• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS. ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Robbins (2002) yang menyatakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS. ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Robbins (2002) yang menyatakan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Keinginan Berprestasi

2.1.1 Pengertian Keinginan Berprestasi

Schultz (2005) mendefinisikan keinginan berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu. Pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Robbins (2002) yang menyatakan bahwa kebutuhan berprestasi adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penuh tantangan, dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standar tertentu.

Selanjutnya Kerlinger (2000) menambahkan bahwa dorongan untuk beprestasi ini tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada standar keunggulan (standard

of

excellence), bertanggung jawab, dan terbuka terhadap umpan balik guna memperbaiki

prestasi.

Beberapa pengertian diatas dapat memberi pemahaman bahwa keinginan berprestasi dalam kaitannya dengan dunia kerja adalah dorongan dalam diri individu untuk melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin dan mencapai prestasi kerja yang lebih baik dari orang lain.

(2)

2.1.2. Ciri-Ciri Orang Yang Terdorong Untuk Berprestasi

Robbins (2002), menjelaskan ada tiga ciri orang yang mempunyai dorongan berprestasi yang tinggi, yaitu:

a. Bertanggung jawab

Individu lebih menyukai situasi yang memungkinkannya bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang diambil dalam rangka mencapai tujuan. Ditunjukkan dengan memilih tantangan yang memiliki resiko sedang sehingga individu benar-benar akan melaksanakan suatu tugas tanpa beban, karena ia memilih resiko yang sebanding dengan kemampuannya. Individu juga lebih percaya pada kemampuannya dan biasanya tidak suka terlibat pada situasi-situasi yang menentukan apa yang harus dilakukannya.

b. Memerlukan dan menyukai adanya umpan balik (feedback)

Lebih menyukai umpan balik tentang bagaimana tindakannya, dan sangat responsif terhadap umpan balik yang nyata. Individu yang mempunyai keinginan tinggi sangat mengharapkan adanya umpan balik mengenai bagaimana mereka bekerja (bukan

affiliatif feedback atau umpan balik yang berkaitan dengan hubungan atau relasi dalam

pekerjaan), sebagai upaya untuk memacu prestasinya. Individu melihat imbalan hanya sebagai simbol keberhasilannya, bukan sebagai patokan yang menentukan tujuan akhirnya.

c. Inovatif dan berinisiatif

Individu dengan keinginan berprestasi tinggi melakukan pekerjaannya dengan suatu dorongan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dari sebelumnya. Melakukan sesuatu dengan lebih baik identik dengan usaha melakukan hal tersebut dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Individu yang memiliki keinginan tinggi akan terus bergerak

(3)

untuk mencapai hal baru dan tidak terlalu banyak istirahat serta menghindari rutinitas (Mc Cleland, 2002). Berinisiatif meneliti lingkungannya, banyak melakukan perjalanan, mencoba hal-hal yang baru atau lebih bersifat inovatif.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Berprestasi

Robbins (2002), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan berprestasi adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal

Yaitu keinginan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik demi mencapai kepuasan internal. Individu dengan keinginan berprestasi tinggi sangat besar dipengaruhi oleh keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Individu dengan keinginan berprestasi tinggi melakukannya untuk kepentingan individu itu sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk memperoleh kepuasan internal karena telah melakukan sesuatu atau pekerjaannya dengan lebih baik. Robbins (dalam Schultz, 2000) menyatakan bahwa jenis kelamin juga merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi keinginan berprestasi seseorang. Walaupun dalam perkembangan selanjutnya terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli mengenai hal ini. Dessler (2004)menyatakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan keinginan berprestasi, yang berbeda hanya tingkah laku berprestasi dan cara untuk meraih prestasi yang ditunjukkan. Schultz (2000) juga menambahkan bahwa usia seseorang juga merupakan faktor internal yang mempengaruhi keinginan berprestasi seseorang. Keinginan berprestasi tertinggi dijumpai pada usia 20-30 tahun dan mengalami penurunan setelah usia dewasa madia.

(4)

b. Faktor eksternal

(1). Tingkat kesulitan dan resiko tugas yang menengah

Individu dengan keinginan berprestasi tinggi menganggap tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang terlalu mudah atau terlalu sulit tidak akan memberi pengaruh pada keinginan individu tersebut untuk berprestasi. Tugas yang terlalu mudah tidak dapat menunjukkan seberapa baik usaha yang telah dilakukan individu tersebut, karena setiap orang pasti bisa mengerjakan tugas yang mudah tersebut. Demikian pula halnya dengan tugas yang terlalu sulit, individu dengan keinginan berprestasi tinggi tetap tidak dapat melihat sebaik apa usaha yang telah dilakukan karena telah gagal dalam mengerjakan tugas yang terlalu sulit. Berbeda dengan tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang menengah. Tipe tugas ini dapat secara diagnostik menunjukkan bagaimana usaha individu dengan keinginan berprestasi tinggi dalam melakukan tugas tersebut.

(2). Ekstrinsik Incentives

Merupakan hal-hal diluar diri individu yang dapat memberikan kepuasan pada diri individu dalam melakukan sesuatu, misal: reward, feedback, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Dessler (2004) yang menyatakan bahwa keinginan berprestasi dapat dipengaruhi oleh adanya kesempatan pengambangan karir dan penyesuaian kompensasi.

Teori Keinginan Berprestasi mengemukakan bahwa, manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Teori ini memiliki sebuah pandangan (asumsi) bahwa kebutuhan untuk breprestasi itu adalah suatu yang berbeda dan dapat dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.

(5)

Ada tiga jenis kebutuhan manusia menurut Robbins, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi.

1. Kebutuhan akan Prestasi (n-ACH)

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar bergulat untuk sukses.

Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

n-ACH adalah keinginan untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

2. Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW)

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Robbins menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

(6)

n-pow adalah keinginan terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki keinginan untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga keinginan untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

3. Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI)

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

Robbins mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap keinginan prestasi ala Robbins antara lain :

1. Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.

2. Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih

besar daripada menerima pujian atau pengakuan.

3. Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan

balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

Terdapat beberapa karakteristik dari orang yang menurut Robbins sebagai berprestasi tinggi, antara lain;

1. Suka mengambil resiko yang moderat (moderate risk). Pada umumnya, nampak pada permukaan usaha, bahwa orang berprestasi tinggi mempunyai resiko yang besar. Tetapi penemuan Robbins, sebagai ilustrasi, Robbins melakukan

(7)

percobaan laboratorium, beberapa partisipan diminta olehnya melempar lingkaran-lingkaran kawat pada pasak-pasak yang telah dipasang, pada umumnya orang-orang tersebut melempar secara acak. Kadang-kadang agak jauh, kadang-kadang dekat dengan pasak. Orang-orang uang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi lebih tinggi cara melemparnya, akan jauh berbeda dengan kebanyakan orang tersebut. Orang ini akan lebih berhati-hati mengukur jarak. Dia tidak akan terlalu dekat agar semua kawat bisa masuk ke pasak dengan mudah, dan juga tidak terlalu jauh sehingga kemungkinan meleset itu besar sekali. Dia ukur jarat sedemikian rupa, sehingga kemungkinan masuknya kawat, lebih banyak kemungkinan masuknya, dibandingkan dengan melesetnya. Orang semacam ini mau berprestasi dengan suatu resiko yang moderat, tidak terlalu besar resikonya, dan juga tidak terlampau rendah.

2. Memerlukan umpan balik yang segera. Ciri ini amat dekat dengan karakteristik di atas. Seseorang yang mempunyai kebutuhan prestasi tinggi, pada umumnya lebih mengenangi akan semua informasi akan hasil-hasil yang dikerjakannya. Informasi yang merupakan umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya dikemudian hari sangat dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan memberikan kepadanya penjelasan bagaimana ia berusaha memperoleh hasil. Sehingga ia tahu kekurangannya, yang nantinya bisa diperbaiki untuk peningkatan prestasi berikutnya.

3. Memperhitungkan keberhasilan. Seseorang yang berprestasi tinggi, pada uumnya hanya memperhitungkan keberhasilan prestasinya saja dan tidak memperdulikan penghargaan-penghargan materi. Ia lebih tertarik pada materi intrinsik dari tugas yang dibebankan kepadanya sehingga menimbulkan prestasi dan sama sekali tidak mengharapkan hadiah-hadiah materi dan penghargaan lainnya atas

(8)

prestasinya tersebut. Kalau dalam berprestasi kemudian mendapatkan pujian, penghargaan dan hadiah-hadiah yang melimpah, hal tersebut bukanlah karena ia mengharapkan tetapi karena orang lain atau lingkungannya yang akan menghargainya.

4. Menyatu dengan tugas. Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan untuk dicapai, maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaannya sampai ia benar-benar berhasil secara gemilang. Hal ini berarti bahwa ia bertekad akan mencapai tujuan yang telah dipilihnya dengan ketekatan hati yang bulat. Dia tidak bisa meninggalkan tugas yang selesai baru separuh perjalanan, dan dia tidak akan puas sebelum pekerjaan itu selesai seluruhnya. Tipe komitmen pada dedikasi ini memancar dari kepribadian yang teguh. Orang lain merasakan bahwa orang berprestasi tinggi seringkali tidak bersahabat (loner). Dia cenderung realistik mengenai kemampuannya dan tidak menyenangi orang lain bersama-sama dalam satu jalan dalam pencapaian suatu tujuan.

2.2 Kompetensi Kerja

2.2.1 Pengertian Kompetensi Kerja

Dessler (2009: 713) dalam Robbins, menyatakan bahwa kompetensi kerja

adalah mengacu pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan

kepribadian (attitude) individu yang secara langsung mempengaruhi kinerja

mereka.

Sedarmayanti (2009) mengemukakan bahwa kompetensi kerja adalah

kemampuan yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tindakan yang

berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar dapat mencapai tujuan

perusahaan.

(9)

Dari pengertian yang diuraikan disimpulkan kompetensi kerja mengacu

kepada atribut dan karakteristik seseorang yang akan membuatnya berhasil dalam

pekerjaannya.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Karyawan

Dessler (2009: 715) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kompetensi karyawan adalah:

1. Pengetahuan akan bisnis

Sumber daya manusia menambah nilai bagi organisasi jika mereka

memahami bagaimana bisnis berjalan. Karena dengan pemahaman tersebut

memungkinkan mereka untuk mengadaptasi aktifitas sumber daya manusia

dan organisasi untuk mengubah kondisi bisnis. Dengan mengetahui

kemampuan finansial, strategis, teknologi dan organisasi maka anda dapat

menjalankan peran dalam diskusi strategis. Sumber daya manusia yang

mengusai hubungan industrial akan sangat kompeten.

2. Manajemen perubahan

Kompetensi ini meningkatkan peran sumber daya manusia sebagai

partner bisnis. Tantangan yang sering dihadapi adalah mereka harus fokus

kepada respons organisasi mengenai strategis baru. Sumber daya manusia

merupakan posisi yang paling tepat untuk menggerakkan perubahan tersebut.

Kemampuan yang harus dimiliki sumber daya manusia untuk melaksanakan

perubahan tersebut adalah kemampuan mendiagnosis masalah, membangun

hubungan klien, mengartikulasi visi, kepemimpinan, pemecahan masalah dan

menetapkan sasaran. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan (akan proses

(10)

perubaahan), skill (sebagai agen perubahan) dan ability (melaksanakan

perubahan).

3. Menguasai praktik sumber daya manusia

Seperti karyawan lainnya, sumber daya manusia haruslah mahir dalam

bidangnya. Mereka harus memahami teori ilmu sumber daya manusia dan

harus dapat menggunakan teori tersebut dalam praktiknya.

4. Manajemen budaya

Perusahaan yang memiliki budaya yang kuat cenderung mencapai kinerja

yang lebih tinggi. Pada akhirnya perilaku karyawan yang dihasilkan dari

sistem-sistem di dalam perusahaan tersebut yang kemudian menjadi budaya

perusahaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa strategi sumber daya manusia

yang berkinerja tinggi merupakan indikator utama budaya kerja. Atasan perlu

memahami bahwa mereka adalah “orang-orang yang harus mempertahankan

budaya perusahaan”.

5. Kredibilitas personal

Kredibilitas sumber daya manusia terdiri dari tiga dimensi. Dimensi

pertama yaitu sumber daya manusia harus menghidupkan nilai (value)

perusahaan. Nilai organisasi yang harus diperhatikan oleh sumber daya

manusia adalah terbuka, jujur, kemampuan untuk menjadi team player, mampu

menghormati karyawan lain, dan menanamkan kinerja tinggi antar sesama

karyawan. Dimensi kedua yaitu sumber daya manusia membangun kredibilitas

mereka saat adanya hubungan saling percaya dengan koleganya. Hubungan

saling percaya muncul saat sumber daya manusia berperan sebagai partner

(11)

dalam tim manajemen dan dapat bekerja sama dan mempengaruhi manajemen

tanpa perlu otoritas. Dimensi ketiga yaitu sumber daya manusia akan mendapat

respek dari kolega saat mereka bertindak “dengan sikap yang seharusnya (with

an attitude)”.

Yang dimaksud dengan “with an attitude” disini adalah sumber daya manusia

harus memahami bagaimana bisnis dapat berjalan, memberikan pendapat

dengan bukti-bukti, memberikan solusi yang inovatif.

2.2.3

Pentingnya Kompetensi Kerja

Dessler (2009: 715) menyatakan pentingnya kompetensi karyawan

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui cara berpikir sebab-akibat yang kritis

Hubungan strategis antara sumber daya manusia dan kinerja perusahaan

adalah peta strategis yang menjelaskan proses implementasi strategis

perusahaan. Dan ingatlah bahwa peta strategis ini merupakan kumpulan

hipotesis mengenai hal apa yang menciptakan nilai (value) dalam

perusahaan.

b. Memahami prinsip pengukuran yang baik

Pondasi dasar kompetansi manajemen manapun sangat bergantung pada

pengukuran yang baik. Khususnya, pengukuran harus menjelaskan dengan

benar konstruksi tersebut.

(12)

Berpikir secara kausal dan memahami prinsip pengukuran membantu

dalam memperkirakan hubungan kausal antara sumber daya manusia dan

kinerja perusahaan. Dalam praktiknya, estimasi tersebut dapat berkisar dari

asumsi judgemental hingga kuantitatif. Tugas yang paling penting adalah

untuk merealisasikan bahwa estimasi tersebut adalah mungkin dan

mengkalkulasikannya sebagai suatu kesempatan yang muncul.

d. Mengkomunikasikan hasil kerja strategis sumber daya manusia pada atasan

Untuk mengatur kinerja strategis sumber daya manusia, harus mampu

mengkomunikasikan pemahaman mengenai dampak strategis sumber daya

manusia pada atasan. Khususnya, perlu memahami bahwa mereka akan

memberikan pertanyaan dan bagaimana hasil sistem pengukuran sumber daya

manusia akan menilai jawaban bagi pertanyaan mereka.

2.2.4 Peran Kompetensi pada Organisasi

Menurut Serdamayanti, (2009) menyatakan konsep dasar kompetensi

berawal dari konsep individu yang berindividu agar dapat bekerja dengan prestasi

yang luar biasa. Individu merupakan komponen utama yang menjadi pelaku

dalam organisasi. Oleh karena itu, kemampuan organisasi tergantung dari

kemampuan individu-individu yang bekerja dalam organisasi, tujuan untuk

mengindentifikasi, memperoleh dan mengembangkan kemampuan.

Perusahaan dapat berprestasi unggul apabila orang-orang yang bekerja

dalam perusahaan dapat memberikan kontribusi optimal kepada perusahaan sesuai

dengan tugas dan kemampuannya. Atau dalam kata lain, orang-orang tersebut

mampu bekerja dengan prestasi yang terbaik artinya mampu berprestasi pada saat

(13)

ini dan pada masa yang akan datang, baik pada situasi yang stabil maupun pada

situasi yang berubah-ubah, tanpa mengganggu pekerjaan orang lain.

Dengan demikian, ukuran prestasi organisasi mencakup dimensi waktu,

situasi dan kontribusi serta dampaknya pada pekerjaan orang lain atau perusahaan.

Kompetensi yang tepat merupakan faktor yang menentukan keunggulan prestasi,

dapat dimiliki oleh organisasi apabila organisasi tersebut memiliki fondasi yang

kuat, yang tercermin pada seluruh proses yang terjadi didalamnya.

Kompetensi yang kuat, solid serta sesuai dengan bisnis perusahaan akan

mampu meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) perusahaan

serta menciptakan daya kreasi, inovasi dan adaptasi perusahaan terhadap

lingkungan. Tentunya hal ini harus didukung oleh pemilikan kompetensi individu

yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan individu tersebut sehingga dapat

berinteraksi dalam situasi lingkungan yang sering berubah tersebut.

Menurut Sunarto (2005 : 65) menyatakan bahwa Kompetensi lebih

berkaitan dengan efek, bukan pada upaya. Lebih berkaitan dengan output

daripada input. Beberapa orang mengadopsi suatu model yang disebut sebagai

model output yang didasarkan konsep bahwa suatu kompeten dapat lebih berarti

jika bisa diterapkan secara efektif. Yang penting bukan kepemilikan suatu

kompetensi atau kompeten, tetapi efek penggunaan kompetensi tersebut untuk

mencapai tujuan yang baik.

Konsep kompeten lebih berarti ketika digunakan dalam praktik daripada

kompetensi, karena hal tersebut mengenai apa yang harus dilakukan oleh

karyawan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Artinya kita tidak perlu tahu

(14)

bagaimana mereka melakukan atau tidak akan menghasilkan kinerja yang

diharapkan melainkan cenderung untuk menghasilkan sederetan karakteristik

kepribadian seperti: kompetensi persuasif, keasertifan dan keinginan berprestasi.

2.2.5

Metode Penilaian Kompetensi

Judisseno (2008:56) mengatakan bahwa secara umum setiap perusahaan

perlu memiliki metode penilaian kompetensi yang terdiri dari lima metode

penilaian kompetensi, yaitu :

a.

Behavioural Event Interview (BEI)

Tujuan utama diselenggarakannya behavior event interview adalah

mengetahui keunggulan utama yang dimiliki seseorang. Jika sebagai instrument

psychometric untuk menilai kompetensi individual. Hal ini dilakukan dengan cara

mewawancarai, menanyakan dan meminta kesediaan seseorang untuk

menceritakan secara detail bagaimana cara dia menghadapi situasi yang kritis

dalam pekerjaan maupun hidupnya. Dengan cara ini hasilnya dapat dibandingkan

dengan individu lainnya berdasarkan ranking penilaian, sehingga pada akhirnya

dapat menemukan orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan. Orang tersebut dapat dinyatakan sebagai orang

yang mempunyai karakter sebagai superior performers.

b. Test

Ada dua model tes yang dapat digunakan dan hasilnya dapat saling

melengkapi, yaitu: operant test dan respondent test. Model operant test

menghendaki para peserta tes melakukan suatu perbuatan. Sedangkan model

(15)

respondent test menghendaki para peserta tes menjawab berdasarkan pilihan yang

sudah tersedia.

c. Assessment centre

Fungsi assessment centre adalah menyediakan model simulasi kerja yang sebenarnya agar setiap orang yang dinilai dapat diketahui model perilakunya.

d. Biodata

Fungsi utamanya untuk mengetahui riwayat hidup seseorang, baik latar belakang pendidikan, keluarga, pengalaman kerja, hobi dan lain sebagainya.

d. Rating

Fungsi utamanya untuk mengetahui kompetensi seseorang melalui orang lain disekitarnya atau biasa disebut 360 degree rating. Misalnya observasinya terhadap ”X” oleh atasannya, bawahannya, teman kerja, pelanggan, para pakar, dan bahkan anggota keluarganya.

2.3

Efektifitas Kerja

2.3.1 Pengertian Efektifitas Kerja

Efektifitas kerja terdiri dari dua kata yaitu efektifitas dan kerja. Menurut Richard M. Steers (2005 : 1), efektifitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Efektifitas menurut Bedjo Siswanto (2003:62) berarti menjalankan pekerjaan yang benar. Menurut Sutarto (2005:95) Efektifitas kerja adalah suatu keadaan dimana aktifitas jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia dapat mencapai hasil

(16)

akibat sesuai yang dikehendaki. Efektifitas kerja merupakan suatu ukuran tentang pencapaian suatu tugas atau tujuan (Shermerhorn, 2005:5)

Menurut Handoko (2002:7), Efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan. Menurut Siagian (2002:152) efektifitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Devung efektifitas adalah tingkat kemampuan untuk mencapai tujuan dengan tepat dan baik Steers (2005:25).

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Kerja

Ada empat faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja, seperti yang dikemukakan oleh Richard M. Steers (2005:9), yaitu:

1. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi yang dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektifitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia struktur meliputi bagaimana cara organisasi menyusun orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan yang dimaksud teknologi adalah mekanisme suatu organisasi umtuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran.

2. Karakteristik Lingkungan

Lingkungan luar dan lingkungan dalam juga telah dinyatakan berpengaruh atas efektifitas, keberhasilan hubungan organisasi lingkungan tampaknya amat tergantung pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan

(17)

persepsi atas keadaan lingkungan,tingkat rasionalisme organisasi. Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan.

3. Karakteristik Pekerja

Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektifitas, karena walaupun tehnologi yang digunakan merupakan tehnologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya.

4. Karakteristik Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen

Dengan makin rumitnya proses teknologi dan berkembangannya lingkungan maka peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan organisasi semakin sulit.

2.3.3 Alat Ukur Efektifitas Kerja :

Menurut Richard dan M. Steers (2005:192) alat ukur efektifitas kerja meliputi unsur kemampuan menyesuaikan diri / prestasi kerja dan kepuasan kerja :

(18)

Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat tercapai.

2. Prestasi kerja

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2003:94). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

3. Kepuasan kerja.

Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada.

Efektifitas kerja karyawan merupakan awal mula dari keberhasilan organisasi karena efektifitas individu akan mengahasilkan efektifitas tingkat kelompok, efektifitas

(19)

kelompok ini bergerak dalam suatu organisasi yang mempunyai suatu tujuan bersama atau bisa dikatakan tingkat efektifitas organisasi.

Adapun syarat-syarat eksplisit mengenai efektifitas kerja menurut Richard M.Steers (2005:135) adalah :

a. Setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu jumlah pekerja terampil

b. Organisasi harus mampu memiliki prestasi, peranan yang dapat diandalkan dari pada karyawannya.

c. Organisasi yang efektif juga menuntut agar para karyawannya mengusahakan bentuk tingkah laku yang spontan dan inisiatif.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif. Prinsip kerja efektif tersebut menurut Saigian (2002):

a. Rencana

Merencanakan sesuatu dengan tepat, berarti anda harus menyelesaikan

1. Pekerjaan apakah yang diselesaikan?

2. Bagaimanakah melaksanakannya?

3. Kapankah anda selesaikan?

(20)

5. Berapakah kecepatan melaksanakannya?

b. Jadwal

Pekerjaan haruslah anda jadwalkan. Suatu jadwal yang efektif haruslah

1. Pasti

2. Selaras dengan jadwal-jadwal lainnya

3. Sulit tercapai namun mungkin tercapai

4. Anda pegang dan teguh

c. Pelaksanaan

Kemudian rencana itu anda selesaikan dengan

1. Terampil

2. Teliti

3. Cepat

4. Tanpa usaha yang tidak perlu

(21)

d. Pengukuran

Pekerjaan yang anda laksanakan haruslah diukur

1. Berdasarkan potensi anda

2. Berdasarkan laporan anda yang telah lalu

3. Berdasarkan laporan orang lain yang telah lalu

4. Berdasarkan kuantitas

5. Berdasarkan kualitas

e. Kontraprestasi

Andai kata tugas anda selesai dengan efektif anda selayaknya mendapat balas jasa berupa:

1. Syarat kerja yang baik

2. Kesehatan yang baik

3. Kebahagiaan

4. Pengembangan diri

5. Uang

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan faktor yang berpengaruh dalam efektifitas kerja suatu organisasi adalah faktor manusia sebagai para pekerjanya.

(22)

Keterkaitan manusia pada organisasi yang dibentuknya tidak lain untuk memberi tatanan fasilitas internal dan iklim organisasi untuk mendapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Bila masing-masing individu dalam organisasi memiliki komitmen yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan maka kondisi ini akan membantu peningkatan efektifitas yang pada akhirnya memberikan kontribusi kepada pencapaian efektifitas kelompok dan efektifitas organisasi secara keseluruhan.

2.3.4 Kriteria-kriteria Efektifitas Kerja

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa pembahasan efektifitas kerja tidak terlepas dari aktifitas-aktifitas karyawan secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan tugas dengan berbagai kemampuan serta tingkat keberhasilan yang dicapai.

Dengan demikian maka untuk mencapai tingkat efektifitas kerja yang tinggi, tentunya harus memperhatikan kriteria-kriteria efektifitas kerja baik yang berasal dari para karyawan itu sendiri dengan berbagai kemampuan dan kelemahannya maupun dari lingkungan mereka bekerja baik dengan teman sejawat ataupun dengan pimpinannya.

Richard M.Steers (2005:206) mengemukakan lima kriteria yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektifitas kerja karyawan yaitu, “Efektifitas kerja dalam suatu organisasi memiliki beberapa kriteria yang harus diperhatikan yaitu kemampuan menyesuaikan diri, Produktifitas, Kepuasan kerja, Kemampuan berlaba, Pencarian sumber daya”.

Agar dapat lebih dipahami, penulis akan kemukakan aspek-aspek pengukuran efektifitas kerja secara terperinci.

(23)

Faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri yaitu suatu kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang meliputi:

a. Hubungan sesama karyawan termasuk sikap terhadap pimpinan.

b. Kemampuan untuk menerima dan memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan cepat.

c. Kemampuan untuk mempergunakan mesin-mesin atau teknologi yang digunakan dalam lingkungan organisasi

Kemampuan untuk menyesuaikan diri yang dimiliki setiap karyawan ini dapat menentukan tingkat pencapaian efektifitas kerja

Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah produktifitas kerja. Richard M. Steers (2005:192) mengemukakan bahwa “Produktifitas kerja adalah bagaimana pemanfaatan yang dilakukan oleh karyawan atas sumber-sumber yang ada dalam organisasi secara keseluruhan adalah apa yang disebut man, money, material, machine,

method and market. Apabila karyawan dapat memanfaatkan dan memadukan

sumber-sumber tersebut yang pada akhirnya tercapai tujuan organisasi, ini berarti efektifitas kerja tercapai.

Faktor ketiga adalah kepuasan kerja. Richard M. Steers (2005:192) mengemukakan bahwa “Kepuasan tinggi dapat menyenangkan para pekerja, sehingga para pekerja cenderung bekerja dalam kondisi yang positif yang diinginkan bersama”. Dengan kondisi kerja yang positif, berarti para karyawan bekerja sesuai dengan prosedur, mereka tidak menyepelekan pekerjaannya, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga akhirnya akan mencapai efektifitas yang tinggi pula.

(24)

Faktor keempat kemampuan berlaba sebenarnya merupakan kondisi sejauh mana faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri, faktor kedua yaitu produktifitas kerja, dan faktor ketiga yaitu kepuasan kerja telah dimiliki oleh para karyawan sehingga terlihat hasil kerja mereka. Kemampuan berlaba yang tinggi akan memperlihatkan tingkat efektifitas kerja yang tinggi pula, sehingga pada akhirnya menjadi ciri tercapainya tujuan organisasi.

Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektifitas kerja adalah pencarian sumber daya. Richard M. Steers (2005:192) mengemukakan bahwa pencarian sumber daya mencakup tiga bidang yang saling berhubungan yaitu:

1. Kemampuan mengintegrasikan berbagi sub sistem sehingga mampu mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada tujuan organisasi dengan efektif.

2. Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan yang mendukung peningkatan efektifitas kerja mereka.

3. Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan balik dan pengendalian.

Ketiga bidang tersebut tidak dapat terpisah satu sama lain, tetapi harus dilakukan ketiga-tiganya dengan seiring dan sejalan keketiga-tiganya merupakan usaha pemanfaatan sumber daya sehingga pada akhirnya akan mencapai efektifitas kerja yang diharapkan.

2.3.5 Aspek-aspek Efektifitas Kerja

Untuk mendapatkan tingkatan-tingkatan efektifitas kerja, diperlukan pengukuran terhadap aspek-aspek dasar yang mengakibatkan dihasilkannya efektifitas kerja. Aspek-aspek yang bisa dipergunakan dalam pengukuran efektifitas kerja itu bisa dari beberapa hal, misalnya dari perencanaan, dari pelaksanaan atau dari hasil evaluasi seluruh kegiatan.

(25)

Efektifitas kerja karyawan dapat diukur dari beberapa hal yaitu: kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapaian tujuan, proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, perencanaan yang matang, penyusunan program yang tepat, tersedianya sarana dan prasarana kerja, pelaksanaan yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik.

Untuk memahami aspek-aspek dari pengukuran efektifitas kerja di atas, penulis menguraikan sebagai berikut:

a. Proses pencapaian tujuan organisasi; akan lebih lancar, tertib, dan efektif apabila dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan keyakinan yang mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada dasarnya berarti tercapainya pula tujuan mereka secara pribadi.

b. Strategi pencapaian tujuan; merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara efektif dan efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektifitas kerja karyawan. Sedangkan efektifitas kerja karyawan itu sendiri sangat mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan, sehingga hal itu menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektifitas kerja.

c. Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap; untuk mencapai efektifitas kerja memerlukan job deskripsi yang tegas dengan job analisa yang jelas, sehingga proses memanage karyawan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat.

d. Perencanaan yang matang merupakan acuan kerja setiap organisasi bila perencanaannya matang, maka pelaksanaan yang dilakukan memungkinkan lancarnya proses kerja yang efektif dan efisien. Karena perencanaan menjadi acuan untuk kerja,

(26)

dimana dalam perencanaan tersebut tertuang berbagai tujuan dan target, maka rencana dapat dijadikan aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja

e. Penyusunan program yang tepat; pada hakekatnya adalah merumuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh orang dimasa depan. Jelaslah bahwa salah satu aspek efktivitas kerja adalah sampai sejauh mana : 1.memperkirakan keadaan yang dicapai, 2.mengambil keputusan dalam menghadapi masa depan, 3.meningkatkan orientasi masa depan, 4. mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 5.memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang diduga akan menghadapi dalam berbagai segi kehidupan organisasi, 6. memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang bersifat politik, ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.

f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja; bila sarana kerja ternyata tidak lengkap, maka perkataan yang tepat adalah bagaimana mencapai efektifitas kerja yang tinggi dengan sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi yang sarana dan prasarananya lengkap.

g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien; kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektifitas proses perumusan kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua itu akan sangat kurang berarti bila pelaksanaan kerja secara operasional tidak efektif dan tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang akan mendekatkan suatu rencana atau harapan pada tujuan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan yang efektif dan efisien dapat dikatakan sebagai salah satu kunci yang akan menentukan efektifitas kerja karyawan dalam pencapaian tujuan yang tinggi.

h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik; merupakan aspek terakhir yang mudah diucapkan tetapi sukar dilaksanakan oleh seorang pimpinan. Banyak faktor

(27)

yang dapat membentuk pimpinan menjadi seorang pengawas dan pengendali yang mendidik, misalnya dengan mendalami ilmu manajemen, pengalaman kerja, sifat bawaan, tingkat IQ yang tinggi dan lain-lain. Semua faktor itu dapat menjamin terbentuknya pengawas dan pengendali yang mendidik bila hanya berdiri sendiri, biasanya kelemahan yang lain akan mudah terlihat atau terasa oleh para karyawan.

2.4

Penelitian Terdahulu

Rofai (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Organisasi Pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, berdasar hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa masing-masing variabel independen yakni kepemimpinan, keinginan untuk berprestasi dan kemampuan personal memiliki andil yang cukup besar terhadap terciptanya efektifitas kerja pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perliondungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah yakni 65% untuk kepemimpinan, 66,7% untuk keinginan berprestasi dan 50% untuk kemampuan personal.

Nurul (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh ompetensi Terhadap Efektifitas Kerja Karyawan Pada PT. Bank Muamalat,, Tbk Cabang Medan, pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yang terdiri dari knowledge (pengetahuan), Skill (keterampilan), dan attitude (sikap) berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kerja pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan.

Apriani (2009) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi, Motivasi dan Kepemimpinan Terhadap Efektifitas Kerja Dosen Pada Universitas Mulawarman,

(28)

motivasi dan kepemimpinan berpangaruh kuat terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan ajar mengajar pada Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.

Widiana (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan, dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia yang terditi dari knowlegde (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penciptaan efektifitas kerja pegawai pada kantor Bank Indonesia Medan.

Mei (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi Sumber daya Manusia Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar, dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi SDm berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencapaian efektifitas kerja pegawai pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar

2.5

Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan penjelasan secara teoritis pertautan antara

variabel yang akan diteliti (Sugiono, 2008:47). Pada umumnya perusahaan akan

berusaha meningkatkan efektifitas kerja karyawan dalam perusahaannya.

Menurut Richard M. Steers (2005 : 1), efektivitas yang berasal dari kata efektif,

yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan

satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan

dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan.. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan efektifitas tersebut.

(29)

Diantaranya dapat melalui kompetensi kerja dan keinginan berprestasi. Apabila

kompetensi karyawan buruk dan keinginan untuk berprestasi kecil maka

effektifitas kerja yang dihasilkan karyawan akan menjadi buruk dan begitu juga

sebaliknya. Kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi adalah merupakan

faktor yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkah laku para

karyawan. Sedarmayanti (2009: 53) mengemukakan bahwa kompetensi kerja

adalah kemampuan yang dimiliki seorang karyawan atau pegawai di dalam

melakukan tindakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar

dapat mencapai tujuan perusahaan

Robbins (2002) yang menyatakan bahwa keinginan berprestasi adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penuh tantangan, dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu. Jika kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi tidak dapat tercapai maka kinerja karyawan juga tidak dapat terlaksana semaksimal mungkin, oleh karena itu kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi harus seiring dengan tujuan organisasi sehingga setiap karyawan didalam melakukan pekerjaan akan tercapai secara maksimal sehingga efektifitas kerja karyawan dapat tercapai dengan baik. Secara skematis, kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada

(30)

Sumber : Steers (2005), Sedarmayanti (2009) , Robbins (2002).

Gambar 1.1 Kerangka konseptual

2.1

Hipotesis

Menurut Kerlinger (2000:30), hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang

hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian berdasarkan teori yang

ada. Dengan demikian, berdasarkan kerangka konseptual diatas dapat disimpulkan

bahwa hipotesis didalam penelitian ini adalah “Keinginan Berprestasi dan

Kompetensi Kerja berpengaruh Secara Positif dan Signifikan Terhadap

Efektifitas Kerja Karyawan pada CV. Sentral Abadi Sentosa Medan”.

Keinginan (X1)

Efektifitas Kerja Karyawan (Y) Kompetensi (X2)

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka konseptual

Referensi

Dokumen terkait

idézni, hiszen itt egyaránt tetten érhető, hogy miként működik egy hiedelem, hogy hogyan képződik a vád, egy adott közösség tagjainak milyen szerepe lehet a folya- matban, s

Pembangunan perumahan berkembang pesat di wilayah suburban bagian Selatan Kota Makassar. Permasalahan diawali dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon peserta pelatihan Finance Officer Development Program (FODP) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas

13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHAP), tidak pernah disebutkan secara

Yahudi dan Nasrani saja, namun juga untuk golongan agama lain seperti (Majusi, Shabi’in, Hindhu, Buddha, Kong Hu Cu serta memberikan kedudukan yang sama seperti

Metode analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kinerja keuangan BRI dengan menggunakan perhitungan nilai EVA, MVA, analisis pengaruh EVA terhadap MVA serta analisis

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik cair kulit pisang kepok bersamaan dengan pemberian pupuk bokashi kulit buah kakao memberikan jumlah daun

Minat dan prestasi belajar anak tingkat sekolah dasar di pemukiman rehabilitasi penyakit kusta Jl Dangko Kecamatan Tamalate Kota Makassar, dari penelitian yang