• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN POLA RESISTENSI ANTIBIOTIKA Vibrio parahaemolyticus HASIL ISOLASI DARI CUMI-CUMI (Loligo vulgaris) DAN KEPITING BAKAU (Scylla serratta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN POLA RESISTENSI ANTIBIOTIKA Vibrio parahaemolyticus HASIL ISOLASI DARI CUMI-CUMI (Loligo vulgaris) DAN KEPITING BAKAU (Scylla serratta)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

42

PENETAPAN POLA RESISTENSI ANTIBIOTIKA Vibrio parahaemolyticus

HASIL ISOLASI DARI CUMI-CUMI (Loligo vulgaris)

DAN KEPITING BAKAU (Scylla serratta)

Ria Afrianti

1

, Marlina

2

, M. Husni Mukhtar

2

1

STIFI Perintis Padang,

2

Fakultas Farmasi Universitas Andalas

ABSTRACT

The characteristics of Vibrio parahaemolyticus resistances were observed from

Squid (Loligo vulgaris) and mangrove crab (Scylla serratta) in Padang using differential

medium CHROMAgar the Vibrio. Antibiotic resistances were tested on fourty two

cultures of Vibrio parahaemolyticus by Krumperman diffusion method toward six kinds

of antibiotic. The percentage of Vibrio parahaemolyticus resistances toward ampicillin,

chloramphenicol, erythromycin, gentamicin, sulfametoxazol, and tetracycline were 76,19

%, 19,05 %, 52,38 %, 26,19 %, 92,86 %, 26,19 % respectively. Value of Multiple

Antibiotics Resistances (MAR) was 0,46.

Keywords : Vibrio parahaemolyticus, Antibiotics resistances, Loligo vulgaris, Scylla

serratta

PENDAHULUAN

Vibrio parahaemolyticus adalah

bakteri gram negatif, berbentuk koma,

mempunyai flagela polar, fakultatif

anaerob, tumbuh baik pada medium

dengan kadar NaCl 1-8 % sehingga

termasuk bakteri halofilik. Penyakit

yang

ditimbulkannya

adalah

gastroenteritis

dengan

gejala-gejala

diare, keram perut, mual, muntah,

demam (Gerard, 1982; Barrow 1993;

Mier 1996). Masa inkubasinya 4-96 jam

dengan rata-rata 15 jam. Untuk dapat

menimbulkan infeksi, bakteri harus

melalui tahap kontak dengan permukaan

mukosa usus, penetrasi ke dalam

mukosa usus, menetap di dalam sel

epitel usus dan memperbanyak diri

(Postnova, 1996).

Pengobatan dilakukan dengan

mengganti cairan elektrolit tubuh yang

hilang akibat diare, seperti pemberian

larutan 0,5% NaCl, 0,5% NaHCO3

dan 0,1% KCl ke dalam pembuluh darah

(Boyd, 1980). Pada serangan

akut,

diberikan

antibiotika

seperti

tetrasiklin, ampisilin, dan siprofloksazin

(Doyle, 1989). Tetapi, penggunaan

antibiotika

yang

tidak

diawasi

mengakibatkan

suatu

sifat

tidak

terganggunya aktivitas sel bakteri pada

pemberian antibiotika. Sifat ini dikenal

dengan istilah resistensi sel bakteri

(Ganiswarna, 1995).

Perkembangan

resistensi

merupakan

proses

alamiah

yang

dilakukan bakteri guna mengembangkan

toleransi terhadap keadaan lingkungan

yang baru (Pelczar et al, 1988). Bakteri

yang telah resisten memiliki gen untuk

melindungi dirinya dari efek bakterisida

suatu antibiotika. Gen resistensi dari

bakteri yang telah resisten terhadap

suatu antibiotika dapat dipindahkan ke

bakteri

lain

melalui

mekanisme

transformasi,

transduksi

ataupun

konjugasi

selama

berlangsungnya

pengobatan menggunakan antibiotika

(Pelczar et al, 1988; Waturangi, 2000).

(2)

43

Resistensi sel bakteri terhadap

suatu antibiotika yang terjadi di rumah

sakit cukup tinggi (Radu, 2002). Oleh

karena itu, perlu dilakukan suatu

penelitian untuk mengamati penetapan

resistensi bakteri terhadap antibiotika,

khususnya bakteri V. parahaemolyticus.

Pada

penelitian

terdahulu

telah

dilakukan suatu kajian tentang sifat

resistensi bakteri Vibrio cholerae yang

diisolasi dari feses balita penderita diare

dan limbah cair di rumah sakit terhadap

beberapa antibiotika (Harta, 2004).

Beranjak dari penelitian tersebut maka

dilakukan penelitian mengenai sifat

resistensi bakteri V. parahaemolyticus

yang diisolasi dari sampel Cumi-cumi

(Loligo vulgaris) dan kepiting bakau

(Scylla

serratta)

di

kota

Padang

terhadap beberapa antibiotika.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Jarum

ose,

spatel,

batang

pengaduk, beaker glass, cawan petri,

erlenmeyer, hot plate, jangka sorong,

kapas lidi, effendorf, lemari pendingin,

lampu spiritus, lampu UV, pot salep,

pinset,

pipet

mikro,

sentrifugator,

timbangan digital (Mettler PM 200

®

),

water bath, vortex, autoklaf, incubator,

Rotary shaker inkubator, laminar air

flow.

Media Sampel CHROMagar Vibrio

(CHROMagar

TM

), media Luria Burtani

(LB) broth, media Mueller Hinton

(Merck

®

), aquadest steril, etanol 70%,

disk antibiotika (BBL™).

Pengambilan sampel

Sampel dibeli dari penjual

cumi-cumi dan kepiting di pinggir pantai

Purus,

kota

Padang,

kemudian

diidentifikasi di Laboratorium Ekologi

Hewan

Jurusan

Biologi

FMIPA,

Universitas Andalas Padang.

Isolasi

bakteri

Vibrio

parahaemolyticus

Ditimbang 10 g sampel yang

telah dihaluskan kemudian dimasukan

dalam erlemeyer dan ditambahkan Salt

Poymixin Broth (SPB) hingga 100 ml

dan diinkubasi pada suhu 37°C selama

24 jam. Setelah diinkubasi kemudian

dilakukan pengenceran mulai dari 10‾

1

sampai 10‾

5

dengan cara memipet 0,1

ml sampel induk dimasukan ke dalam

0,9 ml media SPB dalam tabung

ependorf untuk pengenceran 10‾

1

,

selanjutnya 0,1 ml dari pengenceran 10‾

1

dimasukan kedalam 0,9 ml media SPB

dalam

tabung

ependorf

untuk

pengenceran 10‾

2

demikian seterusnya

sampai pengenceran 10‾

5

.

Setelah

masing-masing

pengencean

ditanam

pada media CHROMAgar™ Vibrio

dalam cawan Petri. Lalu diinkubasi lagi

pada suhu 37°C selama 24 jam. Biakan

dalam cawan Petri akan memberikan

koloni ungu yang menandakan adanya

bakteri V.parahaemolyticus.

Uji

resistensi

bakteri

Vibrio

parahaemolyticus terhadap antibiotika

Cakram

antibiotika

yang

digunakan dengan konsentrasi yang

telah ditetapkan sebagai berikut:

Golongan Antibiotik Konse- ntrasi (µg ) Penisilin Ampisilin 10 Kloramfenikol Kloramfenikol 30 Eritromisin Eritromisin 10 Aminoglikosida Gentamisin 15 Sulfonamida Sulfametoksazol 5 Tetrasiklin Tetrasiklin 30

Uji

resistensi

antibiotik

dilakukan terhadap beberapa kultur

(3)

44

MAR =

y

x

Scylla serratta dan Loligo vulgaris.

Biakan yang telah diremajakan dalam

LB broth diambil dengan pipet mikro

sebanyak 100 µl dan ditanam pada

medium Mueller hinton Agar dengan

meratakanya pada permukaan media

menggunakan lidi kapas steril. Disk

antibiotik ditaruh hati-hati diatas biakan

bakteri dan ditekan perlahan dengan

pinset steril supaya benar-benar kontak

dengan bakteri. Jarak Disk dengan tepi

cawan Petri 15 mm dan jarak antar Disk

24 mm. Biakan diinkubasi selama 24

jam pada suhu 37ºC.

Daerah hambatan yang terlihat sebagai

wilayah bening disekitar disk antibiotik

diukur

diameternya

dan

karakter

resistensi dari bakteri tersebut terhadap

antibiotik dibandingkan terhadap tabel

standard.

Analisa Data

Persentase

resistensi

bakteri

terhadap antibiotika dihitung untuk

setiap

jenis

antibiotika

dengan

menggunakan persamaan:

Perhitungan Nilai MAR dengan menggunakan persamaan Krumperman:

Keterangan :

MAR = Multiple Antibiotics Resistance

x

= Jumlah bagian yang resisten terhadap antibiotika dari satu kultur yang digunakan

y

= Jumlah antibiotika yang digunakan

Resistensi suatu koloni bakteri

terhadap antibiotika dikatakan tinggi

jika memiliki nilai Multiple Antibiotics

Resistance (MAR)  0.2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Media yang digunakan untuk

isolasi bakteri Vibrio parahaemolyticus

yaitu

media

pengaya

SPB

yang

mengandung antibiotik Polymixin B,

dimana

bakteri

V.parahaemlyticus

resisten terhadap antibiotik ini, dan

masih

memiliki

aktivitas

terhadap

spesies vibrio, sehingga pertumbuhan V.

parahaemolyticus

akan

tetap

berlangsung, sedangkan pertumbuhan

spesies vibrio lainya dihambat. Pada

media SPB harus ditambahkan 3% NaCl

yang bertujuan untuk meningkatkan

jumlah

V.parahaemoyticus

sebagai

spesies vibrio halofilik dan menekan

keberadaan spesies lain, penambahan ini

sesuai dengan kadar optimal untuk

pertumbuhan V.parahaemolyticus.

Kultur pada media SPB ditanam pada

medium

spesifik

CHROMAgar™

vibrio, kemudian di inkubasi pada suhu

37°C selama 24 jam. Terbentuknya

warna ungu menandakan pada kedua

sampel yaitu cumi-cumi (L.vulgaris) dan

kepiting

bakau

(S.serratta)

ada

V.parahaemolyticus.

Terapi utama untuk mengatasi

dehidrasi pada penyakit gastroenteritis

adalah penggantian cairan dan elektrolit

baik

secara

oral

maupun

secara

intravena. Walaupun demikian, terapi

% 100 Re % x diuji yang kultur Jumlah resisten yang kultur Jumlah sistensi

(4)

45

dengan antibiotik juga penting karena

dalam beberapa kasus, terapi dengan

antibiotik dapat mengurangi durasi diare

dan

ekskresi

serta

mengontrol

penyebaran penyakit ini, sehingga hasil

pengujian

sifat

resisten

V. parahaemolyticus terhadap antibiotik

sangat

penting

untuk

pemilihan

antibiotik yang tepat (Ganiswara, 1995).

Uji resistensi terhadap antibiotik pada

penelitian ini menggunakan metode

difusi krumpermen karena metoda ini

merupakan metoda yang sederhana

tetapi efektif memberi informasi untuk

pengujian sifat resisten bakteri terhadap

beberapa antibiotik.

Ampisilin merupakan senyawa

prototipe

golongan

aminopenisilin.

Antibiotik ini bersifat bakteriostatik

terhadap bakteri gram positif dan gram

negatif.

Ampisilin

bekerja

dengan

menghambat sintesa dinding sel bakteri.

Dari hasil, diperoleh 76,19% kultur

resisten terhadap antibiotik ini.

Kloramfenikol adalah salah satu

obat alternatif untuk diare (Ganiswara,

1995).

Antibiotika

ini

bekerja

menghambat enzim petidil transperase

yang berperan sebagai katalisator untuk

membentuk ikatan peptida pada proses

sintesis protein bakteri. Umumnya

bersifat bakteriostatik, pada konsentrasi

tinggi kadang-kadang bersifat bakterisid.

Dari penelitian ini diperoleh hasil

19,05%

kultur

resisten

terhadap

kloramfenikol. Hal ini berarti antibiotik

ini masih dapat digunakan sebagai

terapi. Resistensi pada kloramfenikol

dapat muncul bila bakteri mampu

membentuk enzim kloramfenikolasetil

tranferase

yang

mampu

merusak

aktivitasnya.

Eritromisin termasuk golongan

makrolida yang bersifat bakteriostatika

tapi dapat juga bersifat bakterisida

dalam konsentrasi yang tinggi terhadap

organisme yang rentan. Dari hasil,

diperoleh

52,38%

kultur

resisten

terhadap antibiotik ini, resistensi dapat

timbul

karena

resistensi

silang.

Gentamisin

merupakan

senyawa

aminoglikosida pilihan utama karena

harganya murah dan aktivitasnya yang

diandalkan terhadap semua infeksi

kecuali terhadap bakteri aerob gram

negatif yang paling resisten. Dari hasil

yang diperoleh (26,19%), antibiotik ini

masih peka dengan V.parahaemolyticus,

namun penggunaan antibiotik ini harus

diperhatikan karena memiliki efek

samping yang berbahaya yakni dapat

menimbulkan nefrotoksik (Goodman &

Gilman, 2007).

Sulfametoksazol yang biasanya

dikombinasikan

dengan

trimetoprim

merupakan senyawa antibiotika yang

efektif secara klinis. Kombinasinya akan

berupa efek yang sinergis, namun pada

penelitian

ini

digunakan

Sulfametoksazol. Dari hasil diperoleh

92,86%

kultur

resistensi

terhadap

sulfametoksazol. Resistensi dapat timbul

karena

penyebaran resistensi

yang

diperantarai oleh plasmid.

Tetrasiklin

bersifat

bakteriostatika dan bekerja menghambat

sintesa protein bakteri pada ribosom

yaitu berikatan dengan ribosom 30S dan

menghalangi masuknya kompleks tRNA

asam amino pada lokasi asam amino

(Ganiswara, 1995). Timbulnya resistensi

terhadap tetrasiklin (26,19%) terjadi

karena proteksi melalui ribosom oleh

protein sitoplasma..

Dari

sekian

banyak

pola

resistensi antibiotika terhadap isolat,

ternyata sulfametoksazol mempunyai

tingkat resistensi yang tinggi. Bakteri

V.parahaemolyticus resistensi terhadap

sulfametoksazol (Handayani, Y, 2006).

Resistensi suatu bakteri gram negatif

dinyatakan tinggi jika mempunyai nilai

Multiple

Antibiotics

Resistence

(5)

46

penelitian ini diperoleh nilai MAR

rata-rata adalah 0,46. Hal ini menunjukan

bahwa

bakteri

V.parahaemolyticus

mempunyai tingkat resistensi yang

cukup tinggi terhadap antibiotik yang

digunakan.

KESIMPULAN

Dari

penelitian

yang

telah

dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

 Hasil uji resistensi dari 42 kultur

murni

V.parahaemolyticus

menunjukkan bahwa 76,19 % kultur

resisten terhadap ampisilin, 19,05 %

kultur

resisten

terhadap

kloramfenikol, 52,38 % resisten

terhadap eritromisin, 26,19 % resisten

terhadap gentamisin, 92,86 % resisten

terhadap sulfametoksazol, 26,19 %

resisten terhadap tetrasiklin.

 Nilai Multiple Antibiotics Resistence

(MAR) yang diperoleh berkisar

antara 0,3 – 0,8 dengan nilai MAR

rata-rata

adalah

0,46.

Hal

ini

menunjukan

bahwa

bakteri

V.parahaemolyticus

mempunyai

tingkat resistensi terhadap antibiotik

yang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Gerard, 1982, Mikrobiologi Kedokteran,

PT. Gramedia, Jakarta

Barrow, G.I, 1993, Cowan and Steel’s

Manual for the Identification of

Medical

Bacteria,

3

rd

Ed,

Cambridge Univercity Press.

Postnova, T., O.G. Gomez-duarte and K.

Richardson,

1996,

”Motility

Mutants of Vibrio cholerae 01

have Reduced Adherence in vitro

to Human Small Intestinal

Epithelial Cells as Demonstrated

by ELISA”, Microbiol, 142,

2767-2776

Mier, R.M., I.L. Pepper and C.P. Gerba,

1996,

Environmental

Microbiology, 5

th

Ed, International

Thompson Publishing, California

Boyd, F.R. and J.J. Mar., 1980, Medical

Microbiology, Little Brown and

Company, Boston

Doyle, M., 1989, Foodborne Bacterial

Pathogens, Marcell Dekker Inc.,

New York

Ganiswarna,

G.S.,

dkk.,

1995,

Farmakologi dan Terapi, UI-Press,

Jakarta

Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan, 1988,

Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid

II, diterjemahkan oleh Ratna. S. H,

dkk, UI-Press, Jakarta,

Radu, S., M. Vincent., K. Apun., R.A.

Rahim.,

P.G.

Benjamin.,

Yuherman and G. Rusul, 2002,

“Molecular Characterization of

Vibrio cholerae O1 Outbreak

Strain

in

Miri,

Sarawak

(Malaysia)”, Acta Tropica, 83, ,

169-176

Waturangi,

D.E.,

2000,

”Keanekaragaman Genetik serta

Uji

Resistensi

Antibiotik

Escherichia coli yang Diisolasi

dari

Feses

Farunus

spp”,

http://www.hayati.ipb.com

Goodman

&

Gilman,

2007,

Farmakologi Dan Terapi. EDISI

Referensi

Dokumen terkait

Menyiapkan bahan – bahan yang akan digunakan yaitu : semen, agregat halus, agregat kasar ( kerikil + limbah / daur ulang beton dengan berbagai variasi ).. 2 Membuat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petugas pelayanan, prasarana fisik, dan proses pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebutuan prestasi, afiliasi, dominasi, dan otonomi terhadap keberhasilan usaha entrepreneur

Berbicara wewenang dan tanggung jawab melakukan bimbingan dan binaan, sebagaimana pada setiap lembaga pendidikan umumnya, tak terkecuali pesantren, dalam hal ini madrasah,

Dari data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa keempat variabel bebas yang digunakan, yaitu sosialisasi perpajakan, pengetahuan perpajakan, persepsi wajib pajak tentang sanksi

Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa semua variabel bebas yang terdiri dari pemahaman Wajib Pajak atas mekanisme pembayaran pajak, persepsi terhadap

that is normal science, in which Sir Karl’s sort of testing does not occur, rather than extraordinary science which most nearly distinguishes science from other enterprises”

Ekstraksi kolagen dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak; pembuatan nanopartikel kolagen dilakukan di Laboratorium