• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. penelitian dalam dilihat pada Gambar 3.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. penelitian dalam dilihat pada Gambar 3."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2016 sampai Januari 2017 di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pengidentifikasian mangrove dan makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan langsung di lapangan dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dalam dilihat pada Gambar 3. dan jadwal kegiatanpenelitiandapatdilihatpadaLampiran 11.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Google Earth, 2016)

(2)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System (GPS), refraktometer, termometer, pH meter, DO meter, tali rapia, meteran, pisau,

tool box, toples plastik, pipet tetes, pipa paralon 4,5 inchi, papan 1m x 1m,

saringan, sekop, kamera digital, alat tulis dan kertas milimeter.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mangrove, sampel makrozoobenthos, tisu, kertas label, karet gelang, kantong plastik, plastik putih ukuran 5kg, lakban, alkohol 70%, akuades, dan buku penuntun identifikasi mangrove dan makrozoobenthos. Alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 4. dan RincianbiayapenelitiandapatdilihatpadaLampiran 12.

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah purposive random sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun, berdasarkan tujuan pemanfaatan. Setiap stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 3 transek sepanjang garis yang dibentangkan mulai dari batas laut tumbuhnya mangrove sampai dengan batas daratan di mana mangrove masih tumbuh. Transek pada tiap stasiun dibagi masing-masing 3 plot.

Deskripsi Area

Desa Jaring Halus merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Desa ini merupakan sebuah perkampungan yang letaknya jauh dari pusat kota. Secara geografis, Desa Jaring Halus terletak pada 3º51'30" - 3º59'45" LU

(3)

dan 98º30' - 98º42' BT dengan ketinggian ± 1 m dpl. Adapun batas-batasnya antara lain :

Sebelah barat : Desa Tapak Kuda Sebelah utara dan timur : Selat Malaka Sebelah Selatan : Desa Selontong

Stasiun I

Stasiun ini merupakan kondisi mangrove alami yang tidak ditemukan adanya kegiatan masyarakat. Stasiun ini terletak diantara daerah perbatasan antara muara dan laut. Yang secara geografis berada pada titik koordinat 03°56'21,6" LU - 03°56'21,75" LUdan 098°33'44,0" BT - 098°34'27,42" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun I (Dokumentasi Pribadi)

Stasiun II

Stasiun ini merupakan daerah muara yang dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan penangkapan ikan. Stasiun ini berada pada titik koordinat 03°56'21,1"

(4)

LU-03°56'23,55" LU dan 098°33'58,7" BT - 098°34'13,61" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Stasiun II (Dokumentasi Pribadi)

Stasiun III

Stasiun ini merupakan stasiun yang berada dekat dengan pemukiman rumah warga dan langsung berbatasan dengan laut. Stasiun ini secara geografis berada pada titik koordinat 03°56'44,21" LU - 03°56'47,5" LU dan 098°34'09,11" BT - 098°34'12,3" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 6.

(5)

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah berupa data vegetasi mangrove, sampel makrozoobenthos, parameter fisika kimia perairan, tipe substrat dan kandugan C-organik. Pengumpulan data dilakukan secara pengamatan langsung (insitu) pada saat perairan surut sebanyak tiga kali sampling dengan interval waktu 2 minggu selama 2 bulan, dan pengamatan laboratorium (ex situ).

Pengambilan Sampel Mangrove

Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan transek garis (line transect). Transek garis ditarik dari titik acuan (pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku identifikasi Noor dkk (2006). Pada transek pengamatan dan identifikasi mangrove dengan mengacu kepada Kusmana (1997) :

1. Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dan 10 cm pada petak contoh 10 x 10 meter.

2. Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contok 5 x 5 meter.

3. Semai, adalah anakan mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter pada petak contoh 2 x 2 meter.

Bentuk transek dan petak contoh untuk analisis vegetasi mangrove dapat dilihat pada Gambar 7.

(6)

10 m 35 m

10 m Arah rintis

10 m 10 m

Gambar 7. Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove berdasarkan Kategori Pohon (10 x 10 m), Pancang (5 x 5 m), dan semai (2 x 2 m) (Kusmana, 1997)

Pengambilan SampelMakrozoobenthos

Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada plot/transek yang sama dengan pengambilan mangrove. Sampel makrozoobenthos diambil secara acak dengan melempar papan ukuran 1m x 1m. Substrat yang ada pada petakan tersebut diangkat dengan sekop untuk kemudian dilakukan pemisahan. Sampel makrozoobenthos yang di atas permukaan substrat maupun menempel pada pohon juga diambil. Pemisahan antara makrozoobenthos dan substrat dilakukan di lapangan. Sampel makrozoobenthos kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik yang diberi alkohol 70% untuk diidentifikasi.

5 m 5m 2 m 2 m 5 m 5m 5m 2 m 2 m 10 m

(7)

Pengambilan Sampel Substrat

Pengambilan sampel substrat diambil menggunakan pipa paralon 4,5 inchi. Proses ini dilakukan pada saat perairan surut bersamaan dengan pengambilan sampel mangrove dan makrozoobenthos. Pengambilan sampel substrat dilakukan dengan membenamkan pipa paralon sedalam 20 cm dan memindahkan substrat ke dalam kantong plastik untuk dianalisis di laboratorium.

Pengambilan Data Fisika Kimia Perairan

Pengambilan data parameter fisika kimia ini dilakukan saat keadaan perairan surut. Parameter kualitas air dan metode analisis pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter Satuan Metode Analisis/Alat Lokasi

Suhu 0C Termometer In situ

pH - pH meter In situ

DO mg/l DO meter In situ

Salinitas ppt Refraktometer In Situ

Substrat % Pipa Paralon Ex Situ

Analisis Data

A. Analisis Mangrove

Analisis data yang dilakukan menurut prosedur Kusmana (1997) mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif.

1. Kerapatan (K)

Kerapatan (K) = Jumlah Individu

(8)

2. Kerapatan Relatif (KR) Kerapatan Relatif (KR) = ni ∑n

x 100 %

B. Analisis Makrozoobenthos 1. Kepadatan Biota K

=

ni A Keterangan : K : Kepadatan

ni : Jumlah individu suatu jenis A : Luas Area

2. Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener :

H′ = − � Pi ln Pi 𝑠𝑠

𝑖𝑖=1 Keterangan:

H′ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

Pi : Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah jumlah individu total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies i N : total jumlah spesies.

Kriteria:

3. Indeks Dominansi

Indeks Dominansi dihitung dengan rumus Dominance of Simpson (Odum, 1993). H'< 1 : keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah, dan komunitas biota rendah (tidak stabil). 1<H'<3: keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap

spesies rendah, dan komunitas biota sedang.

H'> 3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi, dan komunitas biota tinggi (stabil).

(9)

𝐷𝐷 = � 𝑛𝑛𝑖𝑖𝑁𝑁2 𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 Dimana : D : Indeks Dominansi

ni : Jumlah individu jenis ke-i N : Jumlah total individu Keterangan :

D = 0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

D = 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres).

4. Indeks Keseragaman

E =H maxH′

Keterangan :

E : Indeks Keseragaman

H' : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H max (Ln S) : S = Jumlah spesies yang ditemukan

Analisis Substrat

Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu : 1. Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi

pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.

2. Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.

3. Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat

(10)

menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) (Ritung dkk., 2007)

Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie (1980) adalah :

Y = a + bX Keterangan :

Y : Kelimpahan Makrozoobenthos X : Kerapatan Mangrove

(11)

a : Konstanta b : Slope

Analisis Korelasi

Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi yang sempurna). Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi yang berlawanan arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi yang searah. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Hubungan Nilai Indeks Korelasi

No Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat Rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Kuat

5 0,80 - 1,000 Sangat Kuat

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada stasiun I ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu

Achantus ilicifolius, Avicennia alba, Bruguiera sexangula, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans, Rhizophoraapiculata, Rhizophora stylosa, danXylocarpus granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori

semai, pancang dan pohon adalah jenis Avicennia alba. Kerapatan jenis mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 9. Kerapatan jenis mangrove kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 10. dan Kerapatan jenis mangrove kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 11. Analisis data vegetasi mangrove dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 9. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai

38333 5000 22500 13333 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

Avicennia alba Excoecaria

agallocha Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) a. Semai

(13)

Gambar 10. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang

Gambar 11. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon

Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada stasiun II ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu

Ceriopsdecandra, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans, Rhizophoraapiculata,Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,dan Xylocarpus granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori

3733 400 1067 667 2000 1467 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) b. Pancang 1900 167 267 233 333 1133 700 433 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) c. Pohon

(14)

semai, pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora mucronata. Kerapatan jenis mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 12. Kerapatan jenis mangrove kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 13. dan Kerapatan jenis mangrove kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 12. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai

Gambar 13. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang

4166 17500 20000 15000 0 5000 10000 15000 20000 25000

Nypa fruticans Rhizophora

apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) a. Semai 1067 800 1600 2400 533 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Ceriops tagal Excoecaria

Agallocha Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) b. Pancang

(15)

Gambar 14. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon

Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara pada stasiun III ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu

Avicennia alba,Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata,Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,dan Xylocarpus granatum

(Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori semai, pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora apiculata. Kerapatan jenis mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 15. Kerapatan jenis mangrove kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 16. dan Kerapatan jenis mangrove kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 17.

533 600 500 333 333 800 500 467 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) c. Pohon

(16)

Gambar 15. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai

Gambar 16. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang

12500 15000 5833 11667 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Avicennia alba Rhizophora

apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) a. Semai 1333 667 1600 1067 1067 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 Avicennia

alba Excoecaria agallocha Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) b. Pancang

(17)

Gambar 17. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon

2. Keanekaragaman Makrozoobenthos

Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobenthos

Hasil makrozoobenthos yang hidup di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ditemukan 16 spesies yaitu,

Achatina fulica, Dardanus calidus, Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex trapa, Nerita balteata, Nerita grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar alabastrum, Polinices didyma, Polymesoda erosa, Saginafusus pricei, Telescopium telescopium, Tutritidae terebra, dan Uca spp. (Lampiran

7).Komposisi spesies makrozoobenthos tertinggi dari seluruh stasiun adalah Uca spp. dengan persentase sebesar 41%. Komposisi spesies makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 4.

233 267 400 200 300 167 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 Avicennia

alba Excoecaria agallocha Rhizophora apiculata Rhizophora mucronataRhizophora stylosa Xylocarpus granatum

Ke ra pa ta n M ang ro ve (i nd/ ha ) c. pohon

(18)

Tabel 4. Komposisi Spesies Makrozoobenthos pada Seluruh Stasiun Pengamatan No. Nama Spesies Jumlah Rata-rata Persentase (%)

1 Achatina fulica 24 8 4 2 Dardanus calidus 21 7 4 3 Cerithidae alata 122 40,7 22 4 Cymatium labiosum 25 8,3 4 5 Murex trapa 24 8 4 6 Nerita balteata 63 21 11 7 Nerita grossa 9 3 2 8 Nerita undata 10 3,3 2 9 Pitar alabastrum 1 0,3 0 10 Polymesoda erosa 1 0,3 0 11 Polinices didyma 3 1 1 12 Penaeus merguiensis 1 0,3 0 13 Saginafusus pricei 8 2,7 1 14 Telescopium telescopium 16 5,3 3 15 Tutritidae terebra 1 0,3 0 16 Uca spp. 230 76,7 41 Total 559 100

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos Nilai indeks keanekaragaman tertinggi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ialah pada stasiun II, yaitu sebesar 1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah pada stasiun I dengan nilai 1,18. Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,81 dan nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,73. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,32. Hasil nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi makrozoobenthos secara spasial dapat dilihat pada Tabel 5.

(19)

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Makrozoobenthos secara Spasial

Indeks Stasiun

I II III

H' (Keanekaragaman) 1,18 1,36 1,34

E (Keseragaman) 0,74 0,81 0,73

D (Dominansi) 0,39 0,32 0,36

3. Karakteristik Fisika Kimia Perairan

Kisaran dari hasil pengukuran masing-masing parameter yang dilakukan di lapangan disajikan pada Tabel 6. Analisis data dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 6. Data Kisaran Kualitas Air

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Suhu (˚C) DO (mg/l) Salinitas (‰) pH 31-32 4,0-5,0 15-18 7,1-7,4 27-32 4,9-5,2 14-15 6,8-7,1 27-32 5,1-5,4 15-16 6,9-7,3 4. Karakteristik Substrat

Tabel 7. Karakteristik Fisika-Kimia Substrat

Stasiun Parameter C- Organik (%) Tekstur (Hydrometer) (%) Fraksi

Pasir Debu Liat Tekstur

St. I. U 1 4,25 57 21 22 Llip St. I U 2 4,39 53 27 20 Llip St. I U 3 4,26 54 29 20 L St. II. U 1 4,15 51 25 24 Llip St. II. U 2 4,37 53 27 20 Llip St. II. U 3 4,01 49 31 20 L St. III U 1 4,23 77 11 12 Lp St. III U 2 3,89 71 15 14 Lp St. III U 3 3,76 63 21 16 Lp

Keterangan : L = Lempung ; Llip = Lempung liat berpasir ; Lp = Lempung berpasir

(20)

5. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Tabel 8. menunjukkan hubungan antara kerapatan spesies mangrove terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 8. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos

Stasiun Kerapatan Rata-rata Mangrove (ind/ha) Kelimpahan Rata-rata Makrozoobenthos (ind/m2) I 646 83 II 508 55 III 261 49

Model hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kelimpahan makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,7526 dan koefisien korelasi r = 0,867 (Lampiran 5).

Gambar 18. Grafik Regresi Hubungan KerapatanMangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos 83 55 49 y = 0,080x + 24,22 R² = 0,752 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 100 200 300 400 500 600 700 Ke lim pa ha n M ak ro zo obe nt ho s ( ind/ m 2)

(21)

6. Hubungan Kandungan C-Organik terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos

Tabel 9. menunjukkan hubungan antara kandungan C-Organik terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 9. Hubungan Kandungan C-Organik terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos

Stasiun Kandungan Rata-rata C-Organik (%) Kelimpahan Rata-rata Makrozoobenthos (ind/m2) I 4,3 83 II 4,17 55 III 3,96 49

Model hubungan antara kandungan C-Organik terhadap kelimpahan makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x – 323,8 dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,776 dan koefisien korelasi r = 0,881 (Lampiran 6).

Gambar 19. Grafik Regresi HubunganKandungan C-Organik terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos 83 55 49 y = 93,20x - 323,8 R² = 0,776 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 3,9 3,95 4 4,05 4,1 4,15 4,2 4,25 4,3 4,35 Ke lim pa ha n M ak ro zo obe nt ho s (in d/ m 2) Kandungan C-Organik (%)

(22)

Pembahasan

1. Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui bahwa pada seluruh stasiun kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara masih tergolong baik. Dengan nilai kerapatan pada stasiun I sebesar 5.166 individu/hektar, pada stasiun II sebesar 4.066 individu/hektar, dan stasiun III sebesar 1.567 individu/hektar. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 (Lampiran 10). kondisi mangrove dengan kerapatan >1.500 individu/hektar dikategorikan masih dalam keadaan baik dengan kriteria sangat padat.

Stasiun I merupakan stasiun dengan kondisi mangrove alami. Kerapatan pohon tertinggi terdapat pada spesies mangrove yaitu Avicennia alba seluas 1.900 ind/ha, dan kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu Achantus

ilicifolius seluas 167 ind/ha.

Nilai kerapatan pohon tertinggi pada stasiun II terdapat pada spesies mangrove yaitu R. mucronata seluas 800 ind/ha, dan nilai kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu Nypa fruticansdan Rhizophora apiculata seluas 333 ind/ha. Stasiun ini merupakan stasiun yang dimanfaatkan sebagai daerah penangkapan ikan.

Stasiun III ialah stasiun yang terdapat pemukiman bagi masyarakat setempat. Kerapatan pohon tertinggi pada stasiun ini terdapat pada spesies mangrove yaitu Rhizophora apiculata seluas 400 ind/ha, dan kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu Xylocarpus granatum seluas 167 ind/ha.

(23)

Kerapatan jenis mangrove yang berbeda-beda dan memiliki jenis yang bervariasi pada setiap stasiun, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada pada lokasi stasiun masing-masing dan pemanfaatan di setiap stasiun yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan Talib (2008) yang menyatakan bahwa kondisi-kondisi lingkungan luar yang terdapat di kawasan mangrove cenderung bervariasi di sepanjang gradien dari laut ke darat. Banyak spesies yang telah beradaptasi terhadap gradien ini, sehingga di dalam suatu kawasan suatu spesies mungkin tumbuh lebih efisien daripada spesies lain.

2. Keanekaragaman Makrozoobenthos Komposisi dan Kepadatan Makrozoobenthos

Spesies makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dengan frekuensi kehadiran 100% terdapat 16 spesies dari semua stasiun penelitian diantaranya adalahAchatina fulica, Bedeva blovillei,

Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex trapa, Nerita balteata, Nerita grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar alabastrum, Polinices didyma, Polymesoda erosa, Saginafusus pricei, Telescopium telescopium, Tutritidae terebra, dan Uca spp.

Persentase tertinggi dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan ialah spesies Uca spp., sebesar 41%, dan terdapat 3 spesies dengan persentase terendah dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan diantaranya Pitar

alabastrum, Polymesoda erosadanPenaeus merguensissebesar 0%. Hal ini sesuai

dengan Hartoni dan Agussalin (2013) yang menyatakan bahwa biota pada ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada

(24)

ekosistem tersebut, karena sifat hidupnya yang cenderung menetap akan menyebabkan biota yang hidup di dalamnya menerima setiap perubahan lingkungan ataupun perubahan dari hutan mangrove, misalnya perubahan fungsi lahan mangrove menjadi areal pemukiman ataupun lahan tambak.

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos Nilai indeks keanekaragaman secara spasial tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai 1,18. Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,81 dan nilai keseragaman terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,73. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,32 (Tabel 5).

Stasiun I memiliki keanekaragaman terendah dibandingkan dua stasiun lainnya yang merupakan lokasi mangrove yang dimanfaatkan untuk penangkapan ikan dan pemukiman masyarakat. Hal ini disebabkan karena pada stasiun I terdapat spesies yang mendominasi di dalamnya yaitu spesies Uca spp. sehingga keanekaragamannya menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan Ernanto dkk (2010) jika spesies mampu memenangkan kompetisi baik ruang maupun makanan maka spesies tersebut umumnya akan mendominasi suatu habitat.

3. Karakteristik Fisika Kimia Perairan

Hasil pengukuran suhu perairan pada ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 31-32oC pada stasiun I dan stasiun II dan III berkisar antara 27-32oC

(25)

(Tabel 6). Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suatu organisme. Kisaran suhu yang terdapat pada setiap stasiun pengamatan merupakan kisaran suhu yang mampu mendukung kehidupan makrozoobenthos. Dan pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu dengan kisaran 28-32oC. Hal ini sesuai dengan Sukarno (1988) suhu perairan yang ditolerir oleh makrozoobentos yakni berkisar 23-35oC. Selanjutnya Nybakken (1992), menyatakan bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap migrasi, lajumetabolisme dan mortalitas makrozoobenthos.

Berdasarkan hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun diperoleh dengan kisaran pada stasiun I 4,0-6,0 mg/l, stasiun II 4,9-5,2 mg/l dan stasiun III 5,1-5,4 mg/l (Tabel 6). Oksigen merupakan gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar oksigen di perairan maka semakin banyak organisme yang bisa bertahan hidup. Hal ini sesuai dengan Syamsurial (2011) yang menyatakan nilai oksigen yang dibutuhkan oleh organisme makrozoobenthos berkisar antara 1,00-3,00 mg/L.

Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang terukur pada setiap stasiun pengamatan selama penelitian berkisar 7,1-7,4 untuk stasiun I, stasiun II berkisar 6,8-7,1 dan stasiun III berkisar 6,9-7,3 (Tabel 6). Setiap jenis benthos atau organisme perairan lainnya mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap nilai pH. Namun pada umumnya biota air dapat hidup layak pada kisaran 5-9. Hal ini sesuai dengan Wahyuni dkk (2015), menyatakan bahwa untuk ukuran pH yang bagus bagi kelangsungan hidup makrozoobenthos berkisar antara 6,8-8,5. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing

(26)

stasiun penelitian mempunyai derajat keasaman (pH) yang cukup baik bagi kehidupan organisme.

Kisaran salinitas pada stasiun I berkisar 15-18 ‰, stasiun II berkisar 14-15 ‰ dan stasiun III 15-16 ‰. Beberapa faktor yang mempengaruhi salinitas suatu perairan adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air tawar dari sungai. Kisaran salinitas pada ketiga stasiun pengamatan berada pada kisaran nilai yang masih layak bagi makrozoobenthos. Salinitas tidak memiliki pengaruh besar terhadap makrozoobenthos karena memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas. Hal ini sesuai dengan Monika (2013) yang menyatakan bahwa kisaran salinitas yang layak bagi kehidupan makrozoobenthos adalah 15-45‰.

4. Karakteristik Substrat

Karakteristik substrat yang diamati meliputi kadar C-Organik dan fraksi substrat (Tabel 7). Hasil analisis rata-rata kadar C-Organik pada setiap stasiun berkisar 3,96 - 4,3 %. Hasil rata-rata kadar C-Organik tertinggi ditemukan pada stasiun I 4,3%. Tinggi rendahnya kandungan bahan organik diduga berkaitan dengan aktivitas yang terjadi atau kondisi lingkungan yang berada disekitarnya. Kondisi lingkungan yang dipengaruhi langsung oleh ombak cenderung mempunyai bahan organik yang relatif rendah. Rustam (2003) menyatakan bahwa ombak akan menghanyutkan sedimen dan menghanyutkan bahan organik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 3 stasiun memiliki subtrat yang berbeda. Dimana untuk stasiun I dan II berupa lempung liat berpasir dan lempung, dan stasiun III lumpur berpasir (Tabel 7). Dapat dilihat bahwa dari karakteristik substratnya merupakan substrat yang disukai kelas crustacea, gastropoda maupun

(27)

bivalvia. Mayoritas organisme kelas gastropoda lebih suka hidup di subtrat berlumpur berpasir. Syamsurial (2011) menyatakan bahwa gastropoda cenderung memilih subtrat lempung berpasir dikarenakan pasir mudah untuk bergeser dan bergerak ketempat lain, sedangkan subtrat lumpur cenderung memiliki kadar oksigen yang sedikit, oleh sebab itu organisme yang hidup di dalamnya harus bisa beradaptasi.

Makrozoobenthos hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah mangrove. Fraksi pasir mengakibatkan terjadinya penekanan kepadatan makrozoobenthos di hutan mangrove. Pasir dibutuhkan dalam kehidupan makrozoobenthos, yakni untuk memperbaiki aerasi (menyatu dengan debu) ketika benthos menyusup ke dalam substrat ataupun tempat beristirahat (Arief, 2003).

5. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap

KelimpahanMakrozoobenthos

Hasil analisis regresi linear antara kerapatan mangrove terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara menghasilkan model hubungan antara kelimpahan makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah sebesar 0,7526 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan makrozoobenthos sebesar 75,26%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r = 0,867 (Gambar 18) artinya antara kerapatan mangrove dengan kelimpahan makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat.Hal ini sesuai dengan Rumalutur (2004) yang menyatakann kerapatan mangrove baik dilihat pada

(28)

tingkat pohon, semai dan pancang berpengaruh signifikan terhadap kelimpahan makrozoobenthos.

6. Hubungan Kandungan C-Organikterhadap

KelimpahanMakrozoobenthos

Hasil analisis regresi linear antara kandungan C-organik terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara menghasilkan model hubungan antara kelimpahan makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x – 323,8. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah sebesar 0,776 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan makrozoobenthos sebesar 77,6%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r = 0,881 (Gambar 19) artinya antara kandungan C-organik dengan kelimpahan makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat. Pamuji dkk (2015) menyatakan kelimpahan makrozoobenthos disebabkan karena material-material padatan yang terbawa arus danmengendap mengandung tekstur yang cocok bagi organismebenthos, selain karena tekstur yang cocok faktor lain adalahkarena material yang mengendap yang mengandung kadarbahan organik yang tinggi sebagaipendukung kehidupan hewan makrozoobenthos. Selanjutnya Tis’in (2008)

tidak semua makrozoobenthos memiliki asosiasi atau hubungan yang erat dengan vegetasi mangrove. Kerapatan mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan organik yang terdapat pada lingkungan yang mendukung pertumbuhan dekomposer untuk melakukan penguraian bahan organik, seperti oksigen terlarut (DO), salinitas dan substrat.

(29)

Rekomendasi Pengelolaan

Ekosistem mangrove memiliki peran dan arti penting dalam kehidupan, baik dari segi ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh itu diperlukan pengelolaan yang baik untuk tetap menjaga keberlanjutan kelestariannya. Ekosistem mangrove di desa ini masih dalam keadaan baik maka rekomendasi pengelolaan untuk kawasan ekosistem mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten langkat Sumatera Utara setelah dilakukannya penelitian ini agar masyarakat bekerja sama dengan pemerintah setempat melestarikan kawasan hutan mangrove guna tetap menjaga kelestariannya di masa mendatang.

(30)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara memiliki termasuk kategori kerapatan yang sangat padat, Stasiun I memiliki kerapatan pohon 5.166 ind/ha. Stasiun II terdapat 4.066 ind/ha pohon. Selanjutnya Stasiun III terdapat 1.567 ind/ha pohon. 2. Kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten

Langkat Provinsi Sumatera Utara memiliki Stasiun I sebesar 249 ind/m2, Stasiun II sebesar 163 ind/m2 dan Stasiun III sebesar 147 ind/m2.

3. Kerapatan mangrove dan kandungan C-organik berkorelasi sangat kuat dan nyata terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Saran

1. Kondisi hutan mangrove yang masih baik perlu diawasi instansi terkait dan dilakukan pembinaan terhadap masyarakat lokal untuk tidak menebang hutan mangrove sembarangan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara terkait perikanan maupun kelautan.

Gambar

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Google Earth, 2016)
Gambar 4. Lokasi Stasiun I (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 5. Lokasi Stasiun II (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 8. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)             (Ritung dkk., 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

Hasil penelitian yang dilakukan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dengan gangguan mental emosional yakni

 Proses 1.3 dalam tahapan proses ini semua tentang hubungan antar database dan perintah aplikasi dari admin maupun user, beda data perintah antara admin dan

[r]

anak 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Medan Area Selatan cenderung akan.. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik pengetahuan

pada menu level digunakan untuk melihat hasil penilaian sesuai dengan tingkat keberhasilan user dalam memasukkan suara berdasarkan hijaiyah yang ditampilkan di

Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).. Panduan Menyusui &amp; Makanan Sehat

[r]