• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendirikan Negara Kebangsaan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mendirikan Negara Kebangsaan Indonesia"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Mendirikan Negara Kebangsaan Indonesia

Merphin Panjaitan

Abstrak

Pergerakan Nasional Indonesia bergerak cepat, semakin dalam dan meluas ke seluruh Nusantara. Kelahiran Budi Utomo 20 Mei 1908 dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. BPUPKI dalam Masa Sidang Pertama dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945 membicarakan berbagai hal yang perlu dipersiapkan untuk kemerdekaan Indonesia, termasuk tentang dasar negara Indonesia. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mendapat giliran berbicara. Sebelum menyampaikan gagasan tentang dasar negara, Soekarno terlebih dulu menjelaskan tentang kemerdekaan Indonesia, dan menyatakan Indonesia harus segera merdeka, karena kemerdekaan itu perlu dan dapat dilakukan segera dan tidak ada alasan untuk menundanya. Kemudian Soekarno menyatakan, dasar pertama yang baik dijadikan dasar untuk negara Indonesia adalah dasar kebangsaan, yang kedua adalah internasionalisme, karena kebangsaan Indonesia merdeka adalah bagian dari kekeluargaan bangsa-bangsa, yang saling berinteraksi di antara bangsa-bangsa di dunia. Selanjutnya dasar yang ketiga ialah permusyawaratan perwakilan, yang keempat adalah prinsip kesejahteraan, dan yang kelima adalah prinsip Ketuhanan.

Kata kunci: kebangsaan, dasar negara, demokrasi. Pendahuluan

Dr. Sutomo dan kawan-kawan mendirikan Budi Utomo (BU) di Jakarta pada 20 Mei 1908. Budi Utomo memperkenalkan kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern, yaitu organisasi yang mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota, yang kemudian banyak diikuti oleh organisasi lainnya, dan selajutnya menghasilkan perubahan-perubahan sosio-politik. Hampir semua pimpinan terkemuka dari gerakan-gerakan nasionalis Indonesia pada permulaan abad ke-20 pernah ada di Budi Utomo atau paling kurang telah mempunyai kontak dengan Budi Utomo. Budi Utomo berperan besar dalam perubahan-perubahan politik di Indonesia, hingga terjadi integrasi nasional, dan itulah sebabnya mengapa hari kelahiran Budi Utomo tanggal 20 Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Dari sinilah cita-cita pembentukan nasional Indonesia direalisasikan melalui Sumpah Pemuda (1928), yang dipakai sebagai tonggak integrasi pembentukan bangsa yang

(2)

terjadi secara progresif dan integratif. Pergerakan Nasional Indonesia berlangsung terus, semakin luas dan mendalam dan pada tanggal 17 Agustus 1945: Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia, memproklamirkan kemerdekaan Indonesia,

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam Masa Sidang Pertama dari tanggal 28 Mei-1 Juni 1945 membicarakan berbagai hal yang perlu dipersiapkan untuk kemerdekaan Indonesia, termasuk tentang dasar negara Indonesia. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mendapat giliran berbicara. Sebelum menyampaikan gagasan tentang dasar negara, Soekarno terlebih dulu menjelaskan tentang kemerdekaan Indonesia, dan menyatakan Indonesia harus segera merdeka, karena kemerdekaan itu perlu segera dan tidak

ada alasan untuk menundanya. Soekarno menyatakan: Di dalam Indonesia Merdeka itulah

kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hati bangsa kita... Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita... Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita melatih pemuda kita agar menjadi kuat1... Harapan Soekarno ini banyak yang belum terwujud sampai sekarang, setelah 65 tahun kita merdeka. Banyak yang perlu kita kerjakan dalam waktu yang cepat untuk mengganti waktu yang telah kita sia-siakan. Tulisan ini akan mencoba membahas aktualisasi pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 itu dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan kita sekarang ini.

Dasar Pertama ialah Dasar Kebangsaan

Soekarno, dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, menyatakan: kita hendak mendirikan suatu

negara “semua buat sema”. Bukan buat satu oarng, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat sema”. Dasar pertama yang baik dijadikan dasar buat negara, ialah dasar kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia...bangsa Indonesia adalah seluruh manusia-manusia... tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara Sumatra sampai ke Irian!2....bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.00.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu. Ke sinilah kita semua harus menuju, mendirikan suatu Nationale Staat, di atas bumi Indonesia dari ujung Sumatra sampai Ke Irian. Dengan mengutip Ernest Renan dan Otto Bauser, Soekarno sampai pada kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa diri bersatu, dan timbul karena mempunyai nasib yang sama, menempati satu kesatuan

1

Lihat Saafroedin Bahar dkk, (1995:68).

2

Soekarno menjelaskan panjang lebar tentang dasar kebangsaan, dan sampai pada kesimpulan bahwa Negara Indonesia adalah negara kebangsaan.

(3)

gerombolan pulau-pulau di antara dua lautan yang besar yaitu Pasifik dan Hindia dan dua benua, yaitu Asia dan Australia.

Dengan diterimanya dasar Kebangsaan Indonesia ini, seharusnya seluruh warganegara Indonesia harus merasa bagian dari satu bangsa Indonesia, yang walaupun berbeda-beda tetap merupakan bagian dari satu bangsa. Tetapi, sampai sekarang ini sering terjadi permusuhan antara berbagai kelompok masyarakat, baik karena perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan golongan, perbedaan tempat tinggal dan berbagai perbedaan lainnya. Sikap permusuhan seperti ini menjadi ancaman terhadap kesatuan dan kelangsungan hidup bangsa. Kita semua adalah bagian dari satu bangsa yang merasa diri satu, mempunyai cita-cita kebangsaan yang sama, serta mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama di negara ini, dan oleh karena itu, perbedaan diatara kita tidak boleh dijadikan alasan untuk bermusuhan. Negara harus adil, dan memperlakukan semua warganegara secara sama. Tetapi ketidakadilan yang sering terjadi sekarang, dalam hampir semua aspek kehidupan sangat menyakitkan hati masyarakat. Ketimpangan ekonomi yang terjadi sekarang ini adalah akibat dari penyalahgunaan kekuasaan dari para pejabat negara, yang selalu rajin korupsi sembari memeras rakyat. Rasa senasip-sepenanggungan itu sudah lenyap, cita-cita nasional sering dilupakan pejabat negara, digantikan dengan keserakahan yang tidak pernah terpuaskan.

Pidato Soekarno ini mengingatkan kita tentang kekeliruan yang sedang terjadi. Sepertinya kita membutuhkan satu revolusi lagi, yaitu revolusi pemikiran yang terwujud dalam perilaku kita sehari hari dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Pembelaan kita kepada yang lemah harus diperkuat, dan perlawanan kita terhadap ketidakadilan ditingkatkan berlipat ganda. Rasa kebangsaan Indonesia yang sedang merosot ini hanya dapat kita pulihkan dalam Negara Republik Indonesia yang menegakkan keadilan. Di pangkuan Ibu

Pertiwi, keadilan harus didapat oleh seluruh rakyat Indonesia.3 Keadilan harus diwujudkan,

karena keadilan tidak dapat ditukar dengan yang lainnya. Tidak dapat ditukar dengan pidato atau janji. Ketidakadilan hanya dapat dibayar dengan keadilan. Di bagian lain dalam pidato ini Soekarno juga mengungkapkan tentang rakyat Indonesia yang telah lama menunggu kesempatan menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan di bawah pimpinan Ratu Adil.

Prinsip yang Kedua “Internasionalisme”

3

Bagian akhir dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1995 berbunyi:”...serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

(4)

Selanjutnya Soekarno menawarkan prinsip yang kedua, yaitu internasionalisme. Dengan prinsip ini yang dimaksud bukan kosmopolitanisme yang tidak mau ada kebangsaan.

Soekarno menyatakan: Internasionalisme tidak dapat hidup kalau tidak subur kalau tidak

berakar di dalam buminya Nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup kalau tidak hidup dalam tamansarinya Internasionalisme.4 Soekarno menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bagian dari dunia. Kebangsaan Indonesia merdeka adalah bagian dari kekeluargaan bangsa-bangsa, yang saling berinteraksi, saling membutuhkan dan saling ketergantungan di antara bangsa-bangsa di dunia, dengan derajat dan martabat yang sama. Kondisi seperti ini yang tampaknya tidak terjadi sekarang ini. Di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan pertahanan kita tertinggal dari banyak bangsa lain, sehingga dalam pergaulan internasional, peran Indonesia tidak sebanding dengan besarnya penduduk dan wilayah Indonesia.

Dalam hal ini, banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan. Perhatian Pemerintah terhadap penguatan daya saing bangsa harus ditingkatkan. Masyarakat kita harus memperbaharui diri menjadi masyarakat pekerja keras yang lebih menghargai prestasi, dan negara tidak terlalu banyak mengatur kehidupan masyarakat, agar tersedia ruang gerak yang lebih luas bagi masyarakat yang kreatif. Tampaknya kita tidak hanya membutuhkan otonomi daerah, tetapi juga otonomi masyarakat yang lebih luas. Dalam kerangka Internasiolisme, kita juga harus lebih menghormati nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia (HAM). Masuknya HAM ke dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui Perubahan Kedua adaah suatu kemajuan besar dalam ketatanegaraan kita. Tetapi, kenyataan di lapangan, pelanggaran HAM masih sering terjadi, terutama pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama dan berkepercayaan.

Saya berpendapat bahwa pengakuan yang tercantum dalam Pasal 1 Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia yang berbunyi “Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai

martabat serta hak yang sama. Mereka dikarunai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan” adalah dasar dari HAM sekaligus menjadi dasar dari demokrasi. Karena dengan pengakuan itulah kita dapat memahami, menerima dan menjalankan HAM dan pada saat yang sama menerima dan menjalankan tatanan pemerintahan negara yang demokratis. Pemikiran inilah yang mengakibatkan demokrasi hanya dapat diwujudkan di suatu negara yang menjamin terpenuhinya HAM, dan

4

(5)

sebaliknya HAM hanya dapat dipenuhi dalam suatu negara demokrasi. Demokrasi adalah tatanan pemerintahan negara di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada semua manusia.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia adalah suatu instrumen internasional yang esensial dan strategis dalam pergaulan antarbangsa, dan oleh karena itu kita harus mewujudkannya dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dan yang lebih penting

lagi kita memang harus memperjuangkannya karena kita adalah bangsa manusia.5

Dasar yang Ketiga: Mufakat, Perwakilan dan Permusyawaratan

Soekarno menyatakan dasar yang ketiga: “...dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan,

dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan”. Selanjutnya Soekarno menyatakan: “apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan perwakilan inilah temat kita untuk mengemukakkan tuntutan-tuntutan... Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin- pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan.6

Dengan dasar yang ketiga ini berarti Negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, seperti yang termuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Republik Indonesia adalah suatu negara Demokrasi Perwakilan. Negara yang berkedaulatan rakyat, berarti semua kekuasaan negara berasal dari rakyat, dan proses penyelenggaraan negara dikendalikan oleh rakyat. Manusialah yang mendirikan negara, oleh karena negara dibutuhkan untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik. Artinya negara didirikan untuk kepentingan manusia, bukan manusia diadakan supaya negara dapat terbentuk.

Demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat yang secara bersama-sama memerintah diri mereka sendiri, dengan memilih sebagian dari antara mereka menjadi penyelenggara negara, yang bertugas melayani rakyat sesuai dengan kehendak rakyat. Pengaturan seperti ini adalah konsekuensi dari pengakuan bahwa semua manusia mempunyai derajat yag sama, sehingga

5

Di banyak negara sedang berkembang, negara sering memperlakuan penduduk secara tidak manusiawi, dengan semboyan demi pembangunan.

6

(6)

tidak satu orang pun yang boleh menjadi pemerintah tanpa persetujuan dari yang diperintah. Kesederajatan pemerintah juga berakibat pengaturan tentang hubungan antara manusia harus ditetapkan bersama-sama dan diberlakukan terhadap semua manusia tanpa terkecuali, dengan kedudukan yang sama dihadapan hukum, baik berupa perlindungan hukum maupun sanksi hukum.

Rakyat adalah kumpulan manusia yang membentuk satu negara sebagai sarana kehidupan bersama demi pencapaian kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan kesepakatan bersama. Rakyat memegang kedaulatan atas negara, dan oleh karena itu kekuasaan negara harus dibatasi, karena negara dengan kekuasaan absolut akan merampas kedaulatan rakyat dan menjadi monster pembunuh kemajuan suatu negara dilihat dari pencapaian tujuan nasional yang telah menjadi kesepakatan sejak semula.

Mengikuti pemikiran di atas, maka logika pemikiran demokrasi dalam disusun sebagai berikut: Tuhan menciptakan manusia merdeka dengan derajat dan hak-hak dasar yang sama,

yang dikenal sebagai Hak Asasi Manusia (HAM)7. Dan untuk mewujudkan kehidupan

kemanusiaan yang lebih baik, berupa terwujudnya kebaikan bersama (common good)8,

sekumpulan manusia yang kemudian disebut sebagai rakyat sepakat membentuk negara, dengan kedaulatan negara berada ditangan rakyat.

Di Republik Indonesia, menurut hemat saya yang menjadi kebaikan bersama termuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang adalah kontrak sosial dari rakyat Indonesia pada waktu mendirikan negara ini, dan oleh karena itu tidak boleh diubah, perubahan atau pengantian Pembukaan tersebut berarti pembubaran Republik Indonesia.

Rakyat sebagai pemegang kedaulatan atas negara menetapkan: tujuan pembentukan negara, cara-cara pengelolahan negara, pembatasan kekuasaan negara, mengendalikan proses penyelenggaraan negara. Dalam demokrasi, segala sesuatu tentang negara bermula dan berakhir pada rakyat. Demokrasi bermula pada pengakuan bahwa semua manusia lahir dan hidup merdeka dengan derajat yang sama. Nilai kebebasan, kesederajatan dan persaudaraan adalah nilai dasar demokrasi yang dari hari ke hari semakin diyakini kebenarannya, dan dijadikan acuan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Keyakinan di atas membuat manusia sampai pada pilihan demokrasi. Tatanan pemerintahan negara yang lain

7

Lihat Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

8

(7)

tidak mengakui kesederajatan manusia, atau bahkan dengan jelas menyatakan bahwa derajat manusia itu berbeda-beda. Ada manusia dengan derajat “tuan” dan ada juga “budak”. “Tuan” mendapat tugas suci untuk memerintah, dan masyarakat harus menerimanya dengan ucapan terima kasih.

Aristokrasi menganggap yang layak memerintah adalah para bangsawan, dan yang lainnya harus patuh dan taat. Monarki absolut meyakini kebenaran bahwa raja dan keturunannya yang mendapat “tugas” memerintah, dan masyarakat luas harus mematuhinya. Otokrasi adalah pemerintahan satu orang kuat, yang biasanya harus bertindak kejam kepada orang-orang yang mengkritiknya. Seorang-orang otokrat memperlakukan orang-orang yang berbeda pendapat sebagai musuh yang harus dibungkam, dipenjarakan atau dibunuh. Tindakan kejam ini seringkali diberikan pembenaran ideologi atau cita-cita. Seorang otokrat akan menyatakan semua yang dia lakukan ini semata-mata demi kepentinga rakyat. Seorang otokrat tidak membedakan kepentingan umum dengan kepentingan pribadi, karena semua kepentingan menjadi kepentingan pribadinya.

Oligarki adalah pemerintahan oleh sedikit elite politik, yang seringkali mengadakan kerjasama dengan elite lainnya, bisa elite bisnis atau bahkan elite agama. Dari pemikiran di atas ditarik kesimpulan bahwa satu-satunya tatanan pemerintahan negara yang mengakui bahwa semua manusia dilahirkan merdekan dan mempunyai derajat yang sama adalah demokrasi. Demokrasi juga mengakui dan menjamin pemenuhan HAM. Pengakuan inilah yang menjadi alasan banyak bangsa sekarang ini memilih demokrasi.

Di Yunani kuno sekitar 2500 tahun yang lalu, demokrasi tumbuh dan berkembang, tetapi kemudian mati. Tahun 507 SM orang Athena menganut suatu pemerintahan demokrasi yang berlangsung sekitar dua abad lamanya, sampai pada akhirnya kota ini ditaklukkan oleh

tetangganya di sebelah utara, yaitu Macedonia.9 Demokrasi tumbuh, berkembang, mati dan

kemudian tumbuh kembali. Pada abad ke-18, demokrasi muncul lagi di Eropa dan Amerika Serikat. Revolusi Perancis dengan kredonya “Liberte, Egalite dan Fraternite”, mempunyai andil yang besar dari munculnya kembali demokrasi. Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat memuat HAM yang tidak dapat dilepaskan dari manusia, antara hak hidup, hak kebebasan, dan hak untuk mengejar kebahagiaan.

9

(8)

Samuel P. Huntington dalam bukunya yang berjudul Gelombang Demokratisasi yang ketiga menulis, dalam periode antara tahun 1974-1990 terjadi proses transisi ke arah demokrasi di sekitar 30 negara. Gelombang demokratisasi ini disebut Gelombang

Demokratisasi ketiga.10 Fancis Fukuyama dalam bukunya yang berjudul Kemenangan

Kapitalisme dan Demokrasi Liberal menyatakan, sejarah perkembangan ideologi politik umat

manusia berakhir dengan kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal.11 Legitimasi

terhadap demokrasi liberal sebagai sistem pemerintahan muncul di seluruh dunia setelah menaklukkan ideologi- ideologi pesaingnya seperti: monarki turun temurun, fasisme, dan komunisme. Bagi Indonesia dan bagi banyak negara lainnya, demokrasi adalah pilihan. Kepribadian Demokratis

Tatanan pemerintahan negara yang demokratis akan didukung oleh warganegara dengan kepribadian demokratis, yaitu kepribadian yang matang dalam berpikir, emosi dan intelektual, dapat mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Mereka berani mengambil keputusan sendiri dan berani memikul tanggungjawab.

Kepribadian yang demokratis dapat terbentuk kalau kepada orang tersebut diberikan kebebasan untuk memilih dan mungkin saja melakukan kesalahan. Seorang tumbuh, belajar membuat pilihan-pilihan, dan sekali-kali membuat pilihan yang salah. Kepribadian demokratis lebih mengutamakan kelompok ketimbang pemimpin, dan lebih toleran, dapat menerima perbedaan sebagai sesuatu yang sehat dan wajar; dan oleh karena itu lebih mudah bekerjasama dengan orang lain. Sebaliknya, kepribadian otoriter menampilkan orang dewasa yang tidak matang. Orang ini sudah dewasa tetapi kekanak-kanakan dan sangat tergantung kepada pihak lain. Sangat mengutamakan pemimpin yang kharismatik yag akan dijadikan “gantungan”.

Kepribadian otoriter memandang pemimpin negara dengan campuran antara rasa hormat dan kesetiaan, seperti yang pada mulanya ditujukan kepada ayahnya. Orang-orang ini menganggap kepala negara sebagai “bapak bangsa”. Kepribadian otoriter kuran toleran, dan tidak mudah menerima perbedaan pendapat. Mereka lebih menyukai kepatuhan dan keseragaman. Kalau seseorang dengan kepribadian demokratis menjadi pemimpin, biasanya akan menjadi pemimpin yang demokratis, dan sebaliknya seseorang dengan kepribadian otoriter akan menjadi pemimpin yang otoriter pula. Baik kepribadian demokratis maupun

10

Lihat Samuel Huntington (1995: xv).

11

(9)

kepribadian otoriter tumbuh dan berkembang dari hasil belajar. Pendidikan yang otoriter cenderung mengajarkan tentang “apa”. Sedangkan pendidikan yang demokratis mengajarkan tentang “mengapa” dan “bagaimana”, yang akan menghasilkan orang-orang yang kritis dan kreatif.

Demokratis mengutamakan cara ketimbang tujuan. Bagi demokratis tujuan adalah kelanjutan dari cara/prosedur. Karena itu, walaupun pengambilan keputusan menjadi lambat, tetapi prosedur demokrasi harus dijalani. Berbeda dengan pemerintahan diktaktor yang memisahkan tujuan dengan cara. Segala cara bisa ditempuh demi pencapaian tujuan. Semboyan mereka adalah “tujuan menghalalkan cara”. Demokratis memang bukan pemerintahan demi efisiensi, tetapi pemerintahan demi tanggungjawab. Tetapi sekali keputusan ditetapkan, dapat diharapkan lapisan luas masyarakat akan mendukung pelaksanaannya dan karena itu akan lebih terjamin keberhasilannya.

Demokratis mengambil keputusan dengan dialog dan voting. Melalui diskusi dan debat publik, setiap pihak berusaha meyakinkan pihak lain dengan menggunakan logika dan fakta. Bisa jadi kemudian dapat diambil keputusan melalui kompromi, kalau kompromi gagal dapat ditempuh voting.

Pemerintahan Semua Untuk Semua

Demokratis ialah pemerintah oleh semua untuk semua. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 berkali-kali mengucapkan:”Negara Indonesia adalah negara semua buat semua”. Demokratis bukan sekedar pemerintahan oleh mayoritas, apakah mayoritas permanen, yaitu mayoritas karena ciri permanen seperti ras, suku, dan agama, atau mayoritas karena menang pemilu. Dalam demokratis semua warganegara ikut memerintah, dengan hak dan kewajiban warganegara yang sama, dan dengan HAM yang sama pula. Di atas segala perbedaan yang ada, seperti perbedaan ras, suku, agama, profesi, hak milik, kepandaian, dan berbagai perbedaan lainnya, disepakati ada satu cita-cita yang harus diperjuangkan bersama. Keadilan, kesejateraan dan kemajuan bagi semua adalah cita-cita bersama, yang ditentukan bersama dan harus diperjuangkan bersama-sama. Kebersamaan seperti ini bukan suatu yang terjadi dengan tiba-tiba, tetapi hasil dari sesuatu perjalanan hidup bersama masyarakat manusia selama berabad-abad.

Perjalanan sejarah umat manusia diawali dan dipelihara dalam semangat kebersamaan. Individu yang satu dengan yang lain bisa saja mempunyai pendapat dan kepentingan yang

(10)

berbeda, tetapi kalau spesies manusia hendak bertahan hidup dan berkembang, manusia harus bersedia hidup bersama dalam semangat persaudaraan. Demikian pula dalam kehidupan kenegaraan, berbagai kelompok masyarakat dalam suatu negara bisa saja mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, atau bahkan bertentangan, tetapi kalau kehidupan mau diwujudkan, dialog harus dibuka untuk mendapatkan konsensus. Kesombongan kelompok harus dibuang, saling pengertian diutamakan dan dengan demikian “hidup bersama” dapat diwujudkan. Kondisi “hidup bersama” ini dapat terwujud kalau ada kebebasan berekspresi, berkelompok dan berserikat dalam posisi yang sederajat dengan sikap toleran, dan dijiwai oleh semangat persaudaraan sebagai suatu bangsa yang telah memilih untuk hidup bersama. Sayangnya di negara-negara yang sedang memulai demokrasi seperti Indonesia, yang sering menonjolkan ke permukaan adalah justru saling curiga, dan saling menyalahkan yang akhirnya menyalahgunakan kebebasan untuk saling membunuh, merusak dan menjatuhkan. Kondisi seperti ini harus segera dihentikan dan kita segera menuju kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang demokratis, manusiawi, dan adil.

Nilai persaudaraan adalah pengakuan bahwa semua manusia bersaudara, dan pengakuan ini diwujudkan pada sikap “semua bertanggungjawab untuk kepentingan semua”. Kehidupan kemasyarakatan hanya akan terwujud kalau individu yang satu dapat merasakan penderitaan individu yang lain dan bersedia membantu. Semua warga dapat berbagi rasa dan berbagi

beban.12 Mekanisme berbagi rasa dan berbagi beban dapat dilaksanakan secara langsung

ataupun tidak langsung. Pada masyarakat di pedesaan, mekanisme langsung lebih banyak terjadi. Kalau mekanisme berbagi rasa dan berbagi beban tidak terjadi pada kelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu, sebenarnya kelompok orang ini bukanlah suatu masyarakat. Kelompok orang-orang tersebut hanya kebetulan saja menempati wilayah yang sama, tetapi kehidupan kemasyarakatan tidak terwujud. Demikian pula dalam kehidupan kenegaraan, semua warganya harus dapat berbagi rasa dan berbagi beban, langsung atau tidak langsung, agar kehidupan kenegaraan dapat terwujud.

Dalam suatu negara, kalau yang kaya menikmati kekayaannya dan yang miskin tetap menderita kemiskinannya, tanpa yang kaya membantu yang miskin, kehadiran negara tersebut tidak ada artinya. Kalau yang kuasa malang melintang dengan kekuasaanya dan yang lemah justru menjadi korban dari tingkah laku yang kuasa, kehadiran negara tersebut hanya sekedar menjadi alat penguasa, dan oleh karena itu dipertanyakan keberadaannya. Dalam

12

(11)

kehidupan kemasyarakatan, yang kaya memberikan sebagian kekayaannya untuk membantu yang miskin, yang kuat menggunakan kekuatannya untuk menolong yang lemah, yang kuasa menggunakan kekuasaannya untuk membantu yang tidak kuasa, yang sehat harus mengurus

yang sakit, dan yang hidup mengurus yang mati.13

Pola hidup seperti ini telah terwujud dalam kehidupan kemasyarakatan jauh sebelum ada negara. Sejarah membuktikan banyak negara bukan menjadi sarana rakyat dalam upaya pemenuhan kebutuhan bersama, tetapi justru menjadi alat dari penguasa untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan seringkali dengan menindas dan melecehkan rakyat. Seharusnya negara mewujudkan nilai persaudaraan dalam ukuran yang lebih besar, lebih demokratis, lebih efektif, dan lebih efisien, dengan menggunakan berbagai alat seperti peraturan perundang-undangan pajak, APBN, dan APBD. Negara memungut pajak, yang kaya membayar lebih banyak, baik secara absolut maupun relatif, yang miskin membayar sedikit dan menerima lebih banyak dari yang dibayarnya, agar terwujud hukum lama yang berbunyi: “orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan dan mengumpulkan sedikit tidak kekurangan, tetapi yang tidak mau bekerja janganlah ia makan”.

Kewajiaban dan tanggungjawab negara menyediakan pelayaan dasar adalah salah satu bentuk penerapan nilai persaudaraan. Walaupun tidak langsung, rakyat harus ikuti menentukan anggaran pendapatan dan belanja negara, di semua tingkatan, nasional dan daerah. Ketimpangan ekonomi dan konflik dengan kekerasan adalah salah satu gambaran dari belum diterapkannya nilai persaudaraan dalam kehidupan kenegaraan kita. Sekarang ini kita banyak menuntut pelaksanaan nilai kebebasan dan kesederajatan, tetapi kurang perhatian terhadap nilai persaudaraan, nilai yang justru mempersatukan suatu bangsa, termasuk bangsa Indonesia. Mekanisme berbagi rasa dan berbagi beban dalam negara lebih besar dan lebih kompleks, dan karena itu perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Prinsip Subsidiaritas

Negara hanya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat. Artinya, negara hanya melengkapi, bukan menggantikan masyarakat. Negara membantu individu dan masyarakat dalam berbagai kegiatan yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka. Negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokratis, yaitu prinsip subsidiaritas: negara

13

Sikap tolong-menolong seperi ini merupakan bagian dari kehidupan masyarakat desa di Indonesia, dianggap sesuatu yang baik dan harus terjadi.

(12)

membantu masyarakat, dan apa yang dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya. Misalnya organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat, biarlah dikelola oleh anggotanya sendiri. Jumlah partai politik yang akan ikut pemilu ditentukan oleh masyarakat sendiri. Negara tidak perlu menentukan bahwa partai politik yang ikut pemilu jumlahnya harus tiga, dua, atau satu. Negara hanya menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk dapat mengikuti pemilu.

Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan, pakaian, pendidikan, makanan, agama, hobi, dan lain sebagainya. Negara tidak perlu mengatur soal-soal seperti ini. Prinsip subsidiaritas dilaksanakan antara lain dengan menentukan, membatasi dan membagi kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus dibatasi dengan berbagai alasan, antara lain, kekuasaan negara dibatasi agar tersedia ruang gerak masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan sebagai jaminan bagi pelaksanaan HAM. Manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat membutuhkan kebebasan agar mereka dapat hidup wajar, sehat dan berkembang. Negara juga harus membatasi kekuasaanya, karena masyarakat mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan ini akan lebih baik kalau dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, tanpa campur tangan negara.

Persoalan besar yang kita hadapi adalah konflik antarnegara dan masyarakat, bukan konflik antara berbagai kelompok masyarakat. Negara di satu sisi berupaya untuk memperbesar kekuasaannya, sementara di sisi lain masyarakat ingin mempertahankan hak kebebasannya. Konflik seperti ini tampaknya akan berlangsung lama. Penentuan kelulusan

peserta didik SD, SLPT, dan SLTA oleh pemerintah14, ditambah dengan kecenderungan

negara terlalu banyak mengatur berbagai kegiatan dalam masyarakat dapat membawa negara ini menjadi negara totaliter, yang selanjutnya dapat berubah menjadi negara diktaktor totaliter.

Prinsip keempat: Prinsip Kesejahteraan

Soekarno mengungkapkan sebagai berikut: ”Saya di dalam tiga hari ini belum mendengarkan

prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka... Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalisnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejaheraan, merasa dipangku Ibu Pertiwi yang cukup memberi

14

Ujian Nasional telah menjadi bahan perdebatan di tengah masyarakat dari tahun ke tahun, dan hingga kini sikap pro-kontra terus muncul dan tetap kuat.

(13)

sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya kita sudah mencapai kesejahteraan ini... Maka oleh karena itu jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid itu, yaitu bukan saja persamaan politik, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan...15 Dari ucapan Soekarno di atas tampak bahwa ia menyadari bahwa Badan Perwakilan Rakyat bukan jaminan untuk kesejahteraan rakyat, sehingga perlu ditetapkan persamaan politik dan juga persamaan di bidang ekonomi. Demokrasi yang akan dilaksanakan bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi, untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Kekhawatiran Soekarno itu sekarang terbukti. Banyak penduduk Indonesia yang sekarang ini jauh dari sejahtera, dan begitu beratnya penderitaan hingga kehilangan pengharapan.

Kesejahteraan Umum

Kesejahteraan umum tidak identik dengan penjumlahan kesejahteraan semua warga masyarakat. Kesejahteraan umum sebagai kesejahteraan yang harus diusahakan negara dirumuskan sebagai kondisi yang menunjang tercapainya kesejahteraan anggota masyarakat. Kesejahteraan umum terdiri dari syarat-syarat yang harus dipenuhi negara agar masyarakat sendiri dapat mengupayakan kesejahteraannya masing-masing. Seseorang merasa sejahtera, dapat dirumuskan secara negatif dan secara positif. Secara negatif manusia disebut sejahtera apabila ia bebas dari perasaan lapar, dari kemiskinan, dari kecemasan akan hari esok, bebas dari rasa takut, bebas dari penindasan, dan apabila ia tidak merasa diperlakukan tidak adil. Secara positif manusia dapat disebut sejahtera apabila merasa aman, tenteram, selamat, dapat hidup sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilainya sendiri, bebas untuk mewujudkan kehidupan

individual dan sosial dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.16 Perumusan di

atas menunjukan kesejahteraan seseorang tidak ditentukan oleh pihak lain, tetapi oleh orang itu sendiri. Negara dapat menyediakan kondisi kondusif untuk peningkatan kesejahteraan, tetapi tidak membuat mereka merasa sejahtera.

Pemikiran ini menunjukkan batas dari tugas dan kekuasaan negara. Negara tidak langsung menciptakan kesejahteraan orang per orang, dan kalau negara langsung mau membuat anggota masyarakat sejahtera – dan hal ini tidak mungkin, negara tersebut jatuh ke dalam

15

Lihat Saafoedin Bahar dkk (1995: 78-79).

16

(14)

totaliterisme. Tetapi kalau negara menghindar dari tugas memajukan kesejahteraan umum, dan hanya sekedar menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka negara tidak bertanggung jawab terhadap warga masyarakat yang kalah dalam persaingan ekonomi pasar bebas.

Negara harus menyediakan pelayanan dasar seperti pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, rumah jompo, dan rumah yatim piatu. Setiap warga masyarakat, semiskin apapun dia harus dapat memperoleh pelayanan masyarakat yang optimal, walaupun mereka tidak mampu membayar. Setiap anak usia sekolah harus dapat memperoleh pendidikan yang memadai, tidak jadi soal apakah ia berasal dari keluarga kaya atau keluarga miskin. Pelayanan dasar ini harus disediakan oleh negara agar warga masyarakat, termasuk yang miskin, dapat memperolehnya. Kalau kaum miskin tidak dapat memperolehnya, apa makna kehadiran negara bagi mereka? Masyarakat telah mengurangi sebagian dari kebebasannya dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena masyarakat ingin mendapatkan imbalan dari negara, antara lain berupa pelayanan dasar.

Kemiskinan Struktural

Ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru sampai sekarang belum dapat kita kurangi. Terdapat sedikit orang yang sangat kaya, di tengah-tengah banyak orang yang miskin, bahkan sangat miskin. Sebagian kecil penduduk Jakarta sangat kaya, tetapi pada saat yang sama banyak orang Indonesia yang sangat miskin, hingga untuk sekedar hidup saja tidak mampu. Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya pembangunan fisik sangat pesat, dan pada saat yang sama di daerah-daerah terpencil banyak bangunan dan rumah penduduk yang tidak layak. Ketimpangan ekonomi seperti ini adalah ketidakadilan negara. Dalam negara demokrasi, ketimpangan seperti itu seharusnya tidak terjadi. Kemiskinan dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, antara lain kurangnya modal, rendahnya pendidikan, kurangnya kesempatan kerja, dan berbagai penyebab lainnya.

Penyebab kemiskinan adalah kondisi yang mendorong orang menjadi miskin, baik yang berasal dari dalam diri orang tersebut maupun dari luar. Interaksi dari berbagai kondisi negatif inilah yang membuat banyak orang menjadi miskin dan tetap miskin. Dan kondisi negatif ini dalam setiap negara sebagian besar merupakan hasil keputusan politik. Hampir semua kondisi yang kondusif untuk memberdayakan kaum miskin dapat dilaksanakan oleh negara. Negara memang tidak dapat memaksa orang malas menjadi rajin, tetapi paling tidak negara dapat mendorong orang miskin menjadi rajin, dengan memberikan imbalan bagi

(15)

kerajinan mereka. Siapa yang paling berpengaruh dalam proses penyelenggaraan negara, dialah yang akan diuntungkan oleh negara. Dalam kerangka pemikiran ini, kemiskinan hanya akan diatasi kalau kaum miskin mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses penyelenggaraan negara.

Akhir-akhir ini pengakuan terhadap adanya kemiskinan struktural di Indonesia semakin kuat. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai kemiskinan struktural. Segelintir elite politik bekerjasama dengan elite bisnis secara sengaja menciptakan struktur kemasyarakatan dan kenegaraan yang menjauhkan kaum miskin dari berbagai sumberdaya ekonomi, politik, sosial, dan keamanan, yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan struktural. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merajalela menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga banyak orang menjadi miskin atau tetap miskin karena mereka tidak mendapatkan sumber daya yang semestinya mereka dapatkan, karena struktur kemasyarakatan dan kenegaraan yang ada menghalanginya. Walaupun 50 persen tenaga kerja di Indonesia hidup dari pertanian, pinjaman yang diberikan kepada para petani terlalu kecil, sementara pengusaha besar dapat dengan mudah memperoleh pinjaman dalam jumlah yang sangat besar.

Petani yang rajin bekerja dari pagi hingga sore, dan kemudian menghasilkan panen yang berlimpah, tetap saja miskin karena harga jual gabahnya rendah. Kondisi seperti ini berulang terus dari tahun ke tahun, untuk hampir semua hasil panen. Pemerintah tidak mempunyai strategi yang kuat untuk meningkatkan pendapatan petani, hingga banyak petani tetap miskin, walaupun mereka telah bekerja keras dan menghasilkan panen yang melimpah.

Pemerintah berlaku tidak adil, dengan lebih membela konsumen beras daripada petani padi. Tetapi, sampai sekarang kita tidak melihat kebijakan negara yang cukup kuat dalam memberdayakan kaum miskin. Yang terlihat justru kerjasama antara sesama elite politik dengan elite bisnis untuk memperkaya diri mereka dam memperkuat posisi istimewa mereka.

Banyak elite politik ini mendaki karir politik dengan dukungan kaum miskin, tetapi segera

setelah mereka berkuasa yang paling cepat mereka lupakan justru kaum miskin itu sendiri.17

Paparan di atas menggambaran bahwa di Indonesia telah tercipta struktur ekonomi, politik dan soial yang tidak adil, yang mengakibatkan kemiskinan sebagian besar warga masyarakat

17

Pada waktu kampanye, dalam upaya memenangkan pemilihan umum kepala daerah, banyak calon walikota dan bupati yang menjanjikan program untuk kaum miskin, tetapi beberapa bulan kemudian, tanpa dialog sebelumnya, Pemerintah Daerah menggusur perumahan kumuh.

(16)

tetap bertahan, yang semestinya tidak perlu terjadi. Kemiskinan Struktural terjadi akibat rendahnya partisipasi politik kaum miskin yang mengakibatkan rendahnya pengaruh kaum miskin terhadap pembuatan kebijakan negara.

Seseorang yang bekerja keras belum tentu menjadi kaya, kalau struktur ekonomi bersifat eksploitatif, karena semakin keras orang tersebut bekerja, semakin kaya majikannya. Karena itu negara harus menghapus struktur yang eksploitatif di bidang ekonomi, juga di bidang kehidupan lainnya, seperti, politik, hukum, sosial dan budaya.

Kondisi seperti ini bertentangan dengan prinsip kesejahteraan yang ditawarkan Soekarno. Untuk mengubah kondisi di atas dan memberikan kesempatan kepada kaum miskin untuk memberdayakan diri, perlu ditetapkan Undang-Undang Pemberdayaan Kaum Miskin, yang kemudian dilanjutkan dengan Perda Pemberdayaan Kaum Miskin. Perluasan lapangan kerja dilaksanakan dengan meningkatkan investasi, antara lain investasi besar-besaran di bidang infrastruktur yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, melalui APBN dan APBD. Investasi ini akan menyerap banyak tenaga kerja dan akan berfungsi sebagai lokomotif penggerak pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Dasar Kelima: Prinsip Ketuhanan

Soekarno bertanya dan kemudiaan menjawabnya sendiri: “Saudara-saudara apakah Prinsip

Kelima?. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya Tuhan. Tuhannya sendiri... Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme agama” Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini... menyatakan bahwa prinsip kelima daripada negara kita ialah ke-Tuhanan yang kebudayaan, ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain”.18

Prinsip ini akan menjamin terpenuhinya hak kebebasan beragama atau berkepercayaan, karena setiap orang akan menyembah Tuhan dengan berbudaya, saling menghormati. Tetapi yang sering terjadi sekarang ini adalah egoisme beragama, mau benar sendiri, mau menang sendiri, dan suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Yang besar menindas yang kecil, dan yang kecil tidak punya tempat mengadu karena negara hampir selalu memihak yang besar. Atas nama agama, orang melakukan kekerasan terhadap yang lain, suatu sikap yang seharusnya tidak terjadi di dalam Indonesia Merdeka. Dengan prinsip ke-Tuhanan yang

18

(17)

berkebudayaan yang ditawarkan Soekarno, seharusnya kebebasan beragama terjamin di Indonesia, karena negara menjamin dan masyarakat harus toleran terhadap perbedaan agama. Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan

Kebebasan beragama menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menentukan apakah ia akan beragama atau tidak. Hidup sesuai dengan keyakinan keagamaan sendiri, mengamalkan, dan mengkomunikasikan agamanya kepada orang lain. Memilih agama yang diyakininya, atau meninggalkan agamanya. Kebebasan menjalankan agama dan kepercayaan hanya boleh dibatasi sejauh diperlukan untuk melindungi hak-hak kebebasan orang lain. Kebebasan beragama adalah tuntutan manusia kepada semua lembaga kemasyarakatan dan kenegaraan. Negara harus menjamin kebebasan beragama atau tidak beragama, menjalankan ibadah

agama, menyebarluaskan ajaran agama, atau mengganti agama yang dianutnya.19 Seseorang

atau sekelompok orang harus dijamin hak kebebasannya untuk beribadah dimana pun mereka mau melaksanakannya, sepanjang tidak mengganggu ketertiban umum. Apakah beribadah di rumah tinggal, taman, lapangan terbuka, atau tempat-tempat umum lainnya.

Masyarakat harus dapat bersikap bahwa perbedaan beragama, sama seperti perbedaan lainnya dalam kehidupan bermasyarakatan dan bernegara, adalah sesuatu yang selalu ada. Perbedaan agama adalah normal, waras, wajar, dan merupakan suatu kebutuhan. Konflik yang terjadi akibat perbedaan agama dapat diselesaikan dengan cara damai dan beradab. Tidak perlu menggunakan pemaksaan kehendak dan kekerasan. Dialog dan adil dan sederajat bagi semua pihak yang terlibat konflik dalam semangat persaudaraan akan dapat menyelesaikan persoalan. Kesadaran dan sikap seperti di atas menumbuh-kembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan agama, dan hal ini akan menjadi modal tambahan bagi perkembangan sikap toleransi terhadap perbedaan lainnya.

Toleransi adalah sikap menghormati kebebasan orang lain. Toleransi berarti mengakui hak menentukan sendiri yang dimiliki orang lain. Toleransi dibutuhkan oleh karena disadari tidak ada manusia yang mempunyai kebenaran mutlak dan berlaku sepanjang masa. Toleransi juga merupakan perasaan yang jujur dari dalam diri manusia, bahwa mungkin saja kebenaran ada di pihak lain. Orang yang bersikap toleran mendengarkan pendapat orang lain, termasuk yang dianggap salah, atau menyanggahnya dengan adu argumentasi dan tidak menyerang pribadi yang mengemukakkan pendapat tersebut. Orang-orang yang toleran lebih mudah berdialog

19

(18)

dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam diskusi setiap pemikiran diuji kelebihan dan kekurangannya, dan melalui berbagai diskusi dapat ditemukan sintesa dari berbagai pemikiran, yang lebih mendekati kebenaran daripada pendapat sendiri yang terisolasi. Sintesa seperti ini memberikan kemungkinan lebih besar untuk menghasilkan keputusan yang baik. Pandangan-pandangan asing, pemikiran yang aneh dan cara-cara baru yang ditawarkan dalam diskusi-diskusi akan memperkaya kehidupan individu dan masyarakat.

Pemisahan Agama dan Negara

Kehidupan bergama berada dalam ruang lingkup masyarakat. Kehidupan keagamaan adalah sukarela tanpa paksaan. Agama terutama mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, suatu hal yang tidak mungkin diatur oleh negara. Hubungan antara Tuhan dengan manusia diatur oleh Tuhan sendiri. Kehidupan beragama diatur oleh masing-masing agama dan sukarela. Sesuai pemikiran di atas, kehidupan keagamaan harus dipisahkan dari kehidupan kenegaraan. Agama tidak membawahi negara, demikian pula sebaliknya. Intervensi negara dalam kehidupan keagamaan berupa pemaksaan negara terhadap penduduknya untuk menjalankan ajaran agama yag dianutnya, tidak hanya melecehkan manusia, tetapi juga melecehkan Tuhan sendiri. Tuhan dianggap lemah dan tidak mampu membuat manusia tunduk kepada-Nya, sehingga karena itu perlu minta bantuan kepada negara.

Negara dibentuk untuk mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan dengan alam. Negara hanya mengatur hubungan yang dapat diperdebatkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan oleh negara sesuai dengan kehendak rakyat, sementara hubungan antara manusia dengan Tuhan ditentukan oleh masing-masing agama yang dipercayai oleh manusia. Agama menggunakan paradigma kepercayaan, yang kebenarannya hanya tergantung pada kepercayaan masing-masing agama dan tidak perlu dibuktikan. Seseorang menganut suatu agama karena ia percaya akan kebenaran agama tersebut dan tidak akan menerima pendapat orang lain yang mempermasalahkan kebenaran agamanya. Sementara negara harus mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan dari rakyat yang beraneka ragam, dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam agama. Oleh karena itu kalau suatu negara mengintervensi agama, misalnya dengan menentukan agama mana yang menjadi agama resmi atau menentukan suatu agama menjadi dasar negara, maka berarti negara telah merampas kebebasan dari penganut agama yang lain dan pada saat yang sama sudah meninggalkan nilai-nilai kesederajatan dan pada akhirnya akan menghancurkan persaudaraan dari bangsa tersebut.

(19)

Negara juga tidak berwenang memaksa seseorang untuk melaksanakan ibadah agama, walaupun seseorang tersebut menganut suatu agama. Ibadah agama dilaksanakan oleh

penganutnya secara sukarela, bebas dari paksaan pihak manapun.20 Kehidupan beragama

adalah kehidupan pribadi. Soepomo dalam pidatonya pada Sidang Pertama BPUPKI tanggal

31 Mei 1945 menyatakan: “Dengan sendirinya dalam negeri nasional yang bersatu ini,

urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan sendirinya dalam negara nasional yang bersatu ini urusan agama akan diserahan kepada golongan agama yang bersangkutan. Dan dengan sendirinya dalam negara sedemikian seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya. Baik golongan agama yang terbesar, mapun golongan yang terkecil, tentu akan merasa bersatu dengan negara...”

Negara Gotong-Royong

Di bagian akhir pidatonya Soekarno berkata: “Sebagai tadi telah saya katakan: kita

mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua. Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia.. tetapi Indonesia buat Indonesia! Semua buat semua! Jikalau saya peras yang kelima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong-royong! Gotong-royong adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan... Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersama-sama! Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemeras keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong-royong!

Pada bagian lain dari pidato ini Soekarno mengingatkan: “Kalau kita mecari demokrasi,

hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiekeconomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial!21

Dari kutipan Soekarno ini, saya sampai pada suatu kesimpulan bahwa demokrasi yang diusulkan Soekarno bukan Demokrasi Barat yang berdasarkan falsafah individualisme, tetapi Demokrasi Indonesia yang berdasarkan falsafah gotong-royong. Konsep ini merupakan dua

20

Lihat Merphin Panjaitan (2001: 45-46).

21

(20)

hal yang berbeda, kalau Demokrasi Barat yang berdasarkan falsafah individualisme lebih mengedepankan nilai kebebasan dan kesederajatan ketimbang nilai persaudaraan, Demokrasi Indonesia yang berdasarkan falsafah gotong-royong lebih mengedepankan nilai persaudaraan dan kesederajatan ketimbang nilai kebebasan. Secara umum demokrasi adalah tatanan kenegaraan, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan nilai persaudaraan, kesederajatan, perbedaanya hanya pada pengutamaan dari ketiga nilai-nilai tadi.

Soekarno tampaknya sangat meyakini kebenaran falsafah gotong-royong ini. Di kemudian hari Presiden Soekarno pernah memberi nama kepada kabinetnya: Kabinet Gotong-Royong. Sekarang ini kita perlu mempelajari lagi pemikiran Soekarno tentang demokrasi dalam upaya menemukan sistem demokrasi yang lebih sesuai untuk Indonesia. Saya pikir ketimpangan ekonomi yang adalah suatu ketidakadilan yang terjadi sejak era Orde Baru, dan setelah sepuluh tahun kita melaksanakan demokrasi tapi belum dapat diatasi juga, antara lain karena kita lebih mengedepankan nilai kebebasan ketimbang nilai persaudaraan. Dan kalau pemikiran saya ini benar, peringatan Soekarno 65 tahun yang lalu terbukti benar. Kita menggunakan Demokrasi Barat yang lebih mengedepankan nilai kebebasan dan sekaligus meremehkan nilai persaudaraan. Kekeliruan ini harus segera dikoreksi, agar Republik Indonesia berjalan pada arah yang tepat seperti yang telah disepakati bersama pada waktu pendirian Negara Republik Indonesia 65 tahun yang lalu. Dengan demikian diharapkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia dapat terwujud. Sebagai implementasi falsafah gotong-royong di bidang ekonomi, lapangan kerja harusnya diperluas untuk mengurangi penggangguran, sehingga semboyan “keringat semua buat kebahagian semua” dapat terwujud.

Kesimpulan

Gagasan Soekarno yang ditawarkan pada 1 Juni 1945, yaitu dasar negara Pancasila, membawa banyak harapan bagi peserta sidang BPUPKI, dan oleh karena itu sidang menerima Pancasila dijadikan dasar negara Republik Indonesia, dengan beberapa perubahan redaksi.

Republik Indonesia adalah negara kebangsaan yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan Pancasila. Tetapi sayangnya kita terlalu cepat lupa, dan kemudian tertarik dengan

(21)

tawaran-tawaran lain, apalagi yang datang dari luar, yang dianggap sebagai obat mujarab dan dapat segera menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Bangsa Indonesia perlu belajar banyak kepada para pendiri bangsa, agar dapat menyelenggarakan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ke arah yang seharusnya.

Sebagai suatu bangsa kita gagal mengisi kemerdekaan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara cepat dan tepat, yang mengakibatkan kita tertinggal dari banyak bangsa lain. Kita terlalu banyak menyia-nyiakan waktu, dan oleh karena itu kita perlu kerja keras mengganti waktu yang hilang.

Ketidakadilan negara yang terjadi hampir di semua aspek kehidupan mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat kepada negara, menimbulkan saling curiga dan permusuhan antarberbagai kelompok masyarakat. Oleh karena itu perwujudan keadilan di semua aspek kehidupan harus menjadi prioritas negara. Sementara pemenuhan HAM, khususnya hak kebebasan beragama dan kepercayaan yag masih sering terganggu, antara lain akibat rendahnya toleransi dari sebagaian warga masyarakat dan lemahnya jaminan negara.

Kemiskian struktural yang telah berlangsung sejak era Orde Baru adalah suatu ketidakadilan negara, yang seharusnya tidak terjadi kalau Indonesia melaksanakan demokrasi yang mengedepankan nilai persaudaraan, sesuai dengan falsafah gotong-royong yang ditawarkan Soekarno. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua. Semua bekerja keras, dan semua bahagia.

Mempelajari pemikiran Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945, saya sampai pada kesimpulan bahwa demokrasi yang sesuai untuk Indonesia adalah demokrasi berdasarkan falsafah gotong-royong yang mengedepankan nilai persaudaraan dan kesederajatan ketimbang nilai kebebasan. Dalam kalau pemikiran Soekarno ini dijalankan secara konsisten dan konsekuen, seharusnya ketidakadilan yang terjadi hampir di semua aspek kehidupan ini tidak terjadi.

(22)

Kepustakaan

Bahar, Saafroedin dkk., (eds), 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Dahl, Robert A., 2001. Perihal Demokrasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ebenstein, William dan Edwin Fogelman, 1994. Isme-isme Dewasa ini, Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Fukuyama, Francis, 2001. Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, Yogyakarta:

Penerbit Qalam.

Huntington, Samuel P., 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti.

Panjaitan, Merphin, 2001. Gerakan Warganegara Menuju Demokrasi, Jakarta: Restu Agung.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Perubahannya.

Schumpeter, Joseph A., 1950. Capitalism, Socialism, and Democracy, New York: Harper &

Brothers Publishers.

Suhartono, 1994. Sejarah Pergerakan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

wawancara dan survey lahan terhadap kondisi dan potensi yang dimiliki oleh kedua kelompok tani mitra (Am Oki dan Nekamese), maka metode pelaksanaan kegiatan

Berdasarkan jumlah kehadiran karang batu yang dijumpai pada garis transek di seluruh lokasi penelitian tersebut, nilai indeks keanekaragaman yang tertinggi (H’= 3,62) dengan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan mengesksplorasi data yang dilapangan dengan metode analisis deskriptif yang bertujuan memberikan

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pupuk cair amina dapat digunakan sebagai pengganti pupuk urea yang selama ini menjadi bahan pendukung utama dalam budidaya ikan di kolam

Tujuan penelitian untuk melakukan skrining bakteri hidrokarbonoklastik penghasil biosurfaktan yang diperoleh dari kawasan mangrove yang tercemar minyak bumi dan

Kekurangan bahan pengajaran yang lebih menarik perhatian pelajar contohnya pendekatan grafik dan animasi yang berwarna dan menarik dalam mempersembahkan sesuatu elemen dan

Penyelidikan epidemiologi terhadap kasus KLB serta penyebaran penyakit difteri pada tanggal 14 – 19 Mei 2015 di Kampung Kumpay Desa Maraya Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak

pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi atau R square sebesar 0,616 yang artinya perubahan yang terjadi pada variabel Y sebesar 61,6