• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. objek tertentu melalui proses pengindraan yang lebih dominan terjadi melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. objek tertentu melalui proses pengindraan yang lebih dominan terjadi melalui"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang dilakukan oleh manusia terhadap suatu objek tertentu melalui proses pengindraan yang lebih dominan terjadi melalui proses pengindraan penglihatan dengan mata dan pendengaran dengan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat menentukan dalam membentuk kebiasaan atau tindakan seseorang (overt behavior) (Efendi & Makhfudli, 2009; Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), pengetahuan tercakup dalam enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (know).

Tahu adalah proses mengingat kembali (recall) akan suatu materi yang telah dipelajari. Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya paling rendah dan alat ukur yang dipakai yaitu kata kerja seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tepat dan benar tentang suatu objek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasikan

(2)

materi dengan menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau suatu kondisi yang nyata.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lainnya yang dapat dinilai dan diukur dengan penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasari pada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Astutik (2013) dan Triyani (2012), adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah :

(3)

a. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang. Setelah melawati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap dan pola pikir seseorang akan menurun.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang telah diperoleh. Umumnya, pendidikan mempengaruhi suatu proses pembelajaran, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik tingkat pengetahuannya.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi saat masa lalu dan dapat digunakan dalam upaya memperoleh pengetahuan.

d. Informasi

Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain, maka hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

e. Sosial budaya dan ekonomi

Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi juga dapat

(4)

mempengaruhi pengetahuan dengan tersedianya suatu fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang.

f. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan pengetahuan yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin diukur dan disesuaikan dengan tingkatannya. Adapun jenis pertanyaan yang dapat digunakan unuk pengukuran pengetahuan secara umum dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay digunakan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari penilai, sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke waktu.

b. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple choise), betul salah dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh penilai.

Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu:

1) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan benar dari total jawaban pertanyaan.

(5)

2) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75% dengan benar dari total jawaban pertanyaan.

3) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total jawaban pertanyaan.

2.2 Menyusui dan Nutrisi Saat Menyusui 2.2.1 Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian ASI pada bayi, sedangkan ibu menyusui adalah ibu yang sedang dalam proses memberikan ASI pada bayinya (Astutik, 2013; Septina, 2010). Produksi ASI dirangsang oleh hormon prolaktin dan hormon oksitosin dapat meningkatkan derasan ASI. Selain hormon prolaktin dan oksitosin, refleks prolaktin dan let-down refleks juga dapat mempengaruhi produksi ASI. Reflek prolaktin akan terangsang saat bayi menghisap puting ibu yang akan merangsang produksi ASI dan let-down refleks merangsang derasnya pengeluaran ASI. Ibu yang menyusui secara dini akan semakin cepat merangsang pengeluaran produksi ASI (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005; Cox, 2006).

Menurut Health Kompas (2011) dan UNICEF (2012), terdapat manfaat menyusui bagi ibu dan bayinya. Adapun manfaat menyusui bagi ibu adalah :

a. Mencegah perdarahan pasca persalinan dan dapat membantu mempercepat kembalinya uterus ke ukuran normal.

b. Menyusui dapat menurunkan berat badan karena ASI diproduksi dari lemak di dalam tubuh dan dapat membakar kalori sebanyak 200-250 kal per hari.

(6)

c. Menunda kesuburan dan metode kontrasepsi yang alami. Saat bayi menghisap puting ibu, hormon prolaktin akan terangsang untuk diproduksi. Semakin banyak hormon prolaktin diproduksi, maka masa ovulasi akan ditekan, hal ini menyebabkan menyusui dapat digunakan sebagai metode kontrasepsi.

d. Menimbulkan perasaan menyenangkan dan dibutuhkan. Pelepasan hormon oksitosin saat menyusui dapat meningkatkan perasaan sayang dan senang. e. ASI selalu tersedia.

Sedangkan manfaat ASI untuk bayi adalah :

a. Antibodi yang terkandung dalam ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi dari penyakit.

b. ASI terdapat kandungan zat-zat seperti karbohidrat, protein, dan vitamin yang dapat membantu perkembangan otak dan sistem pencernaan bayi.

c. Hormon oksitosin yang terdapat dalam ASI dapat menenangkan dan menyebabkan rasa kantuk pada bayi.

d. Menyusui secara psikologis dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI yaitu keadaan fisik ibu seperti status kesehatan, nyeri setelah melahirkan dan saat menyusui, serta bentuk dan kondisi puting. Faktor psikologis ibu juga mempengaruhi seperti ibu mengalami stres, cemas dan kurangnya dukungan dari keluarga selama menyusui. Keadaan bayi juga dapat mempengaruhi produksi ASI karena bayi dalam kondisi yang tidak sehat, bayi akan malas untuk menghisap akibatnya tidak ada rangsangan untuk memproduksi ASI. Sikap ibu juga sangat mempengaruhi produksi ASI seperti perawatan payudara, teknik menyusui, akses

(7)

informasi mengenai ASI, kurangnya pengetahuan ibu akan pentingnya ASI dan pentingnya asupan nutrisi saat menyusui (Nurliawati, 2010; Maga, Hakim, dan Zulkifli, 2013; Rahayu, 2012; Siregar, 2004).

Adapun faktor-faktor penghambat pemberian ASI ekslusif berdasarkan beberapa penelitian adalah penurunan produksi ASI, motivasi ibu, pengetahuan mengenai ASI eksklusif, tergiurnya promosi susu formula, ibu bekerja, keyakinan keliru mengenai makanan bayi, psikologis ibu, serta kesehatan ibu dan bayi (Agustia, 2013; Afifah, 2007; Josefa, 2011; Rahmawati, 2010). Jika ibu yang dalam keadaan sehat memiliki status gizi yang baik, secara otomatis akan membantu memperlancar produksi ASI. Untuk mengoptimalkan produksi ASI, ibu hendaknya mengonsumsi makanan seimbang yang mengandung sumber energi, protein, vitamin dan mineral. Kurangnya pengetahuan ibu menyusui akan pentingnya kebutuhan nutrisi pada masa laktasi akan berdampak pada penurunan status gizi dan imunitas pada bayi (Sibagariang, 2010).

2.2.2 Nutrisi Saat Menyusui

Nutrisi adalah zat-zat yang didapatkan dari makanan yang telah diolah dan dicerna menjadi zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, mengatur sistem fisiologis organ tubuh serta melindungi tubuh dari serangan penyakit (Berman, Snyder, Kozeir, dan Glenora, 2009; Chandra, 2009). Nutrisi dikatakan baik bila tubuh mendapatkan kebutuhan nutrisi yang seimbang serta mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan nutrisi tidak akan optimal bila tidak mengandung beberapa zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Hidayat, 2008).

(8)

Nutrisi saat menyusui adalah beberapa zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang dikonsumsi secara seimbang dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi ASI pada ibu saat menyusui. Nutrisi yang baik pada ibu menyusui biasanya dikaitkan dengan produksi ASI yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Status gizi bayi akan baik jika proses menyusui juga berhasil dengan baik. Asupan gizi pada ibu saat menyusui harus terpenuhi dengan baik agar ibu sehat serta kualitas dan kuantitas produksi ASI baik (Astutik, 2013).

Beberapa minggu setelah melahirkan berat badan ibu akan turun sekitar 7-8 kg, biasanya ibu dapat menurunkan berat badan dengan aman sekitar 0,5-1 kg per minggu sampai ibu mendapatkan berat badan idealnya. Jika ibu menurunkan lebih dari 1 kg per minggu maka akan menurunkan kualitas dan kuantitas produksi ASI (Sinsin, 2008). Selama masa menyusui, ibu biasanya dapat memproduksi ASI 800-850 ml per hari, sedangkan bayi membutuhkan ASI hingga 1000 ml tergantung usia bayi dengan frekuensi menyusu 8-12 kali perhari. Nutrisi saat menyusui sangat penting untuk meningkatkan produksi ASI agar cukup untuk bayi (IDAI, 2013; Susianto, 2010).

Menurut Astutik (2013), Bahiyatun (2009), dan Sinsin (2008), kebutuhan dan sumber nutrisi ibu saat menyusui yang baik dan seimbang adalah :

a. Kalori

Kurangnya asupan kalori per hari akan mempengaruhi kesehatan pada ibu menyusui karena kebutuhan kalori ibu menyusui lebih banyak daripada wanita dewasa pada umumnya. Kebutuhan nutrisi pada wanita dewasa sebesar 2200

(9)

kal, sedangkan untuk ibu menyusui memerlukan kalori tambahan sebesar 700 kal untuk enam bulan pertama pasca persalinan dan setelah enam bulan dilanjutan dengan 500 kal untuk memproduksi ASI. Rata-rata kebutuhan ibu menyusui sekitar 2300-2700 kal per hari.

Kalori bisa didapat dari semua bahan pangan yang mengandung kalori. Bahan makanan yang mengandung kalori dapat diperoleh dari nasi, ubi, kentang, singkong dan jagung.

b. Protein

Kebutuhan protein pada ibu saat menyusui lebih banyak 20 gram per hari dari sebelumnya, karena setiap 100 cc ASI mengandung 1,2 gram protein. Protein makanan diubah menjadi protein susu hanya sebesar 70%, peningkatan kebutuhan protein tidak hanya untuk potein susu, tetapi juga digunakan untuk sintesis hormon prolaktin dan hormon oksitosin dalam memproduksi ASI. Bahan makanan terbaik yang mengandung protein berasal dari protein hewani seperti daging, ikan, telur, susu dan keju. Bahan makanan yang baik berasal dari protein kedelai seperti tahu dan tempe, dan cukup baik berasal dari protein nabati seperti kacang polong, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Sumber-sumber bahan makanan ini sebaiknya digabung agar saling melengkapi.

c. Cairan

Asupan cairan juga sangat penting dalam pemenuhan nutrisi selama menyusui. Untuk memenuhi kecukupan nutrisi, ibu harus mengonsumsi cairan sebanyak

(10)

2-3 liter per hari. Cairan yang mengandung nutrisi baik dapat diperoleh dari air putih, susu, jus dan buah-buahan.

d. Vitamin dan mineral

Selain cairan, ibu menyusui membutuhkan vitamin dan mineral dalam pembentukan kembali sel tubuh. Kebutuhan vitamin dan mineral pada ibu menyusui rata-rata lebih banyak daripada ibu hamil yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan Kebutuhan Vitamin dan Mineral Pada Ibu Menyusui dan Ibu Hamil

No. Zat Gizi Ibu Menyusui

0-6 Bulan Wanita Hamil 1. Vitamin A (mg) 350 200 2. Vitamin D (mg) 5 5 3. Vitamin E (mg) 4 2 4. Vitamin B12 (mg) 0.3 0.3 5. Vitamin C (mg) 25 10 6. Vitamin B6 (mg) 0.5 0.6 7. Vitamin K (mg) 6.5 6.5 8. Kalsium (mg) 400 400 9. Fosfor (mg) 300 200 10. Besi (mg) 22 20 11. Seng (mg) 10 5 12. Selenium (mg) 20 15 Sumber: Ambarwati (2010)

Bahan makanan yang mengandung vitamin dan mineral dapat diperoleh dari sayur-sayuran, buah-buahan dan susu. Ibu menyusui juga dianjurkan mengonsumsi bahan makanan yang mengandung asam lemak Omega 3 yang terdapat dalam ikan kakap, ikan tongkol dan ikan lemuru, yang akan diubah menjadi DHA yang terdapat pada ASI. Sumber zat besi terdapat pada daging, hati, tiram, buah kering dan sereal. Zat besi yang bukan berasal dari daging akan diserap dengan baik jika dikonsumsi bersama dengan makanan yang

(11)

mengandung vitamin C, dimana sumber vitamin C antara lain buah jeruk, brokoli, melon, buah jenis beri, kubis dan tomat.

2.3 Status Gizi Bayi Umur 1-6 Bulan 2.3.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah status keadaan kesehatan tubuh yang diperoleh dari keseimbangan antara kebutuhan dan asupan gizi yang dikonsumsi oleh individu (Purba, 2005; Sutomo dan Anggraini, 2010; Triasmawulan, 2012). Status gizi bayi adalah keadaan kesehatan tubuh dalam keadaan keseimbangan antara kebutuhan dan asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Bayi merupakan kelompok umur yang paling rentan terhadap penyakit kekurangan gizi, oleh karena itu status gizi bayi merupakan indikator terbaik dalam menentukan status gizi masyarakat. Selain itu, status gizi bayi digunakan sebagai indikator pencapaian pembangunan kesehatan karena gizi kurang pada anak usia dibawah lima tahun cenderung berkaitan dengan rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan (UI FE, 2010).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi merupakan hasil dari semua aspek lingkungan termasuk lingkungan fisik, biologis dan faktor kebudayaan. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi masyarakat adalah pendidikan, status ekonomi, ketersediaan pangan serta pelayanan kesehatan (Nursalam, 2005). Menurut penelitian Devi (2010), disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi adalah tingkat pengetahuan ibu, lama menyusui dan dominan pada

(12)

jenis pekerjaan ayah dan ibu bayi. Selain itu pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan, pendidikan dan jumlah anggota keluarga mempengaruhi status gizi anak (Nugroho, 2008; Palupi, Purwandari, dan Purwanti, 2014).

Menurut penelitian Syatriani (2011), pemberian ASI ekslusif, asupan gizi dan pemberian makanan tambahan secara dini merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi bayi umur 0-6 bulan. Status gizi juga dipengaruhi oleh asupan makanan dan kandungan zat gizi yang diserap oleh tubuh. Tingkat pengetahuan ibu sangat mempengaruhi status gizi bayi. Kesalahan dalam pemberian makanan pada bayi akan mempengaruhi tumbuh kembangnya, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup agar bayi mendapatkan asupan makanan yang diperlukan oleh tubuh. Kekurangan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain asupan makanan dan tingkat pengetahuan ibu, penyakit infeksi serta pola asuh juga diyakini sebagai faktor secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi bayi (Fatimah, Nurhidayah, dan Rakhmawati, 2008; Wong, 2009). 2.3.3 Pentingnya Status Gizi Bayi Umur 1-6 Bulan

Bayi dibawah umur 6 bulan sangat memerlukan ASI sebagai nutrisi dalam tumbuh kembangnya yang optimal. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan atau lebih memiliki kekebalan tubuh dan ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik daripada bayi yang mendapatkan ASI kurang dari empat bulan (Hegar, 2008). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan keputusan tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai umur enam bulan untuk tumbuh kembang bayi yang optimal dan dapat dilanjutkan sampai umur dua tahun pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/MENKES/IV/2014. Hal ini

(13)

menandakan ASI eksklusif diharapkan dilaksanakan untuk meningkatkan status kesehatan bayi (Perpustakaan Depkes, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wargiana, Susumaningrum, dan Rahmawati (2013), faktor yang mempengaruhi status gizi bayi dibawah 6 bulan yaitu pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara dini. Bayi berumur dibawah 6 bulan yang diberikan MP-ASI secara dini memiliki status gizi kurang dengan mengalami gangguan pencernaan seperti diare, sulit BAB, muntah serta gangguan menyusu. Menurut penelitian Adhiguna (2010), bayi berumur dibawah 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif risiko terserang diare enam kali lebih besar dari bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Selain diare, bayi sering terserang demam, batuk-pilek, pneumoni dan ISPA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur dibawah 6 bulan sangat berpengaruh dalam tumbuhkembang dan status gizinya.

2.3.4 Pengukuran Status Gizi Bayi Umur 1-6 Bulan

Menurut Supariasa, Bakri, dan Fajar (2012), penilaian status gizi dibedakan menjadi dua yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri. Metode antropometri biasanya digunakan dalam program gizi masyarakat dan pemantauan status gizi anak sebagai alat ukur tingkat status gizi. Adapun keunggulan metode antropometri yaitu mudah digunakan, alat mudah

(14)

didapatkan, pengukuran dapat dilakukan secara berulang, pengukuran secara objektif, biaya relatif murah, hasil mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2012).

a. Parameter antropometri

Menurut Hidayat (2008), antropometri digunakan sebagai indikator status gizi dengan menggunakan beberapa parameter yang merupakan ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain :

1) Umur

Faktor umur sangat penting dalam menentukan tingkat status gizi. Kesalahan dalam menentukan umur akan menimbukan kesalahan dalam intrepretasi tingkat status gizi. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat khususnya pada bayi dan balita.

2) Berat badan

Pengukuran pada bayi baru lahir paling sering menggunakan ukuran antropometri berat badan. Berat badan digunakan untuk menilai laju pertumbuhan fisik dan status gizi bayi dan balita. Berat badan merupakan parameter pilihan utama yang paling baik, mudah dipakai dan dimengerti, serta dapat memberikan gambaran mengenai status gizi saat ini.

3) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter ukuran terpenting kedua karena dengan menghubungkan berat badan dan tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan.

(15)

b. Indeks antropometri

Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Menurut Hidayat (2008) dan Supariasa, Bakri, dan Fajar (2012), beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu :

1) Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh dan sangat relatif karena massa tubuh sangat sering berubah karena faktor tertentu seperti terserang penyakit infeksi, napsu makan menurun, atau asupan jumlah makanan yang kurang. Berat badan berubah mengikuti pertambahan umur menandakan bahwa seseorang memiliki kesehatan yang baik dan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristiknya, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi, namun hanya dapat menggambarkan status gizi saat ini mengingat karakteristik berat badan sangat sensitive dan sering berubah.

Indeks BB/U memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sangat baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan kecil serta dapat mendeteksi obesitas. Kelemahannya

(16)

antara lain dapat mengakibatkan intrepretasi status gizi yang salah jika terdapat edema atau acites, memerlukan data umur yang akurat terutama untuk anak dibawah lima tahun, sering terjadi salah mengukuran karena pengaruh pakaian atau aksesoris yang digunakan dan geraka anak pada saat penimbangan.

2) Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang memberi gambaran mengenai keadaan pertumbuhan tulang. Tinggi badan relatif kurang relatif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka waktu pendek. Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan terlihat dalam waktu yang relatif lama, biasanya tinggi badan menggambarkan konsumsi protein masa lalu.

Adapun kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, alat ukur dapat dibuat dengan mudah, praktis dibawa kemana saja. Kekurangannya antara lain tinggi badan cepat naik namun tidak mungkin menurun, pengukuran relatif lebih sulit dilakukan pada anak dan lansia. 3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan searah dengan tinggi badan dan kecepatan tertentu dalam perkembangannya. Adapun keuntungan indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dan dapat membedakan proporsi badan dalam skala gemuk, normal dan kurus. Kelemahannya adalah tidak dapat memberikan gambaran pendek, cukup atau tinggi badan lebih menurut umur anak.

(17)

4) Indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U)

Pengukuran menggunakan IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Pengukuran IMT pada anak-anak dan remaja sangat terkait terhadap umur, dimana umur menentukan perubahan, komposisi dan densitas tubuh.

Rumus IMT :

IMT = BB (kg) : TB2 (m) Keterangan:

IMT : Indeks Massa Tubuh BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (m) c. Z-Score

Pengukuran status gizi bayi dan balita di Indonesia menggunakan z-score, dimana z-score adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh pengukuran dari median (Depkes, 2008).

Rumus z-score : Z-score = Keterangan :

NIS : Nilai Individual Subjek NMBR : Nilai Median Baku Rujukan NSBR : Nilai Simpangan Baku Rujukan

(18)

Status gizi bayi saat ini di dalam sebuah penelitian diukur menggunakan indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U) untuk menilai status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Dimana kelebihan BB/U antara lain lebih mudah dan cepat dimengerti, sangat baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan kecil serta dapat mendeteksi obesitas. Berdasarkan Keputusan Menkes (2011), status gizi anak memiliki kategori dan ambang batas status gizi dan standar penilaian.

Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Pada Anak Umur 1-6 Bulan

Indeks Katagori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Berat badan menurut umur (BB/U) Anak umur 1-6 bulan

Gizi Buruk <-3 SD

Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD

Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi Lebih >2 SD

Sumber : Menkes (2011)

Menteri Kesehatan RI mengeluarkan Kepmenkes No : 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian gizi anak, dimana mengeluarkan tabel status gizi anak yang sangat mudah untuk dipahami dalam mengukur status gizi bayi, dimana sangat mudah dalam menilai dan di katagorikan status gizi bayi yang akan diukur. Berikut standar berat badan menurut umur pada anak 1-6 bulan berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 2.3 Standar Berat Badan Menurut Umur Pada Anak Laki-Laki Umur (Bulan) Berat Badan (Kg) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD 1 2.9 3.4 3.9 4.5 5.1 5.8 6.6 2 3.8 4.3 4.9 5.6 6.3 7.1 8.0 3 4.4 5.0 5.7 6.4 7.2 8.0 9.0 4 4.9 5.6 6.2 7.0 7.8 8.7 9.7 5 5.3 6.0 6.7 7.5 8.4 9.3 10.4 6 5.7 6.4 7.1 7.9 8.8 9.8 10.9 Sumber : Menkes (2011)

(19)

Tabel 2.4 Standar Berat Badan Menurut Umur Pada Anak Perempuan Umur (Bulan) Berat Badan (Kg) -3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD 1 2.7 3.2 3.6 4.2 4.8 5.5 6.2 2 3.4 3.9 4.5 5.1 5.8 6.6 7.5 3 4.0 4.5 5.2 5.8 6.6 7.5 8.5 4 4.4 5.0 5.7 6.4 7.3 8.2 9.3 5 4.8 5.4 6.1 6.9 7.8 8.8 10.0 6 5.1 5.7 6.5 7.3 8.6 9.3 10.6 Sumber : Menkes (2011)

2.4 Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Nutrisi Saat Menyusui Dengan Status Gizi Bayi 1-6 Bulan

ASI merupakan makanan pertama yang terbaik untuk bayi, dimana saat usia bayi berumur dibawah 6 bulan sangat memerlukan ASI sebagai nutrisi dalam tumbuh kembangnya yang optimal. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan atau lebih memiliki kekebalan tubuh dan ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik daripada bayi yang mendapatkan ASI kurang dari empat bulan (Hegar, 2008). Menurut penelitian Adhiguna (2010), bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif risiko terserang diare enam kali lebih besar dari bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Selain diare, bayi sering terserang demam, batuk-pilek, pneumoni dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

Kualitas dan kuantitas produksi ASI sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu menyusui. Pengetahuan ibu menyusui yang kurang akan menjadi faktor penyebab kegagalan praktik pemberian ASI eksklusif (Getahun, Scherbaum, Taffese, Teshome, dan Biesalski, 2004; Gatti, 2008). Selain pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, salah satu penyebab kegagalan ASI eksklusif adalah pengetahuan ibu akan prntingnya nutrisi saat menyusui. Ibu menyusui dengan status gizi yang baik

(20)

memiliki nutrisi yang cukup untuk memproduksi ASI dengan kualitas dan kuantitas baik. Ibu menyusui yang memiliki gizi baik secara otomatis akan membantu memperlancar produksi ASI, sedangkan ibu yang asupan nutrisinya kurang akan menyebabkan penurunan produksi ASI sehingga ibu akan mengalami kesulitan dalam menjalankan program ASI eksklusif (Kac, Benicio, Velasquez, Valente, dan Struchiner, 2004).

Hasil penelitian Wulansari (2009) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang nutrisi saat menyusui maka semakin tinggi pula status gizi ibu. Selain itu, menurut penelitian Pertiwi, Solehati, dan Widiasih (2012), sebanyak 61% ibu dengan status gizi baik saat menyusui tanpa mengalami hambatan dalam pemberian ASI eksklusif pada bayinya. Ibu dengan status gizi baik akan memiliki nutrisi yang baik untuk tubuh dalam memproduksi ASI selama menyusui. Menurut penelitian Paramitha (2010), sebanyak 50% ibu yang frekuensi menyusui kurang dan 44,4 % cukup memiliki bayi dengan berat badan kurang. Ibu yang ingin memiliki bayi yang sehat dengan status gizi baik, harus memiliki nutrisi yang baik pula. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, nutrisi ibu saat menyusui sangat erat kaitannya dengan status gizi bayi, karena nutrisi yang baik akan meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI sehingga bayi mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan status gizinya.

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari aspek kelenturan jari tangan bahwa 7 anak kurang mampu menggerakkan jari- jemari tangannya dengan lentur dan 9 anak belum mampu menggerakkan jari-jemari tangannya

Semenjak prestasi sektor korporat tergugat oleh kegawatan ekonomi yang melanda, banyak syarikat yang bermasalah telah memohon perlindungan di bawah seksyen 176 Akta

Poster halaman sangat berguna untuk menginformasikan berbagai hal mengenai komik terkait pada pembaca, seperti volume komik yang akan hadir, volume komik yang

Bahwa judek fakti dalam perttimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan dengan cermat bukti P.3 dan P.4, yaitu bukti yang diajukan sehubungan dengan adanya persamaan pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan passing peserta ekstrakurikuler bolavoli di SD Negeri Jati, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Tahun Ajaran 2012 /

Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,

Analisis ini digunakan untuk memprediksikan hubungan antara variabel terikat Y yaitu kinerja sumber daya manusia pekerjaan struktur basement, dengan variabel bebas X yaitu

“Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak