• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KECAMATAN KORONCONG KABUPATEN PANDEGLANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KECAMATAN KORONCONG KABUPATEN PANDEGLANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KECAMATAN KORONCONG KABUPATEN PANDEGLANG

Resti Utami Agustina, Jumanah [email protected]

Program Studi Administrasi Negara STIA Banten

ABSTRAK

Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) didasari oleh kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber daya alam/keadaan geografis, latar belakang kehidupan budaya yang sama, memilki motivasi yang sama. Namun pada pelaksanaanya terdapat beberapa indikasi masalah peneliti temukan di lapangan meliputi: (1) terbatasnya sumber daya manusia yang mampu dalam mengelola data keuangan, hal ini Skill dan Pendidikn masih rendah. (2) kurangnya pemahaman para penerima bantuan modal usaha, utuk apa diberikan bantuan tersebut, dan kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikut saja tidak terlalu paham akan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan bagaimana cara mengelolanya. (3) kurangnya pengawasan dalam penggunaan modal usaha. (4) kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti petunjuk program pemberdayaan yang telah disosialisasikan, tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah. (5) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tidak menyerap lapangan pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui impleemntasi program KUBE di Kecamatan Keroncong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer wawancara, observasi dan data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang sudah berjalan dengan baik, dilihat dari aspek-aspek berikut : (1) Tipe manfaat, Manfaat yang dirasakan oleh kelompok usaha adalah dapat membantu perekonomian warganya . (2) Pelaksanaan program, Sejauh ini masih sangat berjalan dengan baik. (3) Sumber daya yang dilibatkan, Dana yang diberikan berbentuk uang tunai. (4) Karakteristik lembaga dan penguasa, Yang dirasakan para anggota kelompok lumayan membantu untuk segi keuangan karena adanya kelompok usaha ini.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) PENDAHULUAN

Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi warga masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.Kemiskinan

merupakan masalah dalam

pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan,

yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.Program Nasional pemberdayaan Fakir Miskin merupakan suatu upaya untuk penanggulangan kemiskinan.Program tersebut dilakukan dengan pendekatan kelompok Usaha Bersama (KUBE) yaitu melalui pemberian modal usaha yang disalurkan melalui perbankan.

(2)

Tabel 1.1

Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015/2016/2017

Nama Wilayah

Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota (Rupiah/kapita/bulan) 2015 2016 2017 BANTEN 336.483 367.949 386.753 Pandeglang 247.073 267.752 285.822 Lebak 228.146 246.389 261.880 Tangerang 372.431 405.902 423.486 Serang 232.856 256.660 269.652 Kota Tangerang 455.228 496.349 508.551 Kota Cilegon 323.935 347.949 373.147 Kota Serang 255.614 281.926 296.819

Kota Tangerang Selatan 433.967 472.968 494.784 Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang, 2017

Badan Pusat Statistik (BPS Kabupaten Pandeglang) mencatat pada maret 2017 jumlah penduduk miskin, yakni dengan pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan di Ind 2onesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk). Menurut Kepala BPS Suharianto, angka tersebut bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Meski secara persentasi angka kemiskinan mengalami penurunan, namun secara secara jumlah anagka tersebut mengalami kanaikan.Ini di sebabkan pertumbuhan penduduk dari tahun ketahun semakin naik.

Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) didasari oleh kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber daya alam/keadaan geografis, latar belakang kehidupan budaya yang sama, memilki motivasi yang sama. Selain itu harus diperhatikan juga keberadaan kelompok-kelompok

masyarakat yang sudah tumbuh berkembang lama.

Kecamatan Koroncong sebagai salah satu objek Binaan dari Dinas Sosial yang melaksanakan program tersebut, dan usaha yang ada di wilayah Koroncong ini antara lain : sewa traktor, sewa tenda pesta, pertamini, panglong kayu. Tentunya kelompok initidak terlepas dari persoalan tersebut sehingga upaya untuk mengentaskan kemiskinan belum menunjukkan hasil yang optimal. Berdasarkan observasi ditemukan indikasi masalah antara lain:

Pertama, terbatasnya sumber daya manusia yang mampu dalam mengelola data keuangan, hal ini Skill dan Pendidikan masih rendah. Kedua, kurangnya pemahaman para penerima bantuan modal usaha, utuk apa diberikan bantuan tersebut, dan kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikut saja tidak terlalu paham akan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan bagaimana cara mengelolanya, hal ini diungkapkan oleh Bapak Tohir selaku anggota Kelompok Usaha Besama (KUBE). Ketiga, kurangnya

(3)

pengawasan dalam penggunaan modal usaha, hal ini bisa memicu penyahgunaan anggaran, sehinnga uang yang di dapat dari usaha tersebut tidak tau kemana masuknya. Keempat, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti petunjunk program pemberdayaan yang telah disosialisasikan, tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah sehinnga menimbulkan kelopok usaha ini kurang berkembang dan didalam kelompok itu

hanya sebagian yang aktif dan sebagiannya lagi tidak ikut berpartisipasi.

Kelima, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tidak menyerap lapangan pekerjaan, sebagaiman jumlah pengangguran di Kecamatan Koroncong masih banyak, sedangkan di kelompok usaha hanya sedikit, dan belum berjalan efektifnya kelompok usaha tersebut sehingga belum bisa menyerap tenaga kerja disekitarnya.

Table 1.2

Tingkat pengangguran Kecamatan Koroncong Tahun 2016/2017 NO TAHUN TINGGAT PENGANGGURAN % Pengangguran serabutan Tidak bekerja samasekali 1 2016 6,48 % 0,95% 2 2017 6,59% 0,85%

Sumber : Data diola, 2018 Keenam, belum memiliki dampak ekonomi yang signifikan, dari hasil wawancara dengan semua kelompok yang ada di Kecamatan Koroncong hasil dari usaha tersebut belum bisa untuk memenuhi semua kebutuhan anggota kelompok tersebut, dikarnakan uang yang didapat harus diputar lagi untuk membeli bahan baku usaha mereka, agar usaha tersebut tetap berjalan.

Ketujuh, belum berjalan secara optimalnya kelompok usaha, beberapa kelomok tidak berjalan dengan optimal dikarnakan akan bahan baku usahanya naik, tidak setiap waktu ada yang menyewa hanya di waktu-waktu tertentu saja.

TINJAUAN PUSTAKA

1) Implementasi Kebijakan Publik

Dalam pandangan Edwards III (1980), impelemntasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)

disposisi, dan (4) stuktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

(1)Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distrosi impelemtasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Keberhasilan program keluarga berencana (KB) di Indonesia, sebagai contoh, salah satu penyebabnya adalah karena badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) secara insentif melakukan sosialisasi tujuan dan manfaat

(4)

program KB terhadap pasangan usia subur (PUS) melalui berbagai media (2) Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial.Sumberdaya adalah faktor penting untuk

implementasi kebijakan

efektif.Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.

(3) Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokrasi. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang bebeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

Berbagai pengalaman pembangunan di Negara-negara Dunia kerja menunjukan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah.Berbagai kasus korupsi yang muncul di Negara-negara Dunia kerja, seperti Indonesia adalah contok konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan. (4) Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap impelemtasi

kebijakan.Salah satu dari aspek stuktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Stuktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisaso tidak fleksibel.

Teori Merilee Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dalam buku Subarsono (2016:93) menyatakan bahwa dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan impelemtasi (context of implementation) seperti terlihat pada gambar 2.2 Variabel isis kebijakan ini mencakup: (1) sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh, masyarakat diwilayah slum areas lebih suka menerima program air bersih atau pelistrikan daripada menerima program kredir sepeda motor, (3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan prilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin, (4) apakah letak sebuah programsudah tepat. Misalnya, ketika BKKBN memiliki program peningkatan kesejahteraan keluarga dengan memberikan bantuan dana kepada prasejahtera, banyak orang yang menanyakan apakah letak program

(5)

ini sudah tepat berada di BKKBN, (5) apakah subuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, (6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar

kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Gambar 2.2

Implementasi sebagai proses politik dan administrasi

TUJUAN KEBIJAKAN

TUJUAN YANG DICAPAI?

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Dipengaruhi oleh: a. Isi Kebijakan

1. Kepentingan kelompoksasaran 2. Tipe Manfaat

3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksanaan program 6. Sumberdaya yang dilibatkan

b. Lingkungan Implementasi

1. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap

HASIL KEBIJAKAN

a. Dampak pada masyarakat,

individu dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan masyarakat

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai

Program yang dilaksanakan sesuai

rencana

Mengukur keberhasilan

Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam buku Subarsono (2016:94) mengatakan ada tiga kelompok variable yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems), (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation), (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables implementation) Karakteristik masalah

(1)Tinggakat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Disatu pihak ada beberapa masalah social

secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga besar yang tiba-tiba naik. Dipihak lain terdapat masalah-masalah social yang relative sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiriakan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

(2)Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka

(6)

implementasi program akan relative lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relative berbeda.

(3)Proposi kelompok sasaran trhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencangkup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

(4)Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan prilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi undang-undang No.14 Tahun 1992 tentang lalulintas dan

angkutan jalan sulit

diimplementasikan kerena menyangkut perubahan prilaku masyarakat dalam berlalu lintas. Karakteristik kebijakan

(1) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah

kebijakan akan mudah

diimplementasikan karena implementor akan memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.

(2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan social tertentu perlu ada modifikasi. (3) Besarnya alokasi sumberdaya

finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumber daya keuangan adalah faktor

krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor pogram, yang semuanya itu perlu biaya. (4) Seberapa besar adanya keterpautan

dan dukungan antara berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertical dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam implementasi program.

(5) Kejelasan dan konsisten aturan yang ada pada badan pelaksana.

(6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-negara Dunia ketiga, khususnya di Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.

(7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisispasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relative mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa tersaing atau teraliensasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.

Lingkup kebijakan:

(1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relative mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program

(7)

tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

(2) Dukungan publik terhadap suatu kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik. (3) Sikap dari kelompok pemilih

(constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain: (1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud utuk mengubah keputusan, (2) kelompok pemilh dapat memiliki kemampuan untuk memengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditunjukan kepada badan legislatif.

(4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn, dalam buku Subarsono (2016:99) mengatakan ada lima variabel yang memengaruhi

kinerja implementasi, yakni: (1) standard an sasaran kebijakan (2) sumberdaya (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas (4) karakteristik agen pelaksana (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.

(1) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpertasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

(2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumberdaya manusia (human resoucres) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti program jaring pengaman sosialn (JPS) untuk kelompok miskin dipedasaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

(3) Hubungan antara organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program implementasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

(4) Karaktristik agen pelaksana. Yang dimaksud krakteristik agen pelaksana adalah mencakup stuktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

(5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan

(8)

memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sikap opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

(6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: (a) respons implementor terhadap kebijakan,

yang akan memengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. 2) Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

Kelompok usaha bersama merupakan media pemberdayaan social yang diarahkan untuk terciptanya aktifitas ekonomi keluarga masyarakat miskin agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.Melalui kelopok ini mereka dapat berinteraksi, saling tolong menolong dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anggota Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) didasari oleh kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber daya alam/keadaan geografis, latar belakang kehidupan budaya yang sama, memilki motivasi yang sama. Selain itu harus diperhatikan juga keberadaan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah tumbuh berkembang lama.

KUBE adalah Kelompok Usaha Bersama yaitu salah satu program pemerintah yang ada pada Kementerian Sosial RI khususnya di Direktorat Jenderal

Pemberdayaan Sosial dan

Penanggulangan Kemiskinan yang bertujuan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin dengan pemberian modal usaha melalui program Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) untuk mengelola Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

Kelompok usaha bersama merupakan media pemberdayaan social yang diarahkan untuk terciptanya aktifitas ekonomi keluarga mayarakat miskin agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.Melalui kelompok ini mereka dapat berinteraksi, saling tolong menolong dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi anggota KUBE.

Pembentukan KUBE didasari oleh kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber dayaalam/keadaan geografis. Latar belakang kehidupan budaya yang sama, memiliki motivasi yang sama. Selain itu harus diperhatikan juga dari keberadaan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah tumbuh berkembang lama. Adapun tujuan KUBE sebagai berikut:

1. Meningkatkan dan memperkuat kesetiakawanan sosial warga miskin dan masyarakat dalam penanganan berbagai masalah kesejahteraan sosial 2. Meningkatkan pendapatan anggota

KUBE

3. mewujudkan kemandirian usaha sosial-ekonomi anggota KUBE

4. Meningkatkan aksessbilitas keluarga miskin terhadap pelayanan utama, fasilitas sosial public dan sistem jaminan kesejahteraan sosial

5. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam penanganan kemiskinan

6. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam pencegahan masalah kemiskinan

(9)

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya, prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Menurut Sugiyono (2012:205), penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengetahui atau mencari tahu fakta yang sesungguhnya atas obyek yang ada diteliti. Sugiyono (2012:205) “menyatakan data kualitatif adalah masalah dalam penelitian kealitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah penelitian berada dilapangan”.

Teknik Pengumpulam Data a. Observasi Partisipasi

Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data peneliti. Sambil melakukan pengamatan peneliti ikut melakukan apa yang di kerjakan sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya (Sugiyono, 2009;310). Observasi dilakukan di Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang.

b. Wawancara Mendalam

Menurut Sukmadinata (2007:112) wawancara mendalam adalah wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka, yang memungkinkan responden memberikan jawaban yang luas, pertanyaan diarahkan pada

mengungkapkan keidupan

responden.Konsep, persepsi, peranan, kegiatan dan peristiwa-peristiwa yang dialami berkenaan dengan focus yang diteliti.

c. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, agenda, gambar, arsip-arsip atau catatan lain yang berguna untuk melengkapi dan mendapatkan data yang berkaitan dengan Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang.

Informan Penelitian

Objek peneliti ini adalah Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Koroncong kabupaten Pandeglang

Validitas Data

Peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber maksudnya melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dengan lebih dari satu informan, jika semua informan mengatakan hal yang sama sesuai yang ditanyakan peneliti maka berhenti sampai disitu, informan adalah orang yang membantu agar dapat menyatu dengan masyarakat setempat. Terutama bagi peneliti yang belum begitu mengenal tentang system kehidupan, adat istiadat dan kebudayaan setempat.Sedangkan triangulasi teknik

maksudnya teknik

pengumpulan/pengambilan datanya dengan melakukan observasi, wawancara dan studi keputusan.

Analisis Data

a. Data Reducation (redukasi data) Redukasi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalam wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan redukasi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melauli redukasi itu, maka wawasan

(10)

peneliti akan berkembang, sehngga dapat meredukasi data-data yang memiliki nilai temun dan pengembangan teori yang signifikan.

b. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) menyatakan “the most frequent from display data for qualitative research data in past has been narrative text”.Yang paling seing digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing/verification Menurut miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Interpretasi Hasil Penelitian

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program KUBE ini, dari segi koordinasi dari setiap anggotanya, kurang aktifnya anggota terhadap kelomopok usaha, sehingga kelomok usaha tersebut tidak berkembang dengan baik.Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek yang sesuai dengan teori Implementasi Grindle yang peneliti gunakan. Adapun aspek-aspek dalam tersebut yaitu :

1) Tipe manfaat

Manfaat yang dirasakan oleh kelompok usah adalah dapat membantu perekonomian warganya namun tidak sepenuhnya dari usaha tersebut.Dan dari dampak manfaat yang dirasakan untuk masyarakat tersebut tidak terlalu menganggur sehingga dapat membantu perekonomian keluarganya.

2) Pelaksanaan program

Masih sesuai dengan rencana yang diberikan pemerintah.Sejauh ini masih sangat berjalan dengan baik.

Sumber daya yang dilibatkan

Sumber daya yang ada sesuai dengan daerah dan proposal pengajuan. Basaran dana yang diberikan pemerintah berupa uang tunai 20 juta untuk satu kelompok. Seberapa cukup dana yang ada semua kelompok usaha menjawan cukup untuk membuka usaha. Dana yang diberikan berbentuk uang tunai.

3) Karakteristik lembaga dan penguasa Perubahan yang pemerintah inginkan adalah dapat membantu masyarakat yang kurang mampu untuk mengelola usaha secara mandiri.sejauh ini semua kelompok usaha mengikuti syarat yang di berikan dan masih di pantau oleh para pendampingnya. Yang dirasakan para anggota kelompok lumayan membantu untuk segi keuangan karena adanya kelompok usaha ini.

4) Kepatuhan dan daya tanggap

Semua program yang diberikan pemerintah dilaksanakan dengan baik sesuai peraturan yang berlaku yang diberikan oleh pemerintah, dan semua kelomok masih berjalan dengan baik. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Implmentasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di

(11)

Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang sudah berjalan dengan baik, dilihat dari aspek-aspek berikut :

1. Tipe manfaat

Padapat ini Content of policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. Manfaat yang dirasakan oleh kelompok usaha adalah dapat membantu perekonomian warganya namun tidak sepenuhnya dari usaha tersebut. Dan dari dampak manfaat yang dirasakan untuk masyarakat tersebut tidak terlalu menganggur sehingga dapat

membantu perekonomian

keluarganya.

2. Pelaksanaan program

Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harusdidukungdengan adanya pelaksana kebijakan yang kompenen dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan, ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini. Masih sesuai dengan rencana yang diberikan pemerintah.Sejauh ini masih sangat berjalan dengan baik.

3. Sumber daya yang dilibatkan

Pelaksanaan suatu kebijakan juga haus didukung oleh sumberdaya-sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Sumberdaya yang ada sesuai dengan daerah dan proposal pengajuan. Basarandana yang diberikan pemerintah berupa uang tunai 20 juta untuk satu kelompok. Seberapa cukup dana yang ada semua kelompok usaha membuka usaha. Dana yang diberikan berbentuk uang tunai.

4. Karakteristik lembaga dan penguasa Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanaakan juga

berpengaruh terhadap

keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristrik dan suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. Perubahan yang pemerintah inginkan adalah dapat membantu masyarakat yang kurangmampu untuk mengelola usaha secara mandiri, sejauhinisemua kelompok usaha mengikut isyarat yang di berikan dan masih di pantau oleh para pendampingnya. Yang dirasakan para anggota kelompok lumayan membantu untuk segi keuangan karena adanya kelompok usaha ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, leo. 2012.dasar-dasarkebijakanpublic.ALFABETA Islami, M. Irfan, 2009, Prinsip-prinsip

perumusan kebijaksanaan Negara, Jakarta. Bumi Aksara

KementrianSosial RI. 2017.Petunjuk Pelaksanaan Kelompok Usaha Bbersama. Jakarta

Maleong, 2008, Metode penelitian kualitatif, Bandung. PT. Remaja Rusdakarya

Panji Santoso, 2012, Administrasi public teori dan aplikasi good governance, Bandung. PT RefikaAditama

Pasolong, Harbani, 2013, Teori Administrasi Publik, Bandung, Alfabeta

Subarsono, 2016, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Suharno, 2010. Dasar-dasar Kebijakan

Publik, Yogyakarta. UNY Press

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung. Alfabeta

Wahab, Solichin, 2008, Analisis Kebijaksanaan, Jakarta, Bumiaksara

(12)

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan publik :teori dan proses edisirevisi. Yogyakarta. Media Presindo

Sumber lain : https://www.kemsos.go.id/content/kube http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ handle/123456789/16963/SKRIPSI%20A NDI%20AZHAR%20MUSTAFA%20%20E21 1%2010%20258.pdf?sequence=1nama: Andi, AzharEfektivitas Program Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM) di Kota Maksar (diakses20 juli 2018 13.3

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa Jawa di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal adalah bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, takut

Untuk latihan ini dipakai jalur slip, pada permukaan jalan khusus, yang terbuat dari Jalan Aspal biasa dengan dilapisi cat khusus/skitpen dan dibasahi menggunakan air

Bagaimana mengembangkan sistem pendukung keputusan untuk penentuan penerima bantuan keuangan bencana alam dengan kriteria kategori kerusakan, kategori keluarga dan jmlah

untuk mengkaji komunikasi melalui media radio dan media cetak. Pada tahun 1960-1970 pendekatan ini banyak digunakan untuk mengkaji media televisi yang pada masa itu telah

01.01 Tingkat Kemanfaatan Rumusan Rekomendasi Kebijakan di Bidang Transportasi pada (t-2) 36 % 01.02 Tingkat Kemanfaatan Rumusan Rekomendasi Kebijakan Isu Strategis di

Dari uraian yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkosaan Terhadap Anak Yang Dilakukan

Luka yang diberikan salep ekstrak daun melati pada pemeriksaan makros- kopik hari ke-3 (Gambar 2) menunjukkan tepi dan permukaan luka insisi lebih menyatu dan mengering; pada

Berdasarkan hasil pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pendekatan Big Book dapat membantu anak usia 4-5 tahun dalam meningkatkan