• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA RANAH KELUARGA DI DESA MUNJUNGAGUNG, KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA RANAH KELUARGA DI DESA MUNJUNGAGUNG, KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA RANAH

KELUARGA DI DESA MUNJUNGAGUNG, KECAMATAN

KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

Oleh

Drs. Tri Mulyono, M.Pd. Leli Triana, S.S., M.Pd.

PROGDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

PANCASAKTI TEGAL 2013

(2)

ii PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian tentang Pemertahanan Bahasa

Jawa pada Ranah Keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Kami menyadari bahwa pelaksanaan kegiatan penelitian ini selalu melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Pancasakti Tegal 2. Dekan FKIP Universitas Pancasakti Tegal 3. Kapala Lemlit Universitas Pancasakti Tegal

4. Semua pihak yag telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian. Akhir kata, penulis mohon maaf kepada semua pihak apabila dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Harapan penulis, laporan penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan.

Tegal, Maret 2013 Penulis

(3)

iii

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Prakata... ii

Daftar Isi... iii

Abstrak... iv

BAB I PENDAHULAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 5

2.1 Multilingulisme... 5

2.2 Pemertahanan Bahasa... 5

2.3 Ranah Keluarga ... 6

BAB III METODE PENELITIAN... 9

3.1 Pendekatan Penelitian... 9

3.2 Lokasi Penelitian... 10

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian... 10

3.4 Metode Pengumpulan Data... 11

3.5 Metode Analisis Data... 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 13

4.1 Bahasa Jawa pada Ranah Keluarga ... 13

4.1.1 Bahasa Jawa Ngoko... 13

4.1.2 Bahasa Jawa Krama... 33

4.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemertahanan Bahasa Jawa.... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 43

5.1 Simpulan... 43

5.2 Saran... 45

(4)

iv ABSTRAK

Peran bahasa Jawa pada ranah keluarga perlahan-lahan mulai digantikan oleh bahasa Indonesia. Banyak keluarga yang berlatar belakang masyarakat Jawa tidak lagi menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi di dalam rumah. Bahasa Jawa tidak lagi digunakan sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Akibatnya, banyak anak-anak Jawa yang sekarang tidak bisa berbahasa Jawa. Perubahan sikap tersebut tidak hanya terdapat pada masyarakat perkotaan. Pada masyarakat desa pun, hal demikian terjadi. Pemertahanan bahasa Jawa harus dilakukan oleh masyarakat Jawa sendiri agar identitas dan jati diri masyarakat Jawa tetap terjaga. Pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga masih dilakukan oleh masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, sehingga menarik untuk dikaji.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan teoretis dan metodologis. Data penelitian ini adalah percakapan yang dilakukan oleh keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Data dikumpulkan melalui metode simak dan metode cakap (wawancara). Data dianalisis melalui reduksi data, sajian data, dan pengambilan simpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal mayoritas menggunakan bahasa Jawa. Jawa digunakan secara dominan oleh keluarga yang pedagang, buruh, petani, nelayan, dan penegai negeri sipil. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko dan krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan dalam ranah keluaraga. Dialek Tegal terdapat pada bahasa Jawa Ngoko yang berbeda dengan dialek bahasa Jawa standar. Bahasa Jawa Krama digunakan oleh keluarga dengan profesi tertentu, seperti pedagang, buruh, dan pegawai negeri sipil dengan latar belakang orang tua berpendidikan menengah ke atas. Faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa Jawa di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal adalah bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, takut dikatakan sok/sombong apabila menggunakan bahasa Indonesia, hanya menguasai bahasa Jawa, hubungan yang akrab dan tidk ada jarak antara peserta tutur, dan mengajarkan kesantunan berbahasa.

Saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian ini adalah pemertahanan bahasa Jawa merupakan hal yang sangat penting untuk melestarikan bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa Jawa berarti berperan serta dalam melestarikan dan mempertahankan bahasa Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa dimulai dari ranah keluarga. Bagi para peneliti dan pemerhati bahasa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan penelitian lanjutan untuk

(5)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Peran bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar pada ranah keluarga perlahan-lahan mulai digantikan oleh bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan, tidak hanya pada masyarakat perkotaan saja yang terlihat ada perubahan sikap terhadap bahasa Jawa, pada masyarakat pedesaan pun terlihat adanya perubahan sikap. Tidak hanya kaum urban saja yang enggan mengajarkan anak-anaknya dengan bahasa Jawa, masyarakat di daerah pedesaan pun banyak yang tidak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu bagi anak-anak mereka. Banyak keluarga muda di daerah pedesaan memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi anak-anak mereka. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga dengan latar belakang pendidikan tinggi dan sosial ekonomi menengah ke atas.

Sikap masyarakat yang demikian, merupakan suatu pertanda baik bagi keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Namun, kecenderungan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama merupakan pertanda buruk bagi kelestarian bahasa Jawa.

Bahasa Jawa memiliki fungsi tersendiri sebagai identitas dan jati diri sebagai orang Jawa agar tidak kehilangan Jawanya. Bahasa Jawa hidup berdampingan dengan bahasa lain, yaitu bahasa Indonesia. Pergeseran bahasa Jawa dalam masyarakat Jawa menjadi ancaman keberadaan bahasa Jawa sebagai

(6)

2

identitas dan jati diri orang Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa harus dilakukan oleh masyarakat Jawa sendiri agar identitas dan jati diri dari masyarakat Jawa tetap terjaga.

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal merupakan masyarakat yang heterogen. Letak geografis yang berada di jalur pantura menyebabkan tingginya mobilitas masyarakat tersebut. Bahasa Jawa masih dominan digunakan dalam ranah keluarga sebagai bahasa ibu, sehingga menarik untuk dikaji.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini difokuskan pada permasalahan berikut.

1. Bagaimanakah penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal?

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. mengidentifikasi penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

(7)

2. mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Secara Teoretis

1. Memberikan sumbangan kepada masyarakat pemakai bahasa, khususnya masyarakat Jawa.

2. Menambah khasanah hasil penelitian dalam penerapan teori-teori sosiolinguistik.

b. Manfaat Secara Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan acuan dan dorongan untuk meneliti bahasa dari berbagai sudut pandang.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk pembinaan dan pengembangan bahasa terutama untuk mempertahankan bahasa Jawa.

(8)

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Multilingualisme

Mutilingualisme sebagai sumber interaksi dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat bahasa dengan variasi tugas yang berbeda selama aplikasi dalam masyarakat (Gumperz, 1964: 15). Lebih lanjut Gumperz (1964: 36) mengatakan bahwa multilingualisme merupakan fenomena stabil masyarakat sebagai tarik ulur budaya serta variasi bahasa yang dipertahankan dalam suatu masyarakat.

Banyak perspektif fenomena multilingualisme yang terjadi pada komunitas dengan hubungan bentuk bahasa yag bervariasi serta fungsi sosial yang menjadi latarbelakang varian bahasa. Penutur lebih sering menggunakan variasi bahasa dalam situasi berbeda, menyebabkan setiap bahasa memiliki kemungkinan untuk ditinggalkann bergantung seberapa sering situasi yang berhubungan dengan bahasa itu dilakukan. Varian-varian bahasa hidup secara berdampingan dalam masyarakat multilingual, yang mana variasi-variasi bahasa itu memiliki peranan tertentu yang harus dimainkan (Fasold, 1984:34).

Sikap penutur dalam masyarakat multilingual pada umumnya

menggunakan aspek superior, lebih terpandang, dan merupakan bahasa yang logis. Bahasa dengan aspek inferior lebih cenderung untuk ditinggalkan, bahkan ada yang sampai ditolak keberadaannya. Banyak tingkat masyarakat terpelajar

(9)

mendorong agar bahasa inferior tidk digunakan, walaupun mereka menggunakan bahasa itu dalam percakapan sehari-hari. Perhatian tinggi terhadap bahasa superior ditekankan oleh manusia sebagai bentuk kesesuaian untuk fungsi-fungsi yang mengesampingkan adanya kemampuan kriteria sebuah bahasa dalam situasi tertentu (Fasold, 1984:50).

Bentuk bahasa superior dalam masyarakat multilingual merupakan suatu bahasa yang ditetapkan sebagai standar formal. Sebuah bahasa yang cenderung dilafalkan baik dalam sosial maupun kaidah untuk penggunaan bahasa yang benar adalah bahasa superior. Penulisan bahasa inferior sulit karena kurangnya kaidah pelafalan yang ditetapkan, tetapi dalam banyak hal jarang individu ingin menulis dengan bahasa inferior (Fasold, 1984:52).

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa sebagai defense terhadap adanya tendensi pergeseran bahasa. Kesadaran akan suatu bangsa untuk mempertahankan identitas, sebuah sistem nilai untuk bangsa. Pemertahanan diperlukan ketika terdapat tendensi dalam sebuah pergeseran bahasa.

Sebagai salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala pemertahanan bahasa sangat menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu bahasa di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Danie (dalam Chaer 1995:193) bahwa menurunnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah karena pengaruh bahasa

(10)

6

Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa Indonesia yang jangakauan pemakaiannya bersifat nasional. Namun ada kalangnya bahasa pertama (B1) yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.

Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman (dalam Sumarsono 1993: 1). Pemertahnan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain dalam masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup menarik dalam kajian pergeseran dan pemerthanan bahasa adalah ketidakberdayaan minoritas imigran mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas yang lebih dominan.

Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan bahasa kedua (B2), sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan, kemudian terjadilah persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli (B1) bergeser atau punah. Sebagai contoh kajian semacam itu dilakukan oleh Gal (1979) di Australia dan Dorial (1981) di Inggris. Keduanya tidak berbicara tentang bahasa imigran melainkan tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung bergeser dan digantikan oleh bahasa baru (B2) dalam wilayah mereka sendiri.

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor

(11)

yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali. Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan, mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima, adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.

Pergeseran dan pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa di Indonesia dipengaruhi oleh faktor yang dilatarbelakangi oleh situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan.

(12)

8

Industrialisasi dan urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya. Faktor lain misalnya adalah jumlah penutur, konsentrasi pemukiman, dan kepentingan politik (Sumarsono 1993: 3).

Pada umumnya sekolah atau pendidikan sering juga menjadi penyebab bergesernya bahasa, karena sekolah selalu memperkenalkan bahasa kedua (B2) kepada anak didiknya yang semula monolingual, menjadi dwibahasawan dan akhirnnya meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka. Faktor lain yang banyak oleh para ahli sosiolinguistik adalah faktor yang berhubungan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan kekerapan kontak dengan bahasa lain. Kajian tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan bukti bahwa tidak ada satupun faktor yang mampu berdiri sendiri sebagai satu-satunya faktor pendukung pergeseran dan pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua faktor yang telah disebutkan di atas mesti terlibat dalam setiap kasus.

2.3 Ranah Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya (UU No. 10 Tahun 1992, Goldenberg, 1980).

(13)

Keluarga inti Jawa adalah keluarga inti yang semua kehidupan berkiblat pada perilaku tradisi Jawa, dan berada di tengah-tengah masyarakat Jawa (Subroto, 2006: 164).

(14)

10

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Pendekatan teoretis yang digunakan adalah pendekatan sosiolinguistik, sedangkan pendekatan metodologis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan sosiolinguistik mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Pendekatan ini merinci penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/dialek dalam budaya tertentu yang dilakukan oleh penutur, topik, dan latar pembicaraan (Chaer dan Agustina 1995:5). Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Criper dan Widdowson (dalam Chaer dan Agustina 1995:4) bahwa pendekatan sosiolinguistik mengkaji bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti konvensi pemakaian bahasa yang berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial.

Adapun pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara deskripsi bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong 2005:6). Mahsun (2005:235) juga menyatakan bahwa pendekatan kualitatif merupakan usaha memahami fenomena sosial kebahasaan yang diteliti. Penelitian kualiatif ini merupakan usaha memahami

(15)

fenomena kebahasaan lain yang tengah diteliti. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif karena hasil penelitian berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati (Subana 2001:17). Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena data berupa percakapan pada ranah keluarga dalam masyarakat di KabupatenTegal yang bersifat deskripsi fenomena kebahasaan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) bahasa Jawa masih hidup subur serta mempunyai peranan yang sangat besar dalam situasi formal dan nonformal, 2) kebudayaan Jawa masih melatarbelakangi sikap hidup dan tuturan kata masyarakat tersebut, 3) masyarakat desa tersebut masih konsisten dalam menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari.

3.3 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah penggalan-penggalan percakapan yang dilakukan oleh peserta tutur yang terdapat pada ranah keluarga. Keluarga yang diteliti adalah keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri, nelayan, petani, pedagang, dan buruh. Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa tutur yang wajar di dalam masyarakat dalam komunikasi sehari-hari. Sumber data adalah subjek penelitian (Subana 2011:115). Sumber data dalam penelitian adalah

(16)

12

percakapan yang terdapat pada ranah keluarga pada masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap atau wawancara ( Sudaryanto 1993: 132). Metode simak dilakukan dengan cara melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data primer, yaitu tuturan yang dilakukan oleh keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. metode simak memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode ini adalah teknik sadap, yaitu peneliti menyadap penggunaan bahasa seseorang.

Adapun teknik lanjutan metode simak adalah teknik simak bebas libat cakap. Peneliti tidak ikut serta dalam pembicaraan (Sudaryanto1993:133-134). Teknik catat sebagai teknik lanjutan berikutnya juga digunakan dalam penelitian ini.

Metode kedua yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode cakap atau wawancara. Metode tersebut digunakan untuk mengumpulkna data sekunder, yaitu data yang berupa informasi latar belakang pemertahanan bahasa Jawa. Metode cakap merupakan metode pengumpulan data dengan cara peneliti melakukan percakapan dengan penutur bahasa atau narasumber (Sudaryanto 1993:137). Teknik dasar metode ini adalah teknik pancing, yaitu peneliti memancing seseorang agar berbicara.

(17)

Teknik lanjutan metode cakap ini adalah teknik cakap semuka, yaitu peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat dengan informannya (Mahsun 2005:226). Pelaksanaan metode ini diikuti dengan teknik catat.

3.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis selama pengumpulan data dan analisis setelah pengumpulan data. Analisis selama pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap berikut: (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) pengambilan simpulan. Analisis setelah pengumpulan data meliputi tahap-tahap berikut: (1) transkripsi data hasil catatan, (2) pengelompokkan data, (3) penafsiran penggunaan bahasa dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa bahasa, dan (4) penyimpulan tentang pemertahanan bahasa Jawa dialek Tegal dalam ranah keluarga dan faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa.

(18)

14

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahasa Jawa pada Ranah Keluarga

Temuan penelitian tentang penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa bahasa Jawa digunakan secara dominan. Masyarakat desa tersebut mayoritas menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan keluarga. Keluarga yang menggunakan bahasa Jawa secara konsisten adalah keluarga petani, pedagang, pegawai negeri, nelayan, dan buruh. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan mewarnai penggunaan bahasa masayarakat desa tersebut. Bahasa Jawa Ngoko digunakan oleh orang tua kepada anaknya dan oleh suami dengan istri. Bahasa Jawa Krama digunakan untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak. Bahasa Jawa Krama hanya digunakan oleh keluarga berstatus sosial menengah ke atas, misal, keluarga pedagang dan keluarga pegawai negeri. Berikut bahasan mengenai penggunaan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.

4.1.1 Bahasa Jawa Ngoko

Data dari berbagai peristiwa tutur yang terjadi pada ranah keluarga dalam masyarakat masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan.

(19)

Hampir sebagian besar keluarga di Desa Munjungagung. Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko yang digunakan berbeda dengan ragam ngoko bahasa Jawa baku. Dialek Tegal terdapat dalam ragam ngoko yang sangat dominan digunakan dalam ranah keluarga. keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko adalah keluarga dari semua profesi yaitu petani, pedagang, nelayan, buruh, dan pegawai swasta maupun pegawai negeri sipil. Dialek Tegal tampak dalam penggunaan pronomina persona dan penggunaan leksikon-leksikon dialek Tegal yang berbeda dengan leksikon bahasa Jawa baku. Berikut bahasan mengenai penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko dalam ranah rumah pada keluarga petani.

a. Keluarga Petani

Penggunaan ragam ngoko tampak dominan digunakan oleh suami istri pada keluarga petani. Penggunaan ragam ngoko tampak dalam tuturan berikut. (1) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Pak kiye wedange gawa dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboan. ‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya, saya tidak ke kebon, mau pengajian tiap rabu.’

P2 : Iya. Pacetane apa?

‘Iya. Jajanannya apa?’

P1 : Ngko tuku gorengan bae limang ewu?

‘Nanti beli gorengan lima ribu.’ P2 : gorengan terus ngko pada bosen oh.

(20)

16

‘Bosan kalo gorengan terus.’

P1 : Lha awan-awan ya maceme gorengan oh.

‘Siang-siang pantasnya gorengan.’

P2 : Koen mangkat jam pira sih?

‘ Kamu berangkat jam berapa?’

P1 : loro.

‘Dua.’

Percakapan di atas dilakukan oleh suami (P2) dan istri (P1) dalam situasi santai. Bahasa Jawa Ngoko tampak pada ucapan P1 Pak kiye wedange gawa

dewek ya, enyong ora ngalor, pan reboa ‘Pak ini wedangnya dibawa sendiri ya,

saya tidak ke kebon, mau pengajian tiap rabu’ dan P2 menjawab dengan bahasa Jawa Ngoko Iya. Pacetane apa? ‘Iya. Jajanannya apa? Selanjutnya antara P1 dan P2 berkomunikasi dengan bahasa Jawa Ngoko. Penggunaan ragam ngoko tampak dalam leksikon-leksikon yang digunakan. Dialek Tegal tampak dalam leksikon

kiye, dewek, enyong, maceme, koen. Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan /a/

di akhir kata yang berbeda dengan pelafalan akhir pada bahasa Jawa baku. Ragam ngoko juga digunakan antara orang tua kepada anaknya seperti dalam peristiwa tutur berikut.

(2) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK P1 : Ya, tokokna gula saprapat neng yu Inih.

‘Ya, belikan gula seperempat di yu Inih.’

(21)

‘Uangnya mana, Ma?’ P1 : Kiyeh 5 ewu, jujul.

‘Ini lima ribu, kembali.’ P2 : Jujule pira?

‘Berapa kembalinya?’

P1 : Rong ewu.

‘Dua ribu.’

P2 : Upah oh iya?

‘Minta upah dong?’

P1 : Mangatus bae upahe.

‘Limangatus bae upahe.’

Percakapan di atas dilakukan oleh seorang ibu (P1) yang memerintah anaknya (P2). Dalam percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa Ngoko oleh ibu dan anak yang terlihat pada leksikon-leksikon yang digunakan. P1 mengucapkan Ya, tokokna gula saprapat neng yu Inih. ‘Ya, belikan gula seperempat di yu Inih’ dan diwab P2 dengan bahasa Jawa ngoko Duwite endi,

Ma?‘Uangnya mana, Ma?’. Selanjutnya mereka berkomunikasi dengan bahasa

Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak dalam leksikon tokokna, kiyeh, iya, bae, jujul. Dialek Tegal juga tampak pada pelafalan fonem /a/ di akhir kata.

(22)

18

Bahasa Jawa Ngoko tampak dominan digunakan oleh keluarga yang berprofesi sebagai pedagang. Ragam Ngoko digunakan oleh suami dengan istri dan oleh orang tua dengan anaknya. Penggunaan Bahasa Jawa Ngoko tampak dalam tuturan berikut.

(3) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI ISTRI

P1 : Pan kulak endog apa ora?

‘Mau blanja telur apa tidak?’

P2 : Iya oh kulak.

‘Iya belanja.’ P1 : Sih duite wis ana?

‘Emang uangnya sudah ada?’

P2 : Durung pepek, ngenteni sedelat maning, nggo imbuh-imbuh.

‘Belum cukup, tunggu sebentar lagi, buat tambahan.’ P1 : Regane pira sih sapeti saiki?

‘Sekarang harganya berapa?’

P2 : Wingi tah satus seket ewu, mbuh kiye mundak maning ora. Akeh wong

duwe gawe ya mestine mundak.

‘Kemarin katanya seratus lima puluh ribu, tidak tau sekarang naik lagi apa tidak. Banyak orang hajatan jadi harganya naik.’

P1 : Ngko duite enteng nggo tuku endog tok ih. ‘Uangnya nanti habis buat beli telur saja ya.’

(23)

P2 : Lha iya neng, mugane mumet enyong mbagine, saiki apa-apa larang

kabeh.

‘Lha emang gitu, makanya kepala saya pusing membaginya, sekarang semuanya mahal.’

Percakapan di atas dilakukan oleh sepasang suami (P1) dan istri (P2) yang berprofesi sebagai pedagang. Dalam percakapan tersebut tampak penggunaan bahasa Jawa ngoko yang diucapkan oleh P1 Pan kulak endog apa ora ‘Mau blanja telur apa tidak?’ dan dijawab oleh P2 Iya oh kulak ‘Iya belanja.’ Selanjutnya antara P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat dalam ragam ngoko tersebut yang terlihat pada kata enyong ‘saya’, endog ‘telur’ , kiye’ini’, maning ‘lagi’, sedelat ‘sebentar’ , maning ‘lagi’, dsb.

Percakapan antara orang tua (ibu) dan anak pada keluarga pedagang juga menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko seperti tampak dalam tuturan berikut. (4) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja kesoren. Melas usdade

ngentenane kesuwen.

‘Win, pukul lima harus sudah pulang bermain. Jangan terlalu sore. Kasihan ustadnya menunggu terlalu lama.’

P2 : iya ma.

‘Iya, Ma.’

P1 : Koen tah mbedud nemen oh, moni iya-iya ya mengko jam lima durung

(24)

20

‘Kamu bandel sekali, hanya bilang iya tapi nanti jam lima belum pulang. Sebenarnya mainnya di mana?’

P2 : Ps neng ojan. Batire akeh dadine seneng.

‘PS di Ojan. Temennya banyak sekali jadi senang.’ P1 : Ngko angger ora balik taksusul.

‘Nanti kalo tidak pulang akan saya susul.’

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Penggunaan bahasa Jawa ngoko terlihat tuturan P1 Win, jam lima kudu wis balik dolan. Aja

kesoren. Melas usdade ngentenane kesuwen ‘Win, pukul lima harus sudah pulang

bermain. Jangan terlalu sore. Kasihan ustadnya menunggu terlalu lama’ dan dijawab P2 dengan Iya ma ‘Iya, Ma.’ Selanjutnya P1 dan P2 berdialog dengan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal tampak pada leksikon mbedud, nemen, donge,

batire. Dialek Tegal juga tampak dalam penggunaan pronomina persona kedua

koen ‘kamu’. Pelafalan /a/ di akhir kata juga menunjukkan penggunaan dielak Tegal. Bahasa Jawa Ngoko juga digunanakan oleh bapak dan anak seperti tampak dalam peristiwa tutur berikut.

(5) PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Takokna mama, mengkreng ijo saons pira?

‘Tanyakan mama, lombokiji satu ons berapa?’

P2 : Mamane langka.

‘Mama tidak ada’,

(25)

‘Emang kemana?’

P2 : Ngeterna blanja neng kajine. ‘Mengantar belanja di Bu Haji.’

P1 : Cepet disusul, kye ing blanja akeh, ngko susu pada bubar. ‘Cepat disusul, ini banyak orang belanja, nanti keburu bubar.’ P2 : Gon ngenteni, sedelat maning ka.

‘Disuruh menunggu, sebentar lagi kok.’

Percakapan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). Penggunaan bahasa Jawa ngoko dapat dilihat pada tuturan P1 Takokna mama, mengkreng ijo

saons pira? ‘Tanyakan mama, lombokiji satu ons berapa?’ dan dijawab P2 dengan Mamane langka ‘Mama tidak ada’. Selanjutnya mereka berkomunikasi dengan

bahasa Jawa ngoko.

c. Keluarga Buruh

Penggunaan bahasa Jawa Ngoko tampak dominan dalam keluarga yang berprofesi sebagai buruh. Ragam ngoko digunakan antara suami dan istri dan antara orang tua kepada anaknya. Berikut data penggunaan bahasa Jawa ngoko dalam ranah rumah pada keluarga buruh.

(6) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI P1 : Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge?

‘Itu di Uci ada tukang lagi, tukang buat apa sebenarnya?’

(26)

22

‘Merakit besi.’

P1 : Sih pan nggo apa maning?

‘Emang mau buat apa lagi?’

P2 : Jare pan nggawe umah maning.

‘Katanya mau membangun rumah lagi.’

P1 : Sih nggawe umah neng endi?

‘Emang mau membangun rumah di mana?’

P2 : Neng Bongkok.

‘Di Bongkok.’

P1 : Ana tanahe ader?

‘Emang punya tanah?’ P2 : Ana, nembe mbayari wingi.

‘Ada, baru membayar kemarin.’

P1 : Lah umah kiye sih pan nggo apa?

‘Rumah di sini buat siapa?’

P2 : Umah kiye langka dlanggunge.

‘Rumah ini tidak ada jalannya.’

P1 : Lin umahe engko pindah?

‘Terus nanti rumahnya pindah?’ P2 : ya mbuh, jare tah riwa-riwi.

(27)

Data di atas adalah percakapan antara suami (P1) dan istri (P2). Percakapan di atas menunjukkan penggunaan bahasa Jawa Ngoko yang tampak pada ucapan P1 Kae neng Uci ana tukang maning, tukang nggarap apa donge? ‘Itu di Uci ada tukang lagi, tukang buat apa sebenarnya?’ dan dijawab oleh P2 dengan Ngranjang wesi ‘Merakit besi.’ Selanjutnya antara P1 dan P2 bertutur dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon

maning, donge, ader. Pada peristiwa tutur lain, yaitu percakapan antara orang tua

(ibu) kepada anak juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko, seperti tampak dalam tuturan berikut.

(7) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Ma njaluk duwite rong ewu nggo tuku bakso

‘Ma minta uang dua ribu buat beli bakso.’

P2 : Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon ndolani adine sungkan. ‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh bermain dengan adik.’

P1 : Gagiyan ma ngko susu lunga baksone.

‘Cepat, Ma, nanti baksonya keburu pergi.’

P2 : Sewu bae lah, mipil. Ngko be ana wong ider jajan njaluk maning, njajane

langka pedote.

‘Seribu saja. Nanti saja kalau ada orang keliling jual jajan minta beli lagi, jajannya tidak pernah berhenti.’

(28)

24

P2 : Lah sewu neng ora olih oh. ‘Seribu tidak boleh.’

P1 : Olih. Ora olih ya ora usah tuku. Gampang ka.

‘Boleh. Kalau tidak boleh tidak usah beli. Mudah kok.’

Peristiwa tutur di atas dilakukan oleh ibu (P2) dengan anaknya (P1). Ibu menggunakan bahasa Jawa ngoko dan si anak juga demikian yang terlihat pada tuturan P1 Ma njaluk duwite rong ewu nggo tuku bakso ‘Ma minta uang dua ribu buat beli bakso’ dan dijawab oleh P2 Bocah kuwe njaluk duwit terus sih, gongkon

ndolani adine sungkan ‘Anak ini minta uang terus, tapi malas kalo disuruh

bermain dengan adik.’ Selanjutnya P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Leksikon-leksikon yang digunakan menunjukkan adanya penggunaan bahasa Jawa ngoko. Dialek Tegal terdapat pada leksikon kuwe, gongkon, sungkan, giyan,

bae. Dialek Tegal juga tampak dalam pelafalan fonem /a/ di akhir kata.

Pada peristiwa tutur lain, percakapan antara suami istri menggunakan bahasa Jawa Ngoko seperti tampak dalam data berikut.

(8) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Ayame jare pan didol?

‘Katanya ayamnya mau dijual?’

P2 : Nganyange murah nemen ka.

‘Nawarnya murah banget kok.’

P1 : Pira nganyange?

(29)

P2 : Selawe ewu.

‘Dua puluh lima ribu.’

P1 : Ganing murah temen?

‘Kok murah sekali?’

P2 : Lha iya neng, ora usah ngingu ayam ya kena lah. Kesel nyaponane

kandang.

‘Emang iya, tidak usah memelihara ayam saja ya. Capek menyapu kandang.’

P1 : Lha eman-eman wadange oh, nggal dina luwih terus ka segane. ‘Sayang nasinya, setiap hari lebih terus kok.’

P2 : Lha ayame didol ora payu ka.

‘Tapi ayamnya tidak laku dijual.’

Percakapan di atasa adalah percakapan antara suami (P1) dengan istri (P2). Penggunaan bahasa Jawa ngoko tampak pada tuturan P1 Ayame jare pan didol? ‘Katanya ayamnya mau dijual?’ dan dijawab P2 Nganyange murah nemen ka ‘Nawarnya murah banget kok.’ Selanjutnya P1 dan P2 berkomunikasi dengan bahasa Jawa ngoko. bahasa Jawa ngoko juga digunakan untuk berkomunikasi antara bapak dengan anak seperti terlihat pada peristiwa tutur berikut.

(9) PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DENGAN ANAK

P1 : Her, kye motore aja danjingna dingin, pan dinggo maring Latu. ‘Her, ini motornya dimasukkan dulu, mau dipakai ke Latu.’ P2 : Pan takdinggo aring laut, sedelat.

(30)

26

‘Mau dipakai ke laut, sebentar.’ P1 : Bensine esih apa ora?

‘Bensinnya masih apa tidak?’

P2 : Gari secuil. Mene Pak tak deseni bensin sisan.

‘Tinggal sedikit. Sini Pak, saya isi sekalian.’ P1 : Sih pan ngisi neng endi?

‘Mau diisi di mana? P2 : Neng pertelon bae lah.

‘Di Pertelon saja.’

P1 : Tah olihe secuil oh. Ngko takisi enyong neng pombensin bae endah olihe

akeh.

‘Dapatnya sedikit. Nanti saya isi di pom bensin saja biar dapat banyak.’

P2 : Nyandak apa ora anjog pembensin, wong wis esat nemen ka.

‘Cukup apa tidak sampai pom bensin, udah tinggal sedikit sekali.’ P1 : Ya disi mang ewu bae mana neng pertelon.

‘Ya diisi lima ribu saja sana di pertelon.’

Tuturan di atas dilakukan oleh bapak (P1) dan anak (P2). P1 menggunakan bahasa Jawa ngoko yang tampak pada Her, kye motore aja danjingna dingin, pan

dinggo maring Lat ‘Her, ini motornya dimasukkan dulu, mau dipakai ke Latu’

yang dijawab P2 Pan takdinggo aring laut, sedelat ‘Mau dipakai ke laut, sebentar.’ Selanjutnya mereka berbahasa Jawa ngoko yang tampak pada dialog-dialog di atas.

(31)

d. Kerluarga Nelayan

Pada keluarga yang berprofesi sebagai nelayan, bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan. Mayoritas keluarga nelayan menggunakan ragam ngoko untuk berinteraksi sosial antaranggota keluarga. Keluarga nelayan pada umumnya berpendidikan rendah, bahkan banyak yang tidak mengenyam bangku pendidikan, sehingga mereka hanya menguasai bahasa ibu yaitu bahasa Jawa ngoko. Ragam ngoko digunakan antara suami dan istri dan orang tua kepada anaknya. Berikut data penggunaan bahasa Jawa ngoko dalam ranah rumah pada keluarga nelayan. (10) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

P1 : Dih ayawene wis pada balik nggemplo. Berati pada kosong ih. ‘Jam segini sudah pada pulang Nggemplo. Berarti kosong semua ya.’

P2 : Ombak, balik kabeh.

‘Ombak, pulang semua.’

P1 : Lah mangkane ora duwe duwit nggo nempur , Pak.

‘Padahal tidak punya uang buat beli beras, Pak?’ P2 : Sih berase wingi tuku 3 kilo wis enteng?

‘Emang kemarin membeli beras tiga kilo sudah habis?’ P1 : Durung. Melu ngursin bae ya kena oh, Pak.

‘Belum. Ikut ngursi saja, Pak.’

P2 : Ngursin ya pada bae, langka sing oleh.

(32)

28

P1 : Tapi tah dong olih lumayan. ‘Tapi kalau dapat kan lumayan.’ P2 : Mbesiki wis taknyimbat neng Iin.

‘Besok saja saya ikut di Iin.’

Dialog di atas dilakukan oleh suami dan istri. Pada dialog di atas tanpak penggunaan bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada leksikon-leksikonnya. Leksikon dialek Tegal tampak dalam enteng, bae, langka, dong, mbesiki. Leksikon nelayan tampak pada nggemplo, ngursin, nyimbat. Ragam ngoko juga digunakan oleh orang tua kepada anaknya. Mayoritas keluarga nelayan menggunakan bahasa Jawa Ngoko kepada anak-anak mereka, seperti terlihat pada tuturan berikut.

(11) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Po, kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka, bapane miyange kosong terus.

‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala ibu pusing, bapak melautnya kosong terus.’

P2 : Lha sing mau be dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng

yu Sijah sewu.

‘Dari tadi bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah seribu.’

P1 : Dih, njajane direm, aja terusan.

(33)

P2 : Lha Renone nangis terus. Mene ma duwite. ‘Rano nangis terus. Sini Ma, uangnya.’

P1 : Kae njukut neng slorok rong ewu bae. Pan nggo tuku solar nggo

mbesiki.

Dialog di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2) . Ibu menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada anaknya, demikian pula sebaliknya, anak menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada ibunya yang terlihat pada tuturan Po,

kiye adine dijak dolan, aja neng umah bae. Mane endhase puyeng ka, bapane miyange kosong terus ‘Po, ini adik diajak bermin, jangan di rumah saja. Kepala

ibu pusing, bapak melautnya kosong terus’ Dan dijawab oleh P2 Lha sing mau be

dolan ka. Kiye njaluk duwit maning, mau utang es neng yu Sijah sewu ‘Dari tadi

bermain saja. Ini minta uang lagi, tadi hutang es di Yu Sijah seribu.Bahasa Jawa ngoko tampak pada leksikon-leksikon yang digunakan. Dialek Tegal tampak pada

leksikon kiye, endhase, njaluk, maning, bae, dan mbesiki. Leksikon khusus

nelayan tampak pada miyange.

Bahasa Jawa ragam ngoko juga terlihat pada peristiwa tutur lain antara bapak dan anak, yang tampak pada dialog berikut.

(12) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Kae mangan dingin, aja dolan bae.

‘Makan dulu, jangan bermain saja.’

P2 : Lawuhe apa?

(34)

30

P1 : Tempe karo endhog.

‘Tempe sama telur.’ P2 : Lah sungkan, ora seneng.

‘Lah tidak mau, tidak suka.’

P1 : Sih njaluke lawuhe apa?

‘Emang minta lauk apa?

P2 : Sontong.

‘Cumi-cumi.’

P1 : Angger njaluke sontong ya mana, tuku dewek oh. ‘Kalau minta cumi-cumi, sana beli sendiri.’

P2 : Tokokna ya kena oh, Ma.

‘Belikan, Ma.’

A : Wong nggo dewek ka gon tuku be sungkan.

‘Buat diri sendiri saja disuruh beli tidak mau.’

Percakapan di atas dilakukan oleh bapak dengan anaknya. Bapak menggunakan bahasa Jawa ngoko dan si anak pun demikian. P1 menggunakan bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan Kae mangan dingin, aja dolan bae ‘Makan dulu, jangan bermain saja’ dan dijawab oleh P2 dengan Lawuhe

apa?‘Lauknya apa?’. Selanjutnya antara P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa

ngoko. Ragam ngoko terlihat pada leksikon-leksikon yang digunakan ketika mereka berbicara. Dialek Tegal juga sangat tampak pada percakapan di atas yang terlihat pada leksikon-leksikonnya.

(35)

e. Keluarga Pegawai negeri

Pada keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, komunikasi antara suami dan istri di lingkungan rumah menggunakan bahasa Jawa Ngoko seperti tampak pada percakapan berikut.

(12) KONTEKS PERCAKAPAN ANTARA SUAMI ISTRI

P1 : Jemuwahane neng sapa Mas?

‘Jumatannya di siapa, Mas?’

P2 : Neng Rasjo oh.

‘Di Rasjo.’

P1 : Wonge akeh saiki?

‘Orangnya sekarang banyak?’

P2 : Kur selawe tok.

‘Hanya dua puluh lima.’ P1 : Sih selot setitik?

‘Tambah sedikit?’ P2 : Iya ka, pada lubar.

‘Iya, banyak yang keluar.’

P1 : Bisane sih mas?

‘Kenapa, Mas?’

P2 : Wis pada ora kiyeng.

(36)

32

P1 : Wong selawe dong masak-masak ora korup ya.

‘Hanya dua puluh lima orang, kalau masak-memasak tidak korup ya.’ Percakapan antara suami istri di atas tampak menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang terlihat pada leksikon seperti sapa, neng, saiki, selawe, wis. Dialek Tegal tampak pada leksikon kur, tok, selot, setitik, lubar, bisane, kiyeng. Bahasa Jawa ngoko juga terlihat pada tuturan P1 Jemuwahane neng sapa Mas? ‘Jumatannya di siapa, Mas?’ dan dijawab P2 Neng Rasjo oh ‘Di Rasjo.’ Selanjutnya percakapan dilakukan dengan bahasa Jawa ngoko.

Pada keluarga pegawai negeri, orang tua kepada anak-anaknya baik ibu kepada anak maupun bapak kepada anak menggunakan bahasa Jawa Ngoko seperti tampak pada data berikut.

(13) PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Bisane kaose badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan

neng balongan oya?

‘Kenapa kaosmu kotor sekali, bermain di mana, pasti habis mandi di tambak ya?’

P2 : Ora, kas bal-balan.

‘Tidak, habis bermain bola.’

P1 : Kas bal-balan ka kaya kuwe kulah endut kabeh. Aja mbodoni ibu koen ya.

‘Kalau habis bermain bola, tidak mungkin kotor semua seperti itu, itu kankena lumpur. Jangan membohongi ibu kamu.’

(37)

P2 : Ih ora ka. ‘Tidak kok.’

P1 : Mbodoni dosa luh. Wong akeh sing weruh ka koen kas gupak neng

balongan. Mana pakeane kumbai dewek. Tuman koen. Ngko mbesiki taklabrak neng balongan kudune.

‘Kalau berbohong dosa lho. Banyak yang lihat kok kamu habis berendam di tambak. Pakainnya dicuci sendiri ya. Besok kalau main di tambak, ibu labrak.

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada percakapan di atas tampak penggunaan bahasa Jawa ngoko oleh P1 Bisane kaose

badeg nemen, dolanan neng endi, mesti kas adus-adusan neng balongan oya?

‘Kenapa kaosmu kotor sekali, bermain di mana, pasti habis mandi di tambak ya?’ yang dijawab oleh P2 Ora, kas bal-bala ‘Tidak, habis bermain bola.’ Selanjutnya mereka menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko juga digunakan untuk berkomunikasi antara bapak dengan anak seperti tampak pada dialog berikut.

(14) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

P1 : Mau ana tamu sapa, Dan?

‘Tadi ada tamu siapa, Dan?’

P2 : Bapane Agus.

‘Bapaknya Agus.’

(38)

34

‘Emang mau apa?’

P2 : Ngeterna undangan slametan.

‘Mengantar undangan selamatan.’

P1 : Ader manene Agus wis babaran?

‘Emang ibunya Agus melahirkan?’ P2 : Wis.

‘Sudah.’

P1 : Babaran kapan? Ganing Bapak ora krungu.

‘Kapan melahirkan? Kok Bapak tidak mendengar.’

P2 : Wis suwe. Dong dina minggu, dong bapak ziarah.

‘Sudah lama. Waktu hari minggu, waktu Bapak ziarah.’

P1 : Lin bayine lanang apa wadon?

‘Bayinya laki-laki apa perempuan?’

P2 : Wadon.

‘Perempuan.’

P1 : Eh wadon maning.

‘Eh perempuan lagi.’

P2 : Slametane jam pira?

‘Selamatannya jam berapa?’

P1 : Bar Isya.

(39)

Percakapan antara bapak (P1) dengan anak (P2) di atas menggunakan bahasa Jawa ngoko yang terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh P1 dan P2. P1 mengatakan Mau ana tamu sapa, Dan? ‘Tadi ada tamu siapa, Dan?’ yang dijawab P2 dengan Bapane Agus ‘Bapaknya Agus’, selanjutnya komunikasi dilakukan dengan penggunaan bahasa Jawa krama.

4.1.2 Bahasa Jawa Krama

Bahasa Jawa krama digunakan oleh keluarga dari profesi tertentu yaitu pegawai negeri sipil, pedagang, dan buruh yang latar belakang pendidikan orang tua menengah ke atas. Di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, terdapat keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri, walaupun jumlahnya sangat sedikit. Pada keluarga pegawai negeri sipil ini, komunikasi antara suami dan istri menggunakan bahasa Jawa Ngoko, sedangkan antara orang tua dan anak, antara ibu dan anak, dan antara ayah dan anak menggunakan bahasa Jawa Krama. Penggunaan bahasa Jawa Krama oleh orang tua kepada anak dimaksudkan untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak. Biasanya keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Krama adalah keluarga yang latar belakang orang tuanya berpendidikan sekolah menengah ke atas. Mereka memiliki kesadaran agar anaknya dapat berbahasa dengan santun yang dimanifestasikan dengan mengggunakan bahasa Jawa Krama. Pada keluarga pedagang dengan latar belakang pendidikan orang tua, sekolah menengah atas pun, banyak dijumpai penggunaan bahasa Jawa krama kepada anak-anak mereka.

(40)

36

Demikian juga keluarga buruh yang orang tua wanita bisa berbahasa Jawa Krama, mereka akan menggunakan bahasa Jawa Krama kepada anak-anaknya. Adapun anak-anak yang diajari menggunakan bahasa Jawa Krama adalah anah usia pra sekolah dn usia sekolah SD, dengan harapan agar bahasanya bagus, sehingga akan terbawa sampai anak dewasa.

Bahasa Jawa Krama yang digunakan oleh masyarakat Desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, berbeda dengan bahasa Jawa krama pada umumnya. Perbedaannya antara lain adalah tidak ada sufiks

-ipun tetapi masih terinterferensi dialek Tegal yaitu masih menggunakan sufiks –e.

a. Keluarga Pedagang

Ada keluarga pedagang yang membiasakan berbahasa Jawa Krama kepada anak-anak mereka meskipun jumlahnya sedikit. Latar belakang pendidikan orang tualah ang menyebabkan digunakannya bahasa Jawa Krama seperti tampak pada tuturan berikut.

(15) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK P1 : Gung, belajar mpun kelas enem ka mboten nate belajar.

‘Gung, belajar. Sudah kelas enam kok tidak pernah belajar.’

P2 : Mangke jam pitu, Ma.

‘Mangke jam pitu, Ma.’ P1 : Sih bisane ngentosi jam pitu.

(41)

P2 : Ningali tipi riyin. ‘Menonton tivi dulu.’

P1 : Tipine disirep disit ya kena oh. ‘Tivinya dimatikan dulu.’

P2 : Mangke sekedap malih.

‘Nanti sebentar lagi.’

Data di atas menunjukkan penggunaan bahasa Jawa krama yang dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Bahasa Jawa krama tampak pada tuturan P1 dan P2. P1 mengucapkan Gung, belajar mpun kelas enem ka mboten nate belajar ‘Gung, belajar. Sudah kelas enam kok tidak pernah belajar’ dan dijawab oleh P2 ‘Mangke

jam pitu, Ma ‘Mangke jam pitu, Ma.’ Selanjutnya komunikasi antara P1 dan P2

menggunakan bahasa Jawa Krama. komunikasi antara bapak dan anak juga menggunakan bahasa Jawa Krama seperti tampak pada data berikut.

(16) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DENGAN ANAK P1 : Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli nggih.

‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya.’ P2 : Nggih, wangsule jam pinten, Pak?

‘Ya, pulangnya jam berapa, Pak?’

P1 : Bar magrib.

‘Setelah magrib.’

P2 : Kuncine deken teng pundi?

(42)

38

P1 : Titipna embah.

‘Dititipkan embah.’

P2 : Mangke Fadil bar ngaos langsung dolan.

‘Nanti Fadil setelah mengaji langsung bermain.’

P1 : Nggih mpun, tapi angger magrib teng griyo nggih, solat riyin. ‘Ya sudah, tapi kalau waktu magrib di rumah ya, sholat dulu.’

Dialog di atas adalah percakapan antara bapak (P1) dan anak (P2). Pada wacana percakapan di atas terlihat penggunaan bahasa Jawa Krama yang diucapkan oleh P1 Bapak kalih Ibu pan tindhak riyin, mangke lampune diseteli

nggih ‘Bapak dan Ibu mau pergi dulu, nanti lampunya dinyalakan ya’ dan

dijawab oleh P2 Nggih, wangsule jam pinten, Pak? ‘Ya, pulangnya jam berapa, Pak?’. Selanjutnya komunikasi di antara mereka menggunakan bahasa Jawa Krama.

b. Keluarga Pegawai Negeri sipil

Ada beberapa keluarga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yaitu sebagai pegawai di lingkungan Pemda maupun guru. Karena latar belakang profesi orang tua, keluarga pegawai negeri sipil ini menggunakan bahasa Jawa Krama kepada anak-anak mereka seperti tampak pada data berikut ini.

(17) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK P1 : Mei, niki sekule dimaem, lin susune dimimi oh.

(43)

P2 : Mangke, Ma. Deken teng riku riyin. ‘Nanti, Ma. Taruh di situ dulu.’

P2 : Mangke dimaem temenan nggih, sampun kesupen, Mama pan tindhak

riyin.

‘Nanti dimakan ya, jangan terlalu lama, Mama akan pergi dulu.’ P1 : Nggih.

‘Iya.’

P2 : Mangke adine tumbasna bubur teng yu ramini gangsal atus nggih. ‘Nanti adikmu dibelikan bubur di Yu Ramini lima ratus ya.’

B : Paringi gula mboten?

‘Diberi gula apa tidak?’

A : Mboten usah.

‘Tidak Usah.’

Tuturan di atas dilakukan oleh ibu (P1) dan anak (P2). Pada tuturan tersebut tampak penggunaan bahasa Jawa Krama oleh P1 Mei, niki sekule

dimaem, lin susune dimimi oh ‘Mei, ini nasinya dimakan, terus susunya diminum’

yang kemudian dijawab oleh P2 Mangke, Ma. Deken teng riku riyin‘Nanti, Ma. Taruh di situ dulu’. Selanjutnya percakapan menggunakan bahasa Jawa Krama. Komunikasi antara bapak dengan anak juga menggunakan bahasa Jawa Krama seperti tampak pada tuturan berikut.

(18) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA BAPAK DAN ANAK

(44)

40

‘Mau kemana, Ka?’

P2 : Kerja kelompok.

‘Kerja kelompok.’

P1 : Kalih sinten mawon?

‘Sama siapa saja?’

P2 : Ega, Isna, Wulan.

‘Ega, Isna, Wulan.’

P1 : Teng griyone sinten?

‘Teng griyone sinten?’

P2 : Wulan.

P1 : Angger Mpun ya langsung wangsul nggih, sampun dolan, mangke bade

ngaos.

‘Kalau sudah selesai langsung pulang ya, jangan bermain, nanti mau mengaji.’

P2 : Nggih, Bu.

‘Iya, Bu.’

Percakapan antara bapak dan anak di atas tampak penggunaan bahasa Jawa Krama. P1 mengatakan Bade pundi, Ka? ‘Mau kemana, Ka?’ dan dijwab oleh P2

Kerja kelompok ‘Kerja kelompok.’ Selnjutnya mereka menggunakan bahasa Jawa

Krama.

(45)

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal banyak yang berprofesi sebagai buruh karena di daerah tersebut banyak berdiri perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan masyarakat sekitarnya. Data penelitian menunjukkan, ada sedikit keluarga buruh yang menggunakan bahasa Jawa Krama kepada anak-anak mereka, terutama ibu rumah tangga. Berikut data penggunaan bahasa Jawa Krama pada keluarga buruh.

(20) KONTEKS : PERCAKAPAN ANTARA IBU DAN ANAK

P1 : Pendetna jungkat teng meja kamar.

‘Ambilkan sisir di meja kamar.’

P2 : Sing warnanae nopo, Ma?

‘Yang warnanya apa, Ma?’ P1 : Ijo.

‘Hijau.’

P2 : Bade ngge jungkatan sinten sih, Ma? ‘Mau buat sisiran siapa, Ma?’

P1 : Mama, awit enjing dereng jungkatan.

‘Mama, sejak tadi pagi belum sisiran.’

Percakapan di atas dilakukan oleh ibu dan anak yang terlihat menggunakan bahasa Jawa Krama. P1 berujar Pendetna jungkat teng meja kamar ‘Ambilkan sisir di meja kamar’ dan dijawab oleh P2 Sing warnanae nopo, Ma? ‘Yang warnanya apa, Ma?’. Selanjutnya mereka menggunakan bahasa Jawa Krama.

(46)

42

4.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pemertahanan Bahasa Jawa

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dipertahankannya bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.

1. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu

Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, selalu menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari dalam ranah keluarga. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu bagi masyarakat desa tersebut, sehingga bahasa Jawa sangat terasa penggunaannya untuk berkomunikasi. Bahasa Jawa digunakan untuk berkomunikasi antara suami dan istri dan oleh orang tua kepada anaknya di lingkungan rumah terutama bahasa Jawa Ngoko.

2. Takut dikatakan sok/sombong

Sebagian besar masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menganggap jika orang yang tidak menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari adalah orang yang sok atau sombong. Misal, orang tua yang memutuskan menggukanan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya, akan dikatakan sebagai orang sok karena bahasa Indonesia bukan bahasa yang biasa diguanakan. Demikian juga jika orang yang pulang dari rantau, apabila menggunakan bahasa Indonesia pun akan dikatakan sebagai orang yang sok. Adanya anggapan tersebut, menyebabkan orang tua memutuskan untuk menggunakan bahasa

(47)

Jawa kepada anak-anak mereka. Mereka juga beranggapan bahwa bahasa anak-anak akan bisa berbahasa Indonesia dengan sendirinya ketika sudah bersekolah karena di sekolah diajarkan bahasa Indonesia.

3. Hanya mengusai bahasa Jawa

Sebagian besar masyarakat desa Munjungagung, hanya menguasai bahasa Jawa saja terutama bahasa Jawa Ngoko, sehingga mereka hanya menggunakan bahasa tersebut. Apabila berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko. demikian juga pada situasi tutur resmi juga menggunakan bahasa Jawa Ngoko. pada tempat resmi pun mereka selalu menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Hal ini disebabkan karena mereka hanya menguasai kosa kata bahasa Jawa Ngoko. Hanya sebagian kecil dari masyarakat desa Munjungagung, Kecmatan Kramat, Kabupaten Tegal, yang bisa menguasai bahasa Jawa krama. Penguasaan bahasa Jawa

terutama bahasa Jawa Ngoko karena mayoritas warga desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal berpendidikan menengah ke bawah sehingga mereka tidak mengenal bahasa lain selain bahasa Jawa.

4. Hubungan yang akrab antara peserta tutur

Hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antarpenutur, misal suami dan istri menyebabkan digunakannya bahasa Jawa dalam komunikasi sehari hari. Penggunaan bahasa Jawa untuk menunjukkan

(48)

44

sikap hangat antaranggota keluarga. Demikian juga hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antara orang tua dan anak menyebabkan digunakannya bahasa Jawa.

5. Kesantunan Berbahasa

Ada sebagian kecil keluarga dalam masyarakat desa

Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Jawa Krama. Biasanya sekelompok kecil ini adalah keluarga dengan latar belakang tingkat pendidikan menengah ke atas ataupun mereka yang berasal dari daerah lain yang berbahasa Jawa Baku. Dengan menggunakan bahasa Jawa Krama, diharapkan seorang anak akan santun berbahasa kepada orang lain. Hal ini karena dalam bahasa Jawa mengenal tingkatan atau unda usuk, tidak seperti bahasa Indonesia yang tidak mengenal tingkatan. Kesantunan berbahasa ini diajarkan oleh orang tua kepada anaknya, dengan mengajarkan mereka menggunakan bahasa Jawa Krama di lingkungan keluarga. Dengan bahasa Jawa krama diharapkan anak akan santun tidak hanya kepada orang tua, tetapi juga kepada orang lain maupun dengan orang yang baru dikenalnya. Bahasa Jawa Krama ini biasanya diajarkan kepada anak ketika anak baru mulai bisa berbicara sehingga anak sudah mengenal bahasa Jawa Krama sejak usia dini.

(49)

14

Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Masyarakat Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal mayoritas menggunakan bahasa Jawa pada ranah keluarga. Bahasa Jawa digunakan secara dominan oleh keluarga yang berprofesi sebagi pedagang, buruh, petani, nelayan, dan pegawai negeri sipil. Bahasa Jawa digunakan untuk berkomunikasi antara orang tua (ibu dan bapak) kepada anak dan antara suami dengan istri. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Jawa Krama. Bahasa Jawa Ngoko sangat dominan digunakan oleh keluarga dari semua profesi. Dialek Tegal terdapat pada bahasa Jawa Ngoko yang berbeda dengan dialek bahasa Jawa pada umumnya. Bahasa Jawa Krama digunakan oleh keluarga dengan profesi tertentu seperti pedagang, buruh, dan pagawai negeri dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas. Bahasa Jawa Krama yang digunakan berbeda dengan bahasa Jawa Krama Bahasa Jawa Baku. Bahasa Jawa Krama masyarakat desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal banyak terinterferensi oleh dialek Tegal.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa Jawa pada ranah keluarga di Desa Munjungagung, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal:

(50)

15

a. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, sehingga penggunaan bahasa Jawa sangat dominan pada keluarga dari semua profesi.

b. Takut dikatakan sombong/sok

Ada anggapan bahwa apabila orang mengajarkan anaknya dengan selain bahasa Jawa maka dicap sebagai orang yang sombong/sok sehingga banyak keluarga yang memutuskan anak-anaknya berbahasa ibu bahasa Jawa.

c. Hanya menguasai bahasa Jawa

Masyarakat Desa Munjungagung mayoritas berpendidikan

menengah ke bawah, bahkan banyak yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan, menyebabkan banyak warga yang tidak menguasai bahasa lain selain bahasa Jawa. Karena hanya mengusai satu bahasa yaitu bahasa Jawa, maka bahasa tersebutlah yang digunakan untuk berkomunikasi pada ranah rumah maupun pada ranah-ranah lainnya.

d. Hubungan yang akrab dan tidak ada jarak antara peserta tutur menyebabkan digunakannya bahasa Jawa.

Hubungan antara suami istri dan anak-anak merupakan hubungan yang akrab dan tidak ada jarak, sehingga digunakan bahasa Jawa. e. Mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak

Keluarga dengan profesi tertentu seperti pedagang, buruh, dan

(51)

berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Penggunaan bahasa Jawa Krama ini untuk mengajarkan kesantunan berbahasa kepada anak dengan harapan anak-anak akan berbahasa dengan santun tidak hanya kepada orang tua, tetapi juga kepada masyarakat sekitarnya karena bahasa Jawa mengenal unda usuk.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian ini adalah penggunaan bahasa Jawa merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Jawa untuk mempertahankan kelestarian bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa Jawa berarti mempertahankan budaya Jawa. Pemertahanan bahasa Jawa dimulai pada ranah rumah karena ranah rumah merupakan pilar utama untuk mendukung kelestarian bahasa Jawa. Bagi Masyarakat Desa Munjungagung hendaknya tidak hanya menguasai bahasa Jawa ngoko saja tetapi juga menguasai bahasa Jawa Krama agar bisa digunakan sesuai dengan tempat dan situasi tuturnya. Bagi para peneliti dan pemerhati bahasa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan penelitian lanjutan, seperti dialek maupun aspek kebahasaan lain untuk menambah khasanah ilmu bahasa, khususnya bidang sosiolinguistik.

(52)

17

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal: Edisi

Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Fasold, Ralph. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell. Goldenberg, I. Family Therapy. Saint Louis: Cole Publishing Group.

Gumperz. 1964. Double-Double Diglosia. India.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grasindo.

Moleong, Lexi J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Subana, M. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Subroto, Edi. 2006. Liku-liku Verba Berafiks /a/ dalam Bahasa Jawa Baku. Surakarta: Cakra Books Solo.

(53)
(54)

Referensi

Dokumen terkait

Kegelisahan dalam menyikapi krisis kepemimpinan mendorong penulis pada penciptaan karya seni sebagai media ekspresi, bahan ungkap pemikiran dan pengetahuan terkait dengan

102 perlu dilakukan penelitian tentang ekstrak air dari ketiga tumbuhan ini yaitu tumbuhan buas-buas ( Premna serratifolia L.), leban ( Vitex. pinnata )dan ribu-ribu

[r]

Mulyati, Sandjaja dan Hapsari, (2008) dalam analisis lanjut data Surkesda tahun 2006 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan underweight pada anak

Dengan melakukan survey terhadap kepuasan pelanggan dapat memberikan gambaran bahwa perusahaan dapat terus memperbaiki layanan yang ada saat ini sehingga pelanggan akan terus

Statistik deskritif tentang variabel kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa penerapan kepemimpinan kepala ruangan terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di ruang

Namun dalam penerapannya, sistem e-learning di STT Terpadu Nurul Fikri yang ada saat ini masih terdapat beberapa permasalahan seperti : (1) Tampilan web dari sistem

Sebagaimana telah diketahui bersama, pelaksanaan APBD menggunakan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri yang berlaku saat ini,