• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DI INDONESIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN

BADAN PERADILAN YANG BERADA DI

BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON PERTANYAAN

KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

INDAH PERMATASARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

TESIS

KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN

BADAN PERADILAN YANG BERADA DI

BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON PERTANYAAN

KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

INDAH PERMATASARI NIM: 1390561051

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(3)

KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON

PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana

INDAH PERMATASARI NIM. 1390561051

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

(4)
(5)

Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 30 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor 3406/UN14.4/HK/2015, Tanggal 13 Oktober 2015

Ketua : Prof. Dr. I Made Subawa, SH.,MS.

Sekretaris : Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH.,M.Hum. Anggota : 1. Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH.,M.Hum.

2. Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH. 3. Dr. I Gede Yusa, SH.,MH.

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Indah Permatasari Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Kedudukan Hukum Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Sebagai Pemohon Pertanyaan Konstitusional di Indonesia.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Kedudukan Hukum Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Sebagai Pemohon Pertanyaan Konstitusional di Indonesia”. Penyusunan tesis ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai rangkaian kegiatan akademis yang lain, untuk mendapatkan gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan tesis ini, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister (S2) Ilmu Hukum di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister (S2) Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LLM., dan Sekretaris Program Studi

(8)

vii

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,MH., atas kesempatan yang diberikan untuk mengkuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih tulus yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Made Subawa S.H.,MS. selaku dosen pembimbing I dan Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja S.H.,M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., MH. yang pernah membimbing penulis selaku pembimbing II.

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada para dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan pada penulisan tesis ini yaitu Prof. Dr. I Wayan Parsa, S.H.,M.H., Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H. dan Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen Program Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana dan para pegawai administrasi Program Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang selalu membantu, memberikan semangat dan motivasi dalam penyusunan tesis ini terutama Mitarsih Sri Agustini dan Ni Putu Wilda Kharismawati beserta teman-teman di Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana angkatan tahun

(9)

2013, serta teman-teman yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari penyajiannya maupun dalam penyusunannya. Kekurangan semata-mata karena kemampuan dan pengetahuan penulis yang sangat terbatas, sehingga dibutuhkan kritik serta saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan penulisan tesis ini. Akhir kata, besar harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 20 Desember 2015

(10)

ix

ABSTRAK

Pertanyaan Konstitusional adalah mekanisme pengujian yang diajukan oleh hakim Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya yang ragu akan konstitusionalitas undang-undang yang akan dipergunakannya untuk memutus suatu perkara. Mahkamah Konstitusi Indonesia sampai saat ini belum memiliki kewenangan untuk menguji perkara pertanyaan konstitusional. Bertolak dari hal tersebut terdapat dua substansi permasalahan yaitu kemungkinan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya diberi kedudukan hukum sebagai pemohon dalam perkara pertanyaan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi dan prosedur beracara jika Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya diberi kedudukan hukum sebagai pemohon pertanyaan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini mempergunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual. Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi dan teknik interpretasi

Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dapat memiliki kedudukan hukum sebagai pemohon pertanyaan konstitusional ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikarenakan terdapatnya kerugian kewenangan konstitusional yang dialami oleh hakim yang diberikan oleh Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yakni untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain melalui penafsiran hakim, pemberian kedudukan hukum kepada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagai pemohon pertanyaan konstitusional juga dapat diberikan melalui perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan melalui konvensi ketatanegaraan. Proses beracara yang lebih sederhana dalam pertanyaan konstitusional bertujuan untuk tidak membiarkan penundaan proses peradilan terlalu lama. Proses beracara pengujian pertanyaan konstitusional melipui permohonan yang lebih sederhana, penjadwalan sidang, pemeriksaan persidangan, pembuktian dan putusan. Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang langsung dapat dieksekusi (self implementing) lebih tepat diterapkan dalam putusan perkara pertanyaan konstitusional.

Kata Kunci: Pertanyaan Konstitusional, Mahkamah Konstitusi, dan Hakim.

(11)

ABSTRACT

Constitutional question is a review mechanism lodge by the Supreme Court and judicial bodies under the Supreme Court who doubt with the constitutionality of the statutes that will be used to decided cases. Indonesian Constitutional Court does not have an authority to examine the case of constitutional question until now. Based on this, the author found an idea about the importance of judicial review submitted by the judge in question form to the constitutional court about the laws that will be used to decide a case.This is known as a constitutional question. In contrary with those considerations, the substantial problems are formulated into two, the possibility of the Supreme Court and judicial bodies under the Supreme Court are given legal standing as an applicant of the constitutional question to the Constitutional Court and judicial procedure that the Supreme Court and judicial bodies under the Supreme Court are given legal standing as the applicant of the constitutional question to the constitutional court. This legal research is normative legal research. This research used the statute approach, comparative approach and conceptual approach. Legal materials analysis techniques that are used in this research are description and interpretation techniques.

The Supreme Court and judicial bodies which are under this Supreme Court have a legal standing as an applicant of the constitutional question to the Constitutional Court. It is because there are disadvantages of the constitutional authority that were experienced by the judge who granted by Article 24 paragraph 1 of the UUD NRI Year 1945 which is to organize the judiciary to enforce the law and justice. Beside judicial interpretation, granting legal standing to the Supreme Court and judicial bodies that are under the Supreme Court also can be given through amending Constitutional Court law and the constitutional convention. A simple proceeding in the constitutional question is aimed to not let the judicial process stay too long. Simplified proceedings in the constitutional question consist of a simple petition, examination of the trial, evidence, and verdict. The self implementation decision is more appropriate applied in constitutional question.

(12)

xi

RINGKASAN

Tesis ini berjudul “Kedudukan Hukum Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Sebagai Pemohon Pertanyaan Konstitusional di Indonesia”, yang terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian yang mengandung permasalahan norma yakni kekaburan dan kekosongan norma hukum. Kekaburan norma hukum tercermin dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Ketentuan pasal tersebut menimbulkan suatu kekaburan apakah pengadilan dapat dikatagorikan sebagai lembaga negara. Kekosongan norma hukum tercermin dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang tidak mengatur mengenai kewenangan pertanyaan konstitusional di Indonesia.

Ketentuan Pasal 55 dalam UU MK menentukan bahwa pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Permasalahan kemudian muncul apabila tidak ada yang menguji undang-undang yang diragukan konstitusionalitasnya. Hal ini memunculkan suatu pertanyaan apakah hakim boleh bertanya kepada Mahkamah Konstitusi mengenai konstitusionalitas undang-undang yang akan dipergunakannya untuk memutus suatu perkara. Permasalahan tersebutlah yang kemudian memunculkan gagasan pertanyaan konstitusional atau

constitutional question. Mahkamah Konstitusi Indonesia sampai saat ini belum memiliki kewenangan untuk menguji perkara pertanyaan konstitusional.

Bab II menguraikan tentang tinjauan umum tentang konsep pertanyaan konstitusional dan lembaga negara. Dalam tinjauan umum mengenai pertanyaan konstitusional memaparkan mengenai latar belakang lahirnya ide pertanyaan konstitusional, istilah pertanyaan konstitusional dan konsep pertanyaan konstitusional di beberapa negara. Tinjauan umum mengenai lembaga negara menguraikan tentang lembaga negara menurut UUD NRI Tahun 1945 dan lembaga negara berdasarkan peraturan perundang-undangan di bawah UUD NRI Tahun 1945.

Bab III membahas mengenai kedudukan hukum Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagai pemohon pertanyaan konstitusional di Indonesia. Bab ini membahas mengenai pemohon yang memiliki kedudukan hukum dalam pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 di Indonesia. Pemohon yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk pengajuan pertanyaan konstitusional di Indonesia dalam gagasan ini adalah hakim Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Kedudukan hukum Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya sebagai pemoohon dalam pertanyaan konstitusional di Indonesia juga dibahas

(13)

dalam bab ini. Pemberian kewenangan mengadili pertanyaan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sangat dimungkinkan. Penambahan kewenangan mengadili pertanyaan konstitusional (constitutional question) sangat memungkinkan untuk diadopsi di Indonesia tanpa memerlukan perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Hal itu cukup dilakukan dengan mengubah UU MK. Selain melalui perubahan UU MK, penambahan kewenangan untuk mengadili atau memutus perkara pertanyaan konstitusional dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan dan penafsiran oleh hakim Mahkamah Konstitusi sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pertanyaan konstitusional yang diajukan oleh hakim Mahkamah Agung maupun badan peradilan yang berada dibawahnya melalui mekanisme pengujian undang-undang terhadap UUD dan hakim konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara pertanyaan konstitusional.

Hakim atau pengadilan tentu saja mengalami kerugian kewenangan konstitusional apabila harus menerapkan undang-undang yang diragukan konstitusionalitasnya. Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kutipan pasal diatas mengisyaratkan pengadilan bertujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Seorang hakim tentu tidak dapat menegakkan hukum dan keadilan jika terpaksa harus menerapkan suatu ketentuan undang-undang yang diragukan konstitusionalitasnya. Pemberian kedudukan hukum kepada pengadilan untuk mengajukan pertanyaan ke Mahkamah Konstitusi ini tampak berkolerasi dengan pemikiran Leon Duguit yang menyatakan seorang hakim tidak boleh dipaksa untuk memutus suatu perkara berdasarkan hukum yang diragukan konstitusionalitasnya.

Bab IV membahas mengenai prosedur beracara pertanyaan konstitusional di Indonesia. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai gagasan prosedur beracara dalam pertanyaan konsitusional di Indonesia dan kekuatan mengikat putusan dalam pertanyaan konstitusional. UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi memang tidak mengatur mengenai adanya kewenangan pertanyaan konstitusional (constitutional question). hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, menyatakan bahwa constitutional question tidak dimiliki oleh Mahkamah ini, setidak-tidaknya sampai dengan saat ini.

Mahkamah Konstitusi Indonesia dapat diberikan kewenangan pertanyaan konstitusional dengan menambahkan ketentuan pada Bagian Kedelapan (“Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar”) selain itu diperlukan juga penambahan pasal-pasal lainnya. Penambahan pasal-pasal baru tersebut diperlukan untuk memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prosedur beracara pertanyaan konstitusional di Indonesia, baik dari segi permohonan sampai dengan putusan. Proses beracara yang lebih sederhana dalam pertanyaan konstitusional diperlukan untuk tidak membiarkan penundaan proses peradilan terlalu lama.

Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang langsung dapat dieksekusi (self implementing) lebih tepat diterapkan dalam putusan perkara

(14)

xiii

pertanyaan konstitusional. Implementasi putusan MK yang bersifat self-implementing lebih sesuai dengan gagasan pertanyaan konstitusional di Indonesia. Salah satu gagasan yang berkaitan dengan pertanyaan konstitusional adalah proses acara dalam peradilan dihentikan sementara sampai adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi. Dalam penyelenggaraan peradilan dikenal asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Implementasi putusan MK yang bersifat self-implementing sesuai dengan asas peradilan yang cepat dan sederhana dibandingkan dengan implementasi putusan MK yang tidak langsung dapat dieksekusi (non-self implementing). Implementasi putusan MK yang bersifat self-implementing dalam gagasan pertanyaan konstitusional tentu saja dapat memberikan manfaat yang besar kepada warga negara pencari keadilan yang proses beracaranya harus dihentikan sementara sampai adanya putusan MK mengenai pertanyaan konstitusional yang diajukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.

Bab V penutup menguraikan simpulan dan saran yang menyangkut pembahasan permasalahan yang diuraikan pada bab sebelumnya. Simpulan yang dapat ditarik adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dapat memiliki kedudukan hukum sebagai pemohon pertanyaan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikarenakan terdapatnya kerugian kewenangan konstitusional yang dialami oleh hakim yang diberikan oleh Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yakni untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain melalui judicial interpretation, pemberian kedudukan hukum kepada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagai pemohon pertanyaan konstitusional juga dapat dilakukan melalui perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan melalui konvensi ketatanegaraan.

Proses beracara yang lebih sederhana dalam mekanisme pertanyaan konstitusional bertujuan untuk tidak membiarkan penundaan proses peradilan terlalu lama. Proses beracara pengujian pertanyaan konstitusional meliputi permohonan yang lebih sederhana, penjadwalan sidang, pemeriksaan persidangan, pembuktian dan putusan. Putusan pertanyaan konstitusional adalah mengikat. tidak hanya meliputi pihak-pihak berperkara (interparties), tetapi putusan tersebut juga mengikat bagi semua orang, lembaga negara dan badan hukum dalam wilayah Republik Indonesia. Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang langsung dapat dieksekusi (self implementing) lebih tepat diterapkan dalam putusan perkara pertanyaan konstitusional.

Saran yang dapat diberikan yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji adalah dari segi substansi hukum, kepada pembentuk undang-undang diharapkan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Hal ini diperlukan untuk menambah kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili pertanyaan konstitusional. Pengaturan prosedur beracara pertanyaan konstitusional yang lebih sederhana dibandingkan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 juga sangat diperlukan. Penegak hukum diharapkan mampu mengoptimalkan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara melalui mekanisme pertanyaan konstitusional.

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR SINGKATAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 10

1.3 Ruang lingkup Masalah ……… 10

1.4 Tujuan Penelitian ………. 11

1.4.1 Tujuan umum ……… 11

(16)

xv 1.5 Manfaat Penelitian ... 12 1.5.1 Manfaat Teoritis ... 12 1.5.2 Manfaat Praktis ... 13 1.6 Orisinalitas ... 14 1.7 Landasan Teoritis ... 17 1.8 Metode Penelitian ……… 23 1.8.1 Jenis Penelitian ... 23 1.8.2 Jenis Pendekatan ... 25

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ... 30

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 31

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 32

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA ... 34

2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional.. 34

2.1.1 Istilah Pertanyaan Konstitusional ... 40

2.1.2 Konsep Pertanyaan Konstitusional di Beberapa Negara ... 43

2.2 Lembaga Negara ... 56

2.2.1 Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ... 56

(17)

2.2.2 Lembaga Negara Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ... 60

BAB III KEDUDUKAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA DI BAWAHNYA SEBAGAI PEMOHON PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DI INDONESIA ... 65 3.1 Pemohon yang Memiliki Kedudukan Hukum untuk

Pengajuan Pertanyaan Konstitusional di Indonesia ... 65 3.2 Kedudukan Hukum Mahkamah Agung dan Badan

Peradilan yang Berada di Bawahnya Sebagai Pemohon Dalam Pertanyaan Konstitusional di Indonesia ... 75

BAB IV PROSEDUR BERACARA DALAM PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DI INDONESIA ... 99 4.1 Gagasan Mengenai Prosedur Beracara Dalam

Pertanyaan Konstitusional di Indonesia Ditinjau dari Perbandingan Beberapa Negara ... 99 4.2 Kekuatan Mengikat Putusan Dalam Pertanyaan

(18)

xvii

BAB V PENUTUP ... 130 5.1 Simpulan ... 130 5.2 Saran ... 131

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Objek Pengujian Pertanyaan Konstitusional ... 107

Gambar 2. Gagasan Pertanyaan Konstitusional (Constitutional

(20)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Pengaduan Konstitusional dan Pertanyaan

Konstitusional... 16

Tabel 2. Konsep Negara Hukum Brian Tamanaha... 18

Tabel 3. Perbandingan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jerman dan Korea Selatan... 28

Tabel 4. Pertanyaan Konstitusional di Jerman dan Korea Selatan ... 29

Tabel 5. Istilah Pertanyaan Konstitusional di Beberapa Negara ... 41

Tabel 6. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman ... 48

Tabel 7. Lembaga Negara Dalam UUD NRI Tahun 1945 ... 57

Tabel 8. Hal-Hal yang Mendasari MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Dapat Memiliki Kedudukan Hukum Sebagai Pemohon Dalam Pengujian Pertanyaan Konstitusional... 71

Tabel 9. Tersangka/ Terdakwa yang Mengajukan Pengujian Undang-Undang Terhadap UUD ke Mahkamah Konstitusi ... 80

Tabel 10. Identifikasi dan Klarifikasi dalam Model Analisa Perundang-Undangan/ MAPP... 93

Tabel 11. Substansi Permohonan Tertulis Pertanyaan Konstitusional di Jerman dan Korea Selatan ... 103

Tabel 12. Model-Model Putusan Mahkamah Konstitusi... 122

(21)

DAFTAR SINGKATAN

- UUD NRI Tahun 1945 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

- UU : Undang-Undang - MK : Mahkamah Konstitusi

- UU MK : Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

- Grundgesetz (GG) : Undang-Undang Dasar Jerman

Referensi

Dokumen terkait

Lapisan ini terbuat dari karet yang melindungi bagian dalam antar bead pada ban tubeless , seperti tube pada ban tube-type , yang juga berfungsi untuk mencegah penurunan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penerapan cognitive- behaviouraltherapy (CBT) untuk menurunkan gejala-gejala generalized anxiety disorder(GAD) pada

Berdasarkan berdasarkan ketentuan Pasal 251 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

KEGIATAN : PEMBANGUNAN DERMAGA SUNGAI DI DESA-DESA SASARAN PM2L DI DESA PANDAWEI LOKASI : DESA PANDAWEI,KAB.PULANG PISAU. TAHUN ANGGARAN :

Dari data diatas dapat disimpulkn bahwa kebanyakan pelanggan menjawab setuju dengan peryataan dokter gigi akan menceritakan pengalaman baik mengenai after service PT

Ketika tidak memungkinkan mencapai goal tersebut maka kalian harus mencoba untuk mencari alternative lain yang memungkinkan. Berpikirlah lebih visionaire, apa yang

Ludwig dan Reynolds (1988) menyatakan pola penyebaran satwa liar di alam bebas dapat berbentuk acak (random), kelompok (clumped) dan seragam (uniform), penentuan pola sebaran