• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI - Gaya Bahasa Pada Beberapa Puisi Karya Du Fu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI - Gaya Bahasa Pada Beberapa Puisi Karya Du Fu"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. (Kridalaksana, 2001: 117). Konsep yang digunakan di dalam penelitian ini yakni: pengertian gaya bahasa, puisi, penyair Du Fu dan landasan teori.

2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. (Tarigan, 1985: 5). Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. ( Keraf, 2007: 113)

Huang dan Liao (1991: 208), menyatakan bahwa gaya bahasa memiliki

(2)

retoris; (3) Gaya bahasa merupakan salah satu cara untuk memperkuat ekspresi atau perasaan penulis pada hasil karya sastra.

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur dari sebuah puisi. Gaya bahasa adalah cara khas menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. (Moelino, 1989). Dalam puisi, penyair berusaha menyampaikan ide, perasaan dan pikirannya dengan menggunakan bahasa yang dibuat sedemikian rupa sehingga tampak indah dan penuh makna. Oleh karena itu, untuk dapat membaca puisi dengan baik,memahami, memaknai, menganalisis, dan mengajarkan puisi, kita harus memahami gaya bahasa tersebut.

2.1.2.1 Jenis-jenis Gaya Bahasa

Huang dan Liao (1991: 240), membagi gaya bahasa menjadi 21 jenis, antara

lain:

1. Gaya Bahasa Bǐyù (比喻)

Huang dan Liao (1991:240), menjelaskan Bǐyù adalah perumpamaan, yakni menggunakan benda atau hal yang berbeda satu sama lain namun memiliki titik persamaan untuk menggambarkan suatu hal atau benda lain. Benda yang dibandingkan disebut “Benti” dapat diterjemahkan

menjadi “noumenon”, dan benda yang digunakan sebagai pembanding disebut “Yuti” dapat diterjemahkan sebagai “pembanding”, kata yang menghubungkan kedua benda disebut dengan “Yuci” yang diterjemahkan

(3)

benda atau hal yang sifatnya berbeda, namun menggunakan satu sisi kemiripan untuk melakukan perbandingan.

Gaya bahasa perumpamaan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni: Míngyù, Ànyù dan Jièyù.

a. Gaya Bahasa Míngyù (明喻)

Míngyù sama dengan gaya bahasa simile/perumpamaan pada bahasa

Indonesia. Menurut Tarigan (1985: 9), perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan ini secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata “seperti” dan

sejenisnya (ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka (seolah-olah), serupa, dan lain-lain).

Menurut Huang dan Liao (1991: 241-242), pada gaya bahasa Míngyù (perumpamaan), noumenon (benda yang dibandingkan), dan Yuti (pembanding)

muncul bersamaan diantaranya terdapat kata banding seperti: “像xiàng, rú,

shì,仿佛fǎngfú,犹如yóurú, 有如 yǒurú, 一般yībān” dan lain-lain.

Contoh: (1)

叶子出水限高,像亭亭舞女裙。 Yè zǐ chūshuǐ xiàn gāo, xiàng tíngtíng wǔnǚ qún

Daun batasan air tinggi, seperti rok para penari perempuan di paviliun.

(4)

b. Gaya Bahasa Ànyù (暗喻)

Ànyù sama dengan gaya bahasa metafora pada bahasa Indonesia. Huang

dan Liao dalam buku Xiandai Hanyu mengatakan gaya bahasa Ànyù disebut juga sebagai gaya bahasa Yinyu. Pada gaya bahasa ini noumenon dan pembanding muncul, namun kata pembandingnya berupa: “是 shì(adalah), 变

biànchéng (menjadi), 成为chéngwéi (menjadi), 等于děngyú (sama dengan)”

dan lain-lain. Contoh:

(2)

爱护书籍吧,他是知识的源泉。 Àihù shūjí ba, tā shì zhīshì de yuánquán.

Cintailah buku-buku, dia adalahsumber dari pengetahuan.

Pada contoh (2) di atas noumenon adalah “buku”, pembandingnya adalah “sumber dari pengetahuan”, sementara kata bandingnya “adalah”.

c. Gaya Bahasa Jièyù (借喻)

Pada gaya bahasa ini noumenon tidak muncul, tidak terlihat pada kalimat,

langsung menggunakan pembanding untuk menggantikan noumenon (Huang, 1991: 242).

Contoh: (3)

(5)

Lǔxùn zài yīpiàn wénzhāng lǐ, zhǔzhāng dǎ luòshuǐgǒu. Tā shuō, rúguǒ bù dǎ luòshuǐgǒu, tā yīdàn tiào qǐlái, jiù yào yǎo nǐ, zuìdī xiàndù yě yào jiàn nǐ yīshēn de wū ní

Luxun (novelis) dalam satu karyanya menganjurkan, pukulah anjing yang jatuh ke parit. Dia mengatakan, jika tidak memukulnya, maka saat ia keluar melompat, pasti berniat mengigitmu, kemungkinan paling kecil juga ingin mencipratmu dengan lumpur kotor.

Pada contoh (3) di atas perumpamaan menggunakan klausa “anjing yang jatuh ke parit” sebagai pembanding untuk menyatakan

“musuh yang terpukul”. Pada contoh tersebut tidak muncul noumenon dan

tidak ada kata banding, tetapi langsung menggunakan pembanding sebagai noumenon-nya.

2. Gaya Bahasa Bǐnǐ (比拟)

Berdasarkan imajinasi membuat manusia seolah-olah seperti benda maupun sebaliknya, membuat benda seolah-olah memiliki jiwa seperti manusia (Huang, 1991: 246). Dalam bahasa Indonesia disebut juga

sebagai gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni: personifikasi dan depersonifikasi.

a. Membuat benda seolah-olah menjadi manusia (personifikasi)

(6)

Contoh: (4)

春风放胆来流柳,夜雨瞒人去润花。

Chūnfēng fàngdǎn lái liú liǔ, yè yǔ mán rén qù rùn huā.

Angin musim semi memberanikan diri untuk menyisir pohon willow, hujan malam hari diam-diam menyirami bunga.

Pada contoh (4) di atas “angin musim semi” adalah pelaku dan kata kerja yang mengikuti “yaitu menyisir pohon”. “hujan malam hari” adalah pelaku dan kata kerja yang mengikuti yaitu “menyirami bunga”, contoh

(4) merupakan benda namun dibuat seolah-olah menjadi manusia yang dapat bergerak untuk menyisir pohon willow dan memiliki perasaan memberanikan diri.

b. Membuat manusia seolah-olah menjadi benda (depersonifikasi)

Gaya Bahasa ini merupakan kebalikan dari gaya bahasa personifikasi,yakni membedakan manusia. Dalam bahasa Mandarin, gaya bahasa ini membuat manusia seolah-olah adalah hewan atau binatang.

Contoh:

(5)

他骄傲自满,尾巴都翘上来了。

Tā jiāo'ào zìmǎn, wěibā dōu qiào shàngláile.

(7)

“Ekor” merupakan bagian tubuh yang hanya dimiliki oleh hewan

dan tidak terdapat pada manusia. Pada contoh (5) di atas manusia digambarkan seolah-olah memiliki ekor.

3. Gaya Bahasa Kuāzhāng (夸张)

Kuāzhāng sama dengan gaya bahasa hiperbola pada bahasa Indonesia. Gaya bahasa ini sengaja membuat pernyataan tentang hal atau sesuatu benda menjadi berlebih-lebihan dari sifat, ukuran, maupun jumlah aslinya.

Contoh:

(6)

隔壁千家醉,开坛十里香。 Gébì qiānjiā zuì, kāi tán shílǐxiāng.

Araktetangga sebelah memabukkan ribuan orang, membuka tutup arak aromanya tercium sampai ribuan meter.

Pada contoh (6) aroma arak dilebih-lebihkan sehingga membuat mabuk ribuan orang dan tercium sampai ribuan meter, menandakan aromanya yang sangat kental.

4. Gaya Bahasa Duì’ǒu (对偶)

(8)

Contoh

(7)

风声、雨声、读书声、声声入耳; 家事、国事、天下事、事事关心。

Fēngshēng,yǔshēng,dúshūshēng,shēngshēngrù'ěr; jiāshì, guóshì, tiānxià shì, shì shì guānxīn.

Suara angin, suara hujan, suara baca buku, semua didengar jelas oleh telinga;

Masalah keluarga, masalah negara, masalah di dunia, semua dicemaskan oleh hati.

Pada contoh (7) di atas kalimat bagian atas dan kalimat bagian bawah memiliki jumlah karakter yang sama, yakni sebelas karakter per-baris. Bentuk kedua kalimat di atas juga sama, yakni bagian atas merupakan kata benda “suara angin” dan bagian bawah “masalah

keluarga”. Makna kalimat di atas adalah selaras yakni suara apapun yang

disekitar kita selalu didengar dan begitu juga dengan masalah yang ada akan selalu dicemaskan.

5. Gaya Bahasa Shè wèn (设问)

Gaya bahasa Shè wèndalam bahasa Indonesia disebut juga dengan erotesis, yang menggunakan pertanyaan namun langsung dijawab dalam kalimat, memiliki fungsi untuk mencuri perhatian pembaca, agar lebih memperhatikan dan memikirkan makna dari pertanyaan. (Huang, 1991:

(9)

Contoh:

(8)

是谁创造了人类世界?是我们劳动群人。

Shì shuí chuàngzàole rénlèi shìjiè? Shì wǒmen láodòng qún rén.

Siapakahyang telah menciptakan dunia manusia? Adalah kita para pekerja.

Pada contoh (8) di atas terdapat pertanyaan pada awalnya, namun langsung dilanjutkan dengan jawaban dari pertanyaan tersebut. Kata “siapakah” menunjukkan pertanyaan kemudian diberi pemerkah “tanda tanya”. Fungsinya agar pembaca memikirkan makna dari pertanyaan

tersebut.

2.1.3 Pengertian Puisi

Pengertian pusis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima,

serta penyusunan larik dan bait”. Puisi adalah ungkapan perasaan atau

pikiran penyair yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna.

(10)

emosi; kedua, bentuknya; dan ketiga, kesannya. Semua unsur-unsur tersebut diungkapkan dengan menggunakan media bahasa.

2.1.3.1 Puisi China

Puisi China kuno dibagi menjadi dua jenis, yakni:

1. Gǔtǐshī (古体诗)

Gǔtǐshī merupakan pola puisi pra-Dinasti Tang, biasanya setiap baris terdiri

dari empat, lima, enam atau tujuh kata, kalimatnya tidak terbatas dan jumlah aksaranya boleh tidak sama atau tidak bersajak, susunannya bebas.

2. Jìntǐshī (近体诗)

Jìntǐshī disebut juga puisi gaya “modern”, yakni puisi klasik yang mulai

tumbuh sejak era Dinasti Tang (618-907), yang mempunyai ketentuan yang ketat mengenai kata atau kalimat, nada dan rima. Jìntǐshī dibedakan menjadi dua jenis yakni:

a. Sajak delapan baris (Lǜshī律诗)

Merupakan salah satu jenis puisi klasik pada zaman Dinasti Tang, terkenal

dengan aturan komposisi yang ketat. Pada umumnya setiap syair terdiri dari delapan kalimat, setiap kalimat terdiri dari lima aksara disebut Wulu dan kalimat yang terdiri dari tujuh aksara disebut Qilu.

b. Puisi empat seuntai (Juégōu绝句)

(11)

Tang. Dinasti Song dan Tang merupakan era dimana puisi klasik

mengalami masa kejayaan, puisi-puisi banyak ditulis pada zaman ini. (http://wenku.baidu.com/view/9b3bc51c59eef8c75fbfb35e.html).

2.1.4 Penyair Du Fu

Du Fu (Hanzi: 杜甫), 12 Februari, 712-770, merupakan seorang

penyair China yang terkenal pada masa Dinasti Tang. Ia bernama lengkap Dùziměi (杜子美). Ia sering kali disebut sebagai penyair terbesar China.

Walaupun pada awalnya ia tidak terlalu dikenal, namun karya-karyanya membawa pengaruh yang besar bagi budaya China dan Jepang. Ia disebut sebagai penyair sejarah dan penyair bijak oleh para kritikus China. Di dunia barat karya-karyanya disetarakan dengan Shakespeare, Hugo, Horace, dan penyair besar lainnya. Ia terkenal dengan karyanya “Tiga Pembesar” dan “Tiga Perpisahan”.

(12)

Sebagai seorang anak sarjana dan pejabat kecil, masa kecilnya dihabiskan dengan pendidikan standar bagi calon pejabat negara, yaitu mempelajari dan menghafalkan tulisan-tulisan klasik Kong Hu Cu tentang filsafat sejarah dan puisi. Du Fu mengatakan bahwa, ia telah membuat beberapa puisi yang baik pada masa remajanya, namun puisi-puisi tersebut hilang.

Du Fu meninggal pada tahun 770 M, saat ia berusia 59 tahun di Tanzhou

dan sekarang Changsha. Karya-karya Du Fu terpusat pada alur sejarah, pengaruh moral dan keahliannya dalan menulis. Sejak zaman Dinasti Song, Du Fu sering disebut sebagai “Penyair Sejarah” (诗史). Puisi-puisinya mengomentari taktik

militer atau kesuksesan atau kegaggalan dari pemerintah, juga puisi nasihat yang ditulisnya untuk kaisar. Secara tidak langsung, ia menulis mengenai pengaruh ketidakstabilan politik yang terjadi pada saat itu untuk dirinya dan juga rakyat China lainya.

Pada masa hidupnya karya-karya Du Fu tidak banyak dikenal dan lebih banyak tidak dihiraukan. Namun karya-karya beliau mulai dinikmati pada abad ke 9 M dan setelah memasuki abad ke 11 yaitu pada masa Dinasti Song Selatan, puisi dan tulisan karya Du Fu mencapai puncaknya.

(13)

Pada masa negara China sebagai Republik, Du Fu menghasilkan karya-karya tentang penderitaan rakyat dan kesetiaannya kepada negara. Puisinya juga menggunakan bahasa rakyat sehingga menjadi salah satu daya tarik masyarakat China. http://id.wikipedia.org/wiki/Du_Fu

2.1.4.1 Puisi Karya Du Fu

Du Fu telah banyak menulis puisi pada masa Dinasti Tang, berikut adalah puisi terkenal karya Du Fu.

Tabel 1. Puisi Karya Du Fu

No Judul Puisi Tahun

1. 《望岳》Wàng yuè 735

2. 《画鹰》Huà yīng 735

3. 《月夜》Yuèyè 756

4. 《悲陈陶》Bēi chén táo 756

5. 《春望》Chūn wàng 759

6. 《天末怀李白》Tiān mò huái lǐbái 759 7. 《蜀相》Shǔxiāng 760

8. 《春夜喜雨》Chūn yè xǐyǔ 761

9. 《闻官军收河南北》Wén guān jūn shōu hénán běi

763

10 《旅夜书怀》Lǚ yè shū huái 765

(14)

12. 《咏怀古迹五首(其三)》Yǒnghuái gǔjī wǔ shǒu (qí sān)

766

13. 《登高》Dēnggāo 767

14. 《登岳阳楼》Dēng yuèyánglóu 768

15. 《登楼》Dēnglóu 764

2.2 Tinjauan Pustaka

Yu Nianhu (2009) dalam Jurnal elektronik Akademik Cina menulis artikel yang berjudul “Dù shī xiūcí gé de chāocháng yùnyòng” (Gaya

Bahasa pada Puisi Du Fu dalam Keistimewaan Penggunaan) yakni lima jenis gaya bahasa yang ada dalam puisi-puisi karya Du Fu dengan menggunakan bahasa kiasan yang tidak terbatas pada penggunaan tradisionalnya, puisinya dapat memberikan kesan dan pengertian yang lebih daripada orang-orang biasanya. Penelitian ini memberikan kontribusi positif bagi penulis mengenai keistimewaan dan ciri khas gaya bahasa metafora dan peran penting gaya bahasa hiperbola.

Han Xiaoguang (2011) dalam Jurnal elektronik Akademik Cina

menulis artikel yang berjudul “Dùfǔ juégōu zhōng chángyòng jù shì qiǎn

(15)

diantaranya dengan pemilihan kalimat yang dapat dengan sepenuhnya

mengapresiasikan keindahan yang diinginkan. Penelitian ini memberikan kontribusi positif bagi penulis mengenai teknik mengapresiasikan keindahan dalam kalimat.

Rao Fanli (2013) dalam Jurnal elektronik akademik Cina menulis

artikel yang berjudul “Shì lùn dùfǔ juégōu shī de yìshù tèsè” (Ciri

Kesenian pada Puisi Empat Seuntai Karya Du Fu), serta menjelaskan ciri

khas dari puisi empat seuntai karya Du Fu, dari struktur puisi, perubahan

intonasi, gaya penulisan dan gaya bahasa yang ada pada puisi empat

seuntai karya Du Fu. Penelitian ini memberikan kontribusi positif bagi penulis mengenai ciri khas gaya bahasa, struktur puisi yang terdapat pada puisi empat seuntai karya Du Fu.

Rudy (2007) dalam skripsi yang berjudul “Analisis Puisi Penyair

Li Bai Berdasarkan Gaya Bahasa” menganalisis empat gaya bahasa pada

12 puisi yang terdapat dalam buku Li Taibai Quanji, dengan

menggunakan teori semantik untuk menguji makna pada puisi Li Bai.

Keempat gaya bahasa tersebut yaitu Dui’ou, metafora, hiperbola dan

(16)

2.3 Landasan Teori

Pada penelitian ini penulis menggunakan semantik yaitu semantik leksikal untuk mengupas masalah mengenai makna yang terkandung di dalam karya puisi Du Fu.

Huang dan Liao (1991: 215) menjelaskan bahwa dengan mempelajari dan

menggunakan gaya bahasa, dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengungkapkan perasaan dan dapat dengan sempurna menyampaikan sebuah pemikiran.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). Kata “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari empat tataran linguistik: fonologi, sintaksis, morfologi dan semantik. (Chaer, 1990: 2)

Menurut Tarigan (1985:7), semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya.

(17)

jenis sematiknya disebut semantik leksikal. Semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut leksem leksikal. (Chaer, 1990:7)

Chaer (2002:60) menyatakan bahwa leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuleri, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Oleh karena itu,dapat dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Misalnya, kata ‘tikus’, makna leksikalnya adalah sejenis binatang yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tipes. Makna ini tampak jelas dalam kalimat ‘Tikus itu mati diterkam kucing’, kata ‘tikus’ merujuk kepada ‘binatang tikus’, bukan kepada yang lain. Di dalam kalimat, ‘yang menjadi

tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam’ bukanlah dalam makna leksikal sehingga kata ‘tikus’ sudah bermakna konotasi. Dengan kata lain,

kata tikus tidak merujuk kepada ‘binatang tikus’ melainkan kepada ‘seorang manusia’, yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan

tikus.

(18)

Gambar

Tabel 1. Puisi Karya Du Fu

Referensi

Dokumen terkait

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Sistem Kendali Terdistribusi ( Distributed Control Systems ) merupakan salah satu metode pengendalian yang menggunakan beberapa unit pemroses untuk mengendalikan suatu plant

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui data biologis dasar berupa tampilan reproduksi burung Murai Batu pada penangkaran ex-situ yang dilakukan oleh penangkar

Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Februari, Maret, dan April 2012 terdapat variasi frekuensi individu dengan tahap perkembangan gonad yang berbeda..

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Beralih Konsumen Dalam Menggunakan Kartu Se;uler (Studi Pada Pengguna Kartu Seluler Di Kota Malang) adalah hasil karya saya

Kegiatan Workshop “Gender Mainstreaming untuk Lebih Meningkatkan Gender Responsif dlam FM & SNRM bagi MSF Working Group/GRPs, pendamping, dan motivator desa dilaksanakan selama 2

dengan istilah fenomena disosiatif yang diartikan sebagai keadaan psikologis yang terjadi karena suatu perubahan dalam fungsi self (identitas, memori atau kesadaran) (Nevid,