• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum pidana Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana Dumping Limbah ke media lingkungan tanpa izin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan hukum pidana Islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana Dumping Limbah ke media lingkungan tanpa izin"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG NOMOR: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb TENTANG TINDAK PIDANA DUMPING LIMBAH KE

MEDIA LINGKUNGAN TANPA IZIN

SKRIPSI

Oleh:

Venni Tri Utami NIM: C03215038

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb Tentang Tindak Pidana Dumping Limbah Ke Media Lingkungan Tanpa Izin untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin dan Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

Dalam penelitian ini data diperoleh dari kajian kepustakaan, yaitu berupa teknik bedah putusan, dokumentasi serta kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan tindak pidana dumping limbah, yakni berupa sumber primer dan sumber sekunder. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan pola pikir induktif.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdakwa H. Asep Iskak Mutaqin telah terbukti melanggar Pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagaimana pertimbangan hakim yang menggunakan unsur dari Pasal 109 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, dijatuhkan putusan berupa hukuman pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), apabila denda tersebut tidak dibayar maka di ganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Menurut penulis, putusan tersebut tidak sesuai, karena, hakim menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda dibawah minimal, dari yang telah ditetapkan dalam Pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam perkara ini terdakwa H. Asep Iskak Mutaqin telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin, yang bisa dilihat dari pertimbangan hakim yang mengunakan unsur-unsur dari Pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009. Dalam tinjuan Hukum Pidana Islam dikarenakan unsur-unsur dari tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin telah terpenuhi

maka terdakwa dapat dikenakan sanksi pidana berupa ta’zi<r, karena tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin tidak ditetapkan jenis hukumannya dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Sedangkan jenis ta’zi<r dalam bentuknya diserahkan sepenuhnya kepada hakim atau penguasa, bisa dalam bentuk sanksi yang ringan ataupun berat, seperti hukuman cambuk, hukuman penjara, penyitaan harta, hukuman denda, peringatan keras, pengucilan dan bahkan hukuman mati.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk penegak hukum terutama hakim yang di berikan kekuasaan untuk memutus suatu perkara alangkah baiknya dalam memutus sesuai dengan ketentuan yang ada agar tercapainya keadilan hukum bagi masyarakat dan pencegahan kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana dumping limbah.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

MOTTO ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II TINDAK PIDANA DALAM HUKUM ISLAM ... 18

(8)

1. Pengertian Jari<mah ... 18

2. Unsur-unsur Jari<mah ... 19

3. Pengertian Jari<mah Ta’zi<r ... 21

4. Macam-macam Jari<mah Ta’zi<r ... 23

5. Macam-macam sanksi Jari<mah Ta’zi<r ... 26

6. Pengertian Jari<mah Qis{a>s{ ... 33

7. Syarat-syarat Jari<mah Qis{a>s{ ... 35

8. Macam-macam Jari<mah Qis{a>s{< ... 37

9. Hal-hal yang Menggugurkan Hukuman Qis{a>s{ ... 38

10.Diya>t ... 39

B. Teori Penjatuhan Pidana dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif 1. Hukum Pidana Islam ... 40\

2. Hukum Positif ... 45

BAB III DESKRIPSI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG NOMOR: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb TENTANG DUMPING LIMBAH ... 49

A. Deskripsi Kasus ... 49

B. Identitas Pelaku ... 50

C. Pertimbangan Hakim ... 51

D. Dasar Hukum Hakim ... 53

E. Amar Putusan ... 54

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM dalam PUTUSAN NOMOR: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb ... 55

A. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb ... 55

(9)

B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb ... 58 BAB V PENUTUP ... 63 A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah lingkungan dapat ditinjau dari aspek planalogis, teknologis,

teknik lingkungan, ekonomi dan hukum. Segi-segi hukum pengelolaan

lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam di Indonesia perlu dikaji

secara intensif, karena pengelolaan lingkungan tidak mungkin dapat tanpa

pengaturan hukum. Hal ini tidak berarti bahwa ahli hukum dapat

menangangani masalah lingkungan terlepas dari disiplin ilmu lain yang

berkaitan dengan bidang lingkungan.1

Namun keadaan saat ini sudah berubah, pembuangan limbah cair

industri yang dilakukan secara besar-besaran terutama di daerah perkotaan,

baik yang terjadi di negara berkembang maupun di negara maju telah

merubah cara pandang masyarakat mengenai lingkungan. Mereka

menganggap lingkungan sebagai sesuatu yang harus dikotori dan dipandang

sebelah mata. Hal ini berakibat ketidak sesuaian pada fungsi lingkungan

sebenarnya, yaitu fungsi daya dukung, daya tampung, daya lenting. Sering

kali pembuangan limbah hanya memperhitungkan cost benefit ratio tanpa

memperhitungkan social cost dan ecological cost. Mayoritas pengembang

hanya menganggap lingkungan sebagai benda bebas (ress nullius) yang digunakan sepenuhnya untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya

1

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), 1.

(11)

2

dalam waktu yang relatif singkat, yang berakibat terganggunya fungsi

lingkungan hidup.2

Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup baik karena

terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya

ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai

estetika, kerugian ekonomi (economic cost) dan terganggunya sistem alami

(natural system).3

Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan sesuatu sistem yang

saling berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga pengertian

lingkungan hidup mencakup semua unsur ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa

di bumi ini. Itulah sebabnya lingkungan hidup termasuk manusia dan

perilakunya termasuk unsur lingkungan hidup yang sangat menentukan.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan saat ini oleh sebagian

kalangan dianggap tidak bernilai karena lingkungan hidup (alam) hanya

sebuah benda yang diperuntukkan oleh manusia. Dengan kata lain, manusia

merupakan penguasa dari lingkungan hidup sehingga lingkungan hidup

hanya di presepsikan sebagai objek bukan sebagai subjek.4

Pencemaran akibat limbah cair paling banyak menyita perhatian

dewasa ini. Air sungai telah mengalami perubahan kualitas karena masuknya

zat-zat pencemar. Adanya program kali bersih (Prokasih) yang ditujukan

pada sungai-sungai yang telah mengalami pencemaran tidak terlepas dari

2Syahrul Machfud, Penegakan Hukum Lingkungan indonesia, Cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2012), 1.

3

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 3.

(12)

3

kegiatan masyarakat yang membuang limbah cair tanpa pengolahan ke

dalam sungai. Sungai-sungai menjadi keruh dan dapat bersifat asam atau

basa, mengandung logam berat yang dapat membuat keracunan bagi biota

perairan.5

Limbah cair mengakibatkan badan penerima menjadi kotor dan

senyawa-senyawa yang pencemar yang terkandung membahayakan terhadap

lingkungan. Di samping itu perubahan air menjadi kotor perubahan air

dilapisi bahan-bahan berminyak atau bahan padatan lain yang menyebabkan

terjadinya penutupan permukaan air. Senyawa-senyawa yang terkandung

dalam limbah bila melebihi kadar yang ditentukan menyebabkan air tidak

dapat dipergunakan untuk keperluan sebagaimana mestinya.6

Pencemaran lingkungan merupakan suatu hal yang tak asing lagi, yang

mana tata cara kehidupan yang berwawasan lingkungan sebenarnya telah

diamanatkan dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, yaitu :

‚Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum‛.

Tindak pidana lingkungan hidup dalam hukum positif diatur dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

5

Perdana Ginting, Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri, (Bandung: YRAMA WIDYA, 2007), 28.

(13)

4

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu tindak pidana

dalam undang-undang tesebut adalah pembuangan tanpa izin. Dumping

(pembuangan) menurut Undang-undang tersebut, tepatnya pasal 24 adalah

kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau

bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan

persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Sedangkan izin

lingkungan menurut Undang-undang tersebut adalah adalah izin usaha

dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk

melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Tindak pidana dumping limbah menurut pandangan hukum islam

termasuk dalam kejahatan. Ulama’ muta’akhirin menghimpunnya dalam

bagian khusus yang dinamai Fikih Jinayah, yang dikenal dengan istilah

Hukum Pidana Islam. Dalam hukum pidana islam tersebut terdapat

pembahasan mengenai jenis pelanggaran atau kejahatan manusia dengan

berbagai sasaran, termasuk juga terhadap lingkungan hidup. Dalam

mempelajari Fikih Jinayah, ada dua istilah penting. Pertama, adalah istilah

Jinayah itu sendiri dan kedua adalah jarimah.7

Pada dasarnya pencemaran lingkungan dalam hukum Islam merupakan

perbuatan yang dilarang. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Al-A’raf

(7) : 568

7

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11.

(14)

5

رَنِمرٌبْيِرَقرِّٰللّٱرَتَْحَْررَّنِارًاعَمَطَوراًفْوَخرُهْوُعْداَورَاهِحٰلْصِإرَدعَبرِضْرَلاأر ِفِرْوُدِسْفُ ترَلاَو

ر

رَْينِسْحُمْلٱ

‚Dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang berbuat baik.‛

Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa Allah SWT melarang hambanya

melakukan kerusakan dimuka bumi. Tindakan pencemaran dan perusakan

lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (jinayah)

apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur pidana. Sebagaimana

dijelaskan dalam hukum Islam, terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi

apabila perbuatan seseorang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,

yaitu:

1. Adanya nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu dan ada

ancaman hukuman bagi pelakunya.\

2. Adanya perbuatan yang berbentuk Jari<mah, yang dalam hal ini adalah

perbuatan pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan hidup.

3. Adanya pelaku tindak pidana tersebut, yakni orang yang mukallaf

(cakap hukum) yaitu orang yang dimintai pertanggung jawabannya.9

Salah satu kasus pembuangan limbah terjadi di Bandung, yang sudah

terdapat putusan pengadilannya, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Bale

Bandung nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb. Pelaku dalam putusan

9Ahmad Faqih Syarafaddin, “

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No.32 Tahun 2009” (Skripsi-UIN

(15)

6

tersebut bernama H. Asep Iskak Mutaqin Bin H. Abdulrahman yang telah

melakukan tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

Pelaku dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar

Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), apabila tidak dibayar diganti

dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Di dalam kasus tersebut terdapat masalah bahwa hakim menentukan

pidana di bawah minimum dan denda di bawah minimum, sehingga tidak

sesuai dengan ketentuan ancaman pidana pada pasal yang digunakan, yaitu

pasal 109 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal tesebut ancaman

hukuman adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar

rupiah).

Dengan memperhatikan pemaparan di atas, maka penulis tertarik

dengan judul Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb Tentang Tindak

Pidana Dumping Limbah Ke Media Lingkungan Tanpa Izin.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diindetifikasi

(16)

7

a. Akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana dumping limbah ke media

lingkungan tanpa izin.

b. Analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke media

lingkungan tanpa izin.

c. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam

putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

2. Batasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas dan juga bertujuan agar

permasalahan ini dikaji dengan baik, maka penulis membatasi penulisan

karya ilmiah dengan batasan:

a. Analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke media

lingkungan tanpa izin.

b. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam

putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

C. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan

awal penulisan, maka penulis akan memfokuskan pada beberapa masalah

(17)

8

1. Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke

media lingkungan tanpa izin ?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin ?

D. Kajian Pustaka

Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Berdasarkan penelusuran penulis, ada beberapa penelitian yang membahas

tema yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian dari Muhammad Reza Cordova, dengan judul: Kajian Air

Limbah Domestic di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor dan

Pengaruhnya pada Sungai Ciliwung. Fokus dari penelitian tersebut

adalah: (1) Pengaruh air limbah domestic hasil kegiatan rumah tangga

perumnas bantar kemang bogor terhadap kualitas air sungai ciliwung, dan

(18)

9

dan besarnya beban pencemaran yang berasal dari kegiatan rumah tangga

di perumnas bantar kemang bogor.10

2. Penelitian dari Dzaral AlGhifari, dengan judul: Tinjauan Hukum Tentang

Pengelolaan Limbah Medis Padat Di RSUD Batara Guru Kabupaten

Luwu. Fokus dari penelitian tersebut adalah: (1) pelaksanaan pengelolaan

limbah medis padat di RSUD Batara Guru kabupaten Lawu, dan (2)

faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan limbah medis

padat di RSUD Batara Guru Kabupaten Lawu.11

3. Penelitian dari Iva Rosiana, dengan judul: Tinjauan Hukum Pidana Islam

Terhadap Sanksi Tindak Pidana Bagi Pembuangan Limbah B3 (Bahan,

Berbahaya dan Beracun) (Studi Putusan No.2480.Pid.B/2014/PN.Sby).

fokus dari penelitian tersebut adalah: (1) pertimbangan hakim terhadap

sanksi tindak pidana bagi pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya dan

Beracun) dalam putusan Nomor: 2480/Pid.B/2014/PN.SBY, dan (2)

tinjauan hukum pidana islam terhadap sanksi hukum dalam tindak pidana

pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, Dan Beracun) dalam putusan

Nomor: 2480/ Pid.B/2014/PN.SBY.12

10Muhammad Reza Cordova, “

Kajian Air Limbah Domestic Di Perumnas Bantar Kemang Kota Bogor Dan Pengaruhnya Pada sungai Ciliwung”, (Fakultas Perikanan Dan Kelautan Institut

Pertanian Bogor, 2008).

11

Dzaral alghifari “Tinjauan Hukum Tentang Pengelolaan Limbah Medis Padat Di RSUD Batara Guru Kabupaten Luwu”(Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2017).

12Iva Rosiana, “

TinjauanHukum Pidana Islam Sanksi Tindak Pidana Bagi Pembuangan Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, Dan Beracun) (Studi Putusan No.2480/Pid.B/2014/PN.Sby)” (Fakultas

(19)

10

Dari beberapa uraian penelitian di atas, di sini penulis ingin

menunjukan bahwa pembahasan dalam judul penelitian ini berbeda

dengan pembahasan beberapa judul penelitian di atas. Bahwa fokus

pembahasan penelitian ini lebih mengkaji tentang analisis pertimbangan

hakim dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak

pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin dan Tinjauan

hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam putusan nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke

media lingkungan tanpa izin.

Letak perbedaan pembahasan penelitian ini dengan pembahasan

penelitian terdahulu yaitu penelitian ini menggunakan studi putusan yang

membahas mengenai pertimbangan hakim yang kurang memperhatikan

ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan

meninjau dari segi hukum pidana Islam. Sedangkan letak persamaan

dengan penelitian terdahulu yaitu sama-sama membahas mengenai tindak

pidana Dumpling Limbah ke media lingkungan tanpa izin pada

umumnnya dan tindak pidana Dumpling Limbah ke media lingkungan

tanpa izin lebih khususnya.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang ditulis, maka skripsi ini bertujuan

(20)

11

1. Untuk mengetahui analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana dumping limbah ke

media lingkungan tanpa izin.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan

hakim dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak

pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membawa beberapa

manfaat sebagai berikut:

1. Aspek keilmuan (teoritis), yaitu hasil penelitian memiliki konstribusi

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum. Dalam

hal ini adalah sebagai upaya dalam pengembangan pengetahuan di bidang

hukum pidana islam dan hukum kovensional. Selain itu juga dapat

digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang berkaitan

tentang hukum pidana islam terhadap hukuman bagi pelaku tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin di pengadilan negeri bale

bandung nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb.

2. Aspek terapan (praktis), yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan acuan melakukan penelitian yang akan datang serta

diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan

perkara pidana khususnya dalam menerapkan hukuman bagi pelaku tindak

(21)

12

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kesalah pahaman

terhadap penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan maksud dari judul

penelitian ini, yaitu:

1. Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur perbuatan yang

dilarang oleh syarak dan dapat menimbulkan hukuman h}add atau ta’zi<r.

Yang dimaksud dengan penelitian ini adalah jari<mah dengan hukuman

ta’zi<r .13

2. Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb adalah putusan yang dikeluarkan oleh direktori

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan ini membahas

tentang dumping limbah adalah adalah kegiatan membuang,

menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam

jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan

tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.14

H. Metode Penelitian

13

Ahmad Djazuli, fiqh jianayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet II, 1997), 2

14

Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(22)

13

Dalam melakukan penelitian hukum tidak dapat terlepas dengan

penggunaan metode penelitian, karena setiap penelitian apa saja pastilah

menggunakan metode untuk menganalisa permasalahan yang diangkat.

Menurut Soerjono Soekanto penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah

yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan

mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan

suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang

bersangkutan.15

Metode penelitian yang akan dipakai dalam penulisan penelitian ini ialah

metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif dengan

menggunakan metode melalui studi kepustakaan. Metode dalam penulisan

penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan.

a. Data tentang Putusan pengadilan negeri bale bandung Nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb. Tentang tindak pidana Dumping

Limbah ke media lingkungan tanpa izin di

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus

memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan

sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian dibedakan menjadi

(23)

14

sumber-sumber penelitian yang berupa sumber primer dan sumber

sekunder.16

a. Sumber Primer

Sumber primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas.17 Sumber primer dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2) Putusan Pengadilan Negeri Bale bandung Nomor: 695/Pid.B

LH/2018/PN.Blb.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.18 Sumber sekunder dalam

penelitian ini adalah:

1) Ahmad Wardih Muslih. 2005. Hukum Pidana Islam. (Jakarta :

Sinar Graha)

2) Rahmat Hakim. 2000. Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah).

(Bandung: Pustaka Setia).

3) R.M Gatot Sumartono. Hukum Lingkungan Indonesia. (Jakarta:

Sinar Grafika).

16

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), 181.

17

Ibid,. 182.

(24)

15

4) Supriadi. 2006. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah

Pengantar. (Jakarta: Sinar Grafika).

5) Syahrul Machfud. 2012. Penegakan Hukum Lingkungan

indonesia. Cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu).

6) Takdir Rahmadi. 2014. Hukum Lingkungan di Indonesia. (Jakarta:

Rajawali Pers).

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Dokumentasi, yaitu teknik mencari data dengan cara menelaah

dokumen dalam hal ini adalah putusan Pengadilan Negeri Bale

bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb.

b. Pustaka, yaitu teknik mencari data dengan menghimpun informasi

yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang

diteliti dengan buku-buku atau literatur terkait dengan penelitian

yang akan dibahas.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data yang terkait dengan permasalahan tersebut

kemudian akan diolah dengan beberapa teknik sebagai berikut:

a. Editing (seleksi data), yaitu data yang diperoleh dicek kembali

kelengkapnnya, sehingga diketahui apakah data-data yang didapat

dimasukkan atau tidak dalam proses selanjutnya.

b. Interpretasi, yaitu dengan memberikan penafsiran seperlunya terhadap

(25)

16

c. Analizing, yaitu melakukan analisis terhadap putusan hakim

Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb

dan fiqh jinayah (hukum pidana islam) dengan hasil pengorganisasian

dalam data dengan menggunakan kaidah, teori, dalil hingga diperoleh

kesimpulan akhir sebagai jawaban dari permasalahan yang

dipertanyakan.

5. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik deskriptif analisis yang menggambarkan atau

menguraikan suatu hal menurut apa adanya tanpa membuat perbandingan

atau mengembangkan satu dengan yang lainnya.

I. Sistematika Pembahasan

Bab pertama memaparkan pendahuluan, yaitu merupakan gambaran

umum dari penelitian yang terdiri dari beberapa sub bab, yang meliputi latar

belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua memaparkan teori yang menguraikan tentang tindak pidana

dalam hukum islam yang meliputi Pengertian Jari<mah, Unsur-unsur Jari<mah,

Pengertian Jari<mah Ta’zi<r, Macam-macam Jari<mah Ta’zi<r, Macam-macam

Sanksi Jari<mah Ta’zi<r, Pengertian Jari<mah Qis{a>s{, Syarat-syarat Jari<mah Qis{a>s{, Macam-macam Jari<mah Qis{a>s{<, Hal-hal yang Menggugurkan Hukuman

(26)

17

Qis{a>s{, Diya>t dan Teori Penjatuhan Pidana dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif.

Bab ketiga memaparkan berisi tentang penyajian data, yaitu

memaparkan data dari putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor:

695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb. Bab ini memaparkan deskripsi kasus, identitas

pelaku, pertimbangan hakim, dasar hukum hakim, amar putusan.

Bab keempat, memaparkan analisis penelitian yang meliputi analisis

pertimbangan hakim dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb

tentang tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin dan

Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan nomor: 695/Pid.B-LH/2018/PN.Blb tentang tindak pidana

dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.

Bab kelima, bab ini merupakan bab terakhir yang menjadi penutup,

(27)

BAB II

TINDAK PIDANA DALAM HUKUM ISLAM

A. Tindak Pidana dalam Hukum Islam

1. Pengertian Jari<mah

Menurut bahasa kata jari<mah berasal dari kata ‚jarama‛ kemudian

menjadi bentuk masdar ‚jaramatan‛ yang artinya perbuatan dosa,

perbuatan salah atau kejahatan. Pelaku jari<mah dinamakan dengan

‚jarim‛, dan yang dapat dikenakan dalam perbuatan tersebut adalah

‚mujarram alaih‛.19 Para fuqaha’ sering menggunakan kata jina<yah

untuk jari<mah. Mereka mengartikan jina<yah dengan suatu perbuatan

yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai harta,

jiwa dan lainnya. Selain itu terdapat beberapa fuqaha’ yang

membatasi kata jari<mah pada jari<mah h{udu>d, dengan

mengsampingkan perbedaan pemakaian kata jina<yah dan jari<mah,

sehingga dapat dikatakan kedua istilah tersebut mempunyai makna

yang sama.

Menurut istilah fuqaha’ yang dimaksud dengan jari<mah ialah

segala perilaku yang dilarang oleh syara’ (melakukan hal-hal yang

dilarang atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam

oleh Allah berupa hukuman h}add atau ta’zi<r.20 Pengertian jari<mah

19Atabik Ali, Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), 308.

20A. Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menaggulangi Kejahatan Dalam Islam) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 56.

(28)

19

berarti perbuatan, peristiwa, tindak atau delik di dalam pidana yang

diatur pada hukum positif.21

Suatu hukuman diberikan dalam masyarakat supaya tidak terjadi

pelanggaran, karena jika hanya diberikan larangan-larangan saja itu

tidak cukup. Hukuman bukanlah sebuah kebaikan yang akan didapat

bagi si pelaku tetapi dapat dikatakan sebagai kerusakan. Namun jika

hukuman diterapkan di tengah-tengah masyarakat itu sangat

diperlukan karena dapat membuat ketentraman di dalam masyarakat,

karena dasar dari jari<mah itu sendiri adalah memelihara kepentingan

bersama atau masyarakat. Dari paparan diatas penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa yang dinamakan jari<mah adalah melakukan

perbuatan yang dilarang dan meninggalkan

perbuatan-perbuatan wajib yang diancam syara’ dengan hukuman h}add dan

ta’zi<r, jika perintah atau larangan itu tidak diancam dengan hukuman maka itu bukan dinamakan dengan jari<mah.

2. Unsur-unsur Jari<mah

Suatu perbuatan dapat dikatakan jari<mah apabila syarat dan rukun jari<mah dikategorikan menjadi dua, yang pertama: rukun umum,

artinya unsur-unsur yang wajib dipenuhi pada setiap jari<mah. Kedua:

unsur khusus, artinya unsur-unsur yang terpenuhi pada jenis jari<mah

tertentu. Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur jari<mah

diantaranya:

(29)

20

a) Unsur formil (adanya undang-undang/nash), artinya setiap

perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak

dapat dipidana kecuali adanya nash/undang-undang yang

mengaturnya. Dalam hukum positif masalah ini dikenal sebagai

asas legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dianggap melawan

hukum dan pelakunya tidak dapat diberi sanksi sebelum adanya

peraturan yang mengundangnya. Dalam syariat Islam lebih dikenal

dengan istilah ٍِْػْشَشْلا ُهْكُشْلا, kaidah yang mendukung unsur ini

adalah ‚tidak ada perbuatan yang melanggar hukum dan tidak ada

hukuman yang dijatuhkan kecuali adanya nash‛. Kaidah ini juga

menyebutkan ‚tiada hukum mukallaf sebelum adanya nash.‛

b) Unsur materil (sifat melawan hukum), artinya adanya tindak

perbuatan seorang yang membentuk jari<mah, baik dengan sikap

berbuat maupun dengan sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam

hukum pidana Islam disebut dengan ٌِْداَمْلا ُهْكُشْلا.

c) Unsur moril (pelakunya mukallaf), artinya pelaku jari<mah adalah

orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap

jari<mah yang dilakukannya. Dalam syari’at Islam unsur moril disebut dengan unsur ٍِْتَدَاْلا ُهْكُشْلا, yaitu orang yang melakukan tindak pidana dapat dipersalahkan dan dapat disesalkan, artinya

bukan orang gila, bukan anak-anak, bukan karena dipaksa atau

(30)

21

Unsur-unsur umum diatas hanya dikemukakan untuk

mempermudah dalam mengkaji persoalan-persoalan dalam hukum

pidana Islam dari sisi kapan peristiwa pidana terjadi.

Unsur khusus adalah unsur yang haknya terdapat pada peristiwa

pidana tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jari<mah

yang satu dengan jenis jari<mah lainnya. Misalnya pada jari<mah

pencurian harus terpenuhi unsur perbuatan dan benda yang dicuri,

perbuatan itu dikatakan sembunyi-sembunyi, benda itu dimiliki

seseorang secara sempurna dan benda itu sudah ada pada penguasaan

pihak pencuri. Syarat yang berkaitan dengan benda, bahwa pada

benda itu berupa harta ada pada tempat penyimpanan dan sudah ada 1

(satu) nasab. Unsur yang khusus bermacam-macam serta

berbeda-beda pada setiap jari<mah.22 3. Pengertian Jari<mah Ta’zi<r

Ta’zi<r adalah bentuk mashdar dari ُسِزْؼََ – َسَزَػ kata yang secara

etimologis berarti menolak dan mencegah.23 Kata ini juga memiliki

arti menolong atau menguatkan. Hal ini seperti dalam firman Allah

berikut:

اًلُِصَأَو ًجَشْكُت ُيىُحِّثَسُتَو ُيوُشِّقَىُتَو ُيوُسِّزَؼُتَو ًِِلىُسَسَو ًَِّللاِت اىُىِمْؤُتِل

‚Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.‛ (QS. Al-Fath: 9)

22A. Djazuli, Fiqh Jinayah . . ., 12.

(31)

22

Dalam tindak pidana ta’zi<r dapat diancam dengan satu atau

beberapa hukuman ta’zi<r. Yang dimaksud dengan hukuman ta’zi<r

adalah ta’dib, yaitu memberikan pendidikan (pendisiplinan). Dalam

hukum Islam hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang

paling ringan sampai yang paling berat. Dalam hal ini, hakim diberi

kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai dengan macam

tindak pidana ta’zi<r serta keadaan si pelaku.

Jari<mah ta’zi<r sepenuhnya diserahkan kepada penguasa atau hakim untuk menentukan kadar hukumannya, dengan syarat harus

sesuai dengan kepentingan yang ada di dalam masyarakat dan tidak

boleh bertentangan dengan nash-nash (ketentuan syara’) dan prinsip umum. Dengan maksud apabila para penguasa atau hakim

menghadapi suatu masalah yang terjadi didalam masyarakat yang

sifatnya mendadak.24 Dalam hal ini, penguasa atau hakim mempunyai

kewenangan dalam memberikan beberapa macam hukuman dalam

jari<mah ta’zi<r untuk pelaku yang melakukan tindak pidana sesuai

dengan pertimbangannya sebab dalam tindak pidana ta’zi<r banyak

macam-macam hukuman. Jadi dapat disimpulkan, bahwa ta’zi<r

dikenal dengan istilah hukuman tertinggi dan terendah. Istilah itu

dikenal dalam jari<mah h{udu>d, qis{a>s{, diya>t.25

Penguasa atau hakim memiliki hak penuh dalam memutuskan

hukuman dalam jari<mah ta’zi<r sebab dalam ta’zi<r sendiri belum

24Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam . . ., 9.

(32)

23

ditetapkan oleh syara’.26 Jadi secara ringkas dapat disimpulkan yaitu

hukuman ta’zi<r adalah penentuan hukuman terkait penentuan ataupun pelaksanaanya ditetapkan oleh ulil amri atau penguasa dan

hukumannya belum ditentukan di dalam syara’. Dalam hal ini hakim atau penguasa dapat menentukan suatu hukuman secara global saja.

Sebab untuk masing-masing jari<mah ta’zi<r tidak ditetapkan di dalam undang-undang tetapi hanya menetapkan berat ringannya suatu

hukuman.27

4. Macam-Macam Jari<mah ta’zi<r

Abdul Aziz Amir membagi jari<mah ta’zi<r secara rinci kepada

beberapa bagian, yaitu:28

a) Jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan pembunuhan

Pembunuhan diancam dengan hukuman mati (qis{a>s{), apabila hukuman mati dimaafkan maka hukumannya diganti

dengan diya>t, apabila hukuman diya>t dimaafkan juga maka ulil

amri berhak menjatuhkan hukuman ta’zi<r apabila hal itu

dipandang lebih maslahat.

b) Jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan pelukaan

Ta’zi<r yang dapat dikenakan terhadap jarīmah pelukaan apabila qis{a>s{ nya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena

26A. Djazuli, Fiqh Jinayah . . ., 206.

27Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 9.

(33)

24

suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’. Menurut mazhab

Hanafi, Syafi’i, dan Hambali, ta’zi<r juga dapat dijatuhkan

terhaddap orang yang melakukan Jarīmah pelukaan dengan

berulang-ulang (residivis), disamping dikenakan hukuman qishas.

c) Jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan kejahatan terhaddap

kehormatan dan kerusakan akhlak

Jari<mah ini berkaitan dengan Jari<mah zina, menuduh zina, dan penghinaan. Kasus perzinaan yang diancam dengan ta’zi<r adalah perzinaan yang tidak memeuhi syarat untuk dikenakan

hukuman h}add, atau terdapat syubhat dalam pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya). Demikian pula kasus

percobaan zina dan perbuatan-perbuatan prazina, seperti

meraba-raba, berpelukan dengan wanita yang bukan istrinya.

Adapun tuduhan-tuduhan selain tuduhan zina digolongkan

kepada penghinaan dan statusnya termasuk ta’zi<r , seperti tuduhan mencuri, mencaci maki, dan sebagainya.

Panggilan-panggilan seperti wahai kafir, wahai munafik, wahai fasik, dan

semacamnya termasuk penghinaan yang dikenakan hukuman

ta’zi<r.

d) Jari<mah ta’zi<r yang Berkaitan dengan Harta

Jari<mah yang berkaitan dengan harta adalah Jari<mah pencurian dan perampokan. Apabila kedua Jari<mah tersebut syarat-syaratnya telah dipenuhi maka pelaku dikenakan

(34)

25

hukuman h}add. Akan tetapi, apabila syarat untuk dikenakannya

hukuman hadd tidak terpenuhi maka pelaku tidak dikenakan

hukuman h}add, melainkan ta’zi<r, misalnya percobaan pencurian, pencurian yang tidak mencapai batas nisbah, dan perjudian.

Termasuk juga ke dalam kelompok ta’zi<r, pencurian karena adanya syubhat, seperti pencurian oleh keluarga dekat.

e) Jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

Jari<mah ta’zi<r yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain seperti saksi palsu, berbohong (tidak memberikan

keterangan yang benar) di depan sidang pengadilan, melanggar

hak privasi orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa

izin).

f) Jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan kemaslahatan umum

Jari<mah ta’zi<r yang termasuk dalam kelompok ini adalah Jari<mah yang mengganggu kemanan negara/pemerintah (seperti spionase), kudeta, suap, tindakan melampaui batas dari pegawai/pejabat atau lalai dalam menjalankan kewajiban,

melawan petugas pemerintahan dan membangkang terhadap

peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan

terhaddap pengadilan, dan menganiaya polisi.

5. Macam-macam Sanksi Jari<mah Ta’zi<r

(35)

26

Sanksi jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan badan, dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Hukuman mati

Dalam jari<mah ta’zi<r hukuman mati ini diterapkan oleh

para fuqaha secara beragam. Hanafiyah membolehkan kepada

ulil al-amri untuk menerapkan hukuman mati sebagai ta’zi<r

dalam jari<mah-jari<mah yang jenisnya diancam dengan

hukuman mati apabila jari<mah itu dilakukan berulang-ulang.

Contohnya melakukan perbuatan mencuri yang dilakukan

secara berulang-ulang dan orang kafir dzimmi yang menghina

Nabi beberapa kali, meskipun setelah ia masuk Islam.29 Sanksi

tertinggi dalam jari<mah ta’zi<r adalah hukuman mati menurut

sebagian Hanabilah dan kalangan Malikiyah. Menurutnya

sanksi tersebut dijatuhkan untuk mata-mata dan orang yang

melakukan kerusakan di muka bumi. Sedangkan menurut

sebagian Syafi’iyah hukuman mati dibolehkan, seperti dalam

kasus homoseks dan penyebaran aliran-aliran sesat yang

menyimpang dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

sanksi ta’zi<r dalam hukuman mati ditetapkan sebagai sanksi

tertinggi apabila sanksi h{udu>d tidak lagi memberi pengaruh

bagi pelaku jari<mah yang melakukan perbuatan kejahatan yang

29Abdurrahman Al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, terj. Syamsuddin Ramadlan (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 249-250.

(36)

27

berkaitan dengan keamanan, jiwa, dan ketertiban bagi

masyarakat.30

2) Hukuman cambuk

Dalam jari<mah ta’zi<r, hakim diberikan kewenangan untuk menetapkan jumlah cambukan disesuaikan dengan kondisi

pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Adapun sifat dari

hukuman cambuk dalam jari<mah ta’zi<r adalah untuk

memberikan pelajaran (pendidikan) agar tidak mengulangi

tindak kejahatan tersebut dilain hari. Apabila pelaku kejahatan

tersebut laki-laki, baju yang dipakai harus dibuka jika cambuk

sampai ke kulit. Sedangkan, apabila pelaku kejatan tersebut

adalah perempuan, harus menggunakan pakaian, supaya tidak

terlihat auratnya. Hukuman cambuk tidak boleh diarahkan ke

kepala, wajah dan farji tetapi harus diarahkan ke punggung.

Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan pelaku cacat atau

bahkan bisa meninggal dunia.31

b. Sanksi jari<mah ta’zi<r yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang

Dalam sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang dibagi

menjadi dua yaitu:

1) Hukuman penjara

Mengenai batas maksimal untuk hukuman ini tidak ada

kesepakatan di kalangan fuqaha. Menurut Syafi’iyah, batas

30Nurul Irfan, Fiqh Jinayah . . ., 149 31Ibid., 151-152.

(37)

28

maksimalnya adalah satu tahun. Mereka mengqiyaskannya pada

hukuman pengasingan h}add zina yang lamanya satu tahun dan

hukuman ta’zi<r tidak boleh melebihi hukuman h}add. Akan

tetapi, tidak semua ulama Syafi’iyah menyepakati pendapat

tersebut. Jadi, hakim dalam memutus hukuman dengan

memperhatikan kondisi jari<mah, pelaku, tempat, waktu, dan

situasi ketika jari<mah itu terjadi serta tidak ada batas maksimal

yang dapat dijadikan pedoman dalam hukuman ini.32

Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya dan

berlangsung terus sampai si terhukum meninggal dunia atau

bertaubat. Hukuman penjara yang dibatasi sampai terhukum

bertaubat adalah untuk mendidik. Hal ini hampir sama dengan

lembaga permasyarakatan yang menerapkan adanya remisi bagi

terhukum yang terbukti ada tanda-tanda telah bertaubat.

Menurut ulama, seseorang dinilai bertaubat apabila ia

memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dalam perilakunya.33

Di Indonesia, ada pendapat yang menyatakan bahwa konsep

hukuman cambuk dalam Islam itu menghendaki negara tanpa

penjara. Akan tetapi, apabila kita mengingat sejarah di masa

Nabi dan sahabat, telah dikenal adanya hukuman penjara. Hal itu

dilakukan karena pelaku lebih cocok dijatuhi hukuman penjara

daripada hukuman cambuk. Selanjutnya, sanksi ini diberlakukan

32Ibid., 153. 33Ibid., 154.

(38)

29

di lembaga permasyarakatan Indonesia. Sehubungan dengan itu,

ulama mengharuskan adanya pengobatan apabila terhukum

(narapidana) sakit dan dianjurkan untuk melatih mereka dengan

kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, karena membawa

kemaslahatan dan mendukung taubat mereka.34

Adapun mengenai administrasi lembaga permasyarakatan,

seharusnya diatur dengan baik terkait biaya pelaksanaan

hukuman, seperti kebutuhan primer, sekunder, serta pengobatan

bagi para narapidana menjadi tanggungjawab baitul ma>l (negara).

2) Hukuman pengasingan

Hukuman pengasingan termasuk hukuman h}add yang

diterapkan untuk perampok. Hal ini didasarkan pada Surah

al-Maidah ayat 33:35

اًداَسَف ِضْسَؤْلا ٍِف َنْىَؼْسَََو ًَُلىُسَسَو ًََّللا َنىُتِساَحَُ َهَِزَّلا ُءاَزَج اَمَّوِإ اىُثَّلَصَُ ْوَأ اىُلَّتَقَُ ْنَأ اْىَفْىَُ ْوَأ ٍفاَلِخ ْهِم ْمُهُلُجْسَأَو ْمِهَِذََْأ َغَّطَقُت ْوَأ

ٌمُِظَػ ٌباَزَػ ِجَشِخآْلا ٍِف ْمُهَلَو ۖ اَُْوُّذلا ٍِف ٌٌْزِخ ْمُهَل َكِلََٰر ۚ ِضْسَؤْلا َهِم ‚Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.‛

34A. Djazuli, Fiqh Jinayah . . ., 208-209.

(39)

30

Hukuman pengasingan merupakan hukuman h}add, namun

dalam praktiknya hukuman tersebut diterapkan juga sebagai

hukuman ta’zi<r. Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada

pelaku jari<mah yang dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat. Dengan diasingkannya pelaku,

mereka akan terhindar dari pengaruh tersebut.36

Mengenai lamanya masa pengasingan, tidak ada kesepakatan

di kalangan fuqaha. Namun demikian, mereka berpendapat

sebagai berikut:

a) Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa pengasingan tidak

boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa

pengasingan jari<mah zina yang merupakan hukuman h}add.

b) Menurut Imam Abu Hanifah, masa pengasingan bisa saja lebih

dari satu tahun, sebab ini merupakan hukuman ta’zi<r, bukan

hukuamn h}add. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam

Malik. Akan tetapi, mereka tidak mengemukakan batas

waktunya dan menyerahkan hal itu kepada pertimbangan

penguasa.37

c. Hukuman Ta’zi<r. yang Berkaitan dengan Harta

Hukuman ta’zi<r dengan mengambil harta bukan berarti

mengambil harta pelaku untuk diri hakim atau untuk kas

umum (negara), melainkan hanya menahannya untuk sementara

36Nurul Irfan, Fiqh Jinayah . . ., 156. 37Ibid., 157.

(40)

31

waktu. Apabila pelaku tidak bisa diharapkan untuk bertobat

maka hakim dapat men-tasaruf-kan harta tersebut untuk

kepentingan yang mengandung maslahat. Imam Ibn Taimiyah

membagi hukuman ta’zi<r berupa harta menjadi tiga bagian

dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap harta, yaitu38:

1) Menghancurkannya, penghancuran terhadap barang sebagai

hukuman ta’zi<r berlaku dalam barang-barang dan

perbuatan/sifat yang mungkar. Contohnya: penghancuran

patung milik orang Islam, penghancuran

alat-alatmusik/permainan yang mengandung kemaksiatan,

penghancuran alat dan tempat minum khamr.

2) Mengubahnya, hukuman ta’zi<r yang berupa mengubah harta

pelaku antara lain seperti mengubah patung yang disembah

oleh orang muslim dengan cara memotong bagian kepalanya,

sehingga mirip dengan pohon.

3) Memilikinya, hukuman ta’zi<r berupa pemilikan harta

penjahat (pelaku), antara lain seperti keputusan Rasulullah

Saw. Melipatgandakan denda bagi seorang yang mencuri

buah-buahan, disamping hukuman jilid.

38 Ibid., 265-267.

(41)

32

d. Hukuman-Hukuman Ta’zi<r yang lain Selain hukuman-hukuman

ta’zi<r yang telah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk sanksi ta’zi<r lainnya, yaitu39:

1) Peringatan keras

2) Dihadirkan di hadapan sidang

3) Nasihat

4) Celaan

5) Pengucilan

6) Pemecatan

7) Pengumuman kesalahan secara terbuka

6. Pengertian Jari<mah Qis{a>s{

Secara bahasa, qis{a>s{ artinya mengikuti dan menelusuri jejak

kaki. Arti qis{a>s{ secara terminologi dikemukakan oleh Al-Jurjani

yaitu menjatuhkan sebuah hukuman (sanksi) kepada pelaku yang

sama seperti yang dilakukannya terhadap korban. Dalam Al-Mu’jam

Al-Waith qis{a>s{ diartikan penjatuhan sanksi kepada pelaku kejahatan sama persis yang dilakukan pelaku kepada korban seperti, nyawa

dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh,

dengan demikian qis{a>s{ adalah hukuman yang dijatuhkan kepada

pelaku kejahatan sama persis dengan tindakan pidana yang dilakukan

terhadap korban. 40

39

Ibid., 268. 40Ibid., 4-5.

(42)

33

Dasar hukuman qis{a>s{ untuk pembunuhan telah diatur dalam

al-Quran, yaitu41: ُذْثَؼْلاَو ِّشُحْلاِت ُّشُحْلا ۖ ًَلْتَقْلا ٍِف ُصاَصِقْلا ُمُكَُْلَػ َةِتُك اىُىَمآ َهَِزَّلا اَهََُّأ اََ ْهَمَف ۚ ًََٰثْوُؤْلاِت ًََٰثْوُؤْلاَو ِذْثَؼْلاِت ْمُكِّتَس ْهِم ٌفُِفْخَت َكِلََٰر ۗ ٍناَسْحِئِت ًَُِْلِإ ٌءاَدَأَو ِفوُشْؼَمْلاِت ٌعاَثِّتاَف ٌءٍَْش ًُِِخَأ ْهِم ًَُل ٍَِفُػ ِهَمَف ۗ ٌحَمْحَسَو ٌمُِلَأ ٌباَزَػ ًَُلَف َكِلََٰر َذْؼَت َٰيَذَتْػا ‚Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.‛ (QS Al-Baqarah: 178).

Jari<mah qis{a>s{ dengan objek (sasaran) jiwa atau anggota badan yang

dilakukan dengan sengaja, seperti membunuh, melukai, menghilangkan

anggota badan dengan sengaja, oleh karena itu, bentuk jari<mah yaitu

penganiayaan sengaja. Sedangkan qis{a>s{ atas selain jiwa disengaja adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sengaja yang mengakibatkan luka

dan hilangnya anggota badan atau hilangnya fungsi anggota badan.

Hukuman qis{a>s{ dianggap sebagai hukuman terbaik sebab

mencerminkan keadilan. Pelaku tindak pidana qis{a>s{ mendapatkan

hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya

terhadap orang lain. Dalam hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan

(43)

34

untuk pelaku apabila melakukan perbuatannya dilain hari jika dia

mengingat hukumannya sama yang akan dia dapat nantinya.

Penerapan qis{a>s{ dalam kasus tindak pidana penganiayaan harus

memenuhi beberapa syarat, antara lain:

1. Baligh

2. Pelaku berakal

3. Pelaku tidak ada hubungan darah dengan korban.

4. Adanya kafaah (kesetaraan) antara korban dan pelaku. Seperti kafir

dan budak.

5. Korban status sosialnya tidak dibawah pelaku, seperti budak dan

kafir.

6. Adanya kesamaan dalam kesehatan dan kesempurnaan (kemulusan).42

Jari<mah qis{a>s{ ialah mengambil pembalasan yang sama. Qis{a>s{ itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris

yang terbunuh yaitu dengan membayar diya<t (ganti rugi). Pembayaran

diya<t diminta dengan baik, misalnya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik,

yaitu dengan tidak menangguh-nangguhkannya.

7. Syarat-syarat Jari<mah Qis{a>s{

Untuk melaksanakan hukuman qis{a>s{ perlu adanya syarat-syarat

yang harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat

untuk pelaku (pembunuh), korban (yang dibunuh), perbuatan

(44)

35

pembunuhannya dan wali dari korban.43 Adapun penjelasannya sebagai

berikut:

a. Syarat-syarat pelaku (pembunuh)

Menurut Ahmad Wardi Muslich adalah ada syarat yang harus

terpenuhi oleh pelaku (pembunuh) untuk diterapkannya hukuman

qis{a>s{. Syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku

(pembunuh) harus orang yang mempunyai kebebasan.44

b. Korban (yang dibunuh)

Untuk dapat diterapkannya hukuman qis{a>s{ kepada pelaku harus

memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat

tersebut adalah korban harus orang-orang yang ma’shum ad-dam

artinya korban adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara

Islam, korban bukan bagian dari pelaku, artinya bahwa keduanya

tidak ada hubungan bapak dan anak, adanya keseimbangan antara

pelaku denagn korban (tetapi para jumhur ulama saling berbeda

pendapat dalam keseimbangan ini).

c. Perbuatan pembunuhannya

Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus

perbuatan langsung, bukan perbuatan tidak langsung. Apabila perbuatannya tidak langsung maka hukumannya bukan qis{a>s{

melainkan diya<t. Akan tetapi, ulama-ulama selain hanafiyah tidak

43Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 151. 44Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam . . ., 152.

(45)

36

mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa pembunuhan tidak

langsung juga dapat dikenakan hukuman qis{a>s{

d. Wali (keluarga) dari korban

Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban

tidak diketahui keberadaannya maka qis{a>s{ tidak bisa dilaksanakan.

Akan tetapi ulama-ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

8. Macam-macam Jari<mah Qis{a>s{

Dalam fiqh jinayah, qis{a>s{ ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Qis{a>s{ karena melakukan jari<mah pembunuhan.

b. Qis{a>s{ karena melakukan jari<mah penganiayaan,

Sanksi hukum qis{a>s{ yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan

sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah berikut45:

َلَػ َةِتُك اىُىَمآ َهَِزَّلا اَهََُّأ اََ ْهَمَف ۚ ًََٰثْوُؤْلاِت ًََٰثْوُؤْلاَو ِذْثَؼْلاِت ُذْثَؼْلاَو ِّشُحْلاِت ُّشُحْلا ۖ ًَلْتَقْلا ٍِف ُصاَصِقْلا ُمُكُْ ْمُكِّتَس ْهِم ٌفُِفْخَت َكِلََٰر ۗ ٍناَسْحِئِت ًَُِْلِإ ٌءاَدَأَو ِفوُشْؼَمْلاِت ٌعاَثِّتاَف ٌءٍَْش ًُِِخَأ ْهِم ًَُل ٍَِفُػ َف ۗ ٌحَمْحَسَو ِهَم ٌمُِلَأ ٌباَزَػ ًَُلَف َكِلََٰر َذْؼَت َٰيَذَتْػا ‚Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.‛ (QS Al-Baqarah: 178).

(46)

37

Ayat ini berisi tentang hukuman qis{a>s{ bagi pembunuh yang

melakukan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak

memaafkan pelaku. Kalau keluarga korban ternyata memaafkan pelaku,

maka sanksi qis{a>s{ tidak berlaku dan beralih menjadi hukuman diya<t. Dengan demikian, tidak setiap pelaku tindak pidana pembunuhan

pasti diancam sanksi qis{a>s{. Segala sesuatunya harus diteliti secara

mendalam mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan teknis ketika

melakukan jari<mah pembunuhan ini. Ulama fiqh membedakan jari<mah

pembunuhan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:46

a. Pembunuhan sengaja.

b. Pembunuhan semi-sengaja.

c. Pembunuhan tersalah.

Dari ketiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi

hukuman qis{a>s{ hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu jenis

pembunuhan sengaja. Nash yang mewajibkan hukuman qis{a>s{ ini tidak

hanya berdasarkan Alquran, tetapi juga hadis Nabi dan tindakan para

sahabat. Adapun dua jenis pembunuhan yang lainnya, sanksi hukumnya

berupa diya<t. Demikian juga pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh

pihak keluarga korban, sanksi hukumnya berupa diya<t.47

9. Hal-hal yang Menggugurkan Hukuman Qis{a>s{

Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur,

tetapi sebab ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang

46Nurul Irfan, Fiqh Jinayah . . ., 5. 47Ibid., 6.

(47)

38

dapat membatalkan seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut

memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap hukuman. Adapun

sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman adalah: 48

a. Meninggalnya pelaku tindak pidana.

b. Hilangnya tempat melakukan qis{a>s{.

c. Tobatnya pelaku tindak pidana

d. Perdamaian.

e. Pengampunan.

f. Diwarisnya qis{a>s{.

g. Kadaluarsa (al-taqdum).

10. Diya>t

Diya>t merupakan hukuman pokok dalam pembunuhan tersalah, namun memiliki ketentuan yang berbeda dengan pembunuhan sengaja dan

pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu berupa seratus ekor unta yang

terdiri dari 20 ekor unta betina umur 1-2 tahun, 20 ekor unta jantan umur

1-2 tahun, 20 ekor unta betina umur 2-3 tahun, 20 ekor unta hiqqah (umur

3-4 tahun) dan 20 ekor unta jadzaah (umur 4-5 tahun).49

B. Teori Penjatuhan Pidana dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif

1. Hukum Pidana Islam

Pemidanaan dalam istilah Bahasa Arab sering disebut ‘uqu>bah, yaitu bentuk pembalasan bagi seseorang atas perbuatannya yang

48Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 52. 49 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam . . ., 174.

(48)

39

melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya

untuk kemaslahatan manusia.50

Tujuan dari adanya pemidanaan dalam syariat Islam merupakan

realisasi dari tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai

pembalasan atas perbuatan jahat, pencegahan scara umum dan

pencegahan secara khusus serta perlindungan terhadap hak-hak si

korban. Definisi lain menyebutkan bahwa pemidanaan adalah suatu

penderitaan yang dibebankan kepada seseorang akibat perbuatannya

melanggar aturan. Pemidanaan dengan hukuman tertentu

dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan umat dan mencegah

kedzaliman atau kemudharatan.

Ketika tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki individu,

menjaga masyarakat dan memelihara kehidupan mereka, pemidanaan

wajib berdiri diatas suatu nilai dasar yang dapat mewujudkan

tujuan-tujuan tersebut supaya pemidanaan dapat memenuhi tugas yang

seharusnya. peraturan hukum yang mengandung sanksi pemidanaan

tersebut, akan mencegah pengulangan tindak pidana oleh pelaku.

Nilai-nilai dasar yang mewujudkan tujuan pemidanaan adalah sebagai

berikut:51

50 Ahmad Syafiq, ‚Rekontruksi Pemidanaan dalam Hukum Pidana Islam (Perspektif Filsafat

Hukum)‛, Jurnal pembaharuan Hukum, No. 2, Vol.1, (Mei-Agustus 2014), 179. 51 Ibid., 180.

(49)

40

a. Hukuman itu bersifat universal, yaitu dapat menghentikan orang

dari melakukan suatu tindak kejahatan, bisa menyadarkan dan

mendidik bagi pelakunya.

b. Penerapan materi hukumannya sejalan dengan kebutuhan dan

kemaslahatan masyrakat. Seluruh bentuk hukuman harus dapat

menjamin dan mencapai kemaslahatan pribadi dan masyarakat.

c. Hukuman tersebut bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap

pelaku tindak pidana.

Pemidanaan dalam kajian hukum pidana islam (fiqh jinayah)

dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:52

1) Pemidanaan dilihat dari keterkaitan antara satu pemidanaan

dengan pemidanaan yang lainnya. Dalam hal ini ada empat

macam:

a) Pidana pokok, yaitu pemidanaan yang diterapkan secara

definitive.

b) Artinya hakim hanya menerapkan sesuai apa yang telah

ditentukan oleh nash. Dalam fiqh jianayah pemidanaan ini disebut sebagai Jari<mah h{udu>d.

c) Pidana pengganti, yaitu pemidanaan yang diterapkan

sebagai pengganti karena pidan pokok tidak dapat

diterapkan dengan alasan yang sah/benar. Misalnya qishah

digangti dengan diya>t dan diya>t diganti dengan dimaafkan.

(50)

41

d) Pidana tambahan, yaitu pemidanaan yang menyertai

pidana pokok tanpa adanya putusan hakim tersendiri.

Misalnya bagi pelaku qada>f (menuduh zina) diberlakukan

pemidanaan berupa hilangnya hak persaksian dirinya dan

hilangnya hak pewarisan bagi pelaku pembunuhan.

e) Pidana pelengkap, yaitu tambahan pidana pokok dengan

melalui putusan hakim secara tersendiri. Pidana pelengkap

sejalan dengan pidana tambahan karena keduanya

merupakan kosekuensi/akibat dari pidana pokok.

Perbedaan antara pidana tambahan dengan pidana

pelengkap adalah pidana tambahan tidak memerlukan

adanya putusan hakim tersendiri, sedangkan pidana

pelengkap memerlukanj adanya putusan hakim tersendiri.

2) Pemidanaan dilihat dari kewenangan hakim dalam

memutuskan perkara. Hal ini ada dua macam yaitu:53

a) Pemidanaan yang bersifat terbatas, yakni ketentuan

pidana yang ditetapkan secara pasti oleh nash, atau

dengan kata lain, tidak ada batas tertinggi dan terendah.

Misalnya hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina dan

hukuman dera 80 kali bnagi pelaku penuduh zina.

b) Pemidanaan yanmg memiliki alternatif untuk dipilih.

(51)

42

3) Pemidanaan dilihat dari obyeknya. Dalam hal ini ada tiga

macam:

a) Pemidanaan fisik, seperti potong tangan, rajam dan

lainnya.

b) Pemidanaan yang berkenaan dengan psikologis, ancaman

dan teguran.

c) Pemidanaan benda, ganti rugi, diya>t dan penyitaan harta.

Teori Gabungan Jari<mah

4) Teori Gabungan Jari<mah, yaitu:

Dalam hukum pidana islam, para fuqaha>’ membatasi pada

dua teori, yaitu :54

a) Teori saling memasuki atau melengkapi, (al-tada>khul).

Dalam teori ini, pelaku jarimah dikenakan satu hukuman,

meskipun melakukan tindak pidana ganda, karena

perbuatan satu dengan yang lainnya dianggap saling

melengkapi atau saling memasuki. Teori ini didasarkan

pada dua pertimbangan:55

(1) Bila pelaku jari<mah hanya melakukan tindakan

kejahatan sejenis sebelum diputuskan oleh hakim,

maka hukuman-nya dapat dijatuhkan satu macam

yang tujuannya adalah edukasi (pendidikan) dan

54 Sahid, Epistemologi Hukum Pidana Isalam Dasar-dasar Fiqh Jinayah, (Surabaya: Pustaka Idea,

2014), 96. 55 Ibid., 97.

(52)

43

preventif (pencegahan). Jika satu hukuman dianggap

cukup, maka hukuman berulang tidak dibutuhkan.

Jika ia belum sadar dan mengulangi perbuatan jahat,

ia dapat dikenai hukuman lagi.

(2) Bila jari<mah yang dilakukan oleh seseorang

berulang-ulang dan terdiri atas macam-macam jari<mah, maka pelaku dapat dijatuhi satu hukuman, dengan syarat

penjatuhan hukuman itu melindungi kepentingan

bersama dan untuk mewujudkan tujuan yang sama.

Misalnya, orang yang berjudi kemudian minum

khamr.

5) Teori penyerapan (al-jabb)

Dalam teori ini penjatuhan hukuman dimaksudkan untuk

menghilangkan yang lain karena telah diserap oleh hukuman

yang lebih berat. Misalnya, hukuman mati yang dijatuhkan

akan menyerap hukum yang lain.

Fuqaha berbeda pendapat tentang teori al-jabb. Ma>lik, Abu>

Hani>fah, dan Ahmad bin Hanbal sepakat menggunakan teori

ini, sedangkan al-Sha>fi’i> tidak sepakat. Fuqaha> yang sepakat berbeda pendapat tentang wilayah pemberlakuan tentang

cakupan jenis jari<mah. Menurut Mali>k, jika hukuman h}add berkumpul pada hukuman mati, hukuman h}add tersebut gugur, karena hukuman mati telah menyerapnya kecuali hukuman

Referensi

Dokumen terkait

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pelaku Pencabulan (Analsisi Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. SUS/2011/PN-BI) Pasal 50 tidak dikenakan hukuman

g. Eksekusi putusan biaya perkara dilakukan dengan memberi Surat Tanda Terima Pembayaran biaya perkara. Hambatan dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan tindak pidana

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Tinjauan Terhadap Putusan Pengadilan Berupa Pidana Penjara Dalam Kasus Tindak Pidana Penggunaan Narkotika

Skripsi yang berjudul, ‚ Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jombang Nomor: 302/Pid.B/2015/PN.JBG Tentang Tindak Pidana Mucikari‛,

Skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Penjatuhan Pidana Pada Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tenggarong Nomor:

Penerapan Hukum pidana terhadap pelaku Tindak Pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sitoli Nomor 9/PID.SUS/2016/PN – Gst, sebagai putusan atas pelaku tindak

Berdasarkan putusan perkara Nomor.12/Pid.B/LH/2019/PN.Snj Hakim menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa bahwa terbukti melakukan bersalah melakukan tindak pidana

Sisi Delica Utary “Penerapan Pidana Denda Terhadap Pelaku Tindak Pidana Memperniagakan Satwa yang Dilindungi di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jambi Analisis Putusan Nomor: