• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evaluasi Pengertian Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evaluasi Pengertian Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi mempunyai arti penilaian, Penilaian berarti nilai atau penentuan manfaat dari pada suatu kegiatan. Layaknya sebuah penilaian yang dipahami secara umum, penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik dari jabatan strukturalnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Dalam praktek dunia kerja, evaluasi ini kerap dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari sebuah keputusan yang ditetapkan dan dijalankan.

Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama di masa depan (Yusuf dalam Siagian dan Agus, 2010: 116).

Evaluasi adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan melakukan evaluasi itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (http://www.penelitian/mevaluasiprogram//pengembarailmu/.htm).

(2)

Dari rumusan pengertian evaluasi yang dikemukan diatas maka dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dimana hasil dari penilaian yang dilakukan akan menjadi suatu umpan balik untuk perencanaan baru yang akan dilakukan.

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain:

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.

2. Evalusi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan daan target.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya Kinerja Kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada defenisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain (Dunn 1999:609).

(3)

Dari fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli diatas, kita dapat kesimpulan tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu diantaranya :

1. Measurement, pengukuran diartikan sebagai proses kegiatan untuk menentukan luas atau kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan. 2. Tes, secara harafiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan

atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi, prestasi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assesment, suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan (Dunn dalam Suharto,2008:8).

2.1.3 Proses Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi terdiri dari dua tahap yakni: 1. Pra Kegiatan

Pertama-tama evaluasi dilakukan baik oleh individu maupun team, penting untuk mengetahui atau menyelidiki perubahan-perubahan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat itu dan dimasa mendatang untuk

(4)

mengetahui atau menyelidiki perubahan-perubahan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan arah prioritas sebelum saat itu dan dimasa mendatang umtuk mengetahui apakah program yang sedang dievaluasi, tersebut masih relevan dan diperlukan.

2. Kegiatan Evaluasi

Dalam melakukan proses evaluasi selama evaluasi ada beberapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi diantaranya adalah:

a. Semua tugas dan tanggung jawab pemberi tugas dan pemberi tugas harus jelas.

b. Pengertian dan konotasi yang tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihindari.

c. Kegiatan evaluasi dimaksudkan disini adalah membandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kwantitatif/kwalitatif totalitas program secara teknis.

d. Team yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar nasehat/saran-saran terscebut berada ditangan manajemen program.

e. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah didasarkan atas data-data penemuan teknis perlu dikonsultasikan sebaik mungkin karena menyangkut kelanjutan program.

f. Hendaknya hubungan dan proses selalu disadari oleh suasana konstruktif dan obyektif serta menghindari analisa-analisa subyektif (Firman 1990:159).

(5)

Menurut P.P No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, di dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda, yaitu;

1) Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan

sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya;

2) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan

pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan

3) Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang

dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program.

(6)

2.1.4 Jenis Evaluasi

Menurut Kelman (1987) terdapat 4 jenis evaluasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dapat dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Evaluasi Kecocokan menguji dan mengevaluasi hasil kebijakan yang sedang dilakukan apakah layak untuk diteruskan,dan bagaimana prospek kebijakan alternatif yang dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini? Elemen yang penting pada jenis evaluasi ini adalah mengkaji aktor pelaksana kebijakan antara pemerintah dan sektor privat.

2. Evaluasi efektifitas menguji dan menilai apakah tindakan kebijakan (program) yang dilakukan menghasilkan dampak yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan apakah yang diraih dapat terwujud, apakah biaya dan manfaatnya sebanding.

3. Evaluasi efisiensi, dengan menggunakan kriteria ekonomis dengan melakukan perbandingan antara input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan, apakah sumberdaya yang digunakan berjalan secara efisien dan mampu mencapai hasil yang optimal.

4. Meta Evaluasi, menguji dan menilai proses evaluasi itu sendiri, dengan menguji apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga yang berkompeten dan bekerja secara professional dan obyektif, apakah evaluasi dilakukan bersifat terhadap nilai sosial yang dianut oleh masyarakat pada kelompok sasaran, dan apakah evaluasi tersebut menghasilkan laporan pada agenda kebijakan yang akan datang (Tangkilisan,2003:27).

(7)

2.2 Program

Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka progam adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek, seperti :

1. Adanya tujuan yang mau dicapai.

2. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.

3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati.

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

5. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas. (Wahab dalam Siagian dan Agus, 2010:117).

2.3 Evaluasi Program

Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993: 297).

(8)

Menurut Tyler dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan”. Selanjutnya menurut Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), “Evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa “Evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan”.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 114-115), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program

perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksanaan berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Evaluasi program merupakan suatu langkah, yaitu awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pemberian yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu :

(9)

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan (Siagian dan Agus,2010:118).

Oleh Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal?

2. Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?

3. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?

4. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan?

(10)

2.4 Penyandang Disabilitas Tubuh

Penyandang disablitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur maupun fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. (Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti, kementerian sosial Republik Indonesia, direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan 2013:5)

Kelainan fisik dimaksud pada hakekatnya bukan berarti membuat penyandang disabilitas tubuh kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar dengan orang lain, karena mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal. Untuk dapat hidup sejajar dengan orang lain, penyandang disabilitas tubuh perlu mendapatkan program rehabilitasi yang merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas untuk mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan kebutuhan tersebut, kurikulum bimbingan keterampilan ini diharapkan dapat mendekatkan pada usaha pencapaian UU No. 4 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 7) dan setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan derajat kedisabilitasan dan kemampuannya. (Kurikulum rehabilitasi penyandang disabilitas tubuh, PSBD “Bahagia” Sumatera Utara,2013:5).

(11)

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab, dengan kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi.

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekrja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesinmesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.

3. Peperangan, juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi harta benda, nyawa dan ada pula pejuang yang masih hidup namun menjalani kecacatan akibat dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun yang mengalami kecacatan. Cacat karena perang ini dapat berupa kaki atau lengannya dipotong (amputasi), lumpuh dan ketidakberfungsian sebagian tubuh.

(12)

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang masuk sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut tidak menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya karena obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. (Sudjadi, 2005 : 72-74)

2.5 Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Panti sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.(PP No.39 Tahun 2012 pasal 38). Panti Sosial merupakan tempat merawat serta mendidik para penyandang disabilitas dalam pendidikannya, sehingga mereka itu diharapkan dapat menolong dirinya sendiri serta berfungsi dalam masyarakat. Sebagai Panti Sosial menurut M. Fadhil Nurdin(1990), Panti Sosial merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan Kesejahteraan Penyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti sosial dimana panti berfungsi sebagai lembaga substitusi keluarga yaitu keluarga pengganti untuk memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan para klien penyandang disabilitas tubuh.

Usaha-usaha kesejahteraan yang diberikan pada panti sosial berupa peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan pendidikan dan

(13)

keterampilan anak binaan, pemenuhan kebutuhan rohani, sosial dan kesehatan, sehingga para klien penyandang disabilitas tubuh tersebut diharapkan dapat mengembangakan pribadi, potensi, kemampuan dan minatnya secara optimal, sehingga panti asuhan sebagai lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan pengganti fungsi keluarga harus benar-benar memperhatikan fisik, mental dan sosial mereka, agar keberfungsian sosial mereka bangkit.

Tugas dan Fungsi Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh adalah, memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas tubuh, yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,resosialisasi serta pembinaan lanjut,agar Penyandang disabilitas tubuh mampu melaksanakan fungsi sosialnya,serta mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya.Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Pelayanan rehabilitasi sosial

Panti diharapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat.

b. Pusat informasi/Rujukan.

Panti merupakan lembaga yang dapat memberikan informasi tentang Penyandang Disabilitas pada umumnya dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabiltasi sosial pada khususnya. Disamping itu,balai/panti sosial melakukan kegiatan rujukan kelembaga lain yang terkait dan kepada masyarakat.

(14)

Panti sosial pada dasarnya adalah laboratorium dalam kaitannya dengan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat,oleh sebab itu maka panti sosial diharapkan mampu mengembangkan perangkat keras dan lunak untuk meningkatkan kualitas hasil pelayanan

d. Tempat Latihan Tenaga Sosial

Panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat digunakan sebagai tempat untuk latihan tenaga sosial bagi masyarakat yang memerlukan,baik perorangan, organisasi maupun instansi dalam rangka mempersiapkan tenaga pekerja sosial sepanjang tidak mengganggu aktifitas panti.(Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan penyandang disabilitas tubuh dalam panti,Kementerian Sosial RI Direktoran Jenderal Rehabilitasi Sosial RI, 2013: 5-6)

2.6 Pelayanan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Menurut Walter Friedlander,Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorganisi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selarah dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya (Friedlander, dalam Muhidin, 1992:1).

(15)

Sementara Elizabeth Wickenden dalam Muhidin mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial termasuk didalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat (Wickenden, dalam Muhidin,1992:1).

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila” (Muhidin,1992:5).

Dari berbagai pengertian diatas dapat terlihat luas lingkup pengertian kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Pelayanan sosial diartikan dalam dua macam, yaitu:

a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

b. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang

(16)

tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).

Di Negara Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan individu, kelompok dan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Sedangkan di Inggris, pelayanan sosial mencakup suatu peralatan luas untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dimana mereka hidup dalam keseluruhan yang mempunyai tanggung jawab untuk menolong masyarakat yang lemah dan kurang beruntung dan memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perseorangan.

Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu Negara dan juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan masalah prioritas pelayanan. Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut:

(17)

2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.

4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992:42).

Richard M. Titmuus dalam Muhidin (1992:43) mengemukakan fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut :

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan dating.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya, kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992:43) menyatakan fungsi pelayanan sosial adalah:

1. Pelayanan sosial untuk pengembangan.

2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses

(18)

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena :

a. Adanya birokrasi modern

b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahamam masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya.

c. Diskriminasi

d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992:44).

Dengan adanya berbagai kesenjangan, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program pelayanan tersebut dapat berfungsi dan dimamfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan sosial bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referral.

Fungsi tambahan dari pelayanan sosial adalah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri

(19)

individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi terkadang merupakan alat, terkadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya suatu program sulit untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

2.7 Rehabilitasi Sosial

2.7.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (PP No.39 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3). Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (PP No.39 Tahun 2012 pasal 4 ayat 1). Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial (PP No.39 Tahun 2012 pasal 5 ayat 1)

Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga seperti panti maupun diluar lembaga (luar panti/berbasis masyarakat). Sasaran rehabilitasi sosial adalah mereka yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik seperti para penyandang disabilitas, anak nakal, korban penyalahgunaan

(20)

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya), WTS, dan penderita HIV atau ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti harus melalui pendaftaran (registrasi), kontrak layanan (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment), menyusun rencana pemecahan masalah (planning), pemecahan masalah (intervention), evaluasi, terminasi dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial didalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial. (Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial, pusat penyuluhan sosial sekretariat jenderal, 2010:5)

Merujuk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang disabilitas (pasal 1), Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang upaya peningkatan Kesejahteraan Penyandang Diabilitas, Rehabilitasi diarahkan untuk mengembalikan keberfungsiaan secara fisik mental dan sosial, serta memberikan dan meningkatkan keterampilan (pasal 4 ayat 2). Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas meliputi motivasi, rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, resosialisai dan bimbingan lanjut (pasal 7 ayat 1).

Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tersebut (pasal 50), dikemukakan bahwa Rehabilitasi Sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan penyandang disabilitas, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

(21)

Dari batasan sebagaimana telah dikutip diatas, nampak bahwa dalam pengertian rehabilitasi sosial termuat pokok-pokok pikiran yang mendasar sebagai berikut:

a. Rehabilitasi sosial merupakan proses kegiatan pelayanan yang terkoordinir.

b. Bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan penyandang disabilitas, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal.

c. Mencakup upaya-upaya medis, sosial, edukasional dan vokasional.

d. Dalam penerapannya disesuaikan dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman penyandang disabulitas serta situasi dan kondisi keluarga, kelompok dan masyarakat. (Panduan umum pelaksanaan bimbingan sosial penyandang cacat dalam panti, Departemen Sosial RI. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat 2007:8)

2.7.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Tujuan Rehabilitasi sosial untuk Penyandang Disabilitas Tubuh didalam balai panti dan panti adalah pulihnya kepercayaan dan harga diri penyandang disabilitas tubuh, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara lancar dalam kehidupan bermasyarakat untuk menuju kemandirian. Tujuan Rehabilitasi sosial yang ingin dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan tahun 2010-2014 adalah :

(22)

1. Menyeleraskan peraturan perundang-undangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

2. Meningkatkan kesadaran, kepedulian, komitmen, dan partisipasi masyarakat terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

3. Meningkatkan kompetensi, keterpaduan, dan kualitas pelayanan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

4. Meningkatkan jangkauan dan akses terhadap rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

5. Mendorong upaya pemenuhan hak-hak dasar orang dengan kecacatan. (Direktorat Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, 2010:15)

2.7.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Penerima manfaat dari rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas Tubuh adalah : 1. Penyandang Disabilitas Tubuh, diutamakan usia 17-35 tahun dan belum

menikah.

2. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh usia 15-16 tahun dan atau usia 36-40 tahun, yang sebelumnya dibahas dan diputuskan untuk diterima, melalui pembahasan kasus.

3. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh yang sudah menikah, yang diputuskan melalui pembahasan kasus.

4. Masyarakat, yang mencakup :

a. Lingkungan sosial Penyandang Disabilitas Tubuh. b. Organisasi sosial, perusahaan dan lembaga lainnya. c. Potensi dan sumber kesejahteraan sosial.

(23)

d. Sumber daya dan sumber dana masyarakat.

(Pedoman Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan (Penyandang Disabilitas) tubuh dalam panti 2013:7).

2.7.4 Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Sebagai salah satu bentuk dari pelayanan rehabilitasi, rehabilitasi sosial akan melibatkan berbagai disiplin keahlian metode dan teknik serta fasilitas-fasilitas yang spesifik. Dalam Terapannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (pasal 51). Rehabilitasi sosial dilakukan dengan pemberian pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui kegiatan pendekatan fisik mental dan sosial yang berupa :

a. Bimbingan mental, meliputi bimbingan mental spiritual keagamaan oleh pembimbing agama, kepercayaan masing-masing, bimbingan etika dan budi pekerti, bimbingan psikososial, outbond dialam terbuka, bimbingan pramuka. b. Bimbingan fisik meliputi kegiatan senam, kegiatan olahraga, pemeriksaan

kesehatan dan fisioterapi.

c. Bimbingan Sosial, adalah kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan oleh masing-masing pekerja sosial kepada klien yang ditangani, mengenai tentang masalah, keluhan dan tingkat perkembangan klien.

d. Bimbingan Keterampilan meliputi : Keterampilan otomotif

Keterampilan menjahit Keterampilan elektronika

(24)

Keterampilan service telepon selular.

e. Bimbingan resosialisasi, klien dipersiapkan untuk terjun ketengah masyarakat, keluarga maupun disalurkan kelapangan kerja yang tersedia atan instansi pengirim.

f. Bimbingan Lanjut, tahapan bimbingan lanjutan dilakukan setelah diadakan evaluasi sejak tahap input proses,output dan outcome maka telah mencapai titik akhir dalam proses pelayanan sosial dalam UPT, pada gilirannya harus mengakhiri kegiatan pelayanan sosial, dengan pertimbangan tindak lanjut purna pelayanan sosial.

2.8 Bimbingan Keterampilan Penyandang disabilitas Tubuh

Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Menurut Smith dalam (Prayitno 1999:99),

mengemukakan bahwa bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang taratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti pada masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah suatu kecakapan untuk menyelesaikan tugas. pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat dan tepatmelalui belajaran kerajinan dan teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan. Perilaku terampil ini dibutuhkan

(25)

dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Kata keterampilan berawal dari kata terampil yaitu cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Sedangkan Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan atau kecakapan hidup (life Skill) adalah sebagai kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

Bimbingan keterampilan atau disebut juga life skill helping (LSH) atau life skill theraphy merupakan suatu model integratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan mengembangkan dirinya sendiri (self helping). Keterampilan (skills) diartikan sebagai kemampuan untuk membuat dan mengimplementasikan sequensi pilihan untuk mencapai tujuan. Sementara Life Skills diartikan sebagai sikap dan kemampuan untuk menghadapi berbagai problema kehidupan secara proaktif dan kreatif menemukan solusinya. Jadi bimbingan keterampilan/life skill (kecakapan hidup) adalah bimbingan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada siswa tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Oleh karena itu, bimbingan perlu diupayakan agar bisa relevan dengan nilai-nilai kehidupan sehari-hari, sehingga bimbingan akan lebih bersifat mengarah langsung pada permasalahan yang dihadapi siswa, langsung memberi pelayanan kepada klien penyandang disabilitas tubuh bisa langsung mempraktekannya.

(26)

Tujuan utama bimbingan keterampilan penyandang disabilitas tubuh adalah memberikan bimbingan keterampilan kepada penerima manfaat sesuai bakat minat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan keterampilan kerja untuk kemandirian dalam masyarakat.Jenis Keterampilan yang diberikan :

a. Keterampilan diri meliputi Keterampilan Kehidupan Sehari-hari (ADL)

b. Keterampilan Kerja antara lain seperti : Menjahit, Otomotif, elektronik, service ponsel.

Secara umum manfaat bimbingan keterampilan bagi klien penyandang diabilitas tubuh adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat maupun sebagai warga negara. Pelaksanaan layanan bimbingan keterampilan yang berupa program ketrampilan merupakan bentuk praktek pemberian bekal dan penyaluran potensi, bakat dan minat, serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karir yang diminati.(Pedoman Rehabilitasi Sosial orang dengan Penyandang disabilitas tubuh dalam panti,2013:19-20)

Program bimbingan ketrampilan merupakan salah satu program latihan mengasah keterampilan dan kemampuan klien yang dilakukan sebagai bekal bagi klien selain sebagai pengenalan diri pribadi, informasi juga sebagai penyiapan diri untuk memilih bidang pekerjaan, dan menyiapkan diri untuk bidang pekerjaannya. Dalam kaitannya dengan menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan, maka program bimbingan ketrampilan ini dilaksanakan sebagai upaya persiapan diri klien yang ingin terjun ke dunia kerja.

(27)

2.9 Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh

Walter A. Friedlander (1961) mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorsganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan dan keluarga masyarakatnya. Dengan kata lain, tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan kemampuan individu, baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan menurut defenisi diatas menjelaskan :

1. Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan dan sistem tersebut ialah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkunganya.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya (Muhidin, 1992:1).

(28)

Berdasarkan defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Kesejahteraan Sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi, ataupun kehidupan spritual. Berdasarkan PP No: 36 tahun 1980 tentang usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dinyatakan bahwa: Rehabilitasi adalah usaha proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk penyandang cacat sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Usaha Kesejahteraan Sosial penyandang cacat juga terdapat pada Keputusan Mensos No : 55/1981 yaitu : Maka sistem usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dilaksanakan didalam panti dan diluar panti.

Sedangkan Sistem adalah hubungan dan saling ketergantungan diantara berbagai kelompok, dalam mewujudkan satu tujuan/hasil bersama. Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial bagi penyandang disabilitas adalah hubungan dan saling ketergantungan antara berbagai perangkat/sektor usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat, baik langsung maupun tidak langsung hingga mampu mewujudkan satu kesatuan pelayanan yang menjamin ketuntasan upaya penanganan.

(29)

2.10 Kerangka Pemikiran

Pelayanan dam rehabilitasi sosial penyandang disabilitas tubuh melalui program bimbingan keterampilan adalah suatu bentuk perwujudan dari tanggung jawab dan kewajiban bersama,antara orangtua/keluarga,masyarakat, dan pemerintah.Selain itu dalam prosesnya,pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan juga harus didukung oleh kemudahan/aksesbilitas bagi penyandang cacat untuk membantu anak dalam menjalankan kehidupannya secara mandiri.

Pemberian pelayanan sosial itu sendiri diselenggarakan untuk membantu keluarga/orang tua dan anak dengan kecacatan.Pelayanan sosial, disamping ditujukan untuk memberi bantuan, pelayanan sosial juga dilakukan untuk memberikan upaya rehabilitasi sosial maupun memberikan perlindungan anak. Disisi lain, pelayanan dan rehabilitasi sosial diselenggarakan agar anak terpenuhi kebutuhan perlindungannya. Melalui perlindungan juga diharapkan akan terpeliharanya taraf kesejahteraan anak dan keluarganya, dan perlu adanya penyelenggaraan pelayanan sosial maupun rehabilitasi sosial.

Sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial, para klien penyandang disabilitas tubuh membutuhkan serangkaian rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial dilakukan secara utuh dan terpadu dan berkesinambungan melalui program bimbingan keterampilan, agar klien dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

(30)

BAGAN ALUR PEMIKIRAN

PSBD “BAHAGIA” SUMATERA UTARA UPT.KEMENSOS RI

Program Bimbingan Keterampilan PSBD “BAHAGIA” SUMATERA UTARA

1.Keterampilan Otomotif 2.Keterampilan Elektronika 3.Keterampilan Menjahit

4.Keterampilan Servis Telepon Seluler.

Indikator Evaluasi

1. Kesesuaian Perencanaan Pembelajaran(ex-ante)

2. Kesesuaian Pelaksanaan Pembelajaran(on-going)

3. Kesesuaian Hasil Pembelajaran (ex-post)

(31)

2.11 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.11.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada didalamnya (Siagian, 2011:56), Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan. 2. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi

pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka progam adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur.

3. Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesesuaian perencanaan pembelajaran, kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dan kesesuaian hasil pembelajaran.

(32)

4. Keterampilan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah suatu kecakapan untuk menyelesaikan tugas.Pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat dan tepatmelalui belajaran kerajinan dan teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan. Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat.

5. Program bimbingan keterampilan adalah suatu program atau kumpulan proyek-proyek yang berhubungan dengan keterampilan telah dirancang untuk mengembangkan keterampilan penyandang disabilitias tubuh agar bisa lebih mandiri dengan keterampilan yang telah dimilikinya.

6. Penyandang disabilitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur maupun fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.

Dengan demikian dapat kita ambil defenisi konsep secara keseluruhan, yang dimaksud dengan Evaluasi Program Bimbingan Keterampilan bagi Penyandang Disabilitas Tubuh di PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara UPT. Kementeriaan Sosial RI, adalah penilaian atas program bimbingan keterampilan bagi penyandang disabilitas tubuh di PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara.

(33)

2.11.2 Defenisi Operasional

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defini konsep. Jika perumusandefinisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi. Definisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasional konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Definisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu varibel dapat diukur (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini diukur dari indikator-indikator berikut ini:

1. Kesesuaian perencanaan program - Ketepatan waktu

- Penerima program - Tepat sasaran

2. Kesesuaian pelaksanaan program

- Pemantauan akan pelaksanaan program

- Keterlibatan penerima program dalam pelaksanaan program 3. Kesesuaian hasil program

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 8, ditemukan ciri warna khusus pada domba Garut yaitu fenotip tubuh coklat belang kepala hitam, karena tidak ditemukan pada kelompok jenis domba lain yang

[r]

Anda juga akan menghemat waktu karena untuk menampilkan/menuliskan beberapa instruksi yang sama anda hanya membutuhkan waktu yang relative lebih sedikit dibanding

algoritma genetika telah berhasil diterapkan pada berbagai permasalahan yang kompleks, maka dari itu penulis akan menggunakan algoritma genetika sebagai algoritma untuk

“ seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa makna asli sekaligus yang paling umum blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur

Sistem E-Learning merupakan sistem yang dibutuhkan saat ini oleh sebuah lembaga pendidikan terutama dalam tingkat perguruan tinggi, karena dapat menigkatkan efisiensi dan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari hasil true experiment yang dilakukan terhadap mahasiswa program studi akuntansi dan manajemen

Perkakas bengkel ini selanjutnya dapat dibedakan menjadi perkakas tangan non bangku berupa kunci-kunci (kunci pas, ring, sok, inggris, pipa), obeng, tang dan perkakas kerja non