• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diduga nenek moyangnya berasal dari dari China ( Sus Vitatus). Ciri cirinya:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diduga nenek moyangnya berasal dari dari China ( Sus Vitatus). Ciri cirinya:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Babi Bali

Babi bali ada dua jenis, yaitu yang terdapat di Bali bagian timur, yang diduga nenek moyangnya berasal dari dari China ( Sus Vitatus). Ciri – cirinya:

warna bulunya hitam agak kasar, punggungnya melengkung tetapi perutnya tidak sampai menyentuh tanah dan cungurnya agak panjang. Jenis yang hidup di Bali bagian utara, barat, tengah dan selatan mempunyai ciri – ciri: punggungnya kebawah (lordosis), perutnya besar, ada belang putih dibagian perut dan keempat kakinya, moncong pendek, telinga tegak, tinggi badan babi dewasa sekitar 54cm, panjang badan sekitar 90 cm dan panjang ekor antara 20-25 cm. Babi induk (bangkung) perutnya sangat turun kebawah, bahkan bisa menyentuh tanah bila berdiri. Puting susunya antara 12-14, bisa melahirkan mencapai 12 ekor sekali beranak. Babi inilah yang dikenal sebagai babi bali.

Babi bali secara genetik pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan babi ras impor. Diperlukan waktu 8-10 bulan untuk mencapai berat badan 90-100 kg, sedangkan babi ras impor hanya memerlukan waktu 5-6 bulan. Kelebihan babi bali adalah babi yang tahan menderita, lebih hemat terhadap air, masih mampu bertahan hidup walau diberi makan seadanya, sehingga sangat cocok di pelihara di daerah yang kering. Selain faktor genetik, faktor makanan juga sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhannya.

Babi bali makanannya lebih bervariasi dibandingkan babi ras. Bisa jadi lebih banyak hijauan, terkadang dedak padi dan banyu (limbah dapur) jarang

(2)

Secara genetik babi bali termasuk tipe pelemak. Berbeda dengan babi ras, yang sebagian besar tipe daging. Artinya babi bali gampang sekali menimbun lemak dalam tubuhnya. Selain itu lemak dibawah kulit ketika panas akan cair meresap kedalam daging dan melumuri kulit, memberi aroma spesifik. (Budaarsa, 2012). 2.2 Kunyit

Komponen utama kunyit adalah minyak astiri dan curcuminoid yaitu zat

warna kuning pada kunyit. Curcuminoid berpengaruh memperlambat peristaltik

usus halus sebagai efek khorelatik sehingga proses absorsi makanan oleh tubuh semakin meningkat (Sirait,1985). Minyak astiri (3-5%) terdiri dari alpha dan beta tumerone yang menyebabkan bau yang khas. Selain itu mengandung arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tannin, dammar, dan beberapa mineral. Kunyit merupakan rimpang berwarna merah jingga kekuningan, rasanya agak pahit, sedikit pedas, baunya khas aromatik. Umumnya digunakan untuk bumbu masak, penguat rasa, pewarna kuning makanan, dan jamu tradisional contohnya kunyit asem. Senyawa yang terkandung dalam kunyit yaitu kurkumin, tumeron, zingiberin, berfungsi sebagai antioksidan penangkal radikal bebas, antitumor, antikanker, antiserangga, antijamur, dan antibakteri (Ahmad et al, 2009.

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan jenis temu-temuan yang

mengandug kurkuminoid, yang terdiri atas senyawa kurkumin dan turunanya meliputi desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Ertina dan Rosyidah, 2000). Kurkuminoid merupakan bahan aktif dalam rimpang kunyit yang mempunyai aktivitas biologis berspektrum luas, yang salah satunya antihepatotoksik (Sujatno, 1997). Kunyit telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas baik di perkotaan maupun di pedesaan terutama di dalam

(3)

rumah tangga karena berbagai macam kegunaanya. Bagian dari kunyit yang terutama dimanfatkan adalah rimpangnya yaitu banyak di manfaatkan untuk keperluan ramuan obat tradisional, bahan pewarna tekstil, bumbu penyedap masakan, rempah-rempah dan bahan kosmetik. Manfaat rimpang kunyit sebagai obat tradisional antara lain untuk obat gatal, kesemutan, gusi bengkak, luka, sesak napas, sakit perut, bisul, kudis encok, sakit kuning, memperbaiki pencernaan, penawar racun (Rukmana, 1999).

Fungsi dan kegunaan kunyit memberi aroma harum dan rasa, bersifat bakterisidal terhadap bakteri golongan Bacillus cereuss, Bacillus subtitis, dan

Bacillus megaterium.Selain itu dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif

Bacillus dan menghambat pertumbuhan spora.Warna kuning orange pada rimpang

dan memberi karakter yang lembut, anti bakteri, anti radang, anti-inflamasi, memperlancar pengeluaran empedu (Agustina dan Sri, 2009). Fungsi lain dari kunyit adalah meningkatkan produksi dan sekresi empedu ke dalam usus halus sehingga pencernaan lemak, protein dan karbohidrat meningkat (Martini, 1998). Meningkatnya kecernaan lemak, protein dan karbohidrat diikuti pula dengan penyerapan yang meningkat sehingga menyebabkan meningkatnya pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik.

2.3 Feed additive

Feed additive adalah pakan tambahan yang berasal dari zat non gizi.

Fungsi feed additive adalah untuk menambah vitamin dan mineral, dalam

ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh stress, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan menambah nafsu makan. Salah satu feed additive alami

(4)

yang dikomersialkan adalah kunyit. Menurut Hartadi et. al., (1991) additive adalah suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan, biasanya dalam kuantitas yang kecil, kedalam campuran makanan dasar atau bagian dari padanya, untuk memenuhi kebutuhan khusus, contohnya additive bahan konsentrat, additive bahan suplemen, additive bahan premix, additive bahan makanan.

2.4 Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuminoid) pada Ternak. Kunyit merupakan salah satu tanaman tropis asli Indonesia yang dapat tumbuh hampir di seluruh daerah. Menurut Rukmana (1994) tanaman kunyit dapat tumbuh sepanjang tahun di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 2000 m dari permukaan laut. Artinya kunyit sangat berlimpah dan harganya sangat murah. Selama ini tanaman kunyit sebagian besar digunakan sebagai bahan campuran bumbu, jamu dan obat-obatan tradisional.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kunyit (Curcuminoid) dalam ransum memberikan respon yang baik terhadap performans ternak. Ramdhan (1998) melaporkan bahwa pemberian tepung kunyit 1-1,5% dalam ransum ayam broiler tidak mengurangi persentase bobot karkas, namun mampu mengurangi persentase lemak abdominal. Hal ini tentu memberi arti positif, karena konsumen umumnya menginginkan daging broiler yang lemaknya rendah.

Menurut yang dilaporkan oleh Martini (1998) bahwa pemberian tepung kunyit (Curcuminoid) 1 - 1,5% tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, tetapi memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada ternak kelinci. Penelitian pemberian ekstrak kunyit (Curcuminoid)

(5)

sebagai feed additive pada babi peranakan Landrace telah dilakukan oleh Sinaga

dan Martini (2010), melaporkan bahwa pemberian ekstrak kunyit (Curcuminoid) berpengaruh nyata terhadap konversi ransum. Pemberian sebanyak 4 mg/kg bobot badan memberikan pengaruh terbaik pada konversi ransum dan laju pertumbuhan. Pada penelitian tersebut menggunakan ekstrak kunyit (Curcuminoid) dengan taraf 0, 4, 8 dan 12 mg/kb bobot badan.

Menurut Aziz (1998) bahwa pemberian tepung kunyit (Curcuminoid) 2% dalam ransum menghasilkan bobot badan ayam broiler tertinggi dibandingkan dengan yang tanpa tepung kunyit (Curcuminoid). Demikian juga yang dilaporkan oleh Pratikno (2010), pemberian tepung kunyit (Curcuminoid) pada ayam broiler berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler.

2.5 Kualitas daging

Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Protein hewani sangat bermanfaat untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses dalam tubuh dan menyediakan energi untuk aktivitas tubuh (Norman,1988).

Daging yang bermutu baik adalah daging yang memiliki warna cerah, permukaan mengkilat, tidak pucat, tidak berbau asam apalagi busuk, kosistensinya liat dan masih terasa kebasahaanya (Hadiwiyoto, 1983). Kualitas daging juga dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah penyemblihan. Faktor sebelum penyemblihan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), tingkat stres hewan, genetik serta spesises. Faktor setelah penyemblihan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi

(6)

listrik, metode pemasakan, pH daging, metode penyimpanan, dan macam otot daging (Soeparno 2009).

Evaluasi terhadap kualitas dan kesehatan daging dapat di lakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif meliputi uji organoleptik yaitu penilaian terhadap warna, bau, dan kosistensinya. Penilaian objektif dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratorium atau dengan standar perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, Daya ikat air oleh protein daging atau Water Holding Capacity (WHC), didefinsikan sebagai

kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan,penggilingan dan tekanan (Soeparno,1992).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Pengetahuan dalam masyarakat tentang daging yang sehat dan berkualitas serta aman dikonsumi masih rendah. Umumnya masyarakat tidak tahu sebagian lagi tidak mau tahu apakah daging yang dikonsumsi berasal dari proses penyediaan pangan asal hewan di Indonesia didasarkan atas pangan yang aman, sehat dan utuh. Hal tersebut sejalan dengan keamanan (Safety) dan

kelayakan (Suitability) pangan untuk dikonsumsi manusia. Aman berarti tidak

mengandung penyakit dan residu, serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti mengandung zat-zat yang berguna dan seimbang bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh (Arka et al,

(7)

2.6 Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan pengujian berdasarkan tingkat kesukaan. Pengujian ini penting karena berkaitan dengan selera konsumen. Menurut Suryati.,(2006) biasanya konsumen memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur, kekilapan, kebasahan serta intensitas aroma daging segar. Karena berkaitan dengan selera konsumen uji organoleptik pun dilakukan oleh panelis dari berbagai kalangan. Parameter yang digunakan adalah sifat fisik daging yang dapat diamati, diraba, dicium aromanya yang menurut Winarno (1995) dalam menentukan rasa suatu makanan diperlukan penunjang lain diantaranya adalah penciuman. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan penilaian skala hedonik terhadap parameter warna, aroma, tekstur dan rasa dari produk tersebut (Rahayu, 1998). Uji organoleptik dapat dilakukan dengan metode uji pembendaan pasangan. Menurut Arief et al (2006) uji pembandingan pasangan dilakukan dengan membandingkan dua sampel yang berbeda.

Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin. Kuantitas mioglobin bervariasi diantara jenis ternak, umur, jenis kelamin, otot, dan aktivitas fisik, yang akan memepengaruhi variasi warna daging (Lawrie, 2003).

Bau atau aroma merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk suatu makanan. Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh indra pencium. Umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih

(8)

banyak merupakan campuran dari 4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Tekstur dan kekenyalan sangat berhubungan dengan daya mengikat air. Penilitian yang telah dilakukannya menyimpulkan bahwa rendahnya kemampuan daging dalam mengikat air akan menghasilkan penampilan tekstur daging yang lebih halus dan lembek. Menurut Suryati.,(2006) Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen. Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Pengindraan rasa terbagi menjadi empat rasa, yaitu manis, asin, pahit, dan asam. Konsumen akan memutuskan menerima atau menolak produk dengan empat rasa tersebut.

Tekstur merupakan segala hal yang berhubungan dengan mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan dan pendengaran yang meliputi penilaian terhadap kebasahan, kering, keras, halus, kasar, dan berminyak. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan menggunakan jari, gigi, dan langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan dan mudah dikunyah.

Referensi

Dokumen terkait

Berkembangnya provinsi-provinsi sejak tahun 2000-an di Pulau Sumatera dan desentralisasi juga berdampak mendorong ketimpangan antar provinsi menjadi lebih luas.

Pendampingan dilakukan sesuai kebutuhan anak korban ESKA Kebutuhan diberikan dalam berbagai intervensi yang dapat diakses dan diterima oleh anak korban ESKA

Namun berdasarkan penuturan tuna netra yang bekerja di perusahaan berbasis profit di Jakarta, adakalanya hal tersebut menim- bulkan stres kerja tersendiri bagi tuna netra

4.10 Kepuasan Komposisi Subjek dan Judul Berdasarkan jawaban yang diberikan informan, sebanyak empat informan mengungkapkan kurang puas dengan komposisi subjek dan

Hasanuddin BM, “bahwa dalam optimalisasi pajak yang setiap tahun mengalami tren peningkatan, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada beberapa aspek yang mempengaruhi

Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.. Merujuk pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan tentang prinsip-prinsip kesetaraan gender. Nasaruddin Umar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi formulasi sediaan masker serbuk ekstrak beras hitam telah memenuhi syarat

Penelitian yang dilakukan oleh Srinivasan (2015) menunjukkan 46% dari responden sadar tentang merek perusahaan melalui teman & saudara, 32% dari responden sadar