7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
Jaya (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan Shuujoshi Danseigo Pada Komik One Piece Volume 1 Karya Eiichiro Oda” menganalisis tentang penggunaan, fungsi, dan makna shuujoshi danseigo dalam komik One Piece. Analisis makna dalam penelitian Jaya menggunakan teori makna gramatikal menurut Suwandi (2008) dan metode yang digunakan adalah metode agih. Hasil dari penelitian Jaya adalah penggunaan shuujoshi danseigo pada komik One Piece volume 1 dapat digunakan untuk menyatakan perasaan pembicara, seperti rasa haru, larangan, pernyataan, dan seruan. Shuujoshi juga dapat menentukan makna perintah, pertanyaan, keragu-raguan, larangan, dan penegasan. Shuujoshi danseigo yang terdapat dalam komik One Piece volume 1 karya Eiichiro Oda adalah shuujoshi na, kana, zo, ze, dan za. Shuujoshi yang paling banyak digunakan dalam komik One Piece volume 1 adalah shuujoshi na, sedangkan shuujoshi yang paling sedikit digunakan adalah shuujoshi kana. Shuujoshi na lebih banyak digunakan untuk menggunakan larangan, mengungkapkan perasaan emosional pembicara, meminta persetujuan kepada lawan bicara, dan menegaskan pemikiran sendiri. Sedangkan shuujoshi kana lebih banyak digunakan untuk menyatakan pernyataan kepada seorang.
Penelitian Jaya dengan penelitian ini meneliti objek yang sama, yaitu shuujoshi. Sedangkan penelitian ini menggunakan teori makna kontekstual menurut Pateda dan teori sintaksis menurut Verhaar, dan menggunakan metode deskriptif sebagai metode analisisnya. Manfaat penelitian Jaya bagi penelitian ini adalah sebagai pembanding jenis penelitian dari sudut pandang yang berbeda.
Sutricia (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Fungsi Shuujoshi Na Pada Percakapan Bahasa Jepang Dalam Komik Hana Yori Dango Jilid satu sampai tiga karangan Yoko Kamio” menggunakan metode penelitian kualitatif yang menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman deskriptif dan alamiah itu sendiri. Analisis fungsi shuujoshi na mengacu pada pendapat Takayuki (1993). Dalam pembahasan penelitiannya, Sutricia menemukan semua shuujoshi na menurut Takayuki, yaitu menunjukkan larangan, menunjukan perintah, menunjukkan emosi atau perasaan pembicara, menegaskan kepada lawan bicara mengenai apa yang dibicarakan, membuat lawan bicara setuju atau memiliki opini yang sama mengenai apa yang kita rasakan dan pikirkan, menekankan pendapat pribadi, serta memastikan kepada diri sendiri mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh diri sendiri.
Penelitian Sutricia dengan penelitian ini menggunakan metode dan pembahasan yang sama, yaitu metode deskriptif dan membahas tentang shuujoshi. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan teori makna kontekstual menurut Pateda dan teori sintaksis menurut Verhaar. Manfaat penelitian Sutricia untuk penelitian ini adalah sebagai panduan untuk menganalisis fungsi shuujoshi menggunakan pendapat Takayuki.
Widiastri (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Fungsi Dan Makna Shuujoshi ka, ne, dan yo Dalam Komik Yatsubato! Volume 1 Karya Kiyohiko Azuma menganalisis bagaimana fungsi dan makna shuujoshi ka, ne, dan yo dalam komik Yatsubato!. Analisis yang digunakan pada penelitian Widiastri berdasarkan pada konsep pengertian semantik menurut Sutedi (2003). Hasil dari penelitian Widiastri mengungkapkan shuujoshi ka, ne, dan yo memiliki fungsi yang berbeda, yaitu shuujoshi ka menunjukkan suatu kalimat pertanyaan dan menyatakan keterkejutan dalam hati terhadap sesuatu yang terjadi. Shuujoshi ne memiliki fungsi untuk menyatakan perasaan seperti rasa kagum, menunjukkan suatu kalimat pertanyaan untuk memastikan sesuatu hal, sepakat dengan orang lain, menegaskan sebuah pendapat, memperhalus permintaan dan meminta persetujuan dari lawan bicara akan sesuatu hal yang dipikirkan oleh pembicara. Shuujoshi yo memiliki fungsi menyatakan keluhan terhadap sesuatu yang terjadi dan menyatakan ketegasan pendapat akan suatu hal untuk mendapat persetujuan dari lawan bicara. Selain itu penelitian Widiastri membahas persamaan dan perbedaan makna shuujoshi ka, ne, dan yo. Shuujoshi ka, ne dan yo memiliki makna yang sama, yaitu “ya/kan ya” yang menunjukkan suatu kepastian akan suatu hal untuk mendapat persetujuan. Perbedaannya adalah shuujoshi ka memiliki makna “kah” yang menunjukkan kalimat pertanyaan, shuujoshi ne memiliki makna “kan” menunjukkan ketegasan sebuah pendapat untuk meminta persetujuan, dan shuujoshi yo memiliki makna “lho/nih/tuh” yang menunjukkan ketegasan pemberitahuan atau membuat kepastian terhadap sesuatu yang terjadi.
Penelitian Widiastri dengan penelitian ini menggunakan metode penelitian dan objek yang sama, yaitu metode deskriptif dan tentang shuujoshi. Sedangkan penelitian ini menggunakan teori makna kontekstual menurut Pateda dan teori sintaksis menurut Verhaar, dan meneliti tentang shuujoshi yone, wa, dan kashira. Manfaat penelitian Widiastri bagi penelitian ini adalah sebagai pembanding jenis shuujoshi yang memiliki makna yang sama.
Yulizarti (2012) dalam skrisinya yang berjudul “Analisis Fungsi Shuujoshi Wa Dalam Komik Garasu No Kamen Volume Satu Karya Suzue Miuchi” menggunakan metode deskriptif. Analisis fungsi shuujoshi wa mengacu pada pendapat Takayuki (1993) dan Chino (1991). Hasil analisis fungsi shuujoshi wa dari penelitian Yulizarti dalam komik Garasu No Kamen terdapat tiga fungsi shuujoshi wa, yaitu yang pertama sebagai ungkapan perasaan kagum dari pembicara perempuan, yang kedua sebagai ekspresi wanita pada saat terkejut akan sesuatu hal, dan yang terakhir sebagai ungkapan wanita yang digunakan saat menyampaikan pemikiran atau ide sendiri.
Penelitian Yulizarti dengan penelitian ini menggunakan metode penelitian dan objek yang sama, yaitu metode deskriptif dan shuujoshi joseigo. Sedangkan penelitian ini menggunakan teori makna kontekstual menurut Pateda dan teori sintaksis menurut Verhaar, dan meneliti selain shuujoshi wa, seperti shuujoshi yone, dan kashira. Manfaat penelitian Yulizarti bagi penelitian ini adalah sebagai pembanding objek penelitian shuujoshi wa.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep yang digunakan untuk proses penelitian. Konsep-konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1 Shuujoshi
Shuujoshi (partikel akhir kalimat) merupakan bagian dari joshi (partikel). Shuujoshi terletak di akhir kalimat untuk menambah makna kalimat yang digunakan. Fungsi Shuujoshi yang dibahas pada penelitian ini mengacu pada pendapat Takayuki (1993:69) yang mengatakan bahwa :
主に文の終わりに付いて、話し手の意思・気持ちを表します。 Omo ni bun no owari ni tsuite, hanashite no ishi/kimochi wo arawashimasu. (Takayuki, 1993:69)
Terjemahan :
Topik diletakkan pada akhir kalimat, menunjukkan tujuan dan perasaan pembicara.
Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui shuujoshi terletak di akhir kalimat dan memiliki fungsi untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dirasakan oleh pembicara dan bisa juga mengungkapkan tujuan dari pembicara. 2.2.2 Shuujoshi Yone
Shuujoshi yone merupakan gabungan dari kata yo dan kata ne. Menurut Takayuki (1993:167-170) Shuujoshi yo biasanya digunakan untuk mengungkapkan pemikiran dan keinginan pembicara, dan shuujoshi ne digunakan untuk mengkonfirmasi dan meminta persetujuan dari lawan bicara dan mengungkapkan perasaan pembicara. Jadi shuujoshi yone berfungsi untuk mengkonfirmasi kembali sebuah pernyataan, mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan keinginan pembicara. Contoh :
1) あの 先生 は いい 先生 です よね。 Ano sensei wa ii sensei desu yone. Itu guru TOP bagus guru KOP SHU. „Guru itu guru yang baik, ya?‟
(ADBJG : 288) 2.2.3 Shuujoshi Wa
Takayuki (1993:174-175) mengatakan bahwa shuujoshi wa dapat digunakan untuk mengungkapkan pemikiran, perasaan, keinginan, dan tekad pembicara. Contoh :
2) 私 も あした の パーチィー に 行く わ。
Watashi mo ashita no paatii ni iku wa.
Aku juga besok GEN pesta ke pergi SHU. „Aku juga akan pergi ke pesta besok.‟
(ADBJG : 520) 2.2.4 Shuujoshi Kashira
Takayuki (1993:176) mengatakan bahwa shuujoshi kashira dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan pembicara, bertanya langsung kepada lawan bicara, bertanya kepada diri sendiri, dan menunjukkan ironi. Contoh :
3) 幸子さん は 何 が 好き かしら。
Sachiko-san wa nani ga suki kashira. Sachiko-NM ORG TOP apa NOM suka SHU.
„Sachiko suka apa ya?‟
(ADBJG : 182) 2.3 Kerangka Teori
Agar penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini menggunakan teori yang relevan dengan objek yang diteliti.
2.3.1 Teori Sintaksis
Verhaar dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Linguistik Umum, menjelaskan sintaksis sebagai cabang ilmu linguistik yang menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat (2010:11). Sintaksis adalah tata-bahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Tuturan yang dimaksud adalah apa yang dikatakan oleh seseorang, salah satunya adalah kalimat. Kalimat merupakan suatu kesatuan kata yang keseluruhannya memiliki intonasi tertentu (Verhaar, 2010:161). Fungsi utama sintaksis dalam klausa adalah predikat, yang biasanya berupa verba. Verba akan mengungkap keadaan, kejadian, atau kegiatan. Dalam keadaan, kejadian, atau kegiatan itu pasti terlibat orang atau benda, satu atau lebih (Verhaar, 2010:165). Kategori sintaksis dapat juga disebut dengan kelas kata, yaitu seperti nomina, verba, adjektiva, adposisi (preposisi dan posposisi), dan lain sebagainya (Verhaar, 2010:170). Kategori sintaksis menentukan seperti apa fungsi kalimat, tergantung dari pemilihan kata dalam sebuah kalimat.
2.3.2 Makna Kontekstual
Menurut Pateda (2001:116) makna kontekstual atau makna situasional adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Konteks yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1. Konteks orangan, yaitu pembicara menggunakan kata-kata yang maknanya dipahami oleh lawan bicara sesuai dengan jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, latar belakang pendidikan.
2. Konteks situasi, yaitu pembicara menggunakan kata-kata yang maknanya berkaitan dengan situasi. Misalnya situasi kedukaan akan membuat pembicara menggunakan kata yang maknanya berkaitan dengan situasi itu. 3. Konteks tujuan, misalnya tujuan untuk meminta, maka kata akan
digunakan memiliki makna meminta.
4. Konteks formal atau tidaknya pembicaraan. Konteks formal atau tidaknya pembicaraan memaksa orang harus mencari kata yang bermakna sesuai dengan keformalan atau tidaknya pembicaraan.
5. Konteks suasana hati, yaitu suasana hati pembicara mempengaruhi kata-kata yang akan digunakan. Misalnya suasana hati pembicara sedang gembira maka kata yang digunakan seperti “indahnya bunga ini”.
6. Konteks waktu, misalnya waktu akan tidur. Jika seseorang bertamu pada waktu seseorang akan beristirahat, maka orang yang diajak bicara akan merasa kesal. Perasaan kesal itu dapat dilihat dari makna kata-kata yang digunakan oleh pembicara.
7. Konteks tempat, misalnya di pasar, di bioskop, semuanya akan mempengaruhi kata yang digunakan atau mempengaruhi makna kata yang digunakan. Pada tempat-tempat tertentu, orang akan menggunakan kata yang bermakna biasa-biasa, misalnya makna yang berhubungan dengan informasi.
8. Konteks objek yang mengacu kepada fokus pembicaraan akan mempengruhi makna kata yang digunakan. Misalnya fokus pembicaraan
adalah tentang ekonomi, maka kata-kata yang digunakan maknanya berkaitan dengan ekonomi.
9. Konteks kelengkapan alat bicara atau alat dengar akan mempengaruhi makna kata yang digunakan. Misalnya, orang yang memiliki alat bicara tidak normal akan melafalkan kata yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, namun orang yang memiliki pendengaran tidak normal akan mendengar kata yang berbeda dari yang diucapkan oleh pembicara maka akan menimbulkan makna yang berbeda.
10. Konteks kebahasaan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kaidah bahasa bersangkutan akan turut mempengaruhi makna. Dalam tulis menulis yang perlu diperhatikan tanda baca dan diksi, sedangkan dalam komunikasi lisan yang diperhatikan adalah unsur suprasegmental yaitu unsur yang mencangkup tekanan suara, panjang-pendek, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu.
11. Konteks kesamaan bahasa mempengaruhi makna secara keseluruhan. Dalam hal ini kedua pihak harus menguasai bahasa yang digunakan. Dari semua konteks yang sudah disebutkan, penelitian ini hanya membahas tiga konteks saja, yaitu konteks situasi, konteks tujuan, dan konteks suasana hati. Ketiga konteks tersebut dipilih karena shuujoshi digunakan untuk menunjukan tujuan dan perasaan pembicara yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Data yang ditemukan dikelompokkan berdasarkan ketiga konteks tersebut dan dianalisis.