• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MODEL 3D BANGUNAN GEDUNG DENGAN MEMANFAATKAN DATA FOTO UDARA (Studi Kasus : Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN MODEL 3D BANGUNAN GEDUNG DENGAN MEMANFAATKAN DATA FOTO UDARA (Studi Kasus : Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN MODEL 3D BANGUNAN GEDUNG DENGAN MEMANFAATKAN DATA FOTO UDARA (Studi Kasus : Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang)

Dewa Made Reona Artha1),Dedy Kurnia Sunaryo, ST., MT.2) dan Feny Arafah, ST., MT.3) 1) Mahasiswa Teknik Geodesi, 2) Dosen Pembimbing 1, 3) Dosen Pembimbing 2

Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang Jl. Bendungan Sigura-gura No. 02, Malang Telp. (0341) 551431, 65145, Fax. (0341) 553015

e-mail : dewamadereonaartha96@gmail.com

ABSTRAK

Bumi sebagai tempat aktivitas manusia memiliki bentuk tiga dimensi (3D), oleh karena itu kebutuhan informasi 3D saat ini merupakan hal yang penting dalam mendukung setiap aktivitas manusia. Di era sekarang ini, pemanfaatan teknologi semakin banyak berkembang, salah satunya perkembangan di bidang teknologi untuk pemetaan, yakni teknologi pemetaan fotogrametri. Dengan memanfaatkan teknologi tersebut diharapkan dapat membantu dalam melakukan akuisisi data dengan mudah, waktu yang lebih cepat, personil lebih sedikit dan hasil yang akurat. Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang sebagai wilayah studi dalam penelitian ini memiliki beberapa bangunan gedung dan lahan yang mempunyai fungsi berbeda. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Foto udara dan Koordinat Ground Contol point (GCP). Proses pengolahan data untuk membuat model 3D LOD 2 dimulai dari pengolahan Foto udara dan GCP, pembuatan LOD 0, pembuatan LOD 1 hingga pembuatan LOD 2. Melalui serangkaian proses pengolahan didapatkan hasil model 3D LOD 2 dari semua gedung. Hasil uji akurasi menunjukan kesalahan kurang dari 0,5 meter, dari standar LOD 2 yaitu ≤ 2. Hal ini berarti bahwa model 3D hasil pengolahan dari data foto udara hampir menyerupai bentuk aslinya.

Kata Kunci : fotogrametri, model 3D, LOD 2

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Bumi sebagai tempat aktivitas manusia memiliki bentuk tiga dimensi (3D), oleh karena itu kebutuhan informasi 3D saat ini merupakan hal yang penting dalam mendukung setiap aktivitas manusia. Selain aktivitas manusia, beberapa kajian dan aplikasi bidang keilmuan membutuhkan data spasial 3D yang disempurnakan dengan basis data berisi informasi. Di era sekarang ini, pemanfaatan teknologi semakin banyak berkembang, salah satunya perkembangan di bidang teknologi untuk pemetaan, yakni teknologi pemetaan fotogrametri.

Pemanfaatan teknologi dalam bidang pemetaan fotogrametri sangat berkembang. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemanfaatan UAV dalam melakukan pemetaan untuk area skala kecil atau besar. Dengan memanfaatkan teknologi tersebut diharapkan dapat membantu dalam melakukan akuisisi data dengan mudah, waktu yang lebih cepat, personil lebih sedikit dan hasil yang akurat. Teknik pemetaan dengan teknologi fotogrametri, kini juga didukung dengan adanya teknik representasi penggambaran (plotting) dari berbagai software. Yang pada awalnya hanya bisa mempresentasikan berupa peta tampilan dua dimensi (2D), saat ini berkembang sampai visualisasi tiga dimensi (3D) (Subakti, 2017).

Pemodelan 3 Dimensi juga kerap dihubungkan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) atau disebut juga 3D SIG. Untuk membawa dunia nyata ke dalam SIG, harus digunakan model-model dunia nyata yang telah disederhanakan. Fenomena-fenomena yang serupa dan mirip dapat diklasifikasikan dan dideskripsikan dalam bentuk model dunia nyata. Model dunia nyata ini kemudian dikonversikan ke dalam bentuk model data dengan menggunakan elemen-elemen geometri dan kualitas. Kemudian model data ini

(2)

juga ditransfer ke dalam bentuk basis data yang dapat menangani data-data digital yang dapat dipresentasikan ke dalam bentuk peta dan laporan baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy (Prahasta, 2001 dalam Sunaryo, 2013).

Berkaitan dengan pemodelan data 3D dalam lingkup dunia nyata, Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang sebagai wilayah studi dalam penelitian ini memiliki beberapa bangunan gedung dan lahan yang mempunyai fungsi berbeda. Kebutuhan informasi tentang posisi, model dan letak dari gedung tersebut sangat diperlukan. Oleh karena itu dibutuhkan pemodelan digital dalam bentuk 3D yang terintegrasi dengan teknologi sistem informasi geografis agar memudahkan pencarian informasi yang berkaitan dengan bangunan-bangunan gedung..

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana cara mengolah data Foto Udara hingga menjadi Point Cloud dan Ortofoto?

2. Bagaimana cara membuat model 3D bangunan hingga tingkat ketelitian 2 atau Level of Detail 2 dari hasil pengolahan data Foto Udara ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Pengolahan data Foto Udara untuk menghasilkan data Point Cloud dan Ortofoto.

2. Pembuatan model 3D Bangunan ketelitian detail tingkat 2 (LoD 2) dengan memanfaatkan hasil pengolahan Point Cloud dan Ortofoto dari data Foto Udara.

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Dapat mengolah data Foto Udara dan data GPS hingga menghasilkan Point Cloud dan Ortofoto.

2. Dapat membuat model 3D bangunan hingga ketelitian tingkat 2 (LoD 2) dari data hasil pengolahan Foto Udara. 3. Dapat memvisualisasikan hasil pembuatan Model 3D bangunan.

4. Dapat memberikan inovasi baru dalam bidang Pemetaan dan Perencaan dimasa mendatang. 1.4 Batasan Masalah

Batasan Masalah dari penelitian ini yaitu :

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Foto udara dan data GPS (Ground Control Point) hasil pengukuran di lapangan.

2. Pembuatan model 3D hingga tingkat ketelitian 2 (LoD 2).

3. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Agisoft PhotoScan Professional (64 bit), ArcGIS 10.3 dan Google SketchUp.

II. Dasar Teori 2.1 Foto Udara

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan atau pengukuran dan interpretasi citra fotografisasi rekaman gambar gelombang elektromagnetik (Santoso, 2004 dalam Subakti, 2017). Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung pada obyek.

Berdasarkan jenisnya, foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu foto tegak dan foto miring. Foto udara tegak merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi tegak lurus dengan permukaan bumi. Sedangkan foto miring merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi miring. Jenis foto udara yang umum digunakan untuk keperluan pemetaan adalah foto udara tegak (Putri, dkk., 2017).

(3)

2.2 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan sistem tanpa awak (Unmanned System), yaitu sistem berbasis elektro-mekanik yang dapat melakukan misi-misi terprogram dengan karakteristik: tanpa awak pesawat, beroperasi pada mode mandiri (autopilot) baik secara penuh atau sebagian. Sistem ini dirancang untuk dapat dipergunakan secara berulang (Wikantika, 2009).

Keterbatasan dari UAV dibatasi oleh dimensi dari UAV itu sendiri. Karena dimensi UAV yang kecil membatasi kemampuan beban muatan yang dapat dibawa. Sehingga biasanya digunakan sensor atau perangkat kamera yang beratnya ringan berupa kamera format kecil. Karena format kecil ini tentunya bukan perangkat kamera dengan sensor yang dirancang untuk melakukan pemotretan udara secara akurat, sehingga menghasilkan kualitas gambar yang lebih rendah baik dari sisi resolusi, stabilitas dan tingkat akurasi. Selain itu daya jelajah dan tinggi terbang UAV juga terbatas karena kemampuan mesinnya yang memang tidak dirancang untuk terbang jarak jauh dan tinggi (Wikantika, 2009).

2.3 Ground Control Point (GCP)

Ground control point atau titik kontrol tanah adalah titik yang terdapat di lapangan dan dapat diidentifikasi pada foto dan mempunyai koordinat di kedua sistem, yaitu sistem koordinat tanah dan sistem koordinat foto. GCP diperlukan untuk kegiatan transformasi koordinat dari sistem koordinat tertentu ke sistem koordinat tanah. Titik kontrol ini terdapat pada kedua sistem koordinat yang mempunyai posisi relatif pada obyek yang sama. Pada pengkoreksian suatu citra diperlukan GCP, sehingga ada keterkaitan antara sistem citra foto dengan sistem tanah. Titik kontrol tanah ini dapat ditentukan dengan berbagai cara seperti untuk penentuan koordinat planimetrisnya (X,Y) dapat digunakan metode trianggulasi, trilaterasi, poligon dan GPS. Sedangkan, penentuan tinggi titiknya (Z) dapat digunakan metode sipat datar atau trigonometris (Subakti, 2017).

2.4 Skala Foto Udara

Foto udara mempunyai skala yang bervariasi, maka untuk membuat peta dengan skala dan geometri yang benar foto udara tersebut harus diproses terlebih dahulu yang disebut sebagai proses restitusi foto udara. Pengertian restitusi adalah mengembalikan posisi foto udara pada keadaan seperti pada saat pemotretan dengan proses orientasi (orientasi dalam, relative dan absolut). Pada keadaan tersebut sinar-sinar yang membentuk objek secara geometris telah benar dan dapat dipakai untuk membuat peta dengan cara restitusi tunggal (rektifikasi) ataupun dengan cara restitusi stereo / orthofoto (Wolf, 1981).

Semakin tinggi pesawat udara, maka akan menghasilkan skala foto udara yang relative kecil namun cakupannya luas, akan tetapi obyek yang tampak jadi tidak begitu datail. Dan jika pemotretan dilakukan dengan ketinggian rata-rata, maka hasil foto udara adalah cakupan yang luas dan kenampakan obyek yang detail. Skala foto udara dapat dihitung dengan rumus (Wolf, 1981) :

S = f / H ……... (2.1)

Keterangan:

S = Skala foto udara f = Panjang fokus

H = tinggi terbang dari tempat yang dipotret

S = d / D .……….. (2.2)

Keterangan: S = Skala foto d = Jarak di foto D = Jarak di lapangan

(4)

2.5 Orthorektifikasi

Orthorektifikasi adalah proses pembuatan foto miring ke foto / image yang ekuivalen dengan foto tegak. Foto tegak ekuivalen yang dihasikan disebut foto terektifikasi. Orthorektifikasi pada dasarnya merupakan proses manipulasi citra untuk mengurangi/menghilangkan berbagai distorsi yang disebabkan oleh kemiringan, tetapi masih mengandung pergeseran. Secara teoritik foto terektifikasi merupakan foto yang benar-benar tegak dan oleh karenanya bebas dari pergeseran karena relief topografi (relief displacement). Pada foto udara pergeseran relief ini dihilangkan dengan rektifikasi differensial (Frianzah, 2009).

Proses orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan data DEM yang telah dihasilkan dari plotting fotogrametri, sehingga akan didapatkan Ortho Rectified Image (ORI). Data yang dihasilkan untuk menghasilkan orthofoto secara digital. Orthofoto/image adalah foto yang menyajikan gambaran obyek pada posisi ortografik yang benar (Wolf, 1981).

2.6 RMSE (Root Mean Square Error)

RMSE (Root Mean Square Error) merupakan akar kuadrat dari rata – rata kuadrat selisih antara nilai koordinat data dan nilai koordinat dari sumber independen yang ketelitiannya lebih. RMSE horizontal ditentukan dari nilai RMSE absis dan RMSE ordinat. Nilai RMSE absis dan RMSE ordinat dapat dihitung dengan persamaan berikut (FGDC, 1998) :

(RMSE)x= √((Σ((x(data ,i)- x(cek ,i)))2)/n) .………. (2.3)

(RMSE)y= √((Σ((y(data ,i)- y(cek ,i)))2)/n) …….…. (2.4)

Keterangan:

RMSEx = nilai RMSE ordinat RMSEy = nilai RMSE absis

x(data λ),y(data λ) = koordinat posisi titik ke-i dataset x(cek λ),y(cek λ) = koordinat posisi ke-i data titik cek n = jumlah titik cek yang diuji I = bilang bulat dari 1 sampai n

Sehingga nilai RMSE horizontal dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(RMSE)xy =√((Σ((x(data ,i)-x(cek,i))2+(y(data,i)-y(cek,i))2))/n) =√((((RMSE)x)2+ ((RMSE)y)2)) ………(2.5)

Jika RMSEx = RMSEy , maka :

(RMSE)_xy=√((2*((RMSE)x)2)=√((2*((RMSE)y)2)(=1.4142*RMSE)x (=1.4142*RMSE)y ………... (2.6)

Keterangan:

RMSE xy = nilai RMSE horizontal

x_(data λ),y_(data λ) = koordinat posisi titik ke-i dataset x_(cek λ),y_(cek λ) = koordinat posisi ke-i data titik cek

n = jumlah titik cek yang diuji

I = bilang bulat dari 1 sampai n

RMSE vertikal dapat dihitung dengan persamaan berikut (FGDC, 1998) :

(RMSE)_z= √((Σ((z_(data ,i)- z_(cek ,i)))2)/n) ……… (2.7)

(5)

RMSE z = nilai RMSE horizontal

x_(data λ),y_(data λ) = koordinat posisi titik ke-i dataset x_(cek λ),y_(cek λ) = koordinat posisi ke-i data titik cek

n = jumlah titik cek yang diuji

I = bilang bulat dari 1 sampai n

Jika RMSEmin dibagi RMSEmax berada diantara 0.6 dan 0.1 (dimana RMSEmin lebih kecil dari nilai antara RMSEx dan RMSEy dan RMSEmax adalah nilai yang paling besar), maka RMSE horizontal mendekati persamaan dibawah (FGDC, 1998).

(RMSE)_xy (=0.5 (RMSE)_x+ (RMSE)_y) .………. (2.8)

2.7 Point Cloud

Point cloud adalah sekumpulan data yang berupa titik-titik pada beberapa koordinat sistem. Dalam sistem koordinat tiga dimensi, titik-titik ini biasanya ditentukan oleh X, Y, dan Z koordinat, dan sering dimaksudkan untuk mewakili permukaan eksternal dari suatu objek.

Point cloud yang dihasilkan merupakan himpunan dari titik-titik yang terukur. Sebagai hasil proses 3D scanning, point cloud dapat digunakan untuk berbagai tujuan termasuk untuk membuat model 3D. Teknik untuk mengkonversi point cloud menjadi surface 3D menggunakan beberapa pendekatan seperti delaunay triangulation, alpha shapes, dan ball pivoting (Mills J, dan Barber D, 2003).

2.8 Model 3D

Tiga dimensi dapat diartikan sebagai objek yang dapat didefenisikan dalam sistem koordinat kartesian tiga sumbu, yaitu pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z, sederhananya objek 3D adalah objek yang memiliki panjang lebar dan tinggi. Semua objek real-world (dunia nyata) berbentuk 3D. Model dapat diartikan sebagai representasi / tiruan dari dunia nyata, sehingga model 3D dapat diartikan sebagai penggambaran atau representasi dunia nyata dalam bentuk 3D dalam sistem lain. Dalam kaitannya dengan Sistem Informasi Geografis, model 3D dibagi menjadi model 3D yang memiliki referensi kebumian (georeference), dan model 3D yang tidak memiliki referensi kebumian (Prahasta 2009 dalam Fesvur 2013).

Dalam model 3 dimensi terdapat tingkatan dari detil atau biasa disebut dengan Level of Detail (LOD). Level of detail merupakan konsep dalam pemodelan 3 dimensi yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana data 3D yang harus disurvei dan berapa banyak detail yang harus dimodelkan (OGC, 2008).

Gambar 2.1 Lima LODs dari CityGML 2.0. Detail geometris dan kompleksitas mantic ini meningkat, diakhiri dengan LOD4 yang berisi fitur dalam ruangan (OGC, 2012).

(6)

Tabel 2.1 Syarat Akurasi dari LOD 0 – 4 berdasarkan City GML (Open Geospatial Consortium, 2008).

2.9 Representasi Data Spasial 2D dan 3D

Data geospasial dapat direpresentasikan dalam tiga konteks dimensi Euclidean yang jelas berbeda yaitu 2D mendefinisikan lokasi dengan pengukuran pada sumbu XY, 2.5D mendefinisikan lokasi dalam ruang 2D dengan nilai atribut dimensi yang melekat pada lokasi XY (ketinggian di atas datum atau koordinat Z) dapat bertindak sebagai nilai atribut, 3D mendefinisikan lokasi yang diperluas Ruang 3D ditentukan oleh sumbu X, Y, dan Z (Rahman dan Pilouk, 2008).

2.10Pemodelan Bangunan 3D

Model bangunan 3D untuk aplikasi seperti Google Earth dan Apple Maps biasanya dibuat dengan melakukan pemetaan tekstur dari Foto Udara dan terrain. Pemodelan geometris bangunan 3D dilakukan dengan menggunakan metode manual untuk membangun model geometris bangunan seperti menggunakan software Google Sketch-Up yang memerlukan waktu cukup lama untuk membuat sebuah gedung. Hal tersebut sangat sulit dan membutuhkan waktu lama, terutama untuk membangun wilayah perkotaan yang luas (Sun dan Salvaggio, 2013 dalam Subakti, 2017).

Klasifikasi merupakan tahapan untuk memisahkan point cloud ke dalam layer vegetasi, building dan ground. Planes diambil dari patch bangunan dan batas-batas setiap plane yang terdeteksi. Pemodelan bangunan dari point cloud hasil klasifikasi Sun dan Salvaggio (2013); Zhou dan Neumann, (2008) dalam Subakti (2017). Tujuan utama dari klasifikasi adalah untuk membagi layer ke dalam tiga kategori yaitu vegetasi, building dan ground. Klasifikasi ini dilakukan dalam dua langkah terpisah. Langkah pertama adalah menyaring daerah vegetasi berdasarkan properti dari permukaan point cloud. Langkah kedua melakukan ekstrak footprints atap bangunan dari kelas building dan terrain yang diperoleh dari langkah pertama. Kedua langkah tersebut saling berhubungan erat namun memiliki pendekatan yang independen untuk melakukan klasifikasi vegetasi, terrain dan building. Hasil dari ekstraksi terrain dan footprints atap bangunan tergantung pada deteksi dan penghapusan vegetasi pada langkah pertama (Sun dan Salvaggio, 2013 dalam Subakti, 2017).

2.11Deteksi Bangunan dan Vegetasi

Deteksi bidang atap bangunan diperoleh berdasarkan segmentasi dari model permukaan digital untuk menemukan bidang-bidang yang berada pada daerah kajian. Setelah memperoleh semua patch atap dari bangunan setiap tapak bangunan dapat diproses untuk melakukan pemodelan bangunan 3D. Proses pemodelan bangunan 3D dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya komputasi. Pada tahap ini dapat dimungkinkan untuk membangun sebuah model bangunan 3D dari masing-masing set point. Namun untuk mencapai model yang mengandung banyak detail perlu untuk mengidentifikasi fitur signifikan yang berada di atas atap

(7)

bangunan dan dapat mewakili bentuk atap dengan sedetail mungkin. Proses penyempurnaan detail bangunan masih menjadi permasalahan dari proses segmentasi sehingga perlu melakukan proses editing secara manual (Subakti, 2017).

2.123D Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menambahkan 3D ke dalam SIG 2D perlu penyelidikan menyeluruh dari banyak aspek SIG termasuk konsep pemodelan yang berbeda, representasi dan aspek penataan data. Paket GIS yang ada sangat luas digunakan dan dipahami untuk menangani, menyimpan, memanipulasi dan menganalisis 2D data spasial. Kemampuan dan kinerjanya untuk data 2D dan 2.5D (itu juga DTM) umumnya diterima oleh komunitas GIS. GIS paket yang dapat menangani dan memanipulasi data 2D dan DTM tidak bisa dianggap sebagai sistem GIS 3D karena data DTM bukan spasial 3D nyata data. Dimensi ketiga data DTM hanya menyediakan setelah interpolasi) atribut permukaan ke fitur yang hanya terdiri koordinat data planimetrik atau koordinat x, y (Rahman dan Pilouk, 2008).

III. Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah Kampus II ITN yang berada di jalan Raya Karanglo KM. 2, Kelurahan Tasikmadu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Secara geografis terletak pada koordinat 7°54’57,665” LS dan 112°38’3,451” BT.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (sumber: maps.google.com) 3.2 Bahan dan Peralatan

Bahan dan Peralatan yang digunakan sebagai bahan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Bahan Penelitian

Data Foto Udara (225 Foto Tegak dengan tinggi terbang 120 m) dan Koordinat Ground Control Point (GCP) sebanyak 407 koordinat.

2. Peralatan Hardware berupa Rol Meter, Meteran Laser, Laptop Lenovo G40 AMD A8, Mouse Sturdy TP539,Kamera Digital dan Software berupa Agisoft Photoscan Profesional, ArcGis 10.3, SketchUp, Microsoft Office 2010.

(8)

3.3 Diagram Alir Penelitian Berikut merupakan diagram alir penelitian :

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Pengolahan Data

RMSE < 1 px

Klasifikasi

Point

Clouds

Mulai

Pengumpulan Data

Data Foto

Udara

A

Studi Literasi

Edit = ok

Pembuatan

Model 3D

Pembuatan

Toposurface

Point Clouds

dan Ortofoto

LOD 0

Overlay

LOD 1

Data Post

Procesing GCP

Digitasi Ortofoto

Topologi = ok

Topologi

Proses

Editing

Hasil Overlay Data Non Ground (Bangunan dan Vegetasi)

Data

Ground

(Kontur)

Hasil Topologi

(9)

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3 Diagram Alir Penelitian

Tidak

Ya

Pembuatan LOD 2

Selesai

A

Pengambilan Sample Data

Lapangan

Uji Akurasi

Data Pengukuran

Lapangan

LOD 2

Visualisasi Model 3D

Analisis

Sesuai ≤ 2m

Kesimpulan

Export

data ke

SketchUp

Pembuatan Video

Animasi

Hasil Peta Kesesuaian Lahan

Tanaman Bawang Merah

(10)

81

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengolahan Data Foto Udara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa hasil dan pembahasan dari setiap proses yang dilakukan, meliputi proses pengolahan data Foto Udara yang menghasilkan point cloud dan orthofoto hingga proses klasifikasi point cloud ground dan non ground.

4.1.1 Hasil Pembuatan Point Cloud

Hasil point cloud didapatkan dari hasil Alignment foto dan Build Dense Cloud. Pada tahap ini dilakukan proses identifikasi tie point secara otomatis dengan menggunakan algoritma SIFT invariant menggunakan perangkat lunak Agisoft PhotoScan. Algoritma ini akan mengenali titik-titik yang mempunyai kesamaan nilai pixel dan akan membentuknya menjadi model tiga dimensi.

Gambar 4. 1 Hasil PengolahanPoint Cloud 4.1.2 Hasil Pembuatan Orthofoto

Orthofoto adalah hasil dari keseluruhan proses dari pengolahan Software pada Agisoft PhotoScan yang bersifat 2D. Proses tersebut antara lain Aligh Photo, Build Dense Cloud, Build Mesh, Build Texture dan Build Orthomosaic. Hasil Orthofoto digunakan sebagai acuan dalam penentuan batas administrasi, sebagai kontrol pada saat proses klasifikasi Point Cloud dan proses digitasi bangunan dalam pembuatan model 3D LOD 1.

(11)

4.1.3 Hasil Klasifikasi Point CloudGround

Klasifikasi Point Cloud Kelas Ground meliputi kontur, DSM, DTM dan DEM, atau setiap point cloud yang menempel di tanah dan membentuk suatu permukaan dasar suatu area. Seperti tanah, lapangan, rumput, Base height. Hasil klasifikasi Ground akan digunakan dalam pembuatan LOD 0.

(a) (b)

Gambar 4. 3 (a) Hasil klasifikasi Ground lapangan; (b) Hasil klasifikasi Ground tanah kosong 4.1.4 Hasil Klasifikasi Point CloudNon Ground

Klasifikasi Point Cloud Kelas Non Ground meliputi Bangunan dan Vegetasi, atau setiap point cloud yang menempel tidak pada permukaan tanah. Seperti bangunan, pohon. Hasil klasifikasi Ground akan digunakan dalam melengkapi proses pembuatan LOD 1.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. 4 (a) Hasil Klasifikasi bangunan rendah; (b) Hasil Klasifikasi bangunan tinggi; (c) Hasil Klasifikasi vegetasi rendah; (d) Hasil Klasifikasi vegetasi tinggi.

4.2 Hasil Pembuatan LOD 0

Level of Detail 0 (LOD 0) merukapan hasil pengolahan data Point cloud kelas Ground yang telah mengalami proses interpolasi dengan menggukan metode kriging menggunakan Software ArcGIS 10.3, sehingga diperoleh data Raster berupa Digital Terain Model (DTM).

(12)

(a) (b)

Gambar 4. 5 (a) Keterangan nilai ketinggian; (b) Hasil Pembuatan LOD 0.

Pada gambar 4.5 hasil pengolahan DTM dapat diketahui nilai ketinggiannya berdasarkan warna, yaitu warna hitam menunjukan nilai terendah (Low), sedangkan warna putih menunjukan nilai tertinggi (High). 4.3 Hasil Topologi

Proses topologi adalah proses koreksi dari hasil digitasi menggunakan Software ArcGIS 10.3 dengan cara memasukan Rules seperti Must Not have Gap, Must Not Overlap dan lainya kedalam pengaturan, maka secara otomatis Software akan melakukan validasi dan menunjukan Eror pada hasil digitasi sesuai Rule yang telah diatur.

Proses topologi menghasilkan eror sebanyak 127 eror. Hal ini disebabkan karena jarak pada model banguan di lapangan mempunyai jarak yang berhimpitan yang secara otomatis terdeteksi eror yaitu Must Not have Gaps.

Gambar 4. 6 Hasil Topologi 4.4 Hasil Pembuatan LOD 1

Hasil pembuatan LOD 1 adalah berupa bentuk bangunan tanpa atap yang mempunyai nilai ketinggian. Ketinggian tersebut adalah hasil dari proses klasifikasi Point Cloud kelas Non Ground yang digunakan sebagai acuan dasar ketinggian atau elevasi dari model digitasi sehingga bangunan tampak timbul atau mempunyai ketinggian.

(13)

Gambar 4. 7 Hasil Pembuatan LOD 1

Pada gambar 4.7 hasil pembuatan LOD 1, dapat diketahui yaitu objek yang terlihat timbul adalah bangunan yang mempunyai ketinggian, dan ketinggian tersebut bervariasi.

4.5 Hasil Overlay LOD 0 dan LOD 1

Proses Overlay adalah proses tumpang susun data yang telah selesai diproses menjadi satu project yang utuh. Proses overlay dilakukan dengan memanggil semua data hasil pengolahan yaitu LOD 0, LOD 1, digitasi jalan dan pohon untuk kemudian ditumpang susun sesuai keadaan di lapangan.

Gambar 4. 8 Hasil Overlay

Pada gambar 4.8 hasil Overlay, dapat di ketahui yaitu objek yang terlihat timbul adalah objek bangunan yang mempunyai ketinggian bervariasi, sedangkan yang menjadi alas atau pijakan objek adalah LOD 0 atau DTM.

4.6 Hasil Pembuatan LOD 2

Sesuai dengan aturan Open Geospasial Consersium (OGC), proses pembuatan LOD 2 adalah proses peningkatan kedetailan pada LOD 1 dengan cara menambahkan atap pada bangunan menggukan Software SketchUP. Atap dirancang, dibuat dan diwarnai secara manual dengan mengacu pada foto bangunan aslinya serta ketinggian yang dihasilkan oleh point cloud dengan memanfaatkan tools yang telah disediakan oleh Software SketchUP.

(14)

Gambar 4. 9 Hasil Pembuatan LOD 2

Pada gambar 4.9 Hasil Pembuatan LOD 2, dapat diketahui yaitu objek yang terlihat timbul adalah objek bangunan yang mempunyai ketinggian bervariasi, serta telah memiliki atap (LOD 2), sedangkan yang menjadi alas atau pijakan objek adalah DTM.

4.7 Hasil Validasi

Validasi adalah proses uji akurasi antara data hasil yang telah diolah dengan data hasil survei di lapanagan. Cara untuk mendapatkan hasil validasi adalah dengan cara mencari selisih antara hasil survey dengan hasil model 3d yang telah buat.

Pada tabel 4.3 diketahui bahwa selisih ukuran tinggi, lebar dan panjang antara bangunan asli dengan model 3D yang telah dibuat adalah sebesar < 0,5 meter. Menurut ketentuan OGC tingkat kesalahan maximum pembuatan LOD 2 adalah ≤ 2 meter.

Tabel 4. 1 Hasil pengukuran di lapangan

No Nama Gedung Asli Ukuran Bangunan

Ukuran/ Lantai T (m) L (m) P (m) T (m) 1 G.K T. Industri 13,445 14,410 40,610 3,700 2 G.K T. Mesin 13,473 14,320 40,700 3,600 3 J. T. Mesin 13,556 36,200 40,770 3,600 4 J. T. Elektro 13,585 36,240 40,620 3,700 5 J.T. Industri / Informatika 13,145 36,380 40,720 3,600 6 G.K T. Elektro 13,138 14,330 4,600 3,700

Tabel 4. 2 Hasil pengukuran model 3D

No Nama Gedung 3D Ukuran Bangunan

Ukuran/ Lantai T (m) L (m) P (m) T (m) 1 G.K T. Industri 13,000 14,700 40,440 3,700 2 G.K T. Mesin 13,000 14,720 40,360 3,600 3 J. T. Mesin 13,000 36,060 40,340 3,600 4 J. T. Electro 13,000 36,100 40,320 3,700 5 J.T. Industri / Informatika 13,000 36,120 40,400 3,600 6 G.K T. Elektro 13,000 14,690 40,330 3,700

(15)

Tabel 4. 3 Hasil Uji Akurasi

Uji Akurasi Selisih Ukuran Bangunan

Nama Gedung T (m) L (m) P (m) G.K T. Industri 0.445 0.29 0.17 G.K T. Mesin 0.473 0.400 0.340 J. T. Mesin 0.556 0.140 0.430 J. T. Electro 0.585 0.140 0.300 J.T. Industri / Informatika 0.145 0.260 0.320 G.K T. Elektro 0.138 0.360 0.270 Rata-rata kesalahan 0.390 0.265 0.305 Keterangan : G.K.T = Gedung Kuliah Teknik, T = Tinggi, L = Lebar dan P = Panjang

Dari hasil uji akurasi hasil pengurangan model 3D dengan ukuruan dilapangan pada tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa hasil pembutan model 3D hampir menyerupai bentuk bangunan aslinya meskipun masih terdapat kesalahan. Kesalahan tersebut dikarenakan resolusi kamera yang kurang tinggi dan variasi tinggi terbang yang besar sehingga menyebabkan identifikasi tie point dan pembentukan geometri yang kurang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (Gularso, 2013).

4.8 Visualisasi Model 3D

Visualisasi adalah tahap akhir yaitu melakukan penyajian data hasil dari pembuatan model 3D. Proses visualisasi dilakukan dengan menampilkan video berisi hasil dan informasi yang berkaitan dengan model 3D.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. 10 (a) Tampak depan; (b) Tampak samping kanan; (c) Tampak belakang; (d) Tampak samping kiri.

(16)

V. Penutup

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil pengolahan dari data foto udara dan koordinat GCP adalah Point Cloud dan Peta Orthofoto. Point Cloud dihasilkan dari proses identifikasi tie point secara otomatis dengan menggunakan algoritma SIFT invariant, dimana algoritma ini akan mengenali titik-titik yang mempunyai kesamaan nilai pixel dan akan membentuknya menjadi model tiga dimensi. Sedangkan Peta Orthofoto dihasilkan dari proses pengolahan Software pada Agisoft PhotoScan yang bersifat 2D, yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan batas administrasi, sebagai kontrol pada saat proses klasifikasi Point Cloud dan proses digitasi bangunan dalam pembuatan model 3D LOD 1.

2. Hasil pembuatan LOD 2 adalah tampilan bangunan 3D dengan tambahan atap yang disesuaikan dengan bentuk aslinya yang mengacu pada data ketingginan atau elevasi dari Point Cloud kelas Non Ground. Bentuk bangunan di sesuaikan dengan bentuk aslinya dengan memanfaatkan data Orthofoto yang telah digitasi dan di Topologi. Hasil pembutan model bangunan LOD 2 menghasilkan uji akurasi yang cukup baik dengan rata-rata kesalahan kurang dari 0,5 meter. 5.2 Saran

Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pengukuran Foto udara harus lebih memahami jenis kamera beserta spesifikasinya agar memudahkan dalam menentukan tinggi terbang UAV, karena jika spesifikasi kamera sedang dan tinggi terbang terlalu tinggi maka akan menimbulkan kesalahan pada tinggi , panjang dan lebar pada bangunan.

2. Dalam pembuatan model 3D jalan disarankan untuk melakukan digitasi manual dengan menggambil data acuan langsung dari lapangan agar hasil menjadi maksimal.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Antenucci, John, C. 1991. Geographic Information System: A Guide to Technology. New York: Van Nostrand Reinhold

Federal Geographic Data Committee. 1998. Federal Geographic Data Committee. National Spatial Data Infrastucture. Reston, Virginia.

Fesvur, F. 2013. Visualisasi Tiga Dimensi (3D) Objek Diatas Permukaan Air Dengan Menggunakan AutoCAD Map 3D Dan Arcgis (Studi Kasus Hotel Pantai Gapura Makassar). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Frianzah, A. 2009. Pembuatan Orthoimage dari Citra Alos Prism. Skripsi. Yogyakarta : Jurusan Teknik Geodesi FT.UGM.

Geospasial. 2016. Agisoft Photoscan. PT. Sarana Geospasial Terpadu. Bogor. Gistut. 1994. Sistem Informasi Geografis. Gramedia Pustaka Utama.

Gularso, H. 2013. Tinjauan Pemotretan Udara Format Kecil Menggunakan Pesawat Model Skywalker 1680 : Jurnal Geodesi Undip.

Hartoyo, G. Manjela Eko., Yuli Nugroho, Ario Bhirowo dan Bilaludin Khalil. 2010. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tingkat Dasar. Tropenbos International Indonesia Programme. ISBN 978-979-18366-8-5.

Istarno. (2011). Pembuatan Model Elevasi Digital dari Data Lidar dan Interpretabilitasnya untuk Obyek Tutupan Lahan di Daerah Koridor NganjukKertosono. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. (DIS 014-H-2011).

Mills, J and Barber, D (2003) An Addendum to the Metric Survey Specifications for English Heritage the collection and archiving of point cloud data obtained by terrestrial laser scanning or other methods. Version 11/12/2003.

Open Geospatial Consortium Inc. 2008. OpenGIS® City Geography Markup Language (CityGML) Encoding Standard. OGC 08-007r1.

Open Geospatial Consortium Inc. 2012. OpenGIS® City Geography Markup Language (CityGML 2.0) Encoding Standard. OGC 08-007r1.

Putri, Kemala Medika., Sawitri Subiyanto dan Andri Suprayogi. 2017. Pembuatan Peta Wisata Digital 3 Dimensi Obyek Wisata Brown Canyon Secara Interaktif Dengan Menggunakan Wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Jurnal Geodesi Undip. Vol. 6.. No. 1

Rahman, Alias Abdul dan Morakot Pilouk. 2008. Spatial Data Modeling for 3D GIS. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. ISBN 978-3-540-74166-4.

Setiawan, Sari Indah Anatta. 2011. Google Sketchup Perangkat Alternatif dalam Pemodelan 3D. Ultimatics. Vol. 03, No. 2.

Subakti, Bagus. 2017. Pemanfaatan Foto Udara Uav Untuk Pemodelan Bangunan 3d Dengan Metode Otomatis. Spectra. Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 – 30.

Sunaryo, D. K. 2013. Model Tiga Demensi Sistem Informasi Geografis Untuk Visualisasi Bangunan Gedung. SNATIKA. Vol. 02, No. 07. Hal 34-37.

Wikantika. K. 2009. Unmanned Mapping Technology: Development and Applications. Workshop Sehari “Unmanned Mapping Technology: Development and Applications” (UnMapTech2008). Bandung, Indonesia. 9 Juni 2008.

(18)

Gambar

Gambar 2.1 Lima LODs dari CityGML 2.0. Detail geometris dan kompleksitas mantic ini meningkat, diakhiri dengan LOD4 yang  berisi fitur dalam ruangan (OGC, 2012)
Tabel 2.1 Syarat Akurasi dari LOD 0 – 4 berdasarkan City GML (Open Geospatial Consortium, 2008)
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (sumber: maps.google.com)  3.2  Bahan dan Peralatan
Gambar 3 Diagram Alir PenelitianTidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK Mutiara menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman 6 MST, jumlah daun 6 MST,

Seiring dengan era reformasi yang tengah melanda Indoensia, berbagai regulasi pun juga mengikuti perubahan yang ada. Sejumlah besar revisi atau penyusunan regulasi yang baru

Dari profil komponen hasil yang diwakili oleh bobot gabah isi dan gabah hampa per malai serta gabah total per rumpun, diketahui bahwa varietas Way Apo Buru memiliki stabilitas

Siswa mampu mengungkapkan makna secara tertulis sesuai dengan tujuan komunikasinya dengan struktur wacana dan fitur-fitur bahasa yang lazim digunakan dalam budaya bahasa

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan penulis untuk mengembangkan sistem registrasi KRS yang memanfaatkan teknologi wireless yaitu teknologi J2ME, untuk memudahkan mahasiswa

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan nikmat-Nya berupa akal dan pikiran serta kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan