• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Di era modern saat ini, pekerjaan menjadi kebutuhan setiap orang. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi memaksa orang untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Dalam pekerjaan tersebut, setiap orang menuntut perlakuan yang setara bagi seluruh pegawai. Terutama kaum minoritas dalam perusahaan membutuhkan perlakuan yang sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum mayoritas. Meskipun begitu, kaum minoritas juga membutuhkan perlakuan yang sama.

Salah satu kaum minoritas dalam pekerjaan adalah perempuan. Saat ini perempuan sudah banyak yang bekerja dalam setiap bidang pekerjaan. Dibandingkan dahulu perempuan belum mendapatkan kesempatan untuk bekerja seluas saat ini. Saat ini, perempuan mendapatkan keleluasaan untuk bekerja sesuai yang diinginkan.

Keleluasaan pekerjaan bagi perempuan bukan berarti menghilangkan perbedaan perlakuan bagi perempuan. Mansour Fakih (1996) menyebut bahwa ketidakadilan gender terjadi di berbagai tingkatan, salah satunya di tempat kerja. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian yang masih melanggengkan ketidakadilan gender tersebut. Faktor jenis kelamin menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan pegawai. Sering adanya pemisahan perlakuan

(2)

2

berdasarkan jenis kelamin membuat kualitas yang dihasilkan berbeda satu sama lain. Hal tersebut menandakanbahwa ada pertimbangan dan isu gender dalam pengelolaan SDM.

Dari proses pengadaan pegawai terdapat isu gender yang berkembang. Dalam perencanaan, karyawan yang dibutuhkan dilihat dahulu deskripsi tugas (Job Description/Jobdesk) yang kemudian disesuaikan dengan jenis kelamin tertentu. Disinilah awal mula munculnya pembatasan antara laki-laki dan perempuan. Pekerjaan yang cukup berat diserahkan kepada laki-laki, sedangkan perempuan diserahkan pekerjaan yang bersifat mencatat. Pembatasan Jobdesk tersebut menimbulkan ketidaksetaraan gender. Karena setiap manusia berhak mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu penentuan Jobdesk tersebut harusnya memprioritaskan kualitas, bukan jenis kelamin. Dengan adanya ketidaksetaraan gender tersebut maka banyak orang yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan sesuai yang diinginkan.

Dalam pemberian kompensasi tidak dapat dikaitkan seluruhnya kepada isu gender, karena pemberian kompensasi disesuaikan dengan pekerjaan yang dijalani. Gaji untuk pekerjaan membutuhkan tingkat pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dapat dibandingkan, harus sama bahkan jika tugasnya berbeda secara signifikan1. Pengetahuan, keahlian dan kemampuan terbentuk berdasarkan kondisi masing-masing pegawai. Dalam pembentukan kemampuan tersebutlah isu gender

1

(3)

3

mengemuka. Bagaimana lingkungan sekitar mempengaruhi perkembangan kemampuan seseorang.

Diupah atau tidaknya seseorang tidak dengan sendirinya memberi gambaran atas kondisi eksploitasi yang dialami seseorang karena hal ini hanya dilakukan apabila seluruh konteks sosial ekonomi diperhatikan2. Pembedaan pemberian kompensasi tidak memberikan gambaran secara langsung terhadap isu gender yang berkembang. Namun apabila dilihat kondisi sosial ekonomi, maka isu gender bisa terkait. Secara individu atau institusi tertentu, kita tidak bisa menentukan isu gender dalam pemberian kompensasi. Namun apabila secara nasional, yang mana merupakan akumulasi dari seluruh pekerjaan, disana terdapat isu gender yang berkembang.

Masih banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan isu gender yang berkembang dalam pengelolaan pegawai. Adanya beberapa isu gender dari pengelolaan pegawai menandakan bahwa dalam pengelolaan pegawai, masalah gender masih menjadi isu penting. Kurangnya tingkat kesetaraan gender dalam pengelolaan pegawai membuat isu gender dalam pengelolaan pegawai tetap berkembang sampai saat ini.

Ketidaksetaraan gender yang muncul dalam pengelolaan pegawai tersebut menjadi permasalahan yang umum. Masih banyak perusahaan dan kantor yang memiliki unsur ketidaksetaraan gender. Masih banyak perempuan yang diperlakukan berbeda dibandingkan dengan laki-laki, terutama dalam pemenuhan hak-haknya.

2

(4)

4

Padahal organisasi wajib memenuhi hak pegawainya secara menyeluruh tanpa membeda-bedakannya.

Hugh Heclo (1987, dalam Hardiranus dan Hadna, 2005:46) menjelaskan prinsip-prinsip pelayanan sipil yang ideal, salah satunya adalah perekrutan sebaiknya berdasarkan atas kualitas individu dengan berusaha keras mendapatkannya dari sumber yang memadai yang ada di dalam masyarakat. Dalam konsep tersebut menjelaskan dalam memekerjakan pegawai, yang menjadi prioritas utama adalah kualitas dari calon karyawan. Kualitas tidak memandang berdasarkan jenis kelamin tertentu, namun berdasarkan kemampuan calon pegawai tersebut. Terkadang pekerjaan yang dibutuhkan dinilai apakah untuk laki-laki atau perempuan. Permasalahan ini sudah berkembang sejak dahulu.

Adanya pemisahan perlakuan antara perempuan dan laki-laki tidak terlepas dari pandangan tentang perbedaan jenis kelamin yang berkembang di masyarakat. Pandangan di masyarakat sampai saat ini menganggap bahwa perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki. Pandangan yang berbeda tersebut membuat perempuan sulit untuk mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai keinginannya. Perempuan hanya ditugaskan untuk mengurusi pekerjaan rumah saja. Perempuan yang dianggap kurang memiliki kompetensi dalam melakukan pekerjaan tidak dipercaya untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Sehingga perempuan hanya diposisikan sebagai pekerja berada di lingkup rumah.

(5)

5

Pendiskriminasian tersebut berkembang cukup lama tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Sampai akhirnya timbul tuntutan akan kesetaraan yang diterima oleh perempuan. Perempuan ingin memiliki pekerjaan yang mereka inginkan. Perempuan memiliki kualitas yang sama dengan laki-laki sehingga tidak ingin mendapat perbedaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki dalam menjalankan pekerjaannya.

Berbagai tuntutan kesetaraan tersebut akhirnya berbuah hasil. Saat ini perempuan sudah dapat bekerja dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai yang diinginkan. Batasan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin semakin pudar. Sudah banyak pekerja perempuan yang melakukan pekerjaan berat. Seperti perempuan sebagai manajer, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, bahkan sebagai pengemudi. Seperti yang sudah dijelaskan, perempuan pun sudah mendapatkan posisi sebagai petinggi negara.

(6)

6

Tabel 1.

Jumlah Perempuan yang Bekerja dari tahun 2008 - 2012 (per Agustus)

Tahun Jumlah 2008 38.653.472 2009 39.748.137 2010 40.745.544 2011 41.680.456 2012 41.739.189 Sumber : http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id

Data Tabel 1.2 menjelaskan mengenai jumlah perempuan yang bekerja di segala bidang. Tabel 1.2 menjelaskan perkembangan perempuan yang bekerja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bebagai bidang pekerjaan saat ini sudah dimasuki oleh perempuan. Batas-batas gender dalam bidang pekerjaan semakin terhapus. Perempuan sudah memiliki ruang untuk bekerja di bidang yang diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa isu gender dalam bidang pekerjaan semakin berkurang.

Peningkatan perempuan pekerja tersebut tidak terlepas dari upaya masyarakat dalam menuntut adanya kesetaraan hak yang diterima oleh perempuan. Perempuan beranggapan bahwa kualitas yang dimiliki tidak bergantung pada jenis kelamin mereka. Namun kualitas perempuan berdasarkan kemampuan dan pembelajaran yang dilakukan selama ini sehingga perempuan menuntut akan adanya kesetaraan dalam mendapatkan pekerjaan.

(7)

7

Meningkatnya jumlah pekerja perempuan di indonesia bukan berarti permasalahan kesetaraan gender sudah selesai. Kurangnya hak perempuan dalam mendapatkan pekerjaan yang diinginkan merupakan salah satu dari berbagai permasalahan kesetaraan gender yang berkembang di sektor publik. Selain itu juga perbedaan hak-hak yang diberikan antara laki-laki dan perempuan masih sering dibedakan.

Dalam sektor publik juga tidak terlepas dari kendala ketidaksetaraan gender. Sektor publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat harus memandang kualitas pelayanan yang diberikan oleh pegawainya. Kualitas pelayanan ditentukan oleh kualitas pegawai. Ketidaksetaraan gender sedikit banyak mempengaruhi kualitas pegawai itu sendiri. Transjakarta sebagai salah satu sektor publik dalam bidang transportasi, tidak terlepas dari permasalahan kesetaran gender. Transjakarta yang bersentuhan langsung kepada pengguna, mempertimbangkan segi kualitas pelayanan yang diberikan. Transjakarta memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada pihak pemerintahan, namun juga kepada masyarakat sebagai pengguna jasa Transjakarta.

Transjakarta merupakan transportasi yang sudah umum dikenal oleh masyarakat terutama masyarakat jakarta sendiri. Transjakarta juga sudah menjadi salah satu angkutan umum yang biasa digunakan masyarakat sehari-hari. Transjakarta merupakan alternatif kendaraan umum yang bias digunakan masyarakat dalam mencapai lokasi tujuan.

(8)

8

Transjakarta sendiri mulai beroperasi pada tanggal 15 Januari 2004. Transjakarta merupakan adaptasi dari Transmilenio yang ada di Kolombia. Transjakarta ada dikarenakan tingginya tingkat penggunaan kendaraan pribadi, yang menimbulkan kemacetan. Transjakarta menjadi transportasi yang ditawarkan pemerintah sebagai transportasi yang bersifat murah, nyaman, dan cepat. Transjakarta hanya akan berhenti untuk menurunkan atau menaikkan penumpang di tempat khusus yang dinamakan shelter. Di shelter inilah penumpang membeli tiket, naik dan turun dari bis, serta keluar dari shelter apabila sudah sampai di tempat yang dituju.

Adapun pembentukan Transjakarta berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 110 tahun 2003 tentang pembentukan, organisasi dan tata kerja badan pengelola Transjakarta –busway provinsi DKI Jakarta. Dijelaskan dalam SK tersebut bahwa Transjakarta sebagai Badan Pengelola, merupakan lembaga non struktural pemerintah daerah di bidang pengelolaan angkutan umum busway. Kemudian juga dijelaskan dalam Peraturan gubernur nomor 48 tahun 2006 mengenai pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta. BLU adalah lembaga yang bertugas mengelola angkutan umum busway. BLU mengatur keseluruhan pelaksanaan layanan Transjakarta dari masalah teknis sampai masalah pengaturan dana. Dilanjutkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 173 tahun 2010 mengenai prosedur penetapan operator Transjakarta. Pergub ini menjelaskan melalui prosedur dalam pengadaan dan pengelolaan bus Transjakarta.

(9)

9

Dalam peningkatan kualitas pelayanan Transjakarta, Transjakarta mulai meningkatkan jumlah rute perjalanannya, yang pada awalnya melayani rute blok M – kota, sampai saat ini sudah melayani rute berbagai sudut di Jakarta. Dengan bertambahnya jumlah rute perjalanan Transjakarta, maka semakin meningkat pula jumlah karyawan. Adapun fasilitas yang ditawarkan Transjakarta berupa bis ber-AC dengan kursi duduk. Seperti Transmilenio di Kolombia, Transjakarta juga dibuat jalur khusus agar bisa berjalan berjalan tanpa ada halangan dan terkena macet. Kemudian juga tempat untuk menunggu bis yang disebut shelter.

Transjakarta dianggap sebagai salah satu solusi mengatasi macet karena dengan pelayanan, kenyamanan, dan kemudahan yang ditawarkan Transjakarta, diharapkan bisa mengalihkan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi menjadi menggunakan angkutan Transjakarta. Jumlah penggunaan Transjakarta dari tahun ke tahun juga cenderung mengalami peningkatan.

(10)

10

Tabel 2.

Jumlah Penumpang Transjakarta Tahun 2007 - 2012

Tahun Jumlah Penumpang

2007 61.615.944 2008 67.910.411 2009 67.116.958 2010 84.719.616 2011 114.769.431 2012 109.983.609

sumber: website www.Transjakarta.co.id

Dari Tabel 1.3 terlihat tingkat penggunaan angkutan Transjakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan untuk tahun 2011 dan 2012 sendiri mencapai 100 juta pengguna Transjakarta, dalam sehari Transjakarta mengangkut penumpang mencapai 300 ribu lebih. Dari jumlah ini bisa dilihat animo masyarakat terhadap penggunaan Transjakarta cukup tinggi. Masyarakat banyak yang mulai beralih menggunakan angkutan Transjakarta, terlihat dari peningkatan jumlah penumpang setiap tahunnya.

(11)

11

Adapun mengenai karyawan perempuan sebagai pengemudi sudah ada pada tahun-tahun awal pengoperasian Transjakarta. Pada tanggal 21 April 2005, Transjakarta menerima 3 pegawai perempuan sebagai pengemudi transkajarta. Kemudian penerimaan pengemudi perempuan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya dan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 Jumlah pengemudi bus Transjakarta tercatat 116 pengemudi perempuan dari total sekira 1.000 pengemudi, termasuk pengemudi cadangan3. Pada tahun 2011 Transjakarta telah mempekerjakan 80 perempuan dari 1.300 pengemudi armadanya4. Perubahan jumlah pengemudi tersebut disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor pengemudi perempuan sendiri, faktor perusahaan dan faktor lingkungan.

Perusahaan sedikit banyak mempengaruhi jumlah pengemudi perempuan. sosialisasi rekrutmen dan pengelolaan terhadap pengemudi terutama pengemudi perempuan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap minat perempuan untuk bekerja sebagai pengemudi.

Pengemudi perempuan memiliki pandangan tersendiri di masyarakat. Karena pekerjaan pengemudi masih diidentifikasi sebagai pekerjaan laki-laki. Stereotipe perempuan yang berkembang di masyarakat membuat perempuan yang bekerja sebagai pengemudi menjadi hal yang berbeda. Banyak pandangan yang menganggap bahwa perempuan kurang handal dalam mengemudi. Berdasarkan penerlitian di

3 http://news.okezone.com/read/2010/04/21/338/324752/1-dari-10-pengemudi-Transjakarta-perempuan 4

(12)

12

Amerika Serikat sebagai diberitakan salah satu media OL disebutkan pengemudi perempuan muda lebih bandel dalam mengemudi, biasanya pengemudi perempuan suka memainkan ponsel saat berkendara, mengganti saluran radio yang mungkin akan mengakibatkan kecelakaan atau terlibat kecelakaan.5 Selain itu Badan Standar Mengemudi Inggris, telah mengungkapkan perempuan membuat 857.000 kesalahan dalam tes mengemudi tahun lalu dibandingkan dengan laki-laki, yang membuat 646.000 kesalahan.6 Dari data yang sudah dijelaskan menunjukkan perempuan memiliki kekurangan ketika mengemudi.

Adapun berbagai hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan pengelola Transjakarta dalam mempekerjakan perempuan sebagai pengemudi. Namun Transjakarta juga tetap menerima perempuan sebagai pengemudi Transjakarta. Para pengemudi perempuan ini mengaku tertantang untuk membawa kendaraan besar. Karena selama ini biasa membawa mobil pribadi atau angkutan kecil.7 Mungkin hal ini bisa menjadi alasan mulai meningkatnya jumlah pengemudi angkutan umum perempuan terutama bus.

Pengemudi yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki, ketika dilakukan oleh perempuan, membentuk sebuah pertanyaan apakah antara laki-laki dan perempuan diperlakukan sama oleh pengelola. Berbagai pertimbangan yang sudah dijelaskan di atas kemungkinan menjadi pertimbangan sendiri bagi pengelola Transjakarta. 5 http://teknologi.kompasiana.com/otomotif/2012/04/27/pengemudi-wanita-berbahaya-benarkah-453047.html 6http://www.pikiran-rakyat.com/node/229279 7 http://www.indosiar.com/fokus/bus-trans-jakarta-pekerjakan-sopir-wanita_30542.html

(13)

13

Sehingga patut dinilai tingkat kesetaraan perlakuan antara pengemudi laki-laki dan perempuan.

Menjadi hal yang dilematis ketika perempuan mengerjakan pekerjaan yang dianggap pekerjaan laki-laki. Disatu sisi kualitas perempuan tersebut disamakan dengan laki-laki. Di sisi lain ada hal-hal menjadi pertimbangan perempuan sebagai pengemudi, berdasarkan pribadi sebagai perempuan, sehingga dalam pengembangan SDM, perempuan harus diperlakukan dengan benar menuntut kesetaraan gender.

1.2. Rumusan masalah

Dari berbagai pertimbangan tersebut diangkat tema “Bagaimanakah kesetaraan gender pengemudi Transjakarta di PT. BMP?”

1.3. Tujuan Penelitian

- Mengetahui alasan berkembangnya fenomena pengemudi perempuan Transjakarta

- Mengetahui kondisi pengemudi perempuan Transjakarta

- Mengetahui kesetaraan gender pengemudi Transjakarta di PT. BMP.

1.4. Manfaat Penelitian

- Menambah pengetahuan mengenai fenomena pengemudi perempuan.

- Menambah pengetahuan mengenai hubungan pengemudi perempuan dengan lingkungannya.

(14)

14

- Memberikan pertimbangan bagi pengelola Transjakarta dalam memperhatikan isu gender dalam pekerjaan pengemudi.

- Memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai fenomena pengemudi perempuan Tranjakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini juga menjadi faktor penghambat bagi advokat mendampingi klien dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Pekanbaru dikarenakan SDM advokatnya bukan

dan inspirasi setiap kegiatan, pendidikan akan menempati posisi strategis melampaui pendidikan lainnya yang tidak bersumber pada kitab suci.[82] Konsep ini mempertegas bahwa

PENGANGKATAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI/ TUGAS AKHIR PROGRAM SARJANA (S1) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2017/2018 PROGRAM STUDI

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu kegiatan puncak yang harus ditempuh oleh mahasiswa praktikan PPG sebagai pelatihan untuk menerapkan teori-teori yang telah

Analisis Hujan Bulan Oktober 2017, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2017 dan Januari 2018 disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang diterima

Mereka disekresikan oleh jaringan perifer dalam bentuk glutamin (untuk menghindari nitrogen yang dikeluarkan dari tubuh) yang diambil oleh hepatosit mana NH3 tersebut

Skripsi yang ditulis oleh Bonita Kristina Sinaga dan Mardiyanto (2016) dengan judul Sistem Informasi Surat Masuk dan Surat Keluar Berbasis Microsoft Access pada PT