• Tidak ada hasil yang ditemukan

RITUS PENARI TOPENG CIREBON DALAM MEMBANGUN IDENTITAS SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RITUS PENARI TOPENG CIREBON DALAM MEMBANGUN IDENTITAS SOSIAL"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

RITUS PENARI TOPENG CIREBON DALAM MEMBANGUN IDENTITAS SOSIAL

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu Dalam Ilmu Sosiologi Agama

Oleh:

Ghina Amaliyah Sholihah 12540008

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini Penulis persembahkan untuk Almamater tercinta UIN SUNAN KALIJAGA Program Studi Sosiologi Agama, Ibu & Bapa

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya serta memberikan nikmat sehat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Ritus Penari Topeng Cirebon Dalam Membangun Identitas Sosial”. Skripsi ini penulis buat guna menyelesaikan jenjang studi Strata Satu (S1) pada program studi Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis akan mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. KH. Yudian Wahyudi MA., P.Hd, Selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2. Dr. Alim Roswantoro S.Ag., M.Ag, Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam.

3. Adib Sofia S.S., M.Hum, Selaku Ketua program studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam.

4. Dr. Moh Soehadha S.Sos., M.Hum, Selaku pembimbing yang dengan ikhlas, sabar, dan penuh kebijaksanaan dalam memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

ix

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sosiologi Agama yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada saya.

6. Ibu dan Bapa tercinta, terimakasih tak terhingga yang sampai detik ini masih memberikan nasehat-nasehat, dorongan, semangat, bimbingan, dan doa-doanya ke Ghina.

7. Kedua adikku (Arin dan Cia) dan keluargaku yang telah memberikan doa, nasehat dan dukungannya baik moril maupun materil.

8. Teman-teman Sosiologi Agama angkatan 2012 yang telah berbagi ilmu dan pengalaman.

9. Alfi, Wilda, Nur, Ayuma, Selfi, Soimah dan Rahma yang selalu berbagi suka duka dan kegalauan selama di Jogja terimakasih semuanya.

10. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan pahala yang melimpah dari Allah SWT, walaupun masih jauh dari kesempurnaan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 22 Maret 2016

Ghina Amaliyah Sholihah 12540008

(10)

x

ABSTRAK

Tari topeng merupakan salah satu kesenian tradisonal yang menjadi ikon dari kota Cirebon, tari topeng Cirebon ditampilkan oleh seorang penari maupun beberapa orang penari, di Cirebon penari topeng biasa dikenal dengan sebutan dalang topeng. Tari topeng Cirebon memiliki dua tipologi yaitu : penari wilayah barat (gaya Gegesik, Slangit dan Palimanan) dan penari wilayah timur yaitu Losari. Kedua tipologi tersebut memiliki identitas yang berbeda, penari topeng gaya timur lebih menjadikan tarian itu sebagai doa atau ruwatan sedangkan penari topeng wilayah barat lebih menjadikan tarian itu sebagai hiburan.

Fokus pembahasan skripsi ini terkait dua hal, yaitu: pertama, apa makna ritual dalam pementasan tari topeng Cirebon dan kedua, bagaimana penari topeng Cirebon membentuk identitasnya sehari-hari. Data penelitian ditempuh melalui metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan data pengalaman individual (individual‟s life history).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, terdapat dua macam ritual dalam pertunjukkan tari topeng Cirebon, yaitu ritual fisik yang dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada benda kuno dengan memberi makan benda-benda yang disakralkan untuk mengeluarkan energi lama dan digantikan dengan energi baru (mupuk). Dan ritual batin yang dimaknai sebagai upaya untuk memperoleh keselamatan sebagai bentuk pengosongan diri melalui tirakat-tirakat yang dijalankan agar penari topeng selalu memiliki sifat ikhlas (menep) dan dilatih untuk belajar prihatin agar penari selalu mendapatkan keselamatan. Kedua, penari topeng keturunan dan non keturunan memiliki identitas yang berbeda, penari topeng keturunan lebih dikenal dengan mistiknya dibandingkan dengan penari non keturunan. Perbedaan identitas tersebut dapat dilihat dari motifnya menjadi penari, nilai historisnya, dan nilai estetik dalam menyampaikan makna-makna filosofis tari topeng. Penari topeng keturunan terikat oleh syarat-syarat dan ritual khusus dari keturunannya, hal ini sebagai bentuk untuk memelihara identitas kelompok penari topeng Cirebon keturunan, berbeda dengan penari topeng non keturunan yang tidak terikat oleh syarat-syarat dan ritual khusus, identitas penari topeng non keturunan hanya sebagai bentuk hiburan, menyalurkan hobi dan pelestarian budaya.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Kerangka Teori... 13

F. Metode Penelitian... 18

1. Jenis Penelitian ... 18

2. Sumber Data ... 19

a. Sumber Data Primer ... 19

(12)

xii

3. Teknik Pengumpulan Data ... 19

a. Observasi ... 19

b. Wawancara ... 20

c. Dokumentasi ... 21

d. Data Pengalaman Individual ... 22

4. Teknik Analisis Data ... 22

G. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II TARI TOPENG CIREBON SEBAGAI IKON KOTA CIREBON A. Sejarah Cirebon ... 25

B. Letak Geografis dan Kependudukan Cirebon ... 26

C. Kesenian Cirebon ... 29

D. Adat Istiadat Masyarakat Cirebon ... 36

E. Kondisi Keagamaan ... 39

F. Sejarah Tari Topeng Cirebon ... 42

BAB III RITUS TARI TOPENG DAN MAKNANYA ... 50

A. Ritus Menjadi Penari Topeng Cirebon ... 50

B. Tipologi Penari ... 53

C. Ritual Penari Topeng Cirebon ... 57

D. Makna Ritual Tari Topeng Cirebon ... 65

BAB IV IDENTITAS SOSIOLOGIS PENARI TOPENG CIREBON DAN PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PENARI TOPENG CIREBON ... 71

(13)

xiii

B. Profil Penari Topeng Cirebon ... 80

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Penari Topeng Cirebon ... 87

BAB V PENUTUP ... 92 A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 97 DAFTAR ISTILAH ... 101 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 : Dokumentasi

Lampiran 2 : Pedoman Wawancara Lampiran 3 : Surat Izin Riset Lampiran 4 : Curiculum Vitae Lampiran 5 : Daftar Informan

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Nur Anani M. Irman S.Sen (Penari Topeng Cirebon Keturunan Gaya Losari) ... 104 Gambar. 2 Toni Damasah Wijaya (Penari Topeng Cirebon Non Keturunan Gaya Slangit) ... 104 Gambar. 3 Shindy Novita (Penari Topeng Cirebon Non Keturunan) ... 104 Gambar. 4 Macam-macam Topeng Cirebon ... 104 Gambar. 5 Wawancara dengan Hj. Juni (Penari Topeng Cirebon Keturunan Gaya Gegesik ... 105 Gambar. 6 Wawancara dengan Nur Anani M. Irman S.Sen (Penari Topeng Cirebon Keturunan Gaya Losari) ... 105 Gambar. 7 Wawancara dengan Zaenal Masduqi M. Ag MA (Tokoh masyarakat) ... 105 Gambar. 8 Wawancara dengan R. Achmad Opan Safari Hasyim (Ahli filologi dan Budayawan Cirebon) ... 105

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tidak diwariskan secara biologis, tetapi diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan merupakan pernyataan dan perwujudan dari kehendak perasaan dan pikiran manusia. Oleh karena itu, kebudayaan dapat berkembang dari tingkat yang sederhana menuju ke tingkat yang lebih kompleks sesuai dengan tingkat pengetahuan manusia sebagai pendukung kebudayaan tersebut. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia sendiri karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia sendiri.1

Kebudayaan mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia bahkan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Dengan kata lain, manusia merupakan aktor dari kebudayaan karena bertindak dalam lingkup kebudayaan. Sebagaimana yang dipaparkan Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.2

1 Elly setiadi M. “Ilmu Sosial dan Budaya Dasar” ( Bandung: Kencana Prenada Media

Group, 2007) hlm. 40.

2

Koentjaraningrat. “ Pengantar Ilmu Antropologi” (Jakarta: PT Ranaka Cipta, 1990) hlm. 180

(16)

2

Menurut konsep C. Kluckhohn, kebudayaan di dunia memiliki tujuh unsur universal yaitu : bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, ilmu pengetahuan, religi, dan seni.3 Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan yang universal. Setiap bangsa, suku bangsa bahkan setiap diri manusia mempunyai seni demikian pula Indonesia yang dihuni oleh ratusan suku bangsa mempunyai kesenian yang tentunya beraneka ragam. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya hasil karya seni dari masing-masing suku yang masih bertahan hingga sekarang.4

Cirebon merupakan salah satu wilayah yang multi budaya, agama, dan etnis dan cirebon juga diclaim sebagai kota wali. Berangkat dari sini cirebon sering menjadi bahan riset dari tingkat regional, nusantara, dan internasional. Hal yang menarik dari aspek-aspek diatas adalah aspek budaya yang masih relatif jarang untuk diteliti padahal budaya itu memiliki makna sosial dan makna religious, salah satunya adalah budaya Tari Topeng.

Cirebon adalah salah satu daerah yang kaya akan nilai-nilai religious, budaya ini dapat kita rasakan pada tradisi masyarakat Cirebon yang mengacu pada nilai-nilai budaya agraris serta masyarakat yang memeluk agama dalam

3 Koentjaraningrat. “Beberapa Pokok Antropologi Sosial” (Jakarta: Penerbit Dian Rakjat, 1967) hlm. 7.

4 Sujarno dkk. “Seni Pertunjukkan Tradisional, Nilai, Fungsi, dan Tantangannya” (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003) hlm. 1.

(17)

3

kegiatan-kegiatan apa adanya. Wujud ekspresi seperti ini dapat dilihat dari hasil seni tradisional Cirebon yang erat kaitannya dengan upacara ritual.5

Tari Topeng Cirebon merupakan kesenian asli daerah Cirebon , tarian ini dinamakan Tari Topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Tari topeng banyak sekali ragamnya dan seringkali mengalami perkembangan dalam hal gerak, kostum, cerita, maupun fungsi yang ingin disampaikan. Tari Topeng dapat dimainkan oleh seorang penari dan bisa juga dimainkan oleh beberapa orang penari.6

Selama ini sebagian orang memandang Tari Topeng hanya sebagai hiburan, padahal dibalik Tari Topeng tersebut sarat makna Topeng dalam perspektif Sosiologi dan Antropologi merupakan dua gabungan antara peran manusia sebagai wilayah Sosiologi dan bentuk seni Topengnya wilayah Antropologi, sehingga Topeng menggambarkan integrasi antara manusia dan budaya. Makna yang terkandung dalam Topeng mengungkapkan berbagai realitas manusia dan menggambarkan pengalaman keagamaan masyarakat.

Dalam pertunjukkannya Penari Topeng menyampaikan pesan budaya dan agama. Selama ini agama diekspresikan oleh agamawan sedangkan seringkali agama itu diekspresikan oleh doktrin-doktrin sehingga agama terkesan tidak mempunyai seni estetikya. Namun sayangnya, nilai estetika didalam seni itu sering dikecam oleh tokoh agama yang bersifat normatif padahal agamapun

5 Rucita. “Wayang Golek Gepak Cirebon” (Cirebon: UPTD Pelayanan Informasi Budaya dan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon, 2014) hlm. 19.

6 Nurul Fitri. “Tari Topeng Cirebon Kesenian yang Diislamkan”, dalam skripsi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, hlm. 2.

(18)

4

tidak terlepas dari integrasi dengan budaya, dilihat dari historisitasnya para wali menyebarkan agama islam dengan seni.

Menurut Gadamer, sebelum kita benar-benar memahami alam dan dunia dengan pendektan ilmiah dan konseptual, maka dunia itu sendiri telah menampakan diri dalam intuisi ke-seni-annya. Bukan berarti pengalaman berkesenian adalah yang paling benar, yang dimaksud ialah bahwa riak batin dan getar nurani itu sendiri telah menjadi sebuah intuisi yang membawa seseorang kepada pengetahuan yang akan dikonsepkan secara ilmiah. Dengan menjelajahi peninggalan-peninggalan seni, Gadamer sampai pada satu pikiran bahwa karya seni bukan hasil khayalan dan tumpukan perasaan seseorang secara subjektif, ada dunia objektif yang sebenarnya tersimpan dibaliknya, kita berhasil memahaminya karena terjadi perjumpaan bukan penemuan atau pemilikan. Jadi, pengalaman menikmati karya seni merupakan sebuah keterlibatan (kita menangkap sari patinya kemudian menatap pencitraannya).7

Melalui gerakannya Penari Topeng dapat mengkomunikasikan pesan yang terkandung dalam tariannya. Melalui ekspresinya, sang Penari mengekspresikan pesan moral yang dihadapi masyarakat dan mengkritik masyarakat yang terbawa akan arus globalisasi. Tari Topeng menceritakan tentang perjalanan kehidupan manusia dan kehidupan sosial dan keberagamaan dalam masyarakat.

7 Martinho G. da Silva Gusmao. “Hans-George Gadamer: Penggagas Filsafat

Hermeneutika Modern Yang Mengagungkan Tradisi” (Yogyakarta: PENERBIT PT KANISIUS, 2012) hlm. 90-91.

(19)

5

Seni-seni budaya lokal dapat mengkomunikasikan berbagai unsur masyarakat dan dapat memperkuat hubungan antara budaya dan agama. Tari Topeng merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi media komunikasi sosial dengan agama, jika dilihat dari cerita-cerita yang terlihat dalam Tari Topeng tersebut, budaya Topeng yang ada di Cirebon tidak hanya sekedar hiburan tetapi didalamnya mengandung unsur-unsur agama, sosial dan kritik terhadap fenomena sosial dan agama yang bersifat normatif. Kesenian Topeng ini sebenarnya mengungkap fenomena kepalsuan dalam bermasyarakat dan beragama.

Adanya arus globalisasi pada saat ini sangat berdampak terhadap pola pemikiran masyarakat yang beranggapan bahwa tari topeng merupakan kebudayaan yang kuno dan tidak menarik sehingga munculah hilangnya rasa kepedulian dan kecintaan masyarakat terhadap budaya nusantara. Pada hakikatnya, budaya nusantara merupakan identitas dan jati diri dari bangsa Indonesia. Untuk itu, perlu adanya pelestarian budaya nusantara sebagai bentuk penguatan kearifan lokal.

Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa, memiliki peran penting bagi perkembangan bangsa itu sendiri karena budaya mampu memberikan tatanan nilai yang cukup besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di zaman yang modern seperti sekarang ini, diharapkan masyarakat dapat mempertahankan dan kembali memperhatikan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.

(20)

6

Dalam perspektif Clifford Geertz, unsur budaya jawa seperti pusaka, keris, jimat, seni, penari dan kearifan lokal lainnya dianggap memiliki pemaknaan terhadap agama dan kekuatan mistik. Data mistis yang diyakini seseorang sangat berguna untuk melacak dan memahami sejarah hidup dan sifat dasar kepribadian orang bersangkutan, maka dalam hal ini Cirebon merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan tidak bisa terlepas dari mitos termasuk dalam Tari Topeng serta Penarinya yang memiliki mitos tersendiri.

Mitos yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Cirebon adalah cara masyarakat untuk merepresentasikan diri dengan dunianya. Mitos merupakan sistem moral kosmologi dan sejarah bagi masyarakat, hal ini sejalan dengan pendapat Emile Durkheim yang mengatakan bahwa masyarakat tidak bisa terlepas dari budaya dan mitos.Bahkan Sigmund Freud sang pelopor psikoanalisis tidak ragu menggunakan data mistis sebagai bahan bagi pengembangan teorinya. Menurutnya, data mistis yang diyakini seseorang sangat berguna untuk melacak dan memahami sejarah hidup dan sifat dasar kepribadian orang bersangkutan. Pengaruh Freudian ini terasa pada makin maraknya studi-studi lebih lanjut tentang mitos dan simbolisme.8

Muhaimin AG mengatakan bahwa mitos-mitos yang banyak ditemui dan berkembang di berbagai satuan budaya sering dipandang sebelah mata oleh sebagian orang karena dianggap ilusi belaka. Menurutnya, mitos hendaknya

8

(21)

7

tidak hanya dibaca dari otentisitas materialnya, tetapi dari makna esensi dan pesan sosial serta pesan kultural dari, dan bagi, masyarakat pemiliknya.9

Penari yang memainkan peran Topeng di Cirebon memiliki keunikan dan kekhasan tersediri diantaranya terdapat unsur-unsur mistis dalam ajaran tasawuf, karena secara geneologi topeng itu merupakan warisan penyebar Islam di Cirebon yakni Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Penari Topeng dituntut untuk mengekspresikan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama sesuai dengan kedok yang digunakan.

Dalam bahasa Cirebon, Topeng dikenal sebagai kedok yang berarti kedudukan, Penari Topeng memerankan perannya sesuai dengan kedudukannya atau ekspresi yang diperankannya. Ketika memerankan lakonnya, sang Penari tidak sadar dengan dirinya karena pengaruh ritual yang ia jalankan sebelum mementaskan tari tersebut. Penari Topeng Cirebon mempunyai 2 tipologi, yaitu : Penari Topeng Cirebon wilayah Barat (gaya Gegesik, Slangit, dan Palimanan) dan Penari Topeng Cirebon wilayah Timur yaitu gaya Losari. Masing-masing tipologi tersebut memiliki ekspresi tarian yang berbeda.10

Sebelum mementaskan Tari Topeng Cirebon, ada ritual-ritual tertentu yang berbau magis. Di wilayah Cirebon, sebagian masyarakatnya masih meyakini adanya makhluk-makhluk halus sehingga sebelum dan sesudah pertunjukan mereka melakukan ritual tertentu. Jika ada pementasan mereka

9 Pengantar Buku Nderes Tradisi untuk Kearifan Lokal.

10

Wawancara dengan Opan (Ahli Filologi Cirebon) Jum’at 15 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB.

(22)

8

melakukan ritual dengan bacaan-bacaan tertentu dan menggunakan kemenyan. Mereka melakukan hal seperti ini karena mengharapkan keselamatan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Ritus Penari Topeng Cirebon dalam Membangun Identitas Sosial.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apa makna ritual dalam pementasan Tari Topeng Cirebon ?

2. Bagaimana Penari Topeng Cirebon membangun identitas mereka sehari-hari ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk Mengetahui makna ritual yang dijalankan oleh para penari topeng Cirebon sebelum memestaskan Tari Topeng Cirebon.

2. Untuk mengetahui identitas Penari Topeng di Cirebon. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan khususnya tentang Tari Topeng Cirebon karena minimnya referensi mengenai Tari Topeng supaya keberadaannya tetap eksis dan tidak hilang ditelan zaman.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat merubah citra masyarakat terhadap Tari Topeng dan Penarinya.

(23)

9

3. Dengan penelitian ini diharapkan adanya pemahaman mengenai integrasi-interkoneksi antara seni dan agama bahwa seni itu merupakan salah satu media penyebaran agama.

4. Penelitian ini diharapkan dapat membentuk regenerasi Penari Topeng selanjutnya agar seni Tari Topeng tetap eksis dan mendunia.

D. Tinjauan Pustaka

Kepustakaan merupakan sumber data untuk memperkuat hasil penelitian namun tulisan yang secara khusus membahas tentang Penari Topeng belum banyak ditemukan kebanyakan tulisan-tulisan tersebut menjelaskan tentang tariannya bukan penarinya. Adapun beberapa tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Nurul Fitri (2013), berjudul “Tari Topeng Cirebon Kesenian yang Diislamkan” dari Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Dijelaskan bahwa Tari Topeng Cirebon terus berkembang bersamaan dengan situasi dan konteks sosial serta kehidupan keagamaan yang mempengaruhinya. Dalam perkembangannya Tari Topeng Cirebon tetap menyimpan makna yang dalam dan sarat dengan nilai-nilai islam, menurut sejarahnya Tari Topeng Cirebon awalnya hanya sebagai pemujaan dan hiburan semata tetapi dalam perkembangannya, Tari Topeng Cirebon dijadikan sebagai media dakwah oleh Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di Jawa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tari topeng Cirebon merupakan kesenian

(24)

10

yang diislamkan, terbukti dengan dimasukkannya nilai-nilai Islam dan divisualisasikan melalui unsur gerak, cerita, kostum, serta fungsinya.

Serangkain gerak dalam kelima karakter Tari Topeng Cirebon seluruhnya mengandung nilai-nilai Islam, terdapat Sembilan gerak pokok yang menjadi inti dari keseluruhan gerak yaitu : adeg-adeg (Iman Islam), pasangan (tolong menolong), capang (tolong menolong), banting tangan (bekerja keras), jangkungilo (mengukur keinginan dengan kemampuan), godeg (tidak melakukan perbuatan yang tidak baik), gendut (tidak boleh rakus), kenyut (senantiasa menyukai hal-hal yang disukai Allah), dan nindak atau njangka (selalu bertindak pada jalannya). Dalam cerita Tari Topeng Cirebon, para Wali memasukkan nilai Islam dengan merubah cerita Tari Topeng yang mulanya hanya tarian biasa menjadi lima karakter yang disebut Panca Wanda. Dari kelima karakter itu merupakan tingkatan cara manusia mendalami islam, yaitu dengan ilmu tasawuf yang terdiri dari empat tingkatan yaitu Syariat, Hakekat, Tarekat dan Ma’rifat.11

Kedua, Tesis yang ditulis oleh Nurul Fitri, berjudul “Makna Pesan Komunikasi Non-verbal dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon”, dari Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia. Dijelaskan bahwa makna ekspresi Penari Topeng sebelum menggunakan kedok adalah sesuai dengan karakter dari masing-masing cerita, namun ekspresi muka harus tetap serius karena Penari

11 Nurul Fitri. “Tari Topeng Cirebon Kesenian yang Diislamkan”. Dalam skripsi

(25)

11

harus bisa menghayati setiap ekspresi dari tariannya. Makna busana yang dipakai merupakan suatu bentuk pesan yang akan disampaikan kepada komunikannya yaitu Penonton. Makna gerakan yang dipakai merupakan suatu bentuk pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui bahasa tubuh, dan makna ruangan atau tempat yang dipakai merupakan suatu bentuk yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui tempat.12

Buku karya Toto Amsar Suanda yang berjudul “Topeng Cirebon” terbitan Jurusan Tari STSI Bandung tahun 2009. Buku ini merupakan bahan ajar mata kuliah Topeng Cirebon Program Studi Seni Tari STSI Bandung, dalam buku ini, lebih banyak membahas mengenai koreografi dari berbagai macam Tari Topeng Cirebon, seperti: Tari Topeng Panji, Tari Topeng Pamindo, Tari Topeng Rumyang, Tari Topeng Tumenggung dan Tari Topeng Klana. Koreografi atau susunan gerak Tari Topeng Cirebon pada umumnya tidak baku. Artinya, setiap tari bisa dibawakan dengan pembendaharaan gerak yang banyak atau sedikit (panjang atau pendek), dan setiap kali ditampilkan, susunan geraknya bisa berubah-ubah sesuai keinginan Penarinya.

Buku ini juga membahas mengenai sejarah Tari Topeng Cirebon dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pertunjukan seni Tari Topeng Cirebon, seperti kostum, panggung, gamelan, sesaji atau ritual, dan lainnya. Kostum yang dipakai pada saat pertunjukan Tari Topeng sesuai dengan jenis Topeng apa yang ingin ditampilkan, Jika Topeng Panji maka kostumnya memakai kedok

12 Nurul Fitri. “Makna pesan Komunikasi Non Verbal dalam Kesenian Tari Topeng

Cirebon (Bandung: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia , 2013) hlm. 8.

(26)

12

berwarna putih, Topeng Pamindo memakai kedok berwarna putih kecoklatan atau krem, Topeng Rumyang memakai kedok berwarna merah jambu, Topeng Tumenggung memakai kedok berwarna merah bata, dan Topeng klana memakai kedok berwarna merah menyala.

Dari penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yang membedakannya yaitu:

1. Penulis lebih memfokuskan penelitian terhadap penarinya sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya hanya memfokuskan pada seni tarinya. 2. Dalam skripsi yang ditulis oleh Nurul Fitri, lebih memfokuskan terhadap

makna islami dari unsur-unsur Tari Topeng Cirebon sedangkan dalam penelitian ini, Peneliti membahas makna ritual yang dijalankan oleh Penari Topeng Cirebon.

3. Teori yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya berbeda, dalam skripsi Kesenian Cirebon yang diislamkan menggunakan teori akulturasi sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Identitas Sosial Henry Tajfel dan Emile Durkheim tentang Profan dan Sakral.

4. Informan dalam penelitian sebelumnya tidak melibatkan Penari, melaikan hanya terfokus kepada sanggar dan masyarakat tetapi dalam penelitian ini, Peneliti melibatkan Penari sebagai informan utama dalam penelitian ini. Berbagai kajian pustaka tersebut dipaparkan untuk merujuk pihak peneliti dan sebagai keaslian penelitian ini.

(27)

13

E. Kerangka Teori

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari keanggotaannya dalam kelompok sosial dan memiliki nilai nasional yang dilekatkan dalam keanggotaannya itu.13 Setiap kelompok memiliki fokus kegiatan yang berbeda-beda sehingga didalam diri seseorang terdapat bermacam-macam identitas (sesuai dengan kegiatan kelompok yang diikuti). Kelompok-kelompok ini antara lain: kelompok pekerjaan, kelompok penggemar, kelompok politik, kelompok agama, dan kelompok lain yang memperkuat aspek diri seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa identitas yang melekat dalam diri individu yang tergabung dalam kelompok bersifat fleksibel tergantung bagian dari kelompok mana yang dirasakan paling nyaman dan aman berafiliasi.14

Identitas sosial seseorang turut membentuk konsep diri, serta melibatkan seseorang dalam situasi dan kondisi tertentu serta memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam masyarakat. Peter L Berger mendefinisikan identitas diri dengan mengarahkannya pada proses pemberian sosial atas diri individu, dia mengatakan bahwa sebuah identitas merupakan definisi yang diberikan secara sosial, dijaga secara sosial dan ditransformasikan secara sosial pula.

13 Suyoto Usman. “Sosiologi” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm 106.

14 Kadeq Reqno Astyaka Putri, “Hubungan Antara Identitas Sosial dan Konformitas

dengan Perilaku Agresi pada Suporter Sepak Bola Persisam Putra Samarinda” (eJurnal Psikologi, 2013) hlm. 245.

(28)

14

Menurut Sherman (1994), setiap orang berusaha membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah representasi diri yang membantu kita mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri kita. Dengan mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa diri (self) dan siapa orang lain (others).

Dalam bidang sosiologi, konsep identitas mengacu kepada struktur keanggotaan kelompok, seperti peranan sosial, kategori dan ciri yang dapat menunjukkan seorang individu dalam suatu kelompok tertentu.15 Teori identitas sosial yang dikemukakan oleh Henri Tajfel dan John Turner tentunya ingin menjelaskan pengelompokan-pengelompokan individu yang telah berinteraksi dengan individu lainnya melalui berbagai proses. Area kajian teori identitas adalah pembahasan tentang perilaku-perilaku individu dalam konteks hubungan antar kelompok yang mencerminkan keberadaan unit-unit sosial lebih besar dimana individu bernaung didalamnya.16

Dari area kajian tersebut teori ini memiliki tiga asumsi utama, yaitu: (1) setiap individu akan berusaha mempertahankan konsep dirinya yang positif (2) konsep diri tersebut lahir dari identifikasi terhadap kelompok sosial yang lebih

15

Fitri Eriyanti, “Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial” dalam Jurnal Demokrasi Vol, V No. 1, 2006.

16 Afthonul Afif, “Identitas Tionghoa Muslim di Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri “

(29)

15

besar (3) upaya individu dalam mempertahankan konsep dirinya yang positif cenderung dilakukan melalui cara membanding-bandingkan kelompok lain.17

Kaitan antara konsep identitas dengan penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai bagaimana para penari topeng mengidentifikasikan diri mereka dengan identitas sosial kelompok mereka, Apakah identitas penari topeng merupakan suatu turun temurun dari nenek moyangnya, dan Apakah ada perbedaan identitas antara penari topeng keturunan dan penari topeng non keturunan.

Kedua, penulis menggunakan teori Emile Durkheim yaitu profane dan sacred.

Dunia dibagi menjadi dua golongan atau domain: Pertama, semua yang dianggap sacred dan kedua adalah semua yang profane. Yang sacred berisikan unsur distinktif pemikiran agama: kepercayaan, mite, dogma, dan legenda yang menjadi representasi hakikat hal-hal yang sacred, kebaikan dan kekuatan yang dilekatkan padanya atau hubungan-hubungannya satu sama lain dan termasuk hubungan dengan yang profane.18

Durkheim menemukan karakteristik paling mendasar dari setiap kepercayaan agama bukanlah terletak pada elemen-elemen ”supernatural”, melainkan terletak pada konsep tentang ”yang sakral” (Sacred) dimana keduanya yaitu supernatural dan yang sakral, memiliki perbedaan yang mendasar. Menurut Durkheim, seluruh keyakinan keagamaan manapun, baik yang sederhana maupun yang kompleks, memperlihatkan satu karakteristik

17

Tri Harsono, “Pertambangan Timah dan Pembentukan Identitas Sosial Etnis Tionghoa” dalam Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, hlm. 16.

18 Roland Robertson, ed. ”Agama Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis”. (Jakarta:

(30)

16

umum yaitu memisahkan antara ”yang sakral” (Sacred) dan ”yang profan” (profane) yang selama ini dikenal dengan ”natural” dan ”supernatural”. Durkheim menambahkan bahwa hal-hal yang bersifat ”sakral” selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa, yang dalam kondisi normal hal-hal tersebut tidak tersentuh dan selalu dihormati. Hal-hal yang bersifat ”profan” merupakan bagian keseharian dari hidup dan bersifat biasa-biasa saja.19

Ritual keagamaan dirasakan sebagai ke-lain-an, manifestasi pihak lain yang total bersebelahan dengan yang profane, kehidupan sehari-hari. Upacara keagamaan sebagaimana ritual memiliki fungsi untuk menyekutukan dunia yang sakral dan dunia yang profane. Ritual dipahami sebagai sesuatu yang berulang secara teratur, bersifat tradisional, yang secara hati-hati menyuguhkan perilaku tertentu yang menyimbolkan dilaksanakan manusia untuk mendekati yang sakral, sesuatu yang tidak mudah tersentuh oleh sembarang orang dan sembarang hal.20

Simbol-simbol sakral menghubungkan sebuah ontologi dan kosmologi dengan estetika dan moralitas yang membentuk sebuah sistem religious. Kekuatan sebuah agama dalam menyangga nilai-nilai sosial terletak pada kemampuan simbol-simbolnya untuk merumuskan nilai-nilai dan kekuatan simboliknya yang menjadi dasar untuk melawan perwujudan nilai-nilai tersebut, agama melukiskan kekuatan imajinasi manusia untuk membangun

19

Hujair Sanaki. “Sakral dan Profan (Studi Pemikiran Emile Durkheim Tentang Sosiologi Agama)”.

20 Asliah Zainal. “Sakral dan Profan dalam Ritusl Life Cycle: Memperbincangkan

(31)

17

sebuah gambaran kenyataan. Dalam ritus-ritus dan mitos-mitos sakral, nilai-nilai dilukiskan bukan sebagai prefensi manusia yang bersifat subyektif melainkan sebagai kondisi-kondisi yang dipaksakan atas kehidupan yang tersirat dalam dunia dengan sebuah stuktur tertentu.21

Simbol-simbol keramat tertentu memuat makna dari hakikat dunia dan nilai-nilai yang diperlukan seseorang untuk hidup didalam masyarakat, simbol-simbol tersebut mampu untuk menggiring bagaimana seseorang merasa cocok untuk melihat, merasa, berpikir dan bertindak. Menurut Geertz, dunia lain dialami ketika seseorang menghadapi atau mengalami peristiwa yang aneh dimana kemampuan berfikir tidak dapat berlanjut, penafsiran agamawi seperti ini sebenarnya tidak lagi sekedar sebuah interpretation tetapi menyangkut masalah interpretability.22

Geertz mengambil kinerja budaya dari Bali, yaitu kesenian Barong dan Rangda, biasanya kesenian ini ditarikan di kuil dalam perayaan-perayaan atau upacara tertentu yang terdiri dari Tari Topeng dimana seorang penyihir atau janda diperintahkan untuk menyebarkan wabah kematian dan ditentang oleh raksasa. Rangda ditarikan oleh laki-laki dengan sosok yang mengerikan, Rangda adalah gambaran setan dan Barong adalah gambaran yang lucu dimana terdapat pertikaian antara yang ganas dan menggelikan. Barong dan Rangda bukan hanya sebuah tontonan untuk ditonton melainkan sebuah ritual

21Budi Susanto SJ. “ Kebudayaan dan Agama” (Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS,

1992) hlm. 57.

22Clifford Geertz. “The Interpretation Of Culture” (New York: Basic Books Inc

(32)

18

yang harus diberlakukan, dalam hal ini tidak ada jarak estetika antara aktor dan penonton. Simbol-simbol sakral dalam kesenian Barong dan Rangda berfungsi untuk mensintesis etos, karakter seseorang, kualitas hidup, moral dan estetika.23

Kaitan antara teori tersebut dengan penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai ritual yang ada didalam Tari Topeng Cirebon, apakah ritual termasuk kedalam hal yang sakral atau profan, bagaimana Penari Topeng memaknai ritual tersebut dan bagaimana ritual tersebut difungsikan oleh Penari Topeng keturunan maupun non keturunan.

F. Metode Penelitian

Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.24 Adapun komponen-komponen penelitian penting yang harus ditempuh dalam metode penelitian agar menemukan hasil dari permasalahan yang akan diteliti yaitu :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Menurut Creswell penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam

23

Geertz. “The Interpretation Of Culture” (New York: Basic Books Inc Publishers, 1973) hlm. 115.

24 Haris Herdiansyah. “Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial” (Jakarta:

(33)

19

konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks.25 Penelitian ini berlangsung di lapangan (field research), dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan Penari Topeng Cirebon melalui observasi dan wawancara.

2. Sumber Data

Sumber data adalah informasi yang diperoleh peneliti untuk menopang validitas hasil penelitian dan mempermudah proses analisis. Data dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu :

a) Sumber data primer, data primer adalah data yang diperoleh peneliti melalui wawancara, informan dalam penelitian ini adalah penari Topeng Cirebon yang sudah terkenal dan mendunia, budayawan, tokoh agama dan masyarakat Cirebon.

b) Sumber data sekunder, data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri oleh peneliti.26 Sumber data sekunder yang penulis pakai dalam penelitian ini diperoleh melalui data kepustakaan dan dokumentasi atau data lapangan yang telah tersedia dapat berupa brosur, surat kabar, buku-buku, jurnal dan lainnya. Data ini diklasifikasikan dan dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian.

25

Herdiansyah. “Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial” (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) hlm. 16.

26 Mukhtar,”Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis Penelitian

(34)

20 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai, perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur.27 Dalam hal ini Peneliti menggunakan partisipasi pasif (pasif participation) yaitu Peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.28 Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan pada saat proses latihan dan proses menjalankan ritual sebelum mementaskan tari Topeng Cirebon.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang dengan melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.29 Penulis melakukan wawancara secara bebas. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menentukan informan terlebih dahulu dengan memilih penari Topeng Cirebon yang berlatarbelakang sebagai Penari Topeng keturunan dan non keturunan. Penari Topeng keturunan

27 Haris Herdiansyah, “Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial”

(Jakarta: Salemba Humanika, 2010) hlm. 132.

28 Sugiyono. “Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung: CV. Alfabeta) hlm. 67.

29

Deddy Mulyana. “Metodologi Penelitian Kualiatif” (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) hlm. 180.

(35)

21

yang diwawancarai yaitu Nur Anani M. Irman S.Sen (Maestro Topeng gaya Losari) dan Hj Juni (Penari Topeng gaya Gegesik), Sedangkan Penari Topeng non keturunannya yaitu Toni Wijaya dan Shindy Novita.

Peneliti mewawancarai tokoh masyarakat yang memahami tentang budaya Topeng Cirebon seperti budayawan dan tokoh agama daerah setempat, serta masyarakat Cirebon yang dapat mendukung proses pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam hal ini Peneliti mewawancarai R. Achmad Opan SafariHasyim selaku ahli filologi dan budayawan yang memahami tentang budaya Topeng Cirebon, dan Peneliti mewawancarai Dr. Hajam M.Ag dan Zaenal Masduqi M. Ag MA selaku tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai penguat data dari penelitian ini.

c. Dokumentasi

Metode ini merupakan metode pengumpulan bukti dan keterangan seperti: foto, buku-buku, dan referensi lainnya. Pendokumentasian melalui foto diperoleh ketika observasi berlangsung, sebelumnya Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada narasumber untuk mengambil gambar pada saat observasi berlangsung. Adanya pendokumentasian foto dimaksudkan untuk menunjukkan keaslian penelitian dan untuk mengeksplore seni Tari Topeng Cirebon melalui foto. Pendokumentasian melaui buku diperoleh melalui toko-toko buku dan meminjam di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pendokumentasian melalui referensi yang lain

(36)

22

diperoleh dari surat kabar, jurnal, dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

d. Data Pengalaman Individual (Individual’s Life History)

Data pengalaman individual merupakan cara untuk melakukan studi mendalam (indepenth study) terhadap perilaku dan pandangan orang-orang dalam suatu kelompok sosial tertentu.30 Cara pengumpulan data pengalaman individual dapat dilakukan dengan mengkaji catatan harian, otobiografi, barang-barang koleksi, foto-foto, tulisan informan dan lainnya.

Intensitas peneliti terhadap kehidupan individu yang diteliti ditujukan melalui dua jalan, yaitu : pertama, intensif dengan melakukan interaksi dengan informan (interaction) dan kedua intensif dalam pengertian bahwa peneliti secara kontinyu terlibat dalam kehidupan informan (continuity). Dalam hal ini penulis hanya melakukan interaksi secara intensif dengan penari topeng Cirebon dan tidak terlibat langsung dalam kehidupan informan.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Tahap selanjutnya adalah

30

Moh Soehadha. “Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama”, (Yogyakarta: SUKA-Press, 2012) hlm. 125.

(37)

23

menganalisis data yang dilakukan setelah data-data terkumpul dari hasil penelitian di lapangan. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Metode induktif adalah jalan berfikir dengan mengambil kesimpulan dari data yang bersifat khusus.31

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian.32 Setelah data terkumpul kemudian disusun, dijelaskan selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan data berupa tulisan wawancara. Metode ini juga disebut sebagai prosedur yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat tertentu berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya.33

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh hasil yang baik pembahasan ini akan terbagi dalam tiga bagian yaitu pendahuluan, isi, dan penutup yang disusun menjadi lima bab yang terdiri dari sub-bab. Agar pembahasan komprehensif dan terpadu, maka disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

31 Sugiyono. “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif” hlm.

334-335.

32 Saifuddin Azhar. “Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hlm. 126.

33

Robert Bogdan. “Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmu Sosial (Surabaya: Usaha Nasional, 1992) hlm. 20.

(38)

24

Bab I adalah pendahuluan yang didalamnya akan membahas tentang latar belakang masalah untuk memberikan penjelasan mengenai mengapa penelitian ini penting dilakukan, rumusan masalah untuk memfokuskan penelitian yang akan diteliti, tujuan dan manfaat merupakan tujuan dari penelitian serta manfaatnya, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II peneliti akan mendeskripsikan gambaran umum Kabupaten Cirebon berikut kesenian-kesenian yang dimiliki, adat-istiadat masyarakat setempat dan sejarah Tari Topeng Cirebon.

Bab III peneliti akan membahas mengenai makna ritual tari topeng, bagaimana penari topeng memaknai ritualnya dan bagaimana masyarakat memaknai ritual tersebut.

Bab IV peneliti akan mendeskripsikan identitas sosiologis penari topeng yang berkaitan dengan profil penari topeng meliputi riwayat hidup, pendidikan, motivasi menjadi penari, prestasi atau penghargaan yang pernah diraih, apakah identitas sosial penari topeng menjadi bawaan turun temurun dari nenek moyang, dan respon masyarakat terhadap penari topeng.

Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan sebagai jawaban dari pokok masalah dari keseluruhan pembahasan dalam penelitian dan ditutup dengan saran-saran.

(39)

92

BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan

Cirebon dengan sebutannya sebagai kota wali memiliki kekayaan akan nilai-nilai religious, budaya, adat istiadat dan tradisinya. Salah satu dari wujud budaya kesenian Cirebon yang masih eksis dan menjadi salah satu ikon dari kota Cirebon adalah tari topeng, tarian ini dinamakan tari topeng karena ketika menari sang penari memakai topeng atau kedok.

Pada umumnya sebagian orang memandang tari topeng hanya sebagai sebuah hiburan atau kesenian saja, padahal dibalik tari topeng Cirebon mengandung sarat makna akan nilai-nilai sosial, dan menggambarkan keberagamaan masyarakat. Tari topeng Cirebon mempunyai 2 tipologi, yaitu : tipologi wilayah barat (gaya Slangit, gaya Gegesik, dan gaya Palimanan) dan tipologi wilayah timur yaitu gaya Losari.

Penari topeng Cirebon memiliki identitas yang berbeda, identitas penari topeng Cirebon gaya losari lebih menjadikan topeng itu sebagai doa atau ruwatan yang kaitannya untuk menyempurnakan diri dengan Tuhan, alam dan bumi, berbeda dengan penari topeng gaya Slangit, Gegesik dan Palimanan yang menjadikan topeng itu sebagai entertaint atau hiburan.

Di Cirebon, penari topeng dikenal dengan sebutan Dalang Topeng, tari topeng Cirebon termasuk kedalam seni rakyat jadi semua kalangan bisa menarikannya, walaupun mayoritas dari Penari topeng Cirebon adalah penari

(40)

93

keturunan yang mendapatkan pengalaman belajar langsung dari nenek moyangnya. Sedangkan penari topeng non keturunan memperoleh pelajaran tari topeng dari sanggar-sanggar tari dan dibebaskan untuk memilih jenis tari topeng apa yang ingin ia pelajari sesuai dengan keinginan dan ketertarikan masing-masing penari.

Penari topeng keturunan harus bisa menarikan semua jenis tari topeng yaitu Tari topeng Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung dan Klana dan dituntut untuk bisa menjalankan ritual yang telah diajarkan oleh nenek moyang. Berbeda dengan penari topeng hiburan yang menjadikan ritual hanya untuk menjaga pakem dan pada umumnya mereka tidak mengetahui filosofi dari tari topeng tersebut, mereka menari hanya sekedar untuk menyalurkan hobi saja berbeda dengan penari topeng keturunan yang menjadikan tarian itu sebagai sesuatu yang sakral.

Sebelum menari penari topeng melakukan manji (Mapang ing ka sawiji) terlebih dahulu, manji merupakan sebagai bentuk pengabaran atau mantra yang dibacakan supaya laris (laku). Hal ini bermakna bahwa segala sesuatu itu harus menghadap ke Yang Maha Esa terlebih dahulu, Tuhan itu dihadirkan didalam tubuh dengan menyebut asma-Nya jadi ketika menari itu hakikatnya adalah mendoakan.

Ritual yang dijalankan oleh dalang topeng keturunan diantaranya yaitu: 1. Melakukan puasa mutih, ngayep, nyepi, wuwungan, patigeni, ngrowot,

ngidang, ngasrep, dan lainnya, yang dimaksudkan untuk melatih penari agar memiliki sifat prihatin dan melatih batin supaya tetap tenang,

(41)

94

memiliki konsentrasi yang penuh, menarinya lebih ikhlas (menep) dan untuk menjaga kondisi badan dan jiwanya supaya tidak mendapatkan hambatan ataupun halangan ketika menari.

2. Memberi makan benda-benda kuno (mupuk) seperti topeng, keris dan gamelan. Ritual tersebut dijalankan setiap malam jum’at di suatu ruangan yang khusus dalam kondisi gelap total. Ritual ini dimaksudkan untuk mengeluarkan energi yang lama dan menggantinya dengan energy yang baru.

3. Melakukan pencucian topeng, keris dan gamelan, dilakukan rutin setiap tahun pada waktu mulud, jam dan waktunya menyesuaikan dengan keraton-keraton yang ada di Jawa. Ritual ini dimaksudkan sebagai media penghormatan kepada benda-benda kuno.

Perbedaan identitas antara penari topeng keturunan dan non keturunan dapat dilihat dari motifnya menjadi seorang penari, perbedaan nilai historisnya, perbedaan nilai estetik seninya, dan perbedaan ekspresi penari dalam menyampaikan makna-makna filosofis tari topeng kepada masyarakat yang menonton. Berdasarkan hasil wawancara penari topeng keturunan merupakan pewaris topeng dari nenek moyangnya yang sudah mentradisi secara turun temurun, sedangkan penari topeng keturunan motifnya adalah sekedar untuk menyalurkan hobi saja. Berdasarkan persepsi masyarakat penari topeng keturunan lebih dikenal dengan mistiknya dibandingkan dengan penari topeng non keturunan.

(42)

95

Pertunjukkan topeng Cirebon memiliki dua fungsi dalam suasana yang berbeda, yaitu dari sifatnya yang sakral (keagamaan) dan profane (keduniawian). Dalam upacara ritual dan perayaan keagamaan, tari topeng Cirebon berfungsi sebagai simbol perwujudan komunitas pendukungnya, sebagai upaya pertunjukkan seni. Sedangkan ketika topeng Cirebon ditampilkan sebagai seni hiburan karena estetikanya, dinamika geraknya, dinamika musiknya dan dinamika kostumnya. Karena pesona atraktif yang dimilikinya topeng Cirebon selalu menjadi ikon Cirebon dalam berbagai pertunjukan seni dan festival.

B. Saran

Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis perlu menyampaikan beberapa saran, diatntaranya yaitu :

1. Untuk masyarakat Cirebon diharapkan tetap mempertahankan dan mengembangkan budaya kesenian yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Cirebon.

2. Untuk pelaku seni khususnya Penari Topeng Cirebon diharapkan sebagai generasi penerus budaya Cirebon terus menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang tumbuh di masyarakat Cirebon. Dengan demikian nilai-nilai yang sudah mentradisi tetap terus mengalir dalam setiap sendi kehidupan masyarakt Cirebon.

3. Untuk penari topeng Cirebon dan para budayawan hendaknya mensosialisasikan nilai-nilai simbolik yang terkandung dalam tari topeng

(43)

96

Cirebon agar tersampaikan secara umum dan adanya regenerasi penari topeng Cirebon selanjutnya.

4. Untuk melestarikan kesenian tradisional Cirebon perlu adanya kerjasama yang baik dimana semua elemen masyarakat, pelaku seni, dan pemerintah daerah setempat mengadakan pembinaan atau pembekalan kepada para seniman khusunya Penari Topeng Cirebon baik mengenai karya seninya maupun tata cara mengorganisir keseniannya.

5. Untuk pemerintah daerah kota Cirebon hendaknya memberikan pendanaan dan memfasilitasi para penari topeng Cirebon dalam melestarikan tradisi kesenian Tari Topeng Cirebon.

(44)

97

Daftar Pustaka

Afif, Afthonul. Identitas Tionghoa Muslim di Indonesia: Pergulatan Mencari Jatidiri. Depok: Kepik. 2012.

Azhar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998. Bogdan, Robert. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan

Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmu Sosial. Surabaya: Usaha Nasional. 1992.

Eriyanti, Fitri. Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial. Dalam Jurnal Demokrasi Vol. V No. 1. 2006.

Fitri, Nurul. Makna Pesan Komunikasi Non Verbal Dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon. Dalam skripsi Bandung: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia. 2013.

Fitri, Nurul. Tari Topeng Cirebon Kesenian Yang Diislamkan. Dalam skripsi Yogyakarta: Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. 2013. Geertz, Clifford. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books Inc

Publishers. 1973.

Gusmao, Martinho G. da Silva. Hans-Georg Gadamer: Penggagas Filsafat Hermeneutik Modern yang Mengagungkan Tradisi. Yogyakarta: PENERBIT PT KANISIUS. 2013.

Isfiyatun. Makna Kostum Tari Topeng Kelana dalam Tradisi Jawa di Desa Mertasinga. Artikel Dalam Buku Seni Budaya dan Tradisi di Desa Mertasinga.

Hadi, Sumandiyo. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Penerbit Buku PUSTAKA. 2006.

Hajam. Nderes Tradisi Untuk Kearifan Lokal. Cirebon: Nurjati Press. 2012. Harsono, Tri. Pertambangan Timah dan Pembentukan Identitas Sosial Etnis

Tionghoa. Dalam Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 2010.

(45)

98

.Kabupaten Cirebon dalam Angka. Cirebon: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon. 2013.

Koesoemah, Wahyoe, Giyanto. Sinopsis Kesenian Tradisional Cirebon. Cirebon: UPTD Pelayanan Informasi Budaya dan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon. 2012. Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Penerbit Dian

Rakjat. 1967.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Ranaka Cipta. 1990.

Masduqi, Zainal, Firlianna Tiya Defiani. Cirebon dalam Sketsa Ekonomi dan Tradisi Cirebon. Cirebon: Nurjati Press. 2015.

Masduqi, Zainal. Cirebon Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial. Cirebon: Nurhati Press. 2015.

Muhaimin AG. Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Potret Dari Cirebon. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2001.

Mukhtar. Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis Penelitian Kualitatif, Lapangan, dan Perpustakaan. Ciputat: Gaung Persada Press. 2007.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.

Munandar M, Sulaeman. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: ERESCO. 1995.

Nawi, Hasan. Topeng Cirebon Arti dan Maknanya. Cirebon: 1998.

Nur Hamidah, Dedeh. Pengaruh Tarekat Pada Topeng Cirebon. Dalam Holistik vol. 12 Nomor. 2 edisi 02 Desember 2011.

.Profil Kota Cirebon. Cirebon: Badan Pusat Statistik Kota Cirebon. 2014.

Putri, Kadeq Retno Astyaka. Hubungan Antara Identitas Sosial dan Konformitas Dengan Perilaku Agresi Pada Suporter Bola Persisam Putra Samarinda. eJurnal Psikologi.

Topeng Losari Mendunia. Dalam Radar Cirebon edisi 28 Oktober 2015.

(46)

99

Taruna, Casta. Batik Cirebon. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon. 2007.

Rucita. Wayang Golek Gepak Cirebon. Cirebon: UPTD Pelayanan Informasi Budaya dan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon. 2014.

Sanaky, Hujair. Sakral dan Profan Studi Pemikiran Emile Durkheim Tentang Sosiologi Agama.

Setiadi M, Eli. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana Prenada Media Group. 2007.

Soehadha, Moh. Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama. Yogyakarta: SUKA-Press.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Sujarno dkk. Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi, dan Tantangannya. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003.

Sumardjo, Yakob. Tafsir Kosmologi Topeng Cirebon. Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung. 2002.

Susanto, Budi SJ. Clifford Geertz: Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: PT KANISIUS. 1992.

Usman, Suyoto. Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012. W.A, Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: ERESCO. 1991.

Zainal, Asliah. Sakral dan Profan Dalam Ritual Life Cycle: Memperbincangkan Fungsionalisme Emile Durkheim. Dalam Jurnal AL-IZZAH vol. 9 No. 1 edisi 1 Juli 2014.

Sumber dari internet:

Harjo, Sukirno. Tradisi Bubur Suro Keraton Kanoman Cirebon Napak Tilas Kisah Nabi Nuh AS. Dalam www.cirebontrust.com/tradisi-bubur-suro-keraton-kanoman-cirebon-napak-tilas-kisah-nabi-nuh-as.html. Edisi 7 Maret 2016.

.http://cirebonkab.bps.go.id/id_ID/proyeksi-penduduk-kab-cirebon-2015/. Diakses pada tanggal 21 Desember 2015 pukul 19.00 WIB.

(47)

100

.http://www.cirebonkab.go.id_ID/sekilas-kab-cirebon/nama-nama-bupati/. Diakses pada tanggal 21 Desember Pukul 19.24 WIB.

(48)

101

DAFTAR ISTILAH

Dalang Topeng : Penari Topeng

Manji (Mapang Ing Ka Sawiji) : Fokus kepada yang satu Mupuk : Memberi makan benda-benda kuno

Menep : Ikhlas

Meuseuh : Upaya pensucian diri Dedonga : Berdoa

Sesajen : Pemberian sesaji untuk memuja roh-roh ghaib, benda-benda kuno, tempat-tempat keramat dan segala sesuatu yang berbau mistis.

Panjang Jimat : Pusaka berupa sejumlah piring porselen china yang berhias kalimat syahadat.

Cai : Air

Rebon : Udang-udang kecil

Rajaban : Tradisi memperingati tanggal 27 Rajab dalam Kalender Hijriah Suroan : Tradisi untuk memperingati Bulan suro atau sura.

Bubur Suro : Tradisi setiap bulan Suro dengan membuat dan memakan bubur yang dicampur dengan umbi-umbian dibungkus dengan menggunakan daun pisang yang berbentuk perahu yang disimbolkan sebagai peristiwa besar yang terjadi di Bulan Sura.

(49)

102

Ngapem : kue bakar yang terbentuk dari tepung beras dicampur dengan gula aren dan santan yang disimbolkan sebagai bentuk sedekah untuk menjaga silaturrahmi.

Ngirap : Piknik tahunan untuk melupakan Bulan Shafar yang tidak menyenangkan.

Rebo Wekasan : Berkeliling dari rumah ke rumah sambil berdoa dengan maksud untuk mendapatkan keselamatan.

Muludan : Tradisi untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Adeg-adeg : Berdiri kokoh agar tidak tergoyahkan Kiwul : Jangan mudah terombang-ambing

Jangkungilo : Mengukur keinginan dengan kemampuan yang ada. Godeg : Menggelengkan kepala

Kenyut : Kepincut Nindak : Bertindak Njangka : Berbuat Sampur : Selendang Sobra : Penutup Kepala Saron : Penurut

Bonang : Jangan sewenang-wenang Engklong : Jangan goyah

(50)

103

Gantung Siki : Gerakan menahan atau menggantung kaki dengan waktu yang cukup lama.

Naga Seser : Gerakan kuda-kuda.

Topeng Dinaan : Pertunjukkan topeng yang dilaksanakan pada acara kenduri. Barangan : Jenis pertunjukkan yang dibawakan oleh seniman keliling. Mutih : Menahan makan dan minum kecuali yang putih-putih.

Ngidang : Hanya diperbolehkan untuk makan dedaunan saja dengan diikat dengan bambu kuning.

Ngasrep : Hanya diperbolehkan untuk meminum air putih dingin tanpa dicampuri apapun dan makan makanan yang dingin.

Ngrowot : Tidak diperbolehkan makan nasi hanya diperbolehkan untuk memakan umbi-umbian saja.

Pati geni : Tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar dengan alas an apapun dan tidak boleh tidur.

Wuwungan : Dikurung didalam kamar.

Ngayep : Hanya boleh memakan makanan yang serba direbus atau dikukus dan tidak boleh tercampur dengan bumbu apapun

(51)

104 Lampiran Dokumentasi

Macam-macam Topeng Cirebon

Panji Samba Rumyang Tumenggung Klana

Gambar. 4 Macam-macam Topeng Cirebon Gambar. 1 Nur Anani M.

Irman S.Sen (Penari Topeng Cirebon Keturunan Gaya Losari)

Gambar. 2 Toni Damasah Wijaya ( Penari Topeng Cirebon

Non Keturunan)

Gambar. 3 Shindy Novita ( Penari Topeng Cirebon Non Keturunan)

(52)

105 Wawancara dengan Narasumber:

Wawancara dengan Masyarakat:

Gambar. 5 Wawancara dengan Hj. Juni (Penari Topeng Cirebon Keturunan

Gaya Gegesik)

Gambar. 6 Wawancara dengan Nur Anani M. Irma

S. Sen (Penari Topeng Cirebon Keturunan Gaya

Losari)

Gambar. 7 Wawancara dengan Zaenal Masduqi M.

Ag MA (Selaku tokoh masyarakat Cirebon)

Gambar. 8 Wawancara dengan R. Achmad Opan

Safari Hasyim (Ahli filologi dan budayawan

(53)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Nur Anani M. Irman S. Sen Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 05 Juni 1977

Alamat : Sanggar “Purwa Kencana” Desa Astanalanggar Gang. Dewi Sartika No. 03 Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon

Keterangan : Penari Topeng Cirebon Keturunan gaya Losari

2. Nama : Hj Juni

Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 13 Juli 1963 Alamat : Gegesik Wetan

Keterangan : Penari Topeng Keturunan gaya Gegesik

3. Nama : R. Achmad Opan Safari Hasyim Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 09 Mei 1967

Alamat :Jln. Raya Kedawung No. 49 RT/RW 04/03 Desa Pilangsari

Keterangan : Ahli filologi dan Budayawan Cirebon

4. Nama : Dr. Hajam M.Ag Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 21 Juli 1967

Alamat : Desa Dukupuntang Blok Dukumalang RT/RW 02/01 Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon

Keterangan : Tokoh Masyarakat

5. Nama : Zaenal Masduqi M. Ag MA Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 28 September 1972

(54)

Alamat : Blok Rahayu I RT/RW 03/01 Wanasaba Kidul Talun Cirebon

Keterangan : Tokoh Masyarakat

6. Nama : Toni Damasah Wijaya Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 12 Agustus 1994 Alamat : Asrama IAIN Cirebon

Keterangan : Penari Topeng Cirebon non keturunan

7. Nama : Shindy Novita Sari

Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 13 September 1997 Alamat : Jln. Evakuasi Cirebon Kota

(55)

Pedoman Wawancara

Untuk Penari Topeng Cirebon: 1. Sejak kapan menjadi penari ?

2. Motif apa yang mendasari anda untuk menjadi penari topeng ?

3. Apakah sebagai penari topeng anda melanjutkan peran sebelumnya atau keinginan sendiri ?

4. Apakah menari merupakan bagian dari profesi ? 5. Bagaimana anda mendapatkan keterampilan menari ? 6. Ada berapa peran dalam tari topeng ?

7. Peran apa saja yang anda tarikan ?

8. Apakah perbedaan dari peran itu dengan peran lainnya ?

9. Apakah ada perbedaan antara tari topeng yang dulu dengan sekarang ?

10. Apa manfaat menjadi penari topeng ? apakah ada keuntungan ? atau kerugian ?

11. Bagaimana respon masyarakat dan tokoh masyarakat daerah setempat terhadap anda ? Apakah ada yang mendukung atau menolak ? apa alasannya ?

12. Bagaimana anda meresponnya ?

13. Bagaimana respon pemerintah daerah terhadap anda ?

14. Apakah ada ritual yang dijalankan dalam pementasan tari topeng Cirebon ?

15. Apa yang dirasakan apabila anda menjalankan atau tidak menjalankan ritual tersebut ? 16. Bagaimana anda memaknai ritual tersebut ?

17. Apakah fungsi dari ritual tersebut ?

(56)

19. Penghargaan apa saja yang pernah anda raih ? 20. Bagaimana kesan anda terhdap tari topeng Cirebon ? 21. Apa harapan anda untuk penerus selanjutnya ?

Untuk Masyarakat :

1. Apa makna topeng bagi anda ?

2. Bagaimana pandangan anda terhadap penari topeng Cirebon ? 3. Apakah penari murni hanya sebagai seniman atau ada makna lain ?

4. Apakah ada akulturasi antara agama dan budaya dalam gerakan tari ataupun ritualnya ? 5. Bagaimana anda memaknai ritual tersebut ?

(57)
(58)
(59)
(60)

CURICULUM VITAE

Nama : Ghina Amaliyah Sholihah Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 10 Januari 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : ghinamaliyahs@gmail.com No. Hp : 085727783338

Alamat Rumah : Jl. Ki Ageng Tepak Desa Dukupuntang Blok Dukumalang RT/RW 02/01 Kec. Dukupuntang Kab. Cirebon Jawa Barat

Alamat di Yogyakarta : Jl. Pedak baru No. 19 RT/ RW 16/07 Karangbendo Banguntapan Bantul

ORANG TUA

Nama Ayah : Dr. Hajam M. Ag Nama Ibu : Juwariyah S.Pdi Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl. Ki Ageng Tepak Desa Dukupuntang Blok Dukumalang RT/RW 02/01 Kec. Dukupuntang Kab. Cirebon Jawa Barat

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Madrasah Ibtidaiyyah Islam Tarbiyatul Banin Cirebon 2. Madrasah Tsanawiyyah Al-Ishlah Bobos Cirebon 3. Madrasah Aliyyah Al-Ishlah Bobos Cirebon

4. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan 2012

Referensi

Dokumen terkait

Dari 120 orang mahasiswa semester 7 di Sekolah Tinggi Komputer X, 100 orang mengambil paling sedikit satu mata kuliah aplikasi pilihan, yaitu mata kuliah Asuransi, Perbankan,

maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

Pembangunan ekonomi dilakukan dengan melakukan suatu transformasi potensi sumber daya wilayah pesisir dan laut menjadi barang dan jasa, melalui proses industri, sehingga

Rata-rata R/C pada Agroindustri Tahu Putra Laksana (PLS) di Kelurahan Mangkubumi Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya adalah 1,63 hal ini menunjukkan bahwa dari

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat

Koordinator elayanan "armasi adalah seorang tenaga #poteker yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai koordinator dalam pelayanan farmasi di Instalasi

Mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru Nilai Total Characterization

Bila benih yang berasal dari pohon induk Parigi ditanam pada media dengan penambahan pupuk kandang maka daya berkecambah benih aren menurun (78.62%), dan daya berkecambah