikasi biografi sejarawan atau individu dengan berbagai macam tipologinya. Kedua mengidentifikasi pengetahuan sejarah lewat karya-karya sejarah yang pernah ditulis pada zaman tertentu. kemudian ketiga, mempelajari asumsi dasar dalam penulisan sejarah pada zaman tertentu.6Kemudian, menyelesaikan cara penulisan sejarah, dengan bertumpu pada 4 tahap atau kegiatan pokok:
(1) Heuristik: mengumpulkan buku atau karya-karya tulis yang relevan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan oleh dengan mengumpulkan buku–buku yang relevan dengan penelitian pada beberapa perpustakaan. Seperti pustaka STKIP PGRI, pustaka Pusat dan Jurusan Sejarah di UNP, Kepustakaan dan Kearsipan Daerah Padang, dan lain-lain.
(2) Kritik Sumber: menganalisa masing-masing isi buku dan sumber lain. Kemudian, mengaitkan dengan realita sekarang mengenai kontroversi
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta;
(3) Interpretasi: tahap dimana peneliti akan melanjutkankannya dengan penginterprestasian (penafsiran); (4) Historiografi: menyajikan temuan
selama penelitian yang telah dilakukan ke dalam bentuk laporan penelitian atau penulisan sejarah (historiografi).7
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Ibid, hlm. 19 7
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, dalam penulisan sejarah telah muncul pemikiran terkait dengan perdebatan. Perdebatan tersebut kemudian membentuk konteks intelektual yang lebih diwarnai unsur politik dengan fokus hubungan antara sejarah dengan kekuasaan.8Sepanjang tahun 1996, perpecahan rezim mulai kelihatan. Reformasi diumumkan, Tuntutan akan reformasi terus meningkat seiring semakin memburuknya krisis ekonomi dan semakin jelas bahwa rezim tidak mampu mereformasikan diri.9
Pada Orde Baru penulisan sejarah mengenai Peristiwa SU 1 Maret 1949 ditulis secara Homogen (Seragam). Era inilah Peristiwa SU 1 Maret digambarkan berkat keberhasilan para golongan militer yang saat itu berjuang untuk merebut kembali ibukota Yogyakarta dari tangan Belanda. Kemudian untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa RI masih ada, begitupun juga dengan TNInya.
Pengambaran dan penyinggungan penulisan peristiwa sejarah, salah satunya Peristiwa SU 1 Maret 1949 seperti yang telah diuraikan, dapat dilihat dari beberapa tulisan-tulisan yang pernah muncul dan ada dalam penulisan sejarah pada Orde Baru, yaitu dalam buku yang dikarang oleh A.H Nasution yang berjudul Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia II, tepatnya pada
bab pergelaran perang gerilya di Jawa.
“Suatu serangan besar-besaran terhadap Belanda yang menduduki Yogyakarta, terjadi pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini dilakukan justru ketika perundingan di Lake Succes dan di Jakarta tentang cara penyelesaian persoalan Indonesia menemui jalan buntu. Sudah lama
Letnan Kolonel Suharto
mempersiapkan serangan
ini, 10 terutama melakukan
penyelidikan di dalam kota dan
8
Nordholt, Henk Schulte., Bambang Purwanto., & Ratna Saptari, 2008, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, (Jakarta: Pustaka Larasan), hlm. 36
9
Ibid, M.C. Ricklefs, 2001, hlm. 650-652 10
A.H Nasution, 1979, Perang Gerilya Semesta II: Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, (Bandung: Angkasa Bandung Indonesia), hlm. 94
mengurus perbekalan bagi pasukan-pasukan
Penonjolan penjelasan peran Soeharto atas prestasi luar biasanya, juga terdapat dalam karya yang tulis oleh Tjokropranolo. Tjokropranolo merupakan seorang Letnan Jenderal (Purn), dalam karyanya ia menggambarkan serangan umum sebagai berikut:
“Pak Harto pada tanggal 1 Maret 1949, telah mengadakan “Serangan Umum” pada siang hari dan telah
berhasil dengan gemilang. 11 Jadi,
untuk masuk Yogya saat ini tentunya akan lebih sulit lagi dan kurang tepat, karena pasukan Belanda pasti akan
semakin meningkatkan keketatan
penjagaannya”
Letjen TNI (Purn) Tjokropranolo, menuliskan peristiwa terpenting dari sejarah penjajahan terakhir di Indonesia berdasarkan atas catatan, ingatan, dan kenangannya secara pribadi yang tidak pernah ia lupakan. 12 Pola Pelukisan mengenai pentingnya peran militer dalam Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta, serta pengagungan Soeharto juga terlihat dalam tulisan yang dikarang oleh B.E Mantindas, dan Bert Supit yang terbit pada 1998.
“Serangan-serangan sporadis
terhadap Belanda terus menerus dilakukan. Komandan WK-III Letkol Soeharto berkali-kali menggalang Serangan Umum. Serangan Umum digencarkan oleh semua sektor. Ini sesuai dengan garisan segi pimpinan TNI yang telah di tetapkan Panglima Besar Sudirman. Menurut sifat dari
sistem ini pemimpin gerilya
senantiasa mengambil prakarsa
(konseptor) prakarsa dan tindakan
dari para komandan gerilya.13”
Penulisan sejarah SU 1 Maret 1949 pada Orde Baru telah menjelaskan kepada semua rakyat bahwa konseptor dan pemimpin dari Peristiwa SU 1 Maret 1949
11
Tjokropranolo, 1992, Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, (Jakarta: Surya Persindo), hlm. 174
12
Ibid, Tjokropanolo, 1992, hlm. 119 13
Matindas, B.E & Supit, Bert. 1998,
Ventje Sumual–Menatap Hanya ke Depan: Biografi Seorang Patriot, Filsuf, Gembong
adalah Soeharto, yang mana pasca
kemerdekaan dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan RI, Soeharto menjabat sebagai komandan Wehkreise (wilayah pertahanan) III. Khususnya mengenai Peristiwa SU 1 Maret melibatkan Soeharto, dan merupakan prestasi luar biasa oleh Soeharto pada masa revolusi maka, pada masa Orde Baru peristiwa ini mesti ia lestarikan dan dibesarkan.14
Pada tahun 1985 muncul gugatan untuk pertama kalinya dalam penulisan sejarah terhadap Soeharto, gugatan ini mengenai siapa sebenarnya konseptor SU 1 Maret 1949, walaupun gugatan tersebut tidak disampaikan dengan tegas. Gugatan tersebut dilontarkan melalui wawancara suratkabar Suara Merdeka, Semarang, 15 Oktober 1985, oleh Soedarisman Purwokoesoemo (walikota Yogyakarta
1947-1966). 15 Soedarisman
14
Gusti Asnan, 2006, Makalah Seminar “Meninjau Ulang PDRI dalam sejarah dan Penulisan Sejarah Bangsa”, (Padang: disajikan pada 26 Juli 2006), hlm. 11
15
Soedarisman Purwokoesoemo merupakan seorang walikota di Yogyakarta pada tahun 1947-1966. Pada tahun 1985 ia untuk pertama kalinya merupakan pihak yang mempertanyakan atau meragukan Soeharto sebagai konseptor dari serangan umum 1 Maret, walaupun keraguan tersebut tidak disampaikannya secara tegas. Akhir ia menjabat sebagai walikota di Yogyakarta adalah pada tahun 1966, disini dapat diambil kesimpulan oleh peneliti bahwa; Pertama, Soedarisman merupakan salah seorang yang dapat dikatakan sebagai saksi sejarah dalam hal peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, ia hidup atau ada pada zaman itu dan tentunya sedikit banyak ia mengetahui apa yang terjadi di Yogyakarta terlebih ia merupakan walikota yang masih menjabat pada kala itu. Kedua, Soedarisman Purwokoesoemo adalah seseorang yang berlawanan politiknya dengan Soeharto, dan mungkin saja barangkali ia merupakan salah satu pihak yang sepaham dengan Orde Lama. Kenapa? Karena pada tahun 1966 merupakan akhir dari jabatannya sebagai walikota, dimana pada tahun 1966 ini merupakan tahun dimana Soeharto mulai mengambil alih pucuk pimpinan RI (presiden) dimana Orde Lama kemudian hari digantikan oleh Orde Baru. Jadi, dapat dikatakan Soedarisman merupakan salah seorang yang tidak sepaham dengan Orde Baru. Walaupun ia juga hidup pada era ini dan sama-sama diketahui bahwa pada era Orde Baru tidak semua orang dapat mengkritik bahkan mengeluarkan
mempertanyakan siapa sebenarnya konseptor SU 1 Maret, apakah Soeharto, Bambang Soegeng, Sudirman, Nasution atau Sri Sultan Hamengku buwana IX? 16
Pada awal Transisi, sejarah yang dibuat pada masa Orde Baru mulai dikritik dan dipertanyakan secara terbuka. Salah satu karya yang menyinggung Peristiwa SU 1 Maret 1949, yaitu sebuah karya yang dikarang oleh Budi Irawanto, Tulisan-tulisan tersebut dapat dilihat pada bagian berikut:
“Serangan Umum 1 Maret, menjadi diskursus yang penting bagi rezim Orde Baru. Serangan ini dianggap sebagai momen puncak yang menunjukkan patriotisme dan heroisme militer pada masa revolusi kemerdekaan. Ia juga dijadikan bukti betapa lemahnya politisi sipil dalam menangani situasi negara yang genting.
Peristiwa Serangan Umum 1
Maret menandai peran penting
Soeharto dalam revolusi Indonesia,
oleh karena itu, setiap tahun
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret disamping supersemar senantiasa diperingati dan termasuk dalam kalender penting di era Orde Baru”
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang presiden kedua RI.17 Ketika B.J Habibie menjadi presiden ketiga RI, Habibie memperkenalkan reformasi yang menjanjikan suatu masyarakat yang lebih demokratis, adil, dan terbuka.18
Persepsi historis yang mengandung nilai militerisme terus hidup sampai sekarang yang dibuktikan dalam polemik
pendapatnya mengenai rezim yang lagi berkuasa, sehingga dapat dikatakan ia merupakan seseorang yang berlawanan dengan rezim Orde Baru.
16
Asvi Warman Adam, 2007, Seabad Kontroversi Sejarah, (Ombak: Yogyakarta), hlm. 46
17
Selo Sumardjan, 1999, Kisah Perjuangan Reformasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hlm. 197, “tidak tahan terhadap demokrasi para mahasiswa Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Negara, Jakarta, menyatakan diri berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia”
18
Ibid, M.C. Ricklefs, 2001, hlm. 654-655
tentang konseptor SU 1 Maret 1949.19 Setelah Orde Baru jatuh, muncul sejumlah upaya untuk menulis ulang sejarah.20 Setelah Soeharto jatuh, Mei 1998 sejarah nasional menurut versi Soeharto tidak lagi dipercaya. Kemudian muncul berbagai perdebatan mengenai sejumlah persoalan sejarah yang sensitif dan mendapat luas dari media massa.21
Menurut W.H. Valsh ada 4 faktor utama yang melatar belakangi sudut pandang sejarawan 22 pertama, kecenderungan pribadi (personal bias) yaitu kecenderungan yang berkaitan dengan masalah suka atau tidaknya seorang individu terhadap individu atau kelompok lainnya;
Kedua, prasangka kelompok (group
prejudise) merupakan anggapan-anggapan
yang berkaitan dengan masuknya seorang sejarawan menjadi anggota suatu kelompok (kelompok tertentu); Ketiga, teori-teori yang saling bertentangan atas dasar penafsiran sejarah (conflicting teories of historical
19
Bambang Purwanto, 2006, Gagalnya Historiografi Indonesiasentris?!, (Yogyakarta: Ombak), hlm. 202-203, “Disini dituliskan ... artinya, perjuangan dengan menggunakan senjata yang bernilai militerisme menjadi simbol utama dan wacana masyarakat tentang kemerdekaan patriotisme dan nasionalisme Indonesia. Persepsi historis yang mengandung nilai militerisme terus hidup sampai sekarang yang dibuktikan dengan polemik tentang konseptor Serangan Umum 1 Maret 1949. Secara tidak sadar, militerisme dan perilaku militeristik juga telah menjadi nilai dan acuan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam kehidupan politiknya sejak awal.”
20
Asvi Warman Adam, 2009, Membongkar Manipulasi Sejarah “Kontroversi Pelaku dan Peristiwa”, (Jakarta: Kompas), hlm. 101 “begitu Orde Baru berakhir, bermunculan gugatan masyarakat terhadap sejarah (versi pemerintah), buku-buku baru diluncurkan, sejarah pun menjadi polemik. ”
21
Bahwa versi Soeharto yang tidak dipercaya lagi, kemudian memunculkan bebagai perdebatan dan mendapat liputan luas dari media massa. Salah satu persoalan tersebut adalah Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Kenyataan persoalan tersebut diperdebatan diarena publik tidak pernah terjadi sebelumnya dan merupakan sebuah serangan terhadap kredibilitas sejarah Orde Baru terutama atas posisi utama Soeharto dalam sejarah.
22
Dilihat dalam skripsinya Lelen Oktavia, 2007, Dalang Peristiwa G30S 1965 (sebuah tinjauan Historiografi), Prodi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah FIS, UNP, hlm. 43
interpretation), ini berhubungan dengan
faktor sebab-akibat dalam interpretasi sejarah yang beraneka ragam; keempat, pandangan filsafat yang berbeda (underlying
philosidhical conflict), yang berhubungan
dengan perbedaan dalam keyakinan moral dan metafosis.
Adapun versi yang ada pada Reformasi, diantaranya seperti yang telah dijelaskan oleh peneliti dibagian-bagian sebelumnya, ada 3 karya diantaranya yang khusus membahas Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Pertama, versi yang dikarang oleh Tim Lembaga Analisis Informasi terbit tahun 2000. Versi karya ini mendeskripsikan konseptor Peristiwa Serangan Umum sebagai berikut:
“Pemprakarsa Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX...”
Kedua, karya sejarah dengan judul Serangan Umum 1 Maret 1949: Dalam
Kaleidoskop sejarah Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan, ditulis oleh
Batara R. Hutagalung. Ia merupakan salah seorang yang bertolak belakang dengan Orde Baru. Berikut kutipan mengenai apa yang dikatakan atau ditulis oleh Batara dalam karyanya:
“ Serangan atas Yogyakarta yang kemudian dilaksanakan pada 1 Maret 1949, dilakukan dijajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa
instruksi dari Panglima Besar
Sudirman, untuk membuktikan
kepada dunia internasional bahwa TNI-berarti juga Indonesia masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di DK PBB.” Ketiga, adalah buku atau karya yang
dikarang oleh R. Ridhani pada tahun 2010. Ia merupakan seorang purn TNI, dan beberapa karyanya sepengetahuan peneliti adalah karya yang banyak kaitannya dengan militer. Berikut kutipan terhadap apa yang ditulisnya dalam karyanya mengenai konseptor dari peristiwa ini:
“Tepat pukul 06.00 pada tanggal 1
Maret 1949 bersama dengan
dibunyikannya sirine akhir jam
malam, yang telah ditentukan oleh Letnan Kolonel Soeharto sebagai
tanda mulai serbuan, lalu segera
terdengar tembakan gencar di
seluruh Kota Yogyakarta.” PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dalam kajian ini: Hasil karya sejarah merupakan karya yang dikondisikan oleh kebudayaan, zaman, lingkungan sosial dari sejarawan dan peminat sejarah itu sendiri. Sebagai manusia yang hidup bermasyarakat, berbagai nilai dan kepentingan kebudayaan, dimana dia lahir dan berkembang akan ikut membentuknya. Sejarah Bangsa yang begitu banyak Perbedaan-perbedaan penafsiran, justru diperlukan karena pada akhirnya selalu akan dilakukan peninjauan dan penulisan ulang sejarah secara periodik oleh generasi yang sama maupun berbeda.
Karya-karya yang dimuat dalam sejarah memiliki beberapa kategori yaitu:
pertama, para penulis, kedua kapan karya
tersebut diterbitkan, dan terakhir tujuan penerbitan dari masing-masing penulisan karya sejarah tersebut. Adanya kesempatan untuk mengungkapkan sebuah peristiwa, yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya-karya (buku), khususnya Peristiwa SU 1 Maret 1949 tidak terlepas dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.
Sejarah yang berkait erat dengan legitimasi negara dan identitas nasional, merupakan sebuah ilmu yang paling tinggi kadar politiknya. Penguasaan Indonesia pada era Orde Baru yang memakan waktu sangat lama (32 tahun), telah mencekam kebebasan dan keterbukaan dalam segala bidang, termasuk dalam proses penulisan sejarah bangsa. Orde Baru dalam penulisan sejarahnya kala itu hanya dibuat resmi oleh pemerintah saja (militer), kebanyakan penulisan sejarah dibuat oleh pelaku dari sejarah itu sendiri.
Selanjutnya (reformasi), dengan segala keterbukaan dan kebebasan, penulisan sejarah kemudian memiliki otonomi sendiri. Maka, banyak para sejarawan-sejarawan maupun kalangan lainnya bebas dalam mengekspresikan pandangan mereka, budaya pada Reformasi lebih transparan hingga akhirnya dalam penulisan Peristiwa SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta menimbulkan kontroversial,
yakni polemik konseptor SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta (heterogen: penulisan sejarah
yang beragam mengenai konseptor serangan umum).
Perbedaan pandangan sejarawan dalam menulis konseptor Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dituangkan dalam berbagai karyanya, dikarenakan memiliki sudut pandang yang ikut membentuk sejarawan tersebut dalam menulis sejarah: 1). Adanya kecenderungan pribadi (Personal
Bias); 2). Prasangka Kelompok (Group Prejudise); 3). Teori-teori yang saling
bertentangan atas dasar penafsiran sejarah (connflicting teories of historical Interpretation); dan 4). Adanya pandangan
filsafat yang berbeda (Underlying
Philosidhical Conflict). DAFTAR PUSTAKA 1. Buku
A Daliman. (2012). Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
AePriyono., & Usman Hamid.(2014).
Merancang Arah Baru
Demokrasi:Indonesia Pasca-Reformasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
A.H. Nasution. (1979). Perang Gerilya Semesta II: Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung: Angkasa Bandung Indonesia. A.H Nasution. (1977). Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia Jilid 3; Diplomasi sambil bertempur. Bandung: Angkasa.
Asvi Warman Adam. (2007). Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
---. (2009). Penulisan
Sejarah Indonesia.
Yogyakarta:Ombak.
---. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah “Kontroversi Pelaku dan Peristiwa”. Jakarta: Kompas.
Batara R Hutagalung. (2009). Serangan Umum 1 Maret 1949: Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Bambang Purwanto. (2006). Gagalnya
Historiografi Indonesiasentris?!. Yogyakarta: Ombak.
Bambang Purwanto., & Asvi Warman Adam. (2013). Menggugat Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Budi Irawanto. (1999). Film, Ideologi, dan
Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
Garda Maeswara. (2010). Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950: Perjuangan
Bersenjata dan Diplomasi untuk mempertahankan Kemerdekaan. Yogyakarta: Narasi.
Gottschalk, Louis. (2006). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI-Press.
Himawan Soetanto. (2006). Yogyakarta Jenderal Spoor (Operatie Kraai) versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No.1). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Marwati Djoned Poesponegoro, & Nugroho Notosusanto. (1984). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Matindas, B.E & Supit, Bert. (1998). Vertje Sumual–Menatap Hanya ke Depan: Biografi Seorang Patriot, Filsuf, Gembong Pemberontak. Jakarta: Bina Lestari.
Mestika Zed. (1984). Pengantar Studi Historiografi. Padang: Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Andalas Padang.
---. (2003). Bahan Bacaan Metodologi Penelitian: Metode Penelitian Kepustakaan. UNP. Muhammad Hisyam. (2003). Krisis Masa
Kini dan Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nugroho Notosusanto. (1991). Pejuang dan Prajurit: Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI. Jakarta: Sinar Harapan.
Nordholt , Henk Sch ult e., Bamb ang Purwant o., & Rat na Sapt ari. (200 8). Per s pekt if Baru Pen u lisa n S eja rah Indon esi a . J akart a: Pust aka Laras an. R Ridhani. (2010). Letnan Kolonel Soeharto
Bunga Petempuran Serangan Umum 1 Maret 1949. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Reid, Anthony J.S. (1974). Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Rizem Aizid. (2014). Menguak Kontroversi-kontroversi Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Saufa.
Sartono Kartodirdjo. (1982). Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia. Jakarta: Gramedia. Selo Sumardjan. (1999). Kisah Perjuangan
Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suhartono. (2001). Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudiyo. (2002). Pergerakan Nasional: Mencapai & Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syamdani. (2001). Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Tim Lembaga Analisis Informasi. (2000). Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949. Yogyakarta: Media Pressindo. Tjokropranolo. (1992). Jenderal Soedirman:
Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Surya Persindo.
Yoseph Tugio Taher. (2010). Mengorek Abu Hitam Sejarah Indonesia. Bandung: Ultimus.
2. Skripsi, Jurnal, Makalah, dan Internet Lelen Oktavia. (2007). Dalang Peristiwa
G30S 1965 (sebuah tinjauan Historiografi). Prodi Pendidikan Sejarah. Jurusan Sejarah FIS. UNP. Hendri Gusti Dinata. (2009). Supersemar
dalam studi Historiografi pada masa Reformasi 1998-2006. STKIP PGRI Padang.
Gusti Asnan. (2006). Makalah Seminar “Meninjau Ulang PDRI dalam sejarah dan Penulisan Sejarah Bangsa”. (Padang: disajikan pada 26 Juli 2006).
---. et al. (2007). Perjuangan Yang Tak Kunjung Selesai. Jurnal Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, dan Persepsi. (Vol. 13, No. 13 Januari 2007).
Prima Nofri Andika. (2014). G30S/ PKI: Sebuah Dekonstruksi Sejarah Dalam Karya-karya Asvi Warman Adam (Studi Historiografi). Program Studi Pendidikan Sejarah. Jurusan Sejarah FIS. UNP.
Fandi Sido. (2012). Serangan Umum 1 Maret 1949, untuk siapa ?.(online). (http://sejarah.kompasiana.com/2012/ 02/29/serangan-umum-1-maret-untuk-siapa-443036.html. diakses pada tanggal 26 Maret 2015). Harry Siswoyo. (2015). 1 Maret, dari
Romantisme Layar Tancap ke Pembelokan Sejarah; Siapa sebetulnya penggagas Serangan
Umum 1 Maret
1949?.(online).(http://nasional.news.v iva.co.id/news/read/595793-1-maret-- dari-romantisme-layar-tancap-ke-pembelokan-sejarah. diakses pada tanggal 26 Maret 2015).