• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas mengenai lumpur bio, lumpur aktif, pemanfaatan alternatif lumpur bio, dan lumpur bio sebagai adsorben. Keempat bahasan merupakan pengembangan dari pustaka-pustaka yang ada.

2.1 Lumpur Bio

Lumpur bio merupakan produk samping yang dihasilkan pada proses pengolahan air limbah menggunakan lumpur aktif (http://www.epa.gov/epaoswer/non-hw/compost/biosolid.pdf). Lumpur bio juga sering disebut biosolid karena berwujud semi padat dan mengandung berbagai material organik yang berasal dari limbah. Perkembangan proses pengolahan air limbah yang semakin modern berimbas pada produksi lumpur bio yang semakin naik pada tiap tahun. Lumpur bio yang dihasilkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 berikut : 6.9 7.1 7.6 8.2 6 6.5 7 7.5 8 8.5 1998 2000 2005 2010 Tahun P roduk s

i lumpur bio (juta

/be ra t ker in g ) Gambar 2.1

Produksi lumpur bio di Amerika Serikat

(2)

Gambar 2.2

Produksi lumpur bio di negara-negara Eropa (Sumber :

http://reports.eea.eu.int/TopicReport_08_2001/en/topic_8_for_the_www.pdf)

2.1.1 Kandungan Lumpur Bio

Lumpur bio merupakan endapan yang mengandung berbagai macam material. Material-material tersebut berasal dari substansi-substansi terlarut pada limbah ataupun zat-zat yang ditambahkan pada proses pengolahan air limbah. Komponen-komponen yang terdapat pada lumpur bio ialah (Rulkens, 2004):

a. senyawa organik karbon tak beracun

b. senyawa yang mengandung fosfor dan nitrogen

(3)

d. polutan mikrobiologis dan bakteri-bakteri patogen

e. senyawa anorganik seperti senyawa-senyawa yang mengandung silikat, aluminat, kalsium, dan magnesium

f. air (kandungan antara 93 – 99 %).

Kandungan senyawa-senyawa yang terkandung pada lumpur bio bervariasi tergantung asal dan jenis limbah yang diolah. Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam satu campuran. Karbon organik, fosfor, dan nitrogen merupakan senyawa yang berharga terutama untuk tanah sehingga lumpur bio dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

2.1.2 Perlakuan dan Pengolahan Pada Lumpur Bio

Lumpur bio harus mengalami perlakuan-perlakuan awal sebelum digunakan lebih lanjut atau dibuang untuk memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan dan menurunkan biaya pengolahan. Beberapa proses perlakuan pada lumpur bio bertujuan untuk menurunkan volume atau massa dari lumpur bio tersebut. Dua tipe umum proses perlakuan pada lumpur bio ialah :

a. Stabilisasi

Proses stabilisasi bertujuan untuk menurunkan kandungan bakteri patogen, bau, dan padatan yang mudah menguap (http://www.epa.gov/epaoswer/non-hw/compost/biosolid.pdf). Lumpur bio harus distabilisasi sebelum dibuang ataupun diolah. Metode-metode utama yang sering digunakan untuk stabilisasi lumpur bio ialah stabilisasi dengan menggunakan basa, anaerobic digestion,

aerobic digestion, composting, dan pengeringan dengan panas. Perbedaan dari

metode-metode tersebut terletak pada bahan yang digunakan atau cara untuk proses stabilisasi.

b. Pengurangan air

Proses pengurangan air bertujuan untuk mengurangi kelebihan air pada lumpur bio. Proses pengurangan air yang biasa diterapkan ialah pengeringan udara, filter vakum, sentrifugasi, dan belt filter. Proses pengurangan air ini berguna untuk menurunkan energi yang digunakan pada pembakaran lumpur bio dan menghindari kerusakan pada boiler pada saat lumpur bio akan diinsinerasi. Biaya transportasi akan lebih ekonomis setelah air pada lumpur bio dikurangi.

(4)

Lumpur bio yang telah mengalami perlakuan awal dapat diolah lebih lanjut. Metode konvensional yang biasa diterapkan pada pengolahan lumpur bio ini seperti :

a. Insinerasi

Insinerasi lumpur bio merupakan pembakaran lumpur bio pada temperatur tinggi yang dilangsungkan di alat pembakar. Material organik yang mudah menguap akan terbakar dengan kehadiran oksigen. Residu dari proses insinerasi berupa abu dengan fraksi sekitar 20% volume, sehingga volume lumpur bio dapat diperkecil dengan cara ini. Proses insinerasi akan menghancurkan semua padatan yang mudah menguap dan bakteri patogen serta mendegradasi senyawa organik beracun. Logam tidak terdegradasi pada proses insinerasi tetapi akan terkonsentrasi pada abu dan material partikulat yang terkandung pada gas buangan.

Penggunaan panas dari pembakaran dalam proses dapat mengefesiensikan biaya. Abu hasil pembakaran biasanya dikubur dengan metode landfill. Alat pengontrol polusi udara, seperti scrubber dibutuhkan untuk menjaga kualitas udara. Tipe insinerator yang sering digunakan ialah tungku unggun terfluidisasi. Lumpur bio dengan kandungan padatan mudah menguap yang rendah dan air yang tinggi akan susah untuk diinsinerasi. Oleh sebab itu, pengurangan air pada lumpur bio harus dilakukan terlebih dahulu. Batasan kandungan komponen pada udara dari proses insinerasi harus memenuhi nilai seperti yang tercantum pada tabel 2.1. Emisi melebihi nilai batas yang diterapkan akan mencemarkan udara dan menganggu kesehatan.

(5)

Tabel 2.1

Batas emisi udara pada proses insinerasi (Spinosa [2001])

Parameter Nilai batas (mg/m3)

HCl HF SO2 NO2 Cd Hg As+Pb+Cr+Co+Cu+Mn+Ni+V+Sb 10 1 50 200-400 0,05 0,05 0,5 (ng/m3) (Sumber : Spinosa, 2001) b. Landfill

LandfillI merupakan area penguburan untuk lumpur yang telah diproses.

Metode ini penting dalam mendukung semua sistem penanganan limbah untuk pembuangan akhir material-material yang tidak dapat dimanfaatkan kembali (Spinosa, 2001). Area landfill yang tersedia dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Landfill tidak dapat diterapkan pada limbah cair, limbah yang bersifat korosif, eksplosif, dan mudah terbakar. Perlakuan fisik, kimia, dan biologis harus diterapkan pada limbah yang akan mengalami proses

landfill. Perlakuan-perlakuan tesebut akan mengubah karakteristik limbah

untuk menurunkan volume dan sifat-sifat yang berbahaya dari limbah tersebut. Metode ini harus dipantau secara teratur untuk mencegah perusakan lingkungan.

c. Land Application

Land application merupakan metode penyebaran lumpur bio pada permukaan

tanah ataupun menginjeksikan lumpur bio ke dalam tanah. Land aplication telah dipraktekkan selama beberapa dekade terakhir dan merupakan metode yang sering digunakan dalam pengolahan lumpur bio. Lumpur bio dapat berfungsi sebagai suplemen pada tanah ataupun pengganti pupuk komersial karena mengandung nutrien-nutrien organik. Lumpur bio dapat meningkatkan struktur tanah tersebut (http://www.epa.gov/owm/mtb/biosolids/sludge.pdf).

(6)

Area pertanian dapat memperoleh keuntungan dari metode seperti ini. Lumpur bio yang akan digunakan pada land application harus memenuhi batas kandungan logam berat dan senyawa organik seperti yang tercantum pada tabel 2.2. Kandungan logam berat dan senyawa organik pada lumpur bio yang melebihi batas dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Tabel 2.2

Nilai batas kandungan logam dan senyawa organik pada lumpur bio untuk land

application (Spinosa, 2001)

Senyawa/unsur Nilai batas (mg/kg berat kering) Cd Cr Cu Hg Ni Pb Zn

Senyawa organik terhalogenasi Linier alkil benzen sulfonat

Di (2-etilheksil) phthalate Hidrokarbon aromatik polisiklik Nonilfenol dan nonilfenoletoksilat

250 25000 25000 250 7500 18750 62500 500 2600 100 6 50 (Sumber : Spinosa, 2001)

Penerapan metode-metode konvensional tersebut dalam pengolahan lumpur bio pada Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.3. .

(7)

Tabel 2.3

Penggunaan metode konvensional pengolahan lumpur bio di Amerika Serikat Penggunaan

(juta/ton berat kering)

Pembuangan (juta/ton berat kering) Tahun

Land Application

Lain- lain

Total Landfill Insinerasi Lain -lain Total Total 1998 2000 2005 2010 2,8 3,1 3,4 3,9 1,3 1,4 1,6 1,8 4,1 4,5 5,0 5,7 1,2 1,0 1,0 0,8 1,5 1,6 1,5 1,5 0,1 0,1 0,1 0,1 2,8 2,6 2,6 2,5 6,9 7,1 7,6 8,2 (Sumber : http://www.epa.gov/epaoswer/non-hw/compost/biosolid.pdf) Gambar 2.3

Penggunaan metode konvensional pengolahan lumpur bio di negara-negara Eropa (Sumber :

(8)

2.2 Lumpur Aktif

Sistem lumpur aktif termasuk salah satu jenis pengolahan biologis dimana mikroorganisme berada dalam pertumbuhan tersuspensi. Sistem lumpur aktif ini melibatkan produksi massa yang diaktifkan dari mikroorganisme yang mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Proses lumpur aktif bersifat aerobik, artinya memerlukan oksigen untuk reaksi biologisnya. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara mengalirkan udara atau oksigen murni ke dalam reaktor biologis sehingga cairan dalam reaktor dapat melarutkan oksigen lebih besar dari 2 mg/liter. Jumlah ini merupakan kebutuhan minimum yang diperlukan oleh mikroba dalam lumpur aktif (Setiadi dan Retno, 2003).

Pada sistem biologis ini, mikroorganisme hidup dan tumbuh secara koloni. Koloni ini merupakan gumpalan-gumpalan kecil yang merupakan padatan mudah terendapkan serta menyerupai lumpur sehingga disebut lumpur aktif. Kata “aktif” menunjukkan bahwa selain mereduksi substrat, lumpur juga mempunyai permukaan yang dapat menyerap substrat secara aktif.

Secara prinsip satuan operasi proses lumpur aktif tanpa daur ulang dapat dilihat pada gambar 1.4. Air buangan dalam keadaan tersuspensi. Konsentrasi zat organik di dalam reaktor akan berkurang karena adanya aktivitas mikroorganisme. Kondisi aerobik dicapai dengan aerasi yang juga berfungsi untuk menjaga kandungan reaktor senantiasa tersuspensi. Keluaran dari reaktor dialirkan ke dalam tangki pengendap secara kontinu untuk memisahkan fraksi padat dan cair. Pemisahan fraksi padat ini dapat dilakukan secara gravitasi karena berat jenis padatan lebih besar daripada air.

Gambar 2.4

Satuan proses pengolahan biologis sinambung tanpa daur ulang (Setiadi dan Retno, 2003)

(9)

Berbagai modifikasi telah dilakukan terhadap sistem lumpur aktif, tetapi secara keseluruhan sistem pengolahan dengan lumpur aktif dapat dicirikan dengan tanda-tanda sebagai berikut :

1. Menggunakan lumpur mikroorganisme yang dapat mengkonversikan zat organik terlarut dalam air buangan menjadi biomassa baru dan zat organik 2. Pengolahan dengan lumpur aktif memungkinkan terjadinya pengendapan

sehingga keluaran hanya sedikit mengandung padatan mikroba

3. Pengolahan dengan lumpur aktif mendaur ulang sebagian lumpur mikroorganisme dari tangki pengendap ke reaktor aerasi, kecuali pada reaktor aliran yang teraduk baik (terkadang mikroorganisme tidak perlu didaur ulang). 4. Kinerja pengolahan dengan lumpur aktif bergantung pada waktu tinggal sel

rata-rata di dalam reaktor.

Sistem pengolahan dengan lumpur aktif mempunyai beberapa macam modifikasi proses. Tiga klasifikasi dasar proses lumpur aktif berdasarkan rentang beban proses atau materi organik yang tersedia bagi mikroorganisme adalah tinggi, sedang, dan rendah. Tabel 2.4 berikut menunjukkan rentang MCRT (mean cell

residence time) atau waktu tinggal sel rata-rata dan rasio F:M (Food to Microorganism) atau rasio makanan terhadap mikroorganisme dalam tiap rentang

beban

Tabel 2.4

Rentang beban proses lumpur aktif (Eckenfelder dkk [1992])

Rentang Beban MCRT, hari Rasio F:M lb

BODs/hari/lb MLVSS

Tinggi 3-5 0,4-1,5 Sedang 5-15 0,2-0,4 Rendah 15-30 0,05-0,2

Dalam tiga rentang beban ini, bentuk dan jumlah tangki aerasi bisa dimodifikasi untuk memvariasikan pola aliran. Variasi-variasi ini dapat dirancang dalam cara teraduk sempurna dan aliran sumbat, stabilisasi kontak, umpan bertingkat,

(10)

aerasi lanjut, parit oksidasi, aerasi berlaju tinggi, dan sistem lumpur aktif oksigen dengan tingkat kemurnian tinggi.

2.3 Pemanfaatan Alternatif Lumpur Bio

Lumpur bio merupakan masalah tersendiri pada pengolahan limbah. Masalah ini disebabkan produksi lumpur bio semakin bertambah secara kontinu seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dan 2.2, sementara pengolahan konvensional lumpur bio memerlukan biaya yang tinggi serta resiko pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia. Proses insinerasi hanya akan menghasilkan kalor pembakaran dalam jumlah kecil karena masih terdapatnya air pada lumpur bio dan beresiko menghasilkan polutan udara karena kandungan material yang berbahaya pada lumpur bio. Metode pembuangan lumpur bio dengan metode landfill juga akan mencemari tanah. Metode

land application merupakan metode konvensional yang masih banyak digunakan

karena kandungan material organik berharga yang besar pada lumpur bio. Beberapa negara telah menerapkan batas kandungan senyawa organik dan logam pada lumpur bio seperti yang tercantum pada tabel 2.2. Kandungan senyawa organik dan logam yang melebihi batas dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, tanaman, dan kesehatan manusia. Pengolahan pada lumpur bio agar memiliki kandungan senyawa organik dan logam di bawah batas yang telah diterapkan akan membutuhkan biaya tinggi.

Penelitian-penelitian tentang manajemen lumpur bio sedang dikembangkan selama 20 tahun terakhir. Pemanfaatan lumpur bio untuk produksi biogas, proses penghilangan air dari lumpur bio, serta pengendalian proses termal sering diaplikasikan untuk mengolah lumpur bio. Namun biaya yang harus dikeluarkan juga tinggi. Oleh sebab itu, penelitian untuk mengembangkan proses pengolahan lumpur yang inovatif dan ekonomis masih terus dilakukan. Mayoritas penelitian mengarah pada penggunaan kembali lumpur ataupun produk-produk berharga yang terdapat di dalam lumpur.

Beberapa alternatif pengembangan dalam pengolahan lumpur bio (Rulkens, 2004) ialah :

(11)

a. Meningkatkan kualitas lumpur

Penghilangan partikel-partikel tersuspensi dan koloid merupakan langkah pertama pada pengolahan untuk menghilangkan logam berat dalam bentuk padat. Lumpur kemudian dipresipitasi dengan sodium sulfida untuk menghilangkan logam berat dalam bentuk terlarut. Lumpur dari pengolahan ini akan bebas dari logam berat sehingga dapat diolah secara biologis.

b. Produksi biogas dari lumpur

Produksi biogas sebagai sumber energi dapat diterapkan pada lumpur. Produksi biogas ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pemanasan hidrotermal, mikrowave, penggunaan ozon, enzim, ataupun perlakuan awal menggunakan sodium hidroksida.

c. Penggunaan lumpur sebagai sumber energi langsung

Lumpur dapat digunakan sebagai sumber energi langsung melalui proses insinerasi dari lumpur kering. Proses insinerasi dapat diterapkan pada industri untuk menghasilkan kukus.

d. Penurunan jumlah lumpur

Jumlah lumpur dapat dikurangi dengan menggunakan berbagai cara seperti penggunaan protozoa, perlakuan lumpur oleh kombinasi ozon dengan oksidasi mikrobiologis aerobik, ataupun pengeringan lumpur. Pengeringan lumpur harus melalui tahap-tahap seperti koagulasi atau oksidasi udara basah. Pengeringan dengan teknologi terbaru menggunakan elektro-osmotik, sumber panas buangan berkalori rendah, ataupun pemanasan pada frekuensi tinggi. e. Pemanfaatan lumpur sebagai adsorben

Lumpur bio dapat digunakan kembali pada pengolahan limbah dengan memanfaatkannya sebagai adsorben. Perlakuan-perlakuan, seperti pirolisis, penggunaan agen aktivasi, karbonisasi, dapat diterapkan pada lumpur bio agar dapat berfungsi sebagai adsorben. Adsorben ini dapat digunakan untuk mengadsorpsi zat warna dan berbagai macam polutan pada industri seperti benzen, senyawa organik, dioksin, ataupun SO2. Penelitian tentang adsorben yang dihasilkan dari lumpur bio sedang dikembangkan.

(12)

2.4 Lumpur Bio Sebagai Adsorben

Pemanfaatan lumpur bio sebagai adsorben merupakan pengembangan terbaru terhadap pengolahan lumpur bio. Lumpur bio dapat berfungsi sebagai adsorben setelah diberikan perlakuan-perlakuan untuk membentuk pori pada struktur lumpur bio tersebut. Adsorben dari lumpur bio dapat dihasilkan dengan proses karbonisasi untuk membentuk kokas aktif (Kojima dkk [2002]). Menurut Chiang dkk, adsorben dari lumpur bio dapat diperoleh dengan mencelupkan lumpur bio ke dalam agen aktivasi ZnCl2. Agen aktivasi ini berguna meningkatkan dekomposisi material-material berkarbon yang terdapat pada lumpur bio tersebut serta mengendalikan pembentukan tar. Lumpur selanjutnya akan mengalami proses pirolisis pada rentang temperatur 400 – 800oC. Pirolisis akan menguapkan material-material volatil dan memutuskan ikatan pada material yang terdapat pada lumpur tersebut sehingga akan terbentuk rongga-rongga kosong/pori pada lumpur. Pori-pori tadi yang menyebabkan lumpur dapat berfungsi sebagai adsorben. Model reaksi dan kinetika pirolisis dapat dibangun untuk menjelaskan hubungan reaksi pirolisis sebagai fungsi waktu dan temperatur (Chao dkk [2002]). Optimasi dapat dilakukan dengan model tersebut untuk mendapatkan keadaan proses pirolisis yang menghasilkan adsorben terbaik.

2.4.1 Pirolisis

Pirolisis adalah suatu bentuk pembakaran yang mendekomposisi materi organik secara kimia dengan menggunakan panas tanpa kehadiran oksigen. Mayoritas substansi organik tidak stabil dalam proses sehingga dapat dipisahkan melalui kombinasi cracking panas dan reaksi kondensasi ke dalam fraksi gas, cair, dan padat selama pemanasan dalam atmosfer yang bebas oksigen. Proses pirolisis bersifat sangat endotermis. Oleh sebab itu, pirolisis sering disebut “distilasi destruktif”

Karakteristik tiga fraksi komponen hasil pirolisis :

1. Aliran gas mengandung terutama hidrogen, metana, karbonmonoksida, karbondioksida, dan gas-gas lain bergantung karakteristik organik dari materi yang dipirolisis.

(13)

2. Fraksi yang mengandung aliran aspal dan/atau minyak yaitu berwujud cair pada temperatur kamar dan mengandung zat kimia seperti asam asetat, aseton, dan metanol.

3. Arang, kebanyakan berisi karbon murni dan materi inert apapun yang masuk proses.

Distribusi fraksi produk sangat bervariasi bergantung temperatur pirolisis

Pirolisis merupakan teknologi yang relatif baru muncul. Konsep dasar pirolisis telah dan tengah divalidasi.. Pirolisis biasanya terjadi di bawah tekanan atmosfer dan pada temperatur lebih dari 430 0C. Dalam praktek tidak mungkin dicapai atmosfer yang benar-benar bebas oksigen. Oksigen yang hadir dalam proses pirolisis dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Jika materi yang mudah menguap hadir dalam limbah maka akan terjadi desorpsi panas(http://www.cpeo.org/techtree/glosarry).

Pirolisis mengolah dan menghancurkan senyawa organik semi volatil, bahan bakar, dan pestisida dalam tanah. Pirolisis dapat diterapkan untuk mengolah organik dari limbah pengilangan minyak, limbah aspal batu bara, tanah yang terkontaminasi

creosote (semacam cairan seperti minyak yang dibuat dari ter kayu), hidrokarbon, dan

senyawa organik volatil.

Materi organik ditransformasikan menjadi gas, cairan dalam jumlah kecil, dan residu padat yang mengandung karbon dan abu. Gas buangan dapat diolah dalam unit oksidasi termal sekunder. Peralatan pembuang partikulat juga dibutuhkan. Beberapa unit pirolisis tersedia, seperti rotary kiln, rotary hearth furnace dan fluidized

bed furnace. Unit-unit ini serupa dengan insinerator kecuali mereka beroperasi pada

temperatur yang lebih rendah dan lebih sedikit persediaan udaranya.

Proses oksidasi lelehan garam juga bisa digunakan dalam proses pirolisis limbah. Pada oksidasi lelehan garam, limbah yang dapat terbakar dioksidasi dalam wadah berisi lelehan garam pada temperatur 500 – 950 0C. Tidak ada nyala api langsung pada proses ini. Limbah padat diinjeksikan dengan udara di bawah permukaan wadah berisi lelehan garam. Gas panas timbul dan garam yang menjadi basa mengikat asam dari gas. Panas dari lelehan garam terdegradasi dan melelehkan materi limbah. Bath garam berisi cairan yang menghilangkan beberapa partikel dalam gas. Produk samping tetap disimpan dalam lelehan. Gas yang keluar dari bath garam diproses dengan sistem emisi pembersihan sebelum dikeluarkan ke atmosfer. Lelehan

(14)

garam yang sudah digunakan diambil dari reaktor, didinginkan dan ditempatkan dalam

landfill. Ada kekhawatiran proses yang menghancurkan molekul organik berklorin

oleh panas berpotensi menciptakan produk pembakaran yang tidak sempurna termasuk dioksin dan furan. Senyawa-senyawa ini sangat beracun. Lelehan garam yang dipakai dapat bersifat berbahaya dan membutuhkan penanganan tertentu untuk dibuang.

Pirolisis tidak efektif baik dalam menghancurkan atau memisahkan inorganik dari media terkontaminasi. Logam-logam volatil dibuang sebagai hasil dari proses temperatur tinggi tetapi logam-logam tersebut tidak terhancurkan. Produk samping yang mengandung logam berat membutuhkan stabilisasi sebelum pembuangan. Ketika gas buangan didinginkan, cairan akan berkondensasi, memproduksi minyak tar dan air yang terkontaminasi. Tar dan minyak ini merupakan limbah yang berbahaya sehingga dibutuhkan proses, metode penyimpanan, dan pembuangan tertentu.

2.4.2 Adsorpsi

Adsorpsi berbeda dengan absorpsi karena absorpsi merupakan peristiwa yang terjadi sewaktu gas ataupun cairan memasuki struktur padatan dan membentuk campuran padat. Adsorpsi padat-cair memiliki kemiripan dengan mekanisme adsorpsi yang lain. Pada proses adsorpsi padat-cair, molekul-molekul yang berada pada fasa cair akan menempel pada permukaan padatan yang merupakan hasil dari gaya tarik pada permukaan padatan dan energi kinetik molekul-molekul cair.

Melalui unit operasi adsorpsi, sistem campuran yang berfasa gas atau cair, secara selektif dapat ditangkap dan dihilangkan dari aliran gas atau cair dengan menggunakan variasi bahan spesifik sebagai adsorben. Bahan yang diadsorpsi oleh adsorben dikenal dengan adsorbat.

Dua prinsip dari mekanisme adsorpsi ialah adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Bila molekul-molekul cair mencapai permukaan adsorben tanpa reaksi kimia, fenomena ini disebut adsorpsi fisik. Mekanisme adsorpsi ini dapat melalui elektrostatik intermolekular atau gaya Van der Waals, ataupun dapat juga tergantung pada konfigurasi fisik dari adsorben seperti struktur pori-porinya. Adsorpsi fisik akan terjadi bila terjadi perbedaan energi dan/atau gaya tarik listrik sehingga molekul

(15)

Jika molekul-molekul cair menempel pada permukaan adsorben melalui reaksi kimia dan pembentukan ikatan kimia, fenomena ini disebut sebagai adsorpsi kimia. Proses adsorpsi kimia merupakan proses yang bersifat tidak dapat balik (irreversibel) karena energi diperlukan untuk membentuk senyawa kimia yang baru pada permukaan adsorben.

Tabel 2.5. Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia Parameter Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia

Adsorben Adsorbat Rentang suhu Laju reaksi Energi aktivasi Panas adsorpsi Lapisan Reversibilitas

Semua zat padat Semua larutan gas Dibawah suhu kritis

Suhu rendah Rendah Rendah Dapat berlapis Sangat reversibel

Beberapa zat padat Beberapa senyawa yang reaktif

Umumnya suhu tinggi Tidak tentu Tinggi Tinggi Lapisan tunggal Terkadang (Sumber : Smith, 1982)

Sifat khas yang dimiliki oleh adsorben ialah memiliki luas permukaan yang besar. Sifat-sifat bahan yang diadsorpsi dan sifat-sifat yang ada pada permukaan adsorben merupakan faktor yang mempengaruhi adsorpsi. Parameter-parameter berikut dapat digunakan untuk meningkatkan kelayakan dari adsorpsi fisik :

a. Meningkatkan konsentrasi adsorbat b. Meningkatkan luas permukaan adsorben c. Memilih adsorben yang terbaik

d. Menghilangkan kontaminan sebelum adsorpsi e. Meningkatkan waktu kontak adsorpsi

f. Penggantian atau regenerasi adsorben dengan frekuensi tertentu

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi dan laju adsorpsi diantaranya ialah luas permukaan dan ukuran partikel adsorben, sifat-sifat adsorben dan adsorbat, pH, suhu, konsentrasi adsorbat, ukuran molekul adsorbat, dan kompetisi campuran zat terlarut.

(16)

2.4.2.1 Mekanisme adsorpsi

Kinetika adsorpsi menerangkan tentang laju adsorpsi suatu solut dengan cara menentukan waktu tinggal yang dibutuhkan untuk selesainya suatu proses adsorpsi. Proses kinetika adsorpsi menguraikan laju dimana molekul dipindahkan dari larutan ke permukaan partikel adsorben (Banerje, 1997). Oleh sebab itu, molekul tersebut harus melalui suatu lapisan tipis dari pelarut yang mengelilingi partikel adsorben. Selanjutnya molekul adsorbat dipindahkan ke lokasi di dalam pori dan terakhir partikel adsorben berikatan dengan adsorbat.

2.4.2.2 Adsorpsi Isotermal

Adsorpsi isotermal menunjukkan hubungan yang spesifik antara konsentrasi adsorbat dengan derajat penghilangannya dari larutan oleh suatu adsorben pada temperatur tetap. Hubungan pada adsorpsi isotermal dinyatakan dengan Ce (konsentrasi adsorbat residual) dan qe (jumlah senyawa yang teradsorbsi per satuan berat adsorben). Adsorpsi isotermal dapat digunakan untuk menghitung kapasitas adsorpsi dari adsorben dan untuk menjelaskan kondisi kesetimbangan adsorpsi pada berbagai kondisi percobaan yang berbeda. Pemodelan adsorpsi isotermal yang banyak digunakan ialah model adsorpsi Langmuir dan model adsorpsi Freundlich.

2.4.2.3 Adsorpsi Isotermal Langmuir

Model adsorpsi isotermal Langmuir mengikuti persamaan :

e e m e b.C 1 .b.C q q + = (2.1) dimana

qe = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] qm = kapasitas adsorpsi maksimum [mg/g]

b = tetapan energi ikatan antara adsorbat dan adsorben [l/mg] Ce = konsentrasi adsorbat residual [mg/l]

Model ini mampu menghitung kapasitas adsorpsi logam maksimum (qm) Jumlah adsorbat yang teadsorpsi pada adsorben dapat dihitung dengan persamaan :

(17)

m ) C -V.(C q 0 e e = (2.2) dimana

qe = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] V = volume larutan [l]

Co = konsentrasi adsorbat awal [mg/l] Ce = konsentrasi adsorbat residual [mg/l] m = massa kering adsorben [g]

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model Langmuir ialah (Langmuir, 1918) :

1. Adsorpsi dibatasi hanya pada lapisan tunggal 2. Terbatasnya tempat untuk terjadinya adsorpsi

3. Proses adsorpsi terjadi dapat balik (reversibel) dan akan mencapai kesetimbangan

4. Adsorpsi terlokalisasi dan tidak terjadi interaksi antara adsorbat-adsorben 5. Energi adsorpsi pada setiap sisi adalah sama dan tidak tergantung pada

permukaan adsorben yang tertutup atau adsorben mempunyai permukaan yang homogen

6. Tidak ada perpindahan spesi yang teradsorpsi

2.4.2.4 Adsorpsi Isotermal Freundlich

Model adsorpsi isotermal Freundlich mengikuti persamaan :

qe =KF.Ce1/n (2.3)

dimana

qe = kapasitas adsorpsi dari adsorben [mg/g] KF = tetapan Freundlich

= kapasitas adsorpsi dari adsorben [(mg/g)(1/mg)1/n] Ce = konsentrasi adsorbat residual [mg/l]

(18)

Asumsi yang digunakan pada model Freundlich ialah permukaan adsorben heterogen. Harga n dan harga qe yang semakin besar menujukkan bahwa pemakaian adsorben semakin layak secara ekonomi. Isoterm Freundlich diturunkan dengan pendekatan model Langmuir pada permukaan yang tidak berbentuk. Harga KF menujukkan kapasitas adsorpsi menyeluruh dan 1/n adalah faktor heterogen yang menunjukkan kekuatan energi ikat antara adsorbat dan adsorben. Kedua harga ini penting dalam memilih suatu adsorben sebagai media pemisah.

Gambar

Tabel 2.5. Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia   Parameter  Adsorpsi Fisika  Adsorpsi Kimia

Referensi

Dokumen terkait

Zat aktivator tersebut akan memasuki pori dan membuka permukaan karbon yang tertutup, dengan demikian pada saat dilakukan proses perendaman senyawa pengotor yang berada

Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi menggunakan adsorben kulit jengkol untuk menjerap ion logam Pb (II) yang merupakan pengolahan tingkat ketiga dalam

Secara umum proses yang terjadi yaitu partikel-partikel kecil zat penyerap (adsorben) ditempatkan di dalam suatu adsorber (kolom adsorpsi),kemudian fluida dialirkan melalui

Pelatihan merupakan proses keterampilan kerja timbal balik yang bersifat membantu, oleh karena itu dalam pelatihan seharusnya diciptakan suatu lingkungan di mana

Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu zat kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu lapisan

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul yang diadsorpsi pada permukaan adsorben

b.Resin akrilik polimerisasi kimia (self/cold cured resin acrylic) adalah jenis resin akrilik yang proses polimerisasinya tidak memerlukan bantuan energi panas maupun energi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan komponen campuran senyawa kimia terlarut dengan sistem adsorpsi pada fase diam padat atau sistem partisi diantara