• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya Terbaik Pers Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karya Terbaik Pers Indonesia"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Karya Terbaik

Pers Indonesia

Kompetisi Nasional Media Piala Presiden 2019

Kompetisi Nasional Media @knpialapresiden @knmpialapresiden

(2)

© Jurnalisme Profesional untuk Bangsa

Penyusun : RM Books

Editor : Ratna Susilowati

Proofreader : Suci Amalia & Dwike Nuraini Layout Isi & Cover : Syah Rizal

ISBN:

Cetakan I: 2019 Penerbit RM Books

PT Semesta Rakyat Merdeka Anggota IKAPI

Graha Pena Jakarta, Lt.1

Jln. Kebayoran Lama No.12 Jakarta Selatan 12210 Telp. 021-53651495 (Hunting), Fax. 021-53671716

Dicetak Oleh:

PT Semesta Rakyat Merdeka

Hak cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Karya Terbaik Pers Indonesia

Kompetisi Nasional Media Piala Presiden 2019

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta se-bagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta se-bagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(3)

Daftar Isi

Pengantar vi

Karya Jurnalistik Media Cetak/Siber Nasional dan Nusantara 1

Makin Jarang, Media Membuat Laporan Investigasi

P Hasudungan Sirait

(Catatan Tim Juri Jurnalistik

Untuk Karya Jurnalistik Media/Siber Nasional & Nusantara) 2 Daftar Karya-karya Terbaik:

Anak-anak Indonesia Diperdagangkan (Kompas) 5 Saatnya Kebangkitan Ekonomi Kreatif (Katadata) 10

Momen Eureka! Perempuan Penemu (Tempo) 17

Wangi Tobarium Parfum untuk Dunia (Analisa) 20 Desa-desa di Banyuwangi Kini Kian Percaya Diri Berinovasi

(Surya) 25

Karya Jurnalistik Televisi 29

Para Pengambil Keputusan, Perkuatlah Media Arus Utama

Imam Wahyudi

(Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Jurnalistik Televisi) 30

Daftar Karya-karya Terbaik 34

Karya Jurnalistik Radio 37

Jurnalistik Radio, Belum Siarkan Aspek Solutif

Eddy Setyoko

(Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Jurnalistik Radio) 38

(4)

Tajuk Rencana Media Cetak/Siber Nasional dan Nusantara 43

Media Mengingatkan Agenda Pemerintah Lima Tahun ke Depan

Frans Surdiasis

(Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Jurnalistik

Tajuk Nasional & Nusantara) 44

Karya Terbaik

Kembalikan Pesisir Kepada Nelayan (Koran Tempo) 50 Membangun Ekonomi Lewat Start Up (Investor Daily) 52

Dialog Menuju Papua Damai (Media Indonesia) 55

Menjabarkan Visi Presiden (Kompas) 57

Seriuslah, Agar Aceh Tak Lagi Termiskin (Serambi Aceh) 59 Perhatian Untuk Pulau Terluar (Banjarmasin Post) 61 Budaya Agraris Sebagai Jiwa Pariwisata Bali (Bali Post) 63 Jenazah, Tanah dan Beasiswa di NTT (ekorantt.com) 65

Artikel Opini Media Cetak/Siber (Individu) 69

Ada Banyak Gagasan Untuk Merekatkan Kembali Perpecahan

Suradi, Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Artikel Opini Media Cetak/Siber (Individu) 70 Integrasi Nasional dalam Taruhan (Republika),

Ahmad Syafii Maarif 73

Membangun Manusia Merdeka (Kompas), Yudi Latif 78 Ketimpangan di Era Digital, (Kompas) Ikhsan Modjo 91

Karya Audio Visual Media Sosial (Individu) 97

Ditunggu, Karya Penggiat Medsos Yang Berstandar Jurnalistik

Hendrata Yudha

Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Audio Visual

(5)

Profil Tim Juri Ahli

Kompetisi Nasional Media Piala Presiden 2019 100

Dr Ninok Leksono 100

Shinta Witoyo Dhanuwardoyo 100

Ir Vita Datau MCM 101

Agus Pambagio 101

Eko Sulistyo 102

Freddy Tulung 102

Foto Kegiatan Sosialisasi Kompetisi Nasional Media

(6)

Pengantar

Buku ini adalah kumpulan dari karya-karya terbaik jurnalistik yang mengikuti Kompetisi Nasional Media untuk Piala Presiden 2019.

Kompetisi Nasional Media Piala Presiden, rupanya disambut dengan antusias. Jumlah peserta yang ikut luar biasa banyak, beragam dari ratusan media nasional dan lokal. Panitia melakukan pengumpulan karya melalui beberapa cara. Pertama, karya-karya yang didaftarkan oleh media. Dan kedua, karya-karya yang ditelusuri secara khusus oleh tim.

Catatan panitia penyelenggara, ada 1.440 karya yang dinilai, terdiri dari, sebagai berikut: Katagori Jurnalistik Cetak/Siber Nasional (373), Katagori Jurnalistik Cetak/Siber Nusantara (210), Tajuk Rencana Nasional (74), Tajuk Rencana Nusantara (46), Artikel Opini Media Cetak/Siber (335) Jurnalistik Radio (98), Jurnalistik Televisi Short Story (208), Jurnalistik Televisi Long Story (67) dan Audio Visual Media Sosial (29). Selain itu, Panitia juga memonitor naskah karya-karya jurnalistik melalui mekanisme mesin pencarian, sehingga jika jumlahnya ditambahkan dengan data di atas, menjadi sangat banyak.

Tema-tema kebangsaan yang dikompetisikan ada lima, yaitu 1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, 2) Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Berkesejahteraan Sosial, 3) Pendidikan dan Pengembangan SDM di Era 4.0, 4) Pengembangan Industri Berbasis Pemanfaatan Teknologi Digital, dan 5) Pariwisata sebagai Sektor Utama Ekonomi Nasional.

Pilihan karya terbaik dipilih oleh Dewan Juri yang kompeten. Ada dua kelompok juri. Yaitu Juri Ahli dan Juri Jurnalistik.

Juri Ahli, menilai terutama aspek konten. Mereka yaitu Dr Ninok Leksono (Rektor Universitas Multimedia, Anggota Dewan Pers 2010-2013), Shinta Witoyo Dhanuwardoyo (CEO/Founder of Bubu.com), Ir Vita Datau MCM (Tenaga Ahli Menteri Pariwisata bidang Kuliner, Belanja, co-Branding dan Pemenangan Wonderful Indonesia World Competition), Agus Pambagio (Penasihat Senior Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Kebijakan Publik), Eko Sulistyo (Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden) dan Freddy Tulung (Konsultan Komunikasi Pemasaran, Strategi serta Public Policy).

(7)

Juri Jurnalistik, menilai terutama aspek jurnalistik dari setiap karya, yaitu Imam Wahyudi (Wartawan Senior Televisi/Direktur Content Creative Indonesia), Hendrata Yudha (Wartawan Senior Media Cetak dan Digital), Eddy Setyoko (Wartawan Senior Radio), Hasudungan Sirait (Wartawan Senior Media Cetak), Suradi (Wartawan Senior Media Cetak) dan Frans Surdiasis (Kepala Litbang The Jakarta Post).

Harapan ideal dari karya-karya ini, pemenang dan nominator terbaiknya, sesuai dengan niat awal penyelenggaraan Kompetisi Nasional Media, bahwa ada bobot khusus atas karya yang menunjukkan solusi, inovasi baru dan penyelesaian masalah.

Di dalam buku ini termuat karya-karya terbaik dari hasil Kompetisi Nasional Media yang untuk pertama kalinya diselenggarakan, sehingga tentu saja belum bisa memuaskan banyak pihak. Tetapi, dari gambaran peserta yang mengikuti kompetisi ini, kami merasa yakin, tumbuh makin banyak harapan dan kontribusi yang lebih besar untuk bangsa.

Akhirnya, selamat menikmati karya-karya terbaik jurnalistik Indonesia. Semoga ke depan, penyelenggaraan Kompetisi Nasional Media bisa berlangsung lebih baik lagi.

Salam, Margiono

(8)
(9)

Karya Jurnalistik

Media Cetak/Siber

Nasional

(10)

Makin Jarang Media Yang Membuat

Laporan Investigasi

P Hasudungan Sirait*

Catatan Tim Juri Jurnalistik

Untuk Karya Jurnalistik Media/Siber Nasional & Nusantara

Menghimpun naskah, itu pertama yang kami lakukan saat memulai penjurian karya jurnalistik cetak dan online Piala Presiden, Kompetisi Nasional Media 2019. Awalnya, big data yang kami manfaatkan. Hasinya? Mencengangkan betul. Hanya dalam 3-4 hari sudah lebih dari 200 artikel kami terima. Sumbernya adalah media online baik yang bercakupan nasional maupun daerah (sebutannya: Nusantara).

Di saat arus naskah yang masuk kian menderas, masalah pun muncul. Bahan yang mengalir itu terlalu luas cakupannya. Kendati paramaternya, lima tema yang dilombakan, telah ditentukan. Mesin mencari menyedot berita apa saja sepanjang sesuai atau berkaitan dengan tema itu. Tentu saja akan melelahkan kalau harus membacanya satu per satu. Pada sisi lain, mesin pencari big data tentu saja tak bisa mengakses media cetak.

Adapun kiriman bahan lomba dari media massa, entah mengapa agak seret hingga dua minggu pertama. Selain itu pengirimnya cenderung kelompok media yang sama, baik yang dari di Pulau Jawa maupun dari luarnya. Padahal anjangsana (road show) sudah dilakukan Panitia Piala Presiden 2019 ke kantor kelompok Kompas, Tempo, dan MNC. Rembug para tokoh pers juga telah dilangsungkan oleh penghelat tersebut di Jakarta, Surabaya, Semarang, Bali, Medan, dan Manado.

Sejumlah pimpinan media kami kontak untuk mengingatkan saat makin dekat tengat akhir lomba. Jawaban mereka serba hangat dan positif. Ada yang baru menyadari bahwa ternyata mereka belum mengirimkan naskah, dan berjanji lekas melakukannya. Ada juga yang baru mengetahui bahwa anak buah yang ditugasi rupanya belum mengeksekusi. Mereka ini kemudian bergerak tanpa perlu menunggu lama.

Sambil menanti, kami juga mencari langsung ke sumbernya karya-karya yang bagus. Beberapa situs berbayar dilanggani termasuk Koran Kompas dan Majalah Tempo. Laporan sejak 1 Januari 2019 hingga batas akhir kiriman naskah (17 Septermber 2019) kami telaah. Kiriman dari media massa nasional dan nusantara akhirnya mengalir deras menjelang

(11)

deadline. Kawan-kawan awak redaksi ngebut bekerja. Alhasil, tatkala masa pengiriman berakhir, total naskah yang kami terima adalah 583 (373 karya jurnalistik nasional dan 210 karya jurnalistik nusantara).

Naskah yang dikirim oleh media massa rupanya tidak selalu yang terbaik yang pernah dihasilkan. Itu kami sadari setelah mencari sendiri di website mereka. Sebab apa gerangan? Kemungkinan kurang detail memeriksa dengan seksama sajian mereka sepanjang 1 Januari-17 September 2019. Bisa juga karena terlalu banyak naskah yang harus dipelototi.

Dalam pemilihan karya terbaik, kami mengombinasikan big data, kiriman langsung dari peserta dan pencarian langsung. Begitulah: setelah memeriksa dan membaca ratusan karya, kami memilih yang terbaik dari lingkup Nasional dan Nusantara.

Parameter yang digunakan? Pertama, kesesuaian dengan tema lomba. Kedua, bobot karya ditimbang dengan standar jurnalisme, mencakup judul, sudut pandang (angle), latar masalah, narasumber, kebaruan, kelengkapan (data, infografis, foto, dan video termasuk unsurnya), kedalaman dan akurasi. Semakin eksklusif serta lengkap-dalam-akurat sebuah karya, tentu kian tinggi bobotnya.

Dari ratusan karya, segelintir saja yang bobotnya indepth reporting, apalagi yang sifatnya investigatif reporting. Realitas ini mencerminkan kian tergerusnya semangat media massa kita untuk menyuguhkan sajian bermutu tertinggi yang menuntut pengerjaan lebih berat, baik dari waktu, tenaga dan biaya.

Lantas, karya mana saja yang kami anggap memiliki bobot jurnalistik tertinggi? Tim memilih sejumlah karya dari ranah nasional dan enam dari ranah nusantara.

Karya jurnalistik nusantara hampir tak ada yang melakukan indepth reporting, apalagi investigatif reporting. Yang terbaik, sebatas perkisahan (features).

Hasil seleksi ini diserahkan kepada tim juri ahli, untuk memberikan penilaian dari berbagai aspek. Di fase terakhir, Tim Juri Jurnalistik dan Tim Juri Ahli berhimpun untuk mencocokkan dan mendiskusikan hasil penilaian akhir. Pada dasarnya hasil penilaian seluruh juri tak jauh berbeda.

Demikan kisah ihwal proses panjang penjurian. Mulai dari seleksi karya hingga akhirnya memutuskan karya jurnalistik terbaik yang berjaya dalam Kompetisi Nasional Media, Piala Presiden 2019.

(12)

*P Hasudungan Sirait

Jurnalis, penulis, pengajar dan konsultan media. Pernah menjadi wartawan di Bisnis Indonesia, Neraca, D&R, dan media lain. Sejak 2013 menjadi Kepala Banking Journalist Academy (BJA).

Karya-karya Terbaik Media Cetak/Siber Nasional dan Nusantara

Berdasarkan penilaian Dewan Juri, berikut ini karya-karya terbaik pada Kompetisi Nasional Media, Piala Presiden 2019, katagori ini, tercantum di bawah ini.

Katagori Karya Nasional:

1. Anak-anak Indonesia Diperdagangkan(Kompas, 29 Juli 2019) 2. Saatnya Kebangkitan Ekonomi Kreatif (Katadata, 8 April 2019) 3. Momen Eureka! Perempuan Penemu (Majalah Tempo, 18 Mei

2019)

4. Data Pribadi Dijual Bebas (Kompas, 13 Mei 2019) 5. Berkah Ekonomi 10 Bali Baru (Katadata, 20 Juli 2019)

6. Beda Keyakinan dalam Satu Atap (Intermeso Detikcom, 20 Juli 2019)

Katagori Karya Nusantara:

1. Wangi Tobarium Parfum untuk Dunia (Analisa, 7 Juni 2019) 2. Desa-desa di Banyuwangi Kini Kian Percaya Diri Berinovasi

(Surya.co.id, 2 September 2019)

3. Damkar Swasta Pontianak Harmonisasi Etnis dan Agama (Suara Pemred, 2 Juli 2019)

4. Menjemput Kemenangan Gemilang di Perairan Maluku dan Raja Ampat (RRIcoid, 15 September 2019)

Dari sejumlah karya yang dinilai terbaik, hanya sebagian kecil saja karya yang bisa ditampilkan dalam buku ini. Tulisan yang isinya sangat panjang, diringkas, semata menyesuaikan dengan format buku.

(13)

Anak-anak Indonesia

Diperdagangkan

Kompas, 29 Juli 2019

Anak-anak Indonesia diperdagangkan dengan modus rekrutmen tenaga kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. Nasib mereka berakhir mengenaskan.

Liputan investigasi harian Kompas di sejumlah daerah mengungkap tindak pidana perdagangan orang dengan korban anak-anak. Selama 3-27 Juli, tim liputan menelusuri beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Barat hingga ke Kuala Lumpur, Malaysia, menemui korban dan keluarganya, serta melacak anak yang hilang setelah direkrut secara ilegal untuk kemudian dipekerjakan di tempat prostitusi.

Para pelaku perdagangan anak melibatkan warga lokal tempat korban berasal. Di salah satu desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, ditemukan seorang remaja putri yang baru setahun bergabung kembali dengan keluarganya setelah berhasil kabur dari tempatnya bekerja di Malaysia. AM (18) mengatakan, pada 2018, dia nekat kabur dari rumah mengikuti ajakan temannya, RT (16), untuk bekerja di Surabaya dengan bantuan laki-laki berinisial AH (25). Namun, dalam perjalanan, AM dan RT malah diselundupkan ke Malaysia dengan menggunakan dokumen imigrasi palsu. Di negara tujuan, keduanya dipekerjakan di tempat prostitusi.

Menurut AM, selain AH, ada lima orang yang terlibat menyelundupkan dirinya dan RT ke Malaysia. Mereka masing-masing berperan sebagai pendamping sekaligus penyedia tempat penampungan sementara. Kelimanya berada di setiap titik transit di tiap-tiap bandara di Kupang, Surabaya, Batam, hingga pelabuhan tikus di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Takut. AM tak berani mengungkap kasus ini ke polisi karena AH yang merekrutnya sebagai calon TKI adalah warga satu desa. Salah satu pendamping, JA, juga masih berada di Kupang. “Saya takut bos di Kupang (JA) perintahkan anak buahnya ambil saya lagi,” ucap AM. Sementara sampai sekarang RT tak diketahui nasib dan keberadaannya. AM pernah menyebutkan, setelah berhasil kabur dari tempatnya bekerja, dia ditahan bersama RT di penjara besar di Kajang, Malaysia.

(14)

Dia ditahan dengan nomor badan 192, sedangkan RT dicatat dengan nomor badan 013. Namun, dengan bantuan informasi nomor badan, RT tetap tak ditemukan. Sekretaris Pertama Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur Yulisdiyah Nuswapadi mengatakan, KBRI sudah menghubungi sejumlah penjara dan depo imigrasi, melacak keberadaan RT, tetapi tetap tidak ditemukan. “Tidak ada ini yang namanya RT,” ucapnya.

Terjeratnya AM dalam perekrutan calon tenaga kerja tak terlepas dari pengiriman TKI ilegal yang masif di NTT. Dinas Tenaga Kerja NTT di bandara dan pelabuhan berhasil mencegah keberangkatan calon TKI ilegal dalam jumlah yang tidak sedikit.

Kemiskinan yang membelit banyak penduduk NTT diduga menjadi daya dorong warga di perdesaan untuk mencari uang di daerah lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tak kurang dari 21 persen penduduk NTT tergolong miskin. Persentase kemiskinan sebesar itu menempatkan NTT sebagai provinsi ketiga dengan penduduk miskin tertinggi di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat selama 2018.

Dari penelusuran di Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten TTS, juga ditemukan remaja putri berinisial DP yang menjadi korban perdagangan orang dan hingga kini tak diketahui keberadaannya. DP diberangkatkan sebagai TKI ilegal ke Malaysia setahun lalu. Melianus Payon, ayah DP, mengatakan, anaknya tak pernah sekolah dan saat pergi ke Malaysia usianya baru 16 tahun.

Melianus adalah ayah dari DP yang hilang sejak diberangkatkan ke Malaysia saat masih berusia anak-anak. Kasus yang berbeda ditemukan Indramayu, Jawa Barat. Anak yang menjadi korban perdagangan orang di Indramayu diketahui dipekerjakan sebagai perempuan penghibur di daerah lain. IN (13), salah satu korban, mengatakan, semula ia ditawari bekerja sebagai pelayan kafe di Bekasi dengan gaji yang menurut dia cukup untuk mencicil sepeda motor. Setelah dipekerjakan, IN baru tahu bahwa tugasnya adalah menemani tamu yang datang ke kafe. Tepat dua hari setelah bekerja, IN kabur.

Berkat IN, eksploitasi anak di kafe itu bisa diungkap. Polres Indramayu mengamankan 18 anak perempuan di bawah usia 18 tahun yang dipekerjakan sebagai penghibur. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indramayu mencatat, perdagangan anak dan orang di Indramayu telah terjadi setidaknya sejak 2010. Selama 2016 hingga 2019, setidaknya ada 4-5 kasus perdagangan anak yang terungkap.

(15)

Modus iming-iming gaji besar juga membuat dua anak asal Jakarta jadi korban perdagangan orang di Ruteng, Manggarai, NTT. SR (13) dan S (16), dua remaja asal Kemayoran, Jakarta, awalnya ditawari pekerjaan sebagai pelayan restoran dengan gaji besar. Nyatanya, mereka dipaksa melayani laki-laki dewasa.

SR berhasil kabur dan ditampung di Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak St Theresia, Labuan Bajo, Manggarai Barat. Koordinator Justice, Peace, and Integration of Creation SSpS Flores Barat Sr Maria Yosephina menceritakan, awalnya SR dan S berkenalan dengan YG melalui media sosial. YG menawari keduanya pekerjaan sebagai pelayan restoran dengan gaji Rp 8.000.000.

Dibantu Suster Maria, SR melaporkan kasusnya ke polisi, termasuk menginformasikan keberadaan S yang masih tertahan di kafe. Polisi pun berhasil menyelamatkan S.

Tak terpantau. Hingga kini masih sulit mendeteksi anak yang terjerat menjadi TKI ilegal dan diselundupkan ke luar negeri. Padahal, negara telah menjamin perlindungan bagi anak seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa menjadi kewajiban pemerintah hingga masyarakat dan orang tua untuk memberikan perlindungan kepada anak.

Secara spesifik, pada Pasal 63 juga diatur bahwa setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa. Dalam Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, negara juga telah mengatur bahwa setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana paling lama 15 tahun penjara.

Lemah. Berdasarkan pengamatan Kompas, meskipun perekrutan TKI ilegal terjadi masif di NTT, di sejumlah desa tak ditemukan peringatan terkait bahaya bekerja di luar negeri melalui jalur ilegal. Ketua Unit Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan Gereja Masehi Injili di Timor Pendeta Ina Berapa mengungkapkan, banyak anak korban perdagangan orang di NTT baru diketahui jika kembali dalam kondisi meninggal. Dalam empat tahun terakhir, jenazah TKI asal NTT terus bertambah. Sebagian besar dari mereka adalah TKI ilegal. Pada 2015 ada 28 jenazah TKI dipulangkan, 2016 bertambah menjadi 46 jenazah, 2017 menjadi 62 jenazah, dan 2018 mencapai 105 jenazah. Selama Januari-Juli 2019, jenazah TKI yang dipulangkan mencapai 61 jenazah.

(16)

Di antara TKI yang dipulangkan dalam kondisi meninggal itu, menurut Ina, ada saja yang berangkat ke luar negeri saat masih berusia di bawah 18 tahun atau masih anak. Salah satunya adalah Adelina Jemirah Sau yang tewas dianiaya majikan pada 2018. Sebelumnya, pada 2016, juga ada Yufrinda Selan yang pulang dalam kondisi tak bernyawa. Setelah melalui beberapa persidangan selama 2017, terbukti Yufrinda adalah korban perdagangan orang dan 15 orang yang terlibat telah dipidana.

“Kalau mengukur sejauh mana bahaya perdagangan orang bagi anak-anak (di NTT), ini sangat berbahaya. Fakta dari anak yang terjebak di perdagangan orang itu banyak. Pada beberapa kasus, jenazah yang kembali, baik dari dalam maupun luar negeri, itu anak-anak (saat pertama kali berangkat bekerja),” ujarnya.

Selain itu, menurut Ina, anak di NTT menjadi rawan dalam pusaran perekrutan TKI ilegal karena  penguatan di desa juga masih lemah. “Sasaran dari mafia itu, kan, memang desa-desa yang transportasinya susah dan sulit untuk menjangkau ke mereka. Jangankan pemerintah, gereja sebagai institusi yang sangat dekat dengan masyarakat pun belum mampu untuk mendampingi keluarga-keluarga dari incaran mafia ini,” tuturnya.

Ketua Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi Suster Laurentina PI, yang menjadi bagian jaringan anti perdagangan orang NTT, mengungkapkan, anak perempuan di NTT yang direkrut sebagai calon TKI itu tak hanya dijual ke tempat prostitusi. Dari beberapa kasus, lanjutnya, mereka juga mengalami pelecehan seksual selama di tempat penampungan.

Sementara di Indramayu, sesungguhnya penguatan warga sudah cukup baik dalam mencegah perdagangan orang, seperti yang dilakukan Yayasan Kusuma Bongas di Kecamatan Bongas. Namun, kaki tangan dan jaringan perdagangan orang di kabupaten itu sudah masuk ke desa-desa dan mengakar.

Ketua Harian Yayasan Kusuma Bongas Syarifudin mengatakan, perdagangan orang untuk eksploitasi seksual di Kecamatan Bongas mulai terjadi tahun 1990-an. Praktik itu kemudian semakin merebak hingga tahun 2000 dan mulai banyak yang dijual ke Jakarta. Baru pada 2006, Syarifudin dengan didukung Yayasan Kusuma Buana dari Jakarta memberdayakan masyarakat setempat untuk mengendalikan perdagangan orang.

(17)

anak. Pada 2017, angkanya dapat ditekan menjadi 7 anak dan 2018 menjadi 5 anak. “Ini berkat kami terus-menerus memberikan sosialisasi, pendidikan, terkait bahaya perdagangan orang kepada masyarakat,” kata Syarifudin. Menurut dia, tidak mudah mengatasi praktik perdagangan orang yang sudah telanjur marak terjadi di Kecamatan Bongas.

“’Sekarang pun perdagangan orang masih terjadi meski tak terang-terangan seperti dulu. Kalau dulu itu terang-terang-terangan anak direkrut (untuk eksploitasi seksual),” ucapnya. Syarifudin mengingatkan, jika di tempat lain ditemukan cikal bakal perdagangan orang, lebih baik hal itu diatasi sejak dini. Dengan demikian, perdagangan orang tak telanjur menjadi marak dan hak-hak anak tetap dapat terlindungi.

Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT tengah merancang program perlindungan anak-anak di perdesaan. “Kami terus berkoordinasi dengan kabupaten/kota sampai tingkat desa agar kalau ada (calo TKI) yang datang, mereka harus mengajak bicara RT, RW, atau bahkan kepala desa,” ujarnya. *

(18)

Saatnya Kebangkitan

Ekonomi Kreatif

Katadata, 8 April 2019

Ekonomi kreatif berkembang pesat dari sekadar hobi dan usaha rumahan, menjadi industri berskala besar serta menguntungkan. Industri kreatif juga sudah memicu efek berantai dan berkontribusi semakin besar terhadap perekonomian nasional.

Sinar Cerah Produk Industri Kreatif di Pasar Global. Produk-produk industri kreatif Indonesia mampu unjuk gigi di pentas dunia. Dari fashion yang dikenakan para selebriti dunia hingga kopi dan buku. Ekspor produk-produk industri kreatif diprediksi terus meningkat. Setidaknya bila melihat laju transaksinya yang sejak dua tahun lalu mencapai Rp 266 triliun. Karena itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terus mendorong penjualan produk ini ke mancanegara sebagai salah satu penghasil utama devisa, dengan target tahun ini Rp 311,75 triliun.

Dari 16 subsektor industri kreatif, ada tujuh subsektor industri yang menjadi prioritas untuk menembus pasar global, yakni kuliner, fashion, kriya, gim, film, musik, dan penerbitan pada tahun ini. Dan saat ini, tiga subsektor memberikan kontribusi terbesar untuk ekspor, yaitu fashion 54,54 %, kriya 39,01 %, dan kuliner 6,31 %. Ada beberapa hal yang disiapkan Bekraf untuk mendorong produk industri kreatif makin berkibar di pasar internasional. Pertama, menyeleksi dan memfasilitasi produk-produk industri kreatif untuk mengikuti pameran di luar negeri. Kedua, mempromosikan dan membantu branding produk serta jasa industri kreatif. Ketiga, membangun citra produk secara konsisten di dalam maupun di luar negeri.

Badan ini juga rajin mengajak produsen untuk mengikuti pameran di sejumlah negara. Di subsektor fashion, misalnya, Bekraf menggandeng Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menggelar pameran RISING Fashion 2018 di Paragon Mall. Kegiatan pada 1 - 30 Agustus 2018 tersebut diikuti 14 jenama. Mereka di antaranya Purana, Saul, Nataoka, Hunting Fields, Maison Met, dan Pattent Goods. Lalu ada Oaksva Jewellery, Woodka, Bermock, Danjyo Hiyoji, Alexalexa, D Tale, Jeffy Tan, dan Diniira.

Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simandjuntak mengatakan, Singapura dipilih sebagai tempat penyelenggaraan pameran karena

(19)

merupakan salah satu fashion hub dunia. “Kehadiran Bekraf pada acara ini sudah tepat untuk meningkatkan ekspansi produk subsektor fashion Indonesia di dunia internasional,” kata Joshua.

Menurut Global Fashion Capitals 2017, Singapura berada di posisi kesebelas dari 63 kota besar di dunia yang dianggap sebagai pusat fashion. Sebab, Negeri Singa tersebut memiliki akses pasar yang sangat besar. “Di sisi lain, Indonesia memiliki bakat yang mumpuni di bidang fashion,” kata Minister Councellor KBRI Singapura Sigit Widianto dalam pernyataan resminya.

Gaun Desainer Indonesia yang Mendandani Selebriti Dunia.

Maison Met, salah satu label fashion karya desainer Mety Choa, mendapatkan tawaran kerja sama dengan perusahaan perhiasan di Singapura setelah mengikuti pameran tersebut. Mety bersyukur mendapat dukungan pemerintah untuk mengikuti ke event internasional. “Kami berharap pemerintah makin gencar mendorong para desainer untuk masuk ke pasar internasional,” ujarnya.

Sebelumnya, Maison Met telah mencatat prestasi di panggung fashion global. Tahun 2017 menjadi debut Maison Met di New York Couture Fashion Week. “Teman saya melihat gaun-gaun saya cocok untuk dibawa pameran ke sana,” kata Mety ketika ditemui Katadata di Atamerica, Jakarta.

Di pagelaran itu, ia membawa koleksi busana bertema Blanc. Gaun-gaun putih yang menunjukkan sentuhan feminin, minimalis, dan modern. Mety berkolaborasi dengan Rinaldi A Yunardi, desainer aksesoris asal Indonesia, untuk memperkuat koleksi yang ditampilkannya.

Desainer kelahiran Jambi itu menyebut ciri khas dari gaun-gaun karyanya adalah sophisticated dan effortless. Ia ingin penggunanya tampil cantik tanpa harus kesulitan bergerak. “Supaya yang mengenakannya merasa sangat nyaman, seperti kulit sendiri,” ujar desainer jebolan Raffles LaSalle College itu.

Debut ini mendapat sambutan positif dan sejak saat itu Mety banyak diminta untuk mendandani selebriti dunia. Gaun kuning Maison Met yang dikenakan Kat Graham di the Art of Elysium Heaven Gala mendapat pujian dari media Amerika. Demikian juga penyanyi Gwen Stefani yang memilih gaun Calla Rose berwarna keemasan ketika tampil dalam acara CBS TV Home for the Holiday. Selain itu, beauty vlogger Desi Perkins tampil menawan dalam balutan gaun Maison Met di After Party Golden Globes 2019.

(20)

Salah satu gaun rancangan Mety yang spesial adalah yang dikenakan Anggun dalam Opening Ceremony Asian Games 2018. Dalam cuitan yang diunggah di akun twitter @Anggun_Cipta, ia meminta Mety membuat gaun “Kemben Jawa” versi modern dengan warna emas, yang merepresentasikan medali simbol kemenangan. Gaun seharga US$ 85 ribu atau Rp124 juta itu disiapkan hanya dalam waktu satu bulan. Penampilan Anggun dilengkapi dengan mahkota karya Rinaldy A Yunardy.

Mety mengakui tidak mudah bagi desainer lokal untuk mengikuti pameran internasional. Kadang-kadang mereka harus mencari sponsor sendiri. Maison Met bergabung dengan The Clique, sebuah agensi yang berbasis di Hong Kong, untuk mendukung promosi produknya di luar negeri. Beberapa desainer Indonesia lainnya, seperti Rinaldy A Yunardi dan Monica Ivena, juga berada di bawah naungan The Clique.

Ekspansi Kedai Kopi Indonesia. Selain fashion, produk-produk industri kreatif dari subsektor kuliner juga menemukan jalannya di pasar internasional. Sebut saja kopi. Indonesia memiliki ragam kopi yang memiliki cita rasa khas dan digemari para pecinta kopi dunia, seperti kopi Toraja, Gayo, Mandailing, Flores, hingga kopi Luwak yang disebut sebagai kopi termahal di dunia. Namun, Indonesia hanya menempati posisi keempat eksportir dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.

PT Javanero Indonesia Coffee, produsen dan eksportir kopi Indonesia, adalah salah satu perusahaan yang berhasil membuka pasar di luar negeri. Setelah sukses di Singapura, Javanero membuka kedai kopi Soma Coffee di Brisbane, Australia.

Presiden Direktur Javanero Teddy K Somantri mengatakan, kedai kopi merupakan ekspansi perusahaan di bisnis hilir. “Ini agar biji kopi Javanero yang kami ekspor memiliki showcase. Jualan ekspor jadi lebih mudah,” ujarnya.

Javanero merupakan produsen dan eksportir biji kopi berkualitas tinggi dari Jawa Barat, Bali, dan Sumatra. Seluruh kopi yang disajikan di kedai Soma Coffee berasal dari pabriknya di Jawa Barat.

Teddy menyebutkan Javanero menggandeng salah satu pemain kedai kopi jagoan di Australia sebagai mitra investor Soma Coffee. Sementara sistem dan suplai kopi dari Grup Javanero.

Soma Coffee hadir sebagai ruang pamer berbagai varian biji kopi yang diproduksi Javanero. Berkaca dari bisnis yang ada di Singapura, keberadaan gerai fisik mempermudah perusahaan meyakinkan calon

(21)

pembeli karena bisa mencicipi langsung hasil seduhan kopi di kedai Soma.

Pembukaan Soma Coffee di Australia ini terpaut dua tahun setelah Javanero membuka kedainya di kawasan bisnis Sky Suites, tidak jauh dari stasiun MRT Tanjong Pagar, Singapura. Awalnya, KBRI Singapura mengajak Javanero melakukan coffee cupping di negara tersebut pada November 2015. Atase Perdagangan Sugih Rahmansyah lantas mendorong Javanero membuka gerai kopi yang menggunakan biji kopi Indonesia.

Kedai Soma Coffee pertama di Singapura dibuka pada Februari 2017. Singapura adalah batu loncatan bagi Javanero untuk membidik pasar negara-negara ASEAN lainnya. Di Indonesia, gerai Soma Coffee ada di Bandung dan dua lokasi di Jakarta Selatan, yakni di kawasan perkantoran Arkadia dan di selasar timur Stadion Akuatik, Gelora Bung Karno (GBK).

Sebelum membuka kedai kopi di luar negeri, Javanero rajin mengikuti berbagai pameran perdagangan, coffee cupping yang diselenggarakan oleh KBRI, dan kegiatan internasional lainnya. Pada 2015, Javanero membawa kopi Arabika dari Jawa Barat dalam coffee cupping yang diselenggarakan KBRI London. Kopi dengan cita rasa segar, nikmat dengan aroma manis jeruk, dan tingkat keasaman sedang itu menarik minat para importir di negara Ratu Elizabeth itu.

Javanero juga mengekspor kopi ke Selandia Baru sejak 2015. Beberapa jenis kopi Indonesia yang digemari di sana adalah kopi Jawa dan Mandailing.

Tahun lalu, Javanero mengikuti kompetisi Coffee Roasted in Their Country of Origin yang diselenggarakan Agency for the Valorization of the Agricultural Products (AVPA) di Paris, Prancis. Tiga produk kopinya berhasil meraih penghargaan Simple Gourmet, yakni Javanero Pasundan Natural, Javanero Pasundan, dan Javanero Papandayan.

Industri Kreatif dalam Bidikan Para Pengusung Modal. Dengan potensi pertumbuhan yang pesat, banyak investor melirik industri kreatif. Masih butuh perjuangan untuk membuka akses lembaga keuangan konvensional. Sekarang, memesan kopi di kafe bisa dilakukan lewat aplikasi. Warunk Upnormal dan Fore Coffee telah memulainya.

Di Warunk Upnormal, pengunjung cukup duduk lalu memindai kode respons cepat alias Quick Response (QR) di meja makan. Menu yang tersedia akan muncul di aplikasi. Pemesanan dan pembayaran sekaligus dengan Go-Pay. Pesanan otomatis tercatat di counter kasir.

(22)

Para pengunjung tak perlu beranjak dari kursi sembari menunggu hidangan datang.

Di bawah bendera Citra Rasa Prima (CRP) Group, Upnormal mempunyai 97 gerai di seluruh Indonesia. Aplikasinya diluncurkan pada Oktober 2018 dan memiliki sekitar 30 ribu pengguna. “Sistem pay at table baru kami perkenalkan di dua gerai: Upnormal Indofood Tower di Jakarta dan Dipati Ukur di Bandung,” kata Sarita Sutedja, salah satu pendiri CRP di Jakarta, Rabu (20/3) lalu.

Perkembangan Upnormal memang disokong oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain menu berbahan nasi, roti, dan pisang, Upnormal menjual lebih dari 20 kreasi Indomie di tiap gerainya. Tidak ada brand mie instan selain Indofood. Hanya, Sarita enggan merinci detail kerja samanya dengan perusahaan milik Grup Salim itu, termasuk pendanaannya. “Kami tidak bisa memberikan jawaban karena kebijakan perusahaan,” ujar dia.

Berdiri sejak 2013, total gerai kuliner CRP Grup sudah lebih dari 300 unit. Selain Warunk Upnormal, CRP membawahi beberapa brand seperti Bakso Boedjangan, Nasi Goreng Rempah Mafia, Sambal Khas Karmila, Fish Wow Cheese, hingga Juice Kidding. Komposisi kepemilikan berbagai gerai ini adalah 70 % CRP dan 30 % oleh mitra waralaba.

Sementara itu, pengunjung di Fore Coffee tak perlu mendatangi gerainya untuk memesan secangkir kopi. Melalui aplikasi, pengguna cukup memesan kopi dan membayarnya dengan OVO. Untuk memperoleh layanan ini, konsumen memiliki opsi pengambilan kopi di gerai atau diantar dengan jasa ojek online.

Dengan dukungan modal US$ 8,5 juta atau setara Rp 127 miliar dari beberapa angel investor, Fore Coffee yang baru berdiri tahun lalu sudah memiliki 16 gerai di Jakarta. Di antara investor dalam putaran pendanaan awal itu adalah East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, dan Insignia Venture Partners.

Startup yang didirikan oleh Robin Boe, Jhoni Kusno, dan Elisa Suteja, ini berfokus menghadirkan specialty coffee. “Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti MokaPOS untuk memantau pembayaran, Member. id untuk loyalty platform, serta Go-Food, Grab Food, dan Traveloka Eats sebagai platform distribusi,” ujar Robin Boe, CEO Fore Coffee dalam siaran pers, Kamis (31/1) lalu.

(23)

di sektor kuliner, perusahaan-perusahaan modal ventura juga banyak mengucurkan investasi ke startup digital dan film. Dalam Startup Report 2018 yang dirilis DailySocial, nilai pendanaan yang masuk ke startup Indonesia mencapai US$ 5,5 miliar sepanjang tahun lalu. Meski, hampir setengahnya masuk ke kantong unicorn.

Di sektor Film, Ideosource misalnya, telah membiayai beberapa produk sinema, di antaranya Ayat-ayat Cinta 2, Kulari Ke Pantai, serta Aruna & Lidahnya. Tahun ini, Ideosource membidik sejumlah film. “Sudah ada lima film deal dan masih ada beberapa lain,” kata Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman kepada Katadata.co.id. “Genre drama masih dominan, ada drama muslim, drama komedi, dan drama remaja.”

Pasar industri film di Indonesia memang cukup menjanjikan. Jumlah penonton, layar bioskop hingga produksi film terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir.

Wakil Kepala Bekraf, Ricky Pesik menyatakan, pertumbuhan jumlah penonton di bioskop Indonesia sangat pesat. “Mencapai 230 % dalam lima tahun terakhir,” kata Ricky dalam diskusi mengenai industri kreatif Indonesia dalam rangkaian acara London Book Fair 2019 pada 12-14 Maret 2019.

Pada awal tahun ini, film drama Keluarga Cemara meraih satu juta penonton hanya dalam lima hari tayang. Sementara film Dilan 1991 telah mencapai lebih dari lima juta penonton, meski harus berebut layar dengan film dari Hollywood yang masuk box office global, Captain Marvel.

Dalam industri kreatif, pendanaan pun bisa didapat secara kreatif, misalnya melalui patungan atau crowdfunding. PT Kirai Adiwarna Nusantara misalnya, pada awal 2018 lalu meluncurkan platform patungan Kolase.com. Salah satu proyek yang berhasil diwujudkan melalui crowdfunding Kolase adalah konser ulang tahun ke-19 grup band Mocca. Dalam kampanye bertajuk secret show itu, penggemar Mocca berhasil mengumpulkan dana Rp 50 juta, hingga konsernya digelar pada 25 November 2018 lalu.

Di awal pembentukannya, Kolase.com memperoleh dana US$ 750 ribu atau setara Rp 10,35 miliar dari PT Global Basket Mulia Investama. Dana tersebut digunakan untuk mengedukasi masyarakat atas peran mereka mendukung musisi Indonesia. Nantinya, masyarakat yang menyumbang pembuatan album atau konser musisi mendapat diskon tiket konser, Compact Disc (CD), ataupun Digital Video Disc

(24)

(DVD) dari album musisi yang didanai. “Pekerjaan rumah kami adalah mengedukasi masyarakat untuk menghargai karya musik,” kata CEO Kolase.com Raden Maulana. Gim horor Dreadout juga berhasil dikembangkan berkat crowdfunding. Produser Gim Dreadout Rachmad Imron menyatakan, timnya berhasil menggalang dana patungan US$ 29 ribu atau sekitar Rp 304,5 juta (kurs US$ 1 = Rp 10.500) untuk mengembangkan besutannya pada 2013. Meski, total biaya yang dikeluarkannya saat itu mencapai sekitar US$ 200 ribu atau sekitar Rp 2,1 miliar.

Baginya, crowdfunding bukan sekadar strategi untuk mencari modal, melainkan dapat mengukur potensi pasar. Mereka yang memodali pengembangan, sangat mungkin bersedia kembali membayar untuk memainkannya kelak.

Imron menyatakan, Dreadout menghasilkan sekitar US$ 150 ribu atau sekitar Rp 1,72 miliar saat pertama kali dirilis pada Mei 2014 ketika kurs saat itu Rp 11.500 per dolar Amerika. “Jadi crowdfunding itu sekaligus validasi market,” ujarnya. *

(25)

Momen ‘Eureka! Perempuan

Penemu

Tempo, 18 Mei 2019

Perempuan, muda, dan penemu. Enam perempuan ini menandai makin cerlangnya kiprah perempuan peneliti dalam bidang sains, teknologi, dan inovasi yang cenderung didominasi laki-laki. Membuat terobosan penting di dunia medis hingga pangan.

Andai dulu menyerah karena proposal penelitiannya ditolak berkali-kali, Korri Elvanita El Khobar tak akan membuat penemuan penting di dunia medis. Pada 2014, ketika sejawatnya di kampus University of Sydney, Australia, sudah sibuk melakukan penelitian di laboratorium, ia masih mencari-cari topik riset untuk disertasinya. Proposal penelitian yang ia bawa dari Tanah Air mental setiba di sana.

Beban Korri bertambah karena masa studinya di University of Sydney tinggal tiga tahun. Jika studinya lebih dari empat tahun, beasiswanya bakal dicabut. Sempat patah semangat, Korri memutuskan tidak menyerah karena tak mau mengecewakan orang tua serta para profesornya. Menenggelamkan diri dalam buku dan rutin berdiskusi dengan profesornya, Korri akhirnya mendapat usul penelitian baru.

Berbulan-bulan kemudian, gagasan tersebutlah yang membawanya pada momen “eureka!”. “Saya jadi punya ide, mungkin kita bisa menggunakan gen untuk mendeteksi dini kanker hati, bukan hanya untuk penderita hepatitis C, tapi juga hepatitis B,” kata perempuan 34 tahun ini. Momen “eureka!” Athanasia Amanda Septevani, 35 tahun, malah diawali hal sepele. Terpikir olehnya upaya membuat penemuan setelah mendapati banyak telepon seluler kawannya tak dipakai lagi akibat layar yang rusak. Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini ingin menciptakan layar perangkat elektronik murah yang tak gampang retak.

Amanda kemudian teringat pada nanoselulosa, yang bila diproses lebih lanjut bisa menjadi lembaran tipis transparan atau biasa disebut nanopaper. Nanopaper inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai layar berbagai perangkat elektronik, baik yang berjenis liquid-crystal display (LCD) maupun light-emitting diode (LED).

Tidak hanya buat telepon, bahan itu bisa digunakan untuk layar televisi dan laptop. Karena sejak awal ingin memakai bahan yang ramah

(26)

lingkungan, Amanda hanya melirik limbah organik atau biomassa untuk nanoselulosa-nya. Material ini bisa diolah dari rumput liar, sisa cairan tahu, tongkol jagung, atau tandan kelapa sawit. Amanda memilih tandan kelapa sawit setelah menemukan banyak tandan kosong terhampar begitu saja setelah dikeruk dagingnya.

Perempuan, berumur di bawah 40 tahun, dan inventor. Korri dan Amanda mewakili sosok tersebut. Kami juga mencatat empat orang lagi, yakni Ratih Damayanti, pencetus AIKO, aplikasi untuk mengidentifikasi kayu tanpa perlu menunggu hasil laboratorium; Indri Badria Adilina, penemu katalis untuk mengubah minyak cengkih menjadi vanilin; Dewi Nur Aisyah, yang menghasilkan alat deteksi tuberkulosis bernama Tuberculosis Detect and Care atau TB DeCare; dan Sastia Prama Putri, yang menemukan formula untuk mendeteksi keaslian kopi luak. Temuan mereka adalah terobosan penting di bidang masing-masing.

Inovasi mereka juga mencipratkan optimisme: perempuan peneliti memiliki posisi penting di bidang sains, teknologi, dan inovasi. Selama ini, dunia penelitian ketiga bidang tersebut di Indonesia didominasi laki- laki. Menurut riset Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Korean Women’s Development Institute pada 2015, jumlah perempuan yang menjadi peneliti di bidang itu mencapai 10.874 atau 31 persen. Sedangkan jumlah laki-laki 35.564 atau 69 persen dari total peneliti.

Meski jumlah perempuan peneliti ribuan, tak mudah mencari figur yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pada awal liputan khusus ini. Selain berusia muda, syarat yang kami pasang adalah temuannya belum banyak dikenal. Artinya, sejumlah temuan bisa jadi belum diaplikasikan. Namun temuan tersebut sudah masuk jurnal termasyhur internasional atau mendapat paten. Ini membuat kami memangkas daftar panjang kandidat yang telah dikantongi dari diskusi dengan sejumlah lembaga.

Bermula pada awal April lalu, berturut-turut kami berdiskusi dengan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Eniya Listiani; Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Agus Haryono; Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Berry Juliandi; serta Herawati Supolo Sudoyo, ilmuwan bidang biologi molekuler yang juga Ketua Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dari diskusi dengan mereka, kami mendapatkan 15 nama. Setelah melewati proses penelusuran,

(27)

kami memutuskan memilih enam nama. Tak tertutup kemungkinan ada nama lain yang sesuai dengan kriteria tapi luput dari radar kami.

Sekalipun jumlah perempuan peneliti masih terhitung rendah, tren belakangan cukup menggembirakan. Menurut pelaksana tugas Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan LIPI, Ratih Retno Wulandari, jumlah perempuan peneliti baik di bidang eksak maupun humaniora terus meningkat. Di LIPI, misalnya, persentase pertambahan perempuan peneliti lebih besar daripada laki-laki. Pada 2015, perempuan peneliti berjumlah 3.776, sementara laki-laki 5.523. Tiga tahun kemudian, jumlah perempuan peneliti menjadi 3.930 atau naik 4 persen. Adapun jumlah laki-laki menjadi 5.644 atau bertambah 2 persen.

Menurut Ratih, para perempuan peneliti baru di lembaganya cenderung lebih teliti dan tekun ketimbang laki-laki. “Biasanya perempuan yang baru masuk sebagai peneliti di sini nilai indeks prestasi kumulatifnya jauh lebih tinggi ketimbang laki-laki,” tuturnya.

Jika yang terjadi di LIPI adalah fenomena yang juga berlangsung di mana-mana, penting bagi lembaga penelitian, pendidikan, serta wadah pemikir (think tank) untuk memberikan kesempatan berkarya yang luas bagi perempuan. Jangan heran bila suatu saat merekalah yang akan memekikkan “eureka!”—seperti Archimedes di bak mandi saat menemukan hukum fisika yang kelak dinamai dengan namanya.

Yang istimewa, dalam liputan khusus ini, kami menjadikan para perempuan sebagai tulang punggung. Pemimpin proyek dan penulis adalah perempuan. Dalam momen Kebangkitan Nasional ini, kami sekalian ingin menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi penting dalam segala bidang. *

(28)

Wangi Tobarium Parfum

untuk Dunia

Analisa, 7 Juni 2019

Pasangan peneliti Cut Rizlani Kholibrina dan Aswandi Anas dari Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, berhasil menciptakan Tobarium Parfum dengan memanfaatkan minyak kemenyan Toba diramu atsiri flora hutan. Sebuah inovasi agar harum kemenyan Toba sebagai komoditi ekonomi bertahan melintasi perjalanan waktu panjang.

Tahun 2015 saat tengah mengisi liburan di Singapura, Cut Rizlani Kholibrina tak melupakan kegemarannya: ‘berburu’ parfum. Ia memang penyuka dan kolektor parfum. Saat di gerai sebuah mal ada ‘pesta diskon’ parfum, ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Alumni program Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB Bogor tahun 2005 ini lalu membeli sebotol parfum. Harganya lumayan menguras isi dompet. Tak soal baginya. Kata Cut Rizlani, begitu mencium aroma parfum itu, ia langsung ‘jatuh cinta’. Namun ada yang membuatnya kaget saat mengamati botol parfum itu. Bukan ukuran botol yang kecil, tapi saat matanya tertumbuk pada tulisan styrax pada komposisi parfum.

“Wah, parfum ini menggunakan kemenyan,” tuturnya. Ia pun memperlihatkan parfum itu kepada Aswandi Anas, suaminya. Sebuah inspirasi lalu lahir seketika itu juga. Kenapa tidak membuat parfum dari kemenyan Toba?

Komoditi ekspor ke Eropa dan Arab. Sejak tahun 2011, Cut Rizlani dan Aswandi Anas memang akrab dengan dunia kemenyan. Di kalangan petani yang ada di sekitar dataran tinggi Danau Toba, kemenyan populer disebut haminjon. Keduanya merupakan peneliti di Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2HK) Aek Nauli, Simalungun. Keduanya ahli silvikultur teknologi budidaya hutan.

Ada tujuh jenis pohon kemenyan, namun yang banyak dibudidayakan petani adalah kemenyan toba dan kemenyan durame (sytrax benzoin). Kedua jenis pohon kemenyan itu memiliki kualitas getah yang lebih padat dan jernih sehingga harga jualnya relatif lebih mahal. Selama ratusan tahun kemenyan dari Sumatera Utara ini telah jadi sumber

(29)

penghidupan utama petani. Kemenyan bahkan telah jadi salah satu jenis barang rempah-rempah yang paling dicari para pedagang dari berbagai negara ribuan tahun silam. Kemenyan dicari untuk bahan obat-obatan, juga untuk ritual religi.

Mengutip Daniel Perret dalam bukunya Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut (2010), para pedagang dari Tiongkok misalnya disebut telah mengenal kemenyan di bagian utara Sumatera awal abad ke-6 M. Di Tiongkok kemenyan digunakan para tabib untuk pratik pengobatan. William Marsden yang menulis History of Sumatra, tahun 1783 menyebut kapur barus dan kemenyan sebagai komoditas berharga di Pulau Sumatera.

Marsden menjelaskan bahwa kemenyan yang telah diolah dikirim ke Eropa dan Arab sebagai bahan pelengkap acara ritual, ekspektoran (mengeluarkan dahak) dan pembuatan balsem yang terkenal dengan nama Turlington dan untuk obat (Marsden, 1999:105).

Namun seiring waktu, kejayaan kemenyan makin memudar. Produksi getah kemenyan petani makin menurun dari waktu ke waktu. Menurut Cut Rizlani penurunan itu cukup signifikan hingga 1.440 ton/ hektar dalam empat tahun terakhir. Luas hutan kemenyan juga setali tiga uang. Jika tahun 1990 masih 21.119 hektar, tahun 2008 tinggal 16.359 hektar. Produktivitas setiap pohon menghasilkan getah kemenyan per tahun kini rata-rata tinggal 0,5 kg sampai 0,75 kg. Padahal hasil penelitian menyebutkan pohon kemenyan unggul bisa memproduksi getah kemenyan 2 kg per tahun.

Rendahnya tingkat produktivitas itu terkait usia pohon yang rata-rata sudah tua, sementara regenerasi terbilang lambat karena mengandalkan secara alami.

“Sama seperti usia manusia, produktivitas kerja saat usia 20 tahun tentu beda saat berusia 60 tahun,” ujarnya membuat analogi. Cut Rizlani dan Aswandi Anas ditemui Selasa (14/5) di Galeri Lebah di Kawasan BP2LHK Aek Nauli, Simalungun.

Menurut Aswandi Anas, konflik petani kemenyan dengan perusahaan pemilik HTI makin menambah runyam. Belum lagi harga kemenyan yang fluktuatif. Kadang satu kilogram dihargai Rp 200.000, kadang Rp300.000. Padahal di pasar internasional, harga kemenyan relatif stabil. Bertubi menghadapi masalah, banyak petani lalu memilih menebang pohon kemenyan mereka dan mengganti dengan tanaman kopi atau sawit.

(30)

serius dari para pemangku kepentingan, bukan mustahil harum kemenyan toba dan durame suatu saat tak lagi tercium. Itu sebabnya sebagai peneliti BP2LHK Aek Nauli, mereka tergerak untuk mencari bibit pohon kemenyan unggul.

Budidaya Bibit Unggul. “Saya awalnya memang hanya bermaksud mencari bibit unggul kemenyan untuk dibudidayakan di Aek Nauli lalu hasilnya dimanfaatkan petani untuk memertahankan usaha kemenyan mereka,” tutur Cut Rizlani. Selama 3 tahun, pasangan suami isteri ini keluar masuk hutan bertemu dan berdialog dengan petani.

Mereka juga meminta petani menunjukkan pohon yang paling banyak menghasilkan getah kemenyannya. Semua pohon ditandai, dicatat secara berkala hasil getahnya. Getah kemenyan umumnya dipanen 4 – 6 bulan sekali. Dari hasil observasi, mereka lalu memilih beberapa pohon sebagai pohon induk untuk dibudidayakan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli.

Budidaya itu dilakukan lewat teknik silvikultur. Kini pohon-pohon kemenyan itu telah berusia 3 tahun. Namun menurut Aswandi, besar pohon kemenyan tersebut sudah seperti pohon usia 5 tahun. Di tengah usaha pemuliaan bibit unggul pohon kemenyan itulah, Cut Rizlani menggagas pengembangan parfum kemenyan.

Hilirisasi getah kemenyan menjadi parfum itu diyakini kelak mampu memperbaiki ekonomi petani kemenyan. Meski perempuan kelahiran Tapaktuan itu bukan ahli pembuat parfum, namun tak lama sepulang dari liburan di Singapura, ia langsung melakukan eksperimen meramu parfum. Tentu sebelumnya ia telah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli kimia. Ia juga melahap sajumlah referensi, termasuk booklet yang dibawa dari Singapura. Ia juga membeli kemenyan dari petani untuk didestilasi jadi minyak kemenyan, termasuk menyuling beberapa flora hutan untuk dijadikan minyak atsiri. Setelah itu mulailah Cut Rizlani meramunya menjadi parfum.

Andalkan Indera Penciuman Diri. “Untuk mendapatkan aroma parfum, saya hanya mengandalkan Indera penciuman saya saja. Sangat subjektif saya akui,” tuturnya. Ia juga memanfaat aswandi sebagai tester. Saat parfum hasil racikannya diperkenalkan ke teman-temannya di kantor, komentar mereka beragam. ‘Wah aroma apa ini? Seperti minyak telon”, ‘Gak enak aromanya’, bahkan ada yang bilang ‘seperti bau minyak setan’.

Alumni IPB jurusan Manajemen Kehutanan tahun 2002 itu sempat 4 bulan frustrasi mendengar komentar-komentar itu. Tapi ia tak putus

(31)

asa. Ia terus melakukan berbagai eksperimen untuk mendapat aroma parfum yang enak. Saking banyaknya eksperimen, ia harus berkali menghirup bubuk kopi untuk menetralkan indra penciumannya. Butuh waktu tak kurang 2 tahun baginya untuk mendapat formula aroma yang cocok.

Puncaknya terjadi saat malam hari. Dalam kegundahannya, berdoa, meminta pertolongan kepada Tuhan. Usai salat, dalam keheningan malam, ia lalu melakukan eksperimen lagi. Setelah selesai, suaminya yang masih tertidur, ia bangunkan. Dalam keadaan belum sepenuhnya sadar, Aswandi mencium diminta mencium aroma parfum hasil racikan terbarunya.

“Wah, ini enak aromanya,” ujar suaminya, Cut Rizlani girang, karena baru kali ini suaminya memberi komentar seperti itu. Ia lalu mencatat formula itu. Begitu seterusnya hinggga saat ini telah ditemukan 7 varian aroma parfum yaitu: Rizla (floral fresh), Riedh@ (floral fruit), Jeumpa (cempaka), Azwa (Woody), Aphis (green oceanic), Tiara (oriental) dan Sylvia (forest). Saat manajer sebuah BUMN dan rombongan berkunjung ke BP2LHK Aek Nauli, Cut memberikan sampel parfumnya ke istri sang manajer. “Wah ini enak aromanya. Ini pasti mengandung unsur kayu.”

Komentar istri manajer BUMN itu membuat Cut Rizlani senang. Hanya seorang penyuka parfum yang mengenali aroma minyak atsiri flora hutan. Kali lain saat ia ke hutan dan berjumpa seorang petani kemenyan yang baru pulang dari ladangnya, ia lalu meneteskan parfum racikannya ke tangan si petani.

“Ohh ini wangi kemenyan,” ujar si petani.

Kini Cut Rizlani telah mampu memproduksi 1.000 botol parfum dalam ukuran 6 ml, 15 ml dan 25 ml. Nama Tobarium parfum diberikan oleh Kepala BP2LHK Aek Nauli, Pratiara. Untuk pemasaran, saat ini Tobarium parfum selain dikelola Koperasi BP2LHK Aek Nauli, juga dijual secara online lewat sosial media. Satu botol ukuran 6 ml dibanderol Rp 40.000, sementara untuk ukuran 15 ml Rp 125.000.

Aroma Lebih Kuat dan Tahan Lama. Tobarium parfum diklaim memiliki sejumlah kelebihan. Pertama tidak mengandung unsur alkohol sebagaimana biasa digunakan parfum umumnya. Sifat alkohol menurutnya mudah menguap sehingga aroma parfum cepat hilang. Sebaliknya minyak kemenyan pada Tobarium parfum membuat aroma parfum lebih tahan lama bertahan.

“Konsentrasi parfum alkohol biasanya hanya 30-35%, sehingga umumnya hanya tahan selama 7 jam. Sedangkan parfum kemenyan

(32)

memiliki konsentrasi sebesar 60-70%, sehingga parfum ini akan tahan 2-3 hari jika dioleskan di baju dan bertahan selama 1 hari jika disemprotkan pada tubuh,” ujar Cut Rizlani.

Minyak kemenyan juga mampu mengikat 3 sampai 4 kali lebih kuat aroma parfum. Jika minyak kemenyan dicampur dengan aroma bunga, maka aroma bunga itu akan naik 5 kali. Satu botol parfum itu sendiri bisa memiliki 7 aroma berbeda. Tiap aroma yang berasal dari minyak Atsiri diikat dan dikuatkan oleh minyak kemenyan sehingga tidak bercampur. “Karena itu dalam 2-3 jam setelah disemprot ke tubuh, bisa muncul aroma parfum yang berbeda-beda,” tambah Aswandi.

Kelebihan lainnya adalah aroma parfum kemenyan mampu memberi relaksasi pada syaraf otak. Tobarium parfum kini telah jadi satu dari 20 Produk Unggulan Iptek (PUI) 2019 dari Kementrian Riset dan Teknologi untuk Pengelolaan Hutan Tropis Dataran Tinggi. Pada Juni 2019, parfum kemenyan dari BP2LHK Aek Nauli ini akan dipamerkan pada ajang Indonesia Inovasion Day di Jerman. “Jika ada investor asing yang tertarik untuk melakukan investasi memproduksi Tobarium Parfum, kita memberi syarat pabriknya harus dibangun di wilayah Toba untuk menjamin kesejahteraan petani kemenyan,” kata Cut Rizlani.

Sebuah syarat yang logis dan jelas bukan neko-neko. Tapi semua itu untuk menjamin agar kelak, harum kemenyan Toba tetap tercium di kalangan petani haminjon. *

(33)

Desa-desa di Banyuwangi Kini

Kian Percaya Diri Berinovasi

Surya.co.id, 2 September 2019

Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Poin ketiga program Nawa Cita ini, membangun optimisme dari pinggiran desa. Desa kini percaya diri melakukan inovasi. Seperti yang terjadi di desa-desa Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Dengan lancar Slamet Kasiyono, Kepala Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, memaparkan bagaimana kerja Sistem Manajemen Desa (SIMADE). Sebuah sistem administrasi kependudukan tersusun rapi, yang membuat waktu pelayanan masyarakat hanya dua menit.

“Dengan SIMADE, pelayanan administrasi tidak sampai dua menit selesai dan siap cetak,” kata Slamet, usai memeragakan alur pelayanan administrasi di desanya. Cukup dengan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), pelayanan bisa dilakukan dengan cepat. Misalnya pengurusan surat kematian, petugas cukup mengisi NIK nama warga yang bersangkutan di form elektronik, maka otomatis lembar dokumen akan langsung terisi dengan berbagai data primer penduduk lainnya seperti usia, agama, pekerjaan, alamat dan sebagainya. ”Seperti saat mendengar ada warga yang meninggal dunia. Saya tinggal masukkan NIK, surat kematian langsung tercetak, dan bisa saya bawa ke pihak keluarga sambil melayat,” jelas Slamet.

SIMADE telah terintegrasi dengan sistem layanan administrasi kependudukan seperti pembuatan KTP, surat ijin menikah, keterangan domisili, surat keterangan pindah dan masih banyak lainnya. Warga yang akan mengurus, cukup menyerahkan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) maka akan segera tercetak. Sistem ini melakukan update otomatis pengurangan atau pertambahan jumlah penduduk. Apabila kantor desa mengeluarkan surat kelahiran, maka di sistem jumlah penduduk otomatis bertambah. Sebaliknya jika desa mengeluarkan surat kematian maka jumlah penduduk akan berkurang.

(34)

Data SIMADE cukup detail hingga ke tingkat RT. Kondisi penduduk mulai dari jumlah, agamanya apa saja, ada berapa KK, hingga statusnya sampai tingkat RT. “Akhirnya, memudahkan kami memantau penduduk yang masuk dan keluar desa,” ujar Slamet.

Tidak hanya Desa Ketapang, di Desa Gemteng Wetan memiliki program Simas Mandiri atau Aplikasi Masyarakat Melayani Sendiri. Kantor desa menyediakan sistem aplikasi sehingga warga tidak perlu antre di depan petugas pelayanan. Warga memilih layanan yang diinginkan. Tinggal memasukkan nomor NIK, layanan yang dipilih langsung jadi, cepat dan mudah. Terdapat 27 jenis layanan di aplikasi ini. Seperti surat lahir, surat nikah, surat pengantar pindah tempat juga ada.

Penerapan Industri 4.0. Tidak hanya inovasi layanan masyarakat, desa di Banyuwangi juga berlomba-lomba dalam pengembangan kesejahteraan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Seperti yang dilakukan BUMDes Ijen Lestari, milik Desa Tamansari, Kecamatan Licin. BUMDes ini memanfaatkan potensi wisata Kawah Gunung Ijen, yang mendorong masyarakat setempat untuk turut punya andil.

Berbagai produk masyarakat seperti kuliner dan suvenir seperti kopi, susu sapi, susu kambing, madu asli. Serta akomodasi, mulai dari homestay, transportasi dan berbagai paket wisata selain ke Kawah Ijen seperti di perkebunan kopi, hutan pinus, pemandian Sendang Seruni, air terjun Batu Kaca, bendungan London dan lainnya.

Dengan situs Tamansariijen.com yang merupakan situs pemesanan produk dan akomodasi liburan seperti pemesanan homestay dan paket wisata yang dikelola BUMDes Ijen Lestari. BUMDes mengedukasi masyarakat membuat produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Seperti masyarakat yang memiliki kebun kopi, diedukasi mengolah kopi mulai dari panen hingga roasting dengan cara yang benar agar memiliki nilai jual yang tinggi. ”Di Tamansari ada 500 hektare kebun kopi. Kami membeli kopi pada warga agar mereka tak mau lagi menjual pada tengkulak yang biasanya membeli dengan harga yang tidak manusiawi,” kata Bambang, ketua BUMDes Ijen Lestari.

Demikian juga para penambang belerang Kawah Ijen yang tinggal di Tamansari, mereka diedukasi dalam melayani wisatawan menjadi pemandu wisata untuk melayani paket-paket wisata yang ada.

(35)

Dengan berkembangnya BUMDes tersebut membuat Desa Tamansari meraih penghargaan “Desa Wisata Award” dari Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDT) pada 2017 lalu. Desa ini dinobatkan menjadi desa wisata terbaik dalam kategori pemanfaatan jejaring bisnis.

Jangan Hanya untuk Semen. Desa menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo. Desa kini telah menjadi pemain penting dalam pembangunan. Dengan anggaran besar yang mengalir ke desa melalui dana desa yang berasal dari APBN, membuat desa kini lebih leluasa dalam melakukan inovasi.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan dana desa dalam empat tahun ini mencapai Rp 187 triliun. Menurut Anas, presiden telah melakukan terobosan dengan mendorong semua pelaksanaan program dana desa itu sumbernya dari desa sendiri, sehingga uang berputar di desa tanpa tersedot ke kota. Dengan sendirinya juga menggerakkan UMKM desa karena permintaan barang pasti meningkat. “Pak Jokowi juga ingin dana desa yang pada 2019 sebesar Rp 70 triliun, bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan kewirausahaan. Para bupati juga diminta ikut menyiapkan bagaimana membangun ekosistem ekonomi perdesaan yang relevan dengan tren revolusi industri 4.0,” kata Anas.

Karena itu, menurut Anas, dana yang telah mengalir desa jangan hanya digunakan untuk pembangunan fisik saja. Di Banyuwangi selain didorong untuk peningkatan layanan pada masyarakat, dana tersebut juga diarahkan untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM), kesejahteraan dan kesehatan anak-anak serta pengembangan ekonomi masyarakat desa termasuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Di Banyuwangi terdapat program ”Kanggo Riko”, yang dalam bahasa setempat berarti ”Untuk Anda”. Program ini fokus memberdayakan ribuan warga miskin di perdesaan agar mandiri secara ekonomi. Dalam program tersebut, Banyuwangi memberikan modal usaha pada rumah tangga miskin (RTM) yang sedang merintis usaha atau berniat meningkatkan usahanya, sebesar Rp 2,5 juta disesuaikan dengan kebutuhan usaha mereka.

Program ini dilaksanakan di 29 desa. Anggarannya diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD Banyuwangi dan Dana Desa dari APBN.

(36)

”Semakin besar Dana Desa, anggaran ADD juga kian besar. Momentum perhatian luar biasa dari Presiden Jokowi untuk masyarakat desa ini perlu benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi warga,” papar Anas.

Anas mengatakan, program ini adalah bagian dari inovasi berkelanjutan pengembangan desa dan masyarakatnya yang dilakukan Banyuwangi, seperti Rantang Kasih yang membagikan makanan bergizi tiap hari ke warga miskin lanjut usia.

Rantang Kasih adalah program memberi makanan tiap hari ke masyarakat termiskin yang tidak bisa lagi dibuat produktif karena faktor usia. Sementara Kanggo Riko ini fokusnya adalah memberdayakan. Sasarannya warga miskin, tapi usia produktif, masih berpeluang diangkat ekonominya. Dalam program Rantang Kasih, para lansia miskin mendapatkan kiriman rantang makanan siap saji setiap hari secara gratis. Total ada 3.071 penerima program Rantang Kasih yang dananya berasal dari kolaborasi APBD Banyuwangi, Badan Amil Zakat dan dana desa. *

(37)

Karya Jurnalistik

Televisi

(38)

Para Pengambil Keputusan,

Perkuatlah Media Arus Utama

Imam Wahyudi*

Catatan Tim Juri Jurnalistik Untuk Karya Jurnalistik Televisi

Bagi saya, proses penjurian penghargaan ataupun kompetisi jurnalistik, selalu jadi semacam ritus penuangan minyak ke obor harapan yang meredup. Harapan akan terus eksisnya jurnalisme berkualitas, di tengah hempasan banjir informasi instan dari media sosial dan karya jurnalistik yang remeh temeh, namun memiliki kemampuan membelah diri dan menyebar dengan sangat cepat.

Proses penjurian Kompetisi Nasional Media pun begitu. Ketika menonton dan mencermati satu persatu dari 275 paket story televisi (rinciannya, 208 short story dan 67 long story) yang dikirimkan peserta kompetisi, harapan dan optimisme saya, bahwa jurnalisme berkualitas masih ada dan akan terus ada, bahkan semakin menyala-nyala.

Karya-karya yang kami nilai menunjukkan, semangat lembaga-lembaga pers arus utama, untuk mewartakan hal-hal penting dan ditujukan agar publik bisa menemukan kebenaran, bisa mengambil keputusan dengan benar, ternyata masih berkobar-kobar. Energi untuk menggarap isu-isu penting menjadi berita yang menarik dan komprehensif, juga masih membara dan banyak tersedia.

Dan, yang lebih membuat optimisme saya menggelora: semangat dan energi semacam itu bukan hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga muncul dan lahir di daerah-daerah. Hampir 30% dari karya peserta Kompetisi Nasional Media 2019, merupakan produksi stasiun televisi lokal maupun jaringan di daerah.

Dalam kompetisi ini, karya televisi dibagi dalam dua kategori, paket long story panjang dan paket short story. Sebanyak 67 karya long story, dengan total durasi kotor 30-60 menit, terbagi beberapa segmen. Selebihnya, yaitu 208 karya short story, durasinya sekitar dua menit, dalam satu segmen.

Tema yang paling banyak adalah pariwisata (28%). Disusul tema Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Berkesejahteraan Sosial (20,4%), Persatuan dan Kerukunan Bangsa (18,2%), Pendidikan dan

(39)

Pengembangan SDM di Era 4.0 (17,8%) dan Pengembangan Industri Berbasis Pemanfaatan Teknologi Digital (15,6%).

Dari aspek teknis, sebagian dari karya daerah, kalah unggul dibandingkan karya-karya produksi lembaga pers di Jakarta. Namun, dari sisi ide, karya-karya jurnalistik televisi daerah, sangat kompetitif. Mereka berusaha teguh mempertahankan unsur proksimitas, sehingga liputannya memiliki nilai lokal yang kuat dan inspiratif, sehingga bisa ditarik ke dimensi nasional.

Story “Warisan Untuk Cucu” (Net TV Yogyakarta) misalnya, mengupas kisah warga yang tinggal di bantaran kali Gajah Wong, Yogyakarta. Masyarakat di sana membuat dan mengeksekusi sendiri konsep perubahan agar lingkungan tinggalnya jadi lebih nyaman, aman, dan manusiawi. Kampung kumuh dengan gang-gang sempit yang sulit dilalui, apalagi jika membawa orang sakit atau mengusung jenazah, kini sudah berubah. Jadi jalan kampung yang lebar dan asri dengan rumah-rumah yang menghadap ke kali. Tidak lagi memunggungi kali.

Kisah tentang perjuangan warga yang menjadi pionir perubahan, serta pemerintah daerah yang memosisikan diri sebagai fasilitator ini, bisa jadi salah satu model penanganan daerah-daerah kumuh di perkotaan dengan mengutamakan inisiatif dan energi perubahan dari bawah (buttom up), bukan dipaksakan dari atas (top down). Paket story ini kuat dari sisi ide dan digarap dengan baik dan menarik.

Alternatif solusi merupakan aspek penting yang sejak awal disosialisasikan dan diharapkan muncul dari karya-karya peserta. Karena Kompetisi Nasional Media untuk merebut Piala Presiden diharapkan tidak hanya berhenti sebagai kompetisi karya jurnalistik, tetapi juga ada fungsi proses dan upaya-upaya penyelesaian masalah kebangsaan. Harapan itu relatif terpenuhi. Alih-alih hanya memaparkan persoalan, sebagian besar karya peserta juga mengeksplorasi atau paling tidak menggambarkan realitas yang bisa dibaca sebagai kemungkinan solusi.

Story “Praktik Pancasila di Kampung Sawah” misalnya, menggambarkan tentang kerukunan antara umat beragama, bisa terlembaga dan dilestarikan melalui pendekatan budaya. Contoh kongkret kesehariannya bisa dilihat di Kampung Sawah, Bekasi. Story ini merupakan produksi Narasi TV, perusahaan pers yang mendistribusikan konten audio visualnya melalui platform internet.

Keikutsertaan perusahaan pers seperti Narasi TV dalam kompetisi untuk kategori televisi, merupakan sebuah langkah progresif, mengingat

(40)

selama ini pemahaman tentang karya jurnalistik televisi lebih banyak yang berhenti pada karya jurnalistik produksi stasiun-stasiun televisi, sementara perkembangan teknologi memungkinkan munculnya televisi-televisi baru yang menggunakan platform baru di luar platform terastral, satelit, dan kabel.

Sekali lagi, kompetisi ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya Pers untuk turut serta memberikan input atas persoalan-persoalan bangsa kepada pemerintah dan publik. Karenanya, kompetisi ini tidak mendudukkan pers dan karya jurnalistik sekedar sebagai penonton (spectator). Karya jurnalistik bisa memberikan penonjolan dan mempromosikan konsep ataupun upaya tertentu.

Story “SMK PGRI Kudus Miliki Fasilitas Salon dan Spa Internasional” (Kompas TV) misalnya, menonjolkan alternatif tentang bagaimana sekolah kejuruan mesti dikembangkan, agar kualifikasi lulusannya benar-benar siap pakai dan cocok dengan kebutuhan industri tak hanya di tingkat lokal atau nasional, tetapi juga dunia.

Indonesia dikenal sebagai surga kopi di dunia. Salah satu daerah yang sejak zaman Belanda sudah menjadi pemasok kopi berkualitas ke pasar dunia adalah dataran tinggi Gayo, Aceh. Kopi Gayo bahkan menjadi salah satu kontributor penting kesehatan keuangan pemerintah Belanda yang compang-camping pasca Perang Dunia. Kopi yang dipanen dan diolah di Tanah Gayo, menghasilkan banyak uang dan turut berjasa mengurai lilitan utang Belanda kepada pemerintah Inggris dan Belanda. Utang yang muncul akibat dera perang. Namun, pabrik dan perkebunan kopi terbesar Belanda di Gayo kini sudah nyaris roboh. Salah satu pabrik bahkan sudah runtuh total dan hanya tersisa tapak-tapak bangunannya. Story “Gayo, Serambi Penikmat Kopi” produksi TVRI menggambarkan runtuhnya kejayaan industri kopi di Gayo ini serta potensi-potensi untuk mengembangkannya kembali.

Dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia menikmati bonus demografis, seiring membesarnya kelompok warga usia produktif dalam piramida penduduk. Namun, dalam dua hingga tiga dekade kemudian, kita akan mendapatkan “bonus” manusia lanjut usia (lansia) yang akan menjadi beban negara dan masyarakat jika tidak diantisipasi melalui strategi penanganan yang solid dan berkelanjutan. Story “Jalan Sunyi Para Lansia” mengingatkan pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya perhatian dan perencanaan dini dalam menangani lansia di negeri ini. Masalah penting yang menantang kita untuk memikirkan dan segera menyusun konsep yang tepat dan komprehensif mengenai penanganan lansia ini, disajikan melalui bahasa audio visual yang tidak

Gambar

Foto Kegiatan Sosialisasi Kompetisi Nasional Media

Referensi

Dokumen terkait

Kami panitia penyelenggara Jambore Nasional Ke-4 & 7 th Anniversary Ruby Owners Club Indonesia mohon kepada seluruh chapter-chapter Ruby Owners Club