• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi "

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR

DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM

(Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah

Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Novita Purnita Sari

NIM 211-13-033

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR

DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM

(Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah

Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Novita Purnita Sari

NIM 211-13-033

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTO

Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk

menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Suroto RH dan Ibu Purwanti yang selalu

memberi semangat, dukungan, doa dan kasih sayang tak terbatas.

 Adik-adik saya, Irwan Hendrawan dan Hesti Kusumastuti yang selalu memberi

semangat dan dukungan untuk menyelesaikan karya ini secepatnya untuk meraih cita-cita.

 Dosen pembimbing saya, Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H yang dengan ikhlas dan sabar

membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya sehingga skripsi ini terselesaikan.

 Orang yang istimewa bagi saya, Rahmad Bayu Anggoro, S.H. yang senantiasa

memberikan motivasi saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan pantang menyerah serta selalu ada dalam keadaan apapun.

 Sahabat-sahabat saya dan teman-teman jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus terhadap pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali).

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , Selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dr. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah 3. Evi Ariyani, S.H., M.H, Selaku Dosen pembimbing

4. Sukron Ma‟mun, M. Si, Selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam

(10)

x

6. Orang tua dan adik-adik penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk mendukung memenuhi keinginan penulis hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.

7. Sahabat terbaik dan orang spesial yang selalu ada untuk memberi dukungan, semangat serta doa kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan Hukum Keluarga Islam angkatan 2013 atas segala semangat dan suportnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 23 Maret 2018

Novita Purnita sari

(11)

xi ABSTRAK

Purnita Sari, Novita. “Pola Pengasuhan Anak pada Pasangan di Bawah Umur dalam Prespektif UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Hukum Islam ( Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)”. Skripsi. Fakultas syariah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Evi Ariyani, S.H., M.H.

Kata Kunci : pola pengasuhan, pasangan di bawah umur

Pasangan di bawah umur yang melakukan perkawinan umumnya tergolong orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Dimana pasangan muda cenderung kurang memahami cara mengasuh anak mereka. sehingga hal itu sangat berpengaruh dalam pola pengasuhan anak mereka. Pertayaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah kecematan Selo kabupaten Boyolali? Bagaimana prespektif UU No 35 Tahun 2014 Tentang perlidungan anak terkait dengan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah kecematan Selo kabupaten Boyolali serta bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di desa Klakah kecamatan Selo kabupaten Boyolali? Melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris peneliti mengungkap fokus permasalahan di atas yang disajikan dalam bentuk diskriptif analitif. Dengan metode tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber sesuai dengan data yang dibutuhkan. Untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti menganalisis data dengan menggunakan kerangka teoritik yang peneliti susun.

Dari penelitian yang dilakukan terhadap pasangan yang menikah di bawah umur di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pola pengasuhannya adalah pola asuh otoriter dimana anak harus mengikuti perintah orang tua.

Dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak telah dijelaskan tantang kewajiban orang tua dan hak-hak anak. Dalam penelitian ini mengenai kewajiban orang tua sudah sesuai akan tetapi dalam hak anak ditemukan penyimpangan pada pasal 11, dimana anak tidak diberi kebebasan untuk beristirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan teman sebayanya bermain dan berkreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tinjuan Pustaka ... 5

F. Penegasan Istilah ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

1. Jenis Penelitian ... 8

2. Sumber Data ... 9

3. Teknik Pengumpulan Data ... 10

4. Teknik Analisa Data ... 12

(13)

xiii

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA

PASANGAN DI BAWAH UMUR ... 14

A. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Positif ... 14

1. Pengertian perkawinan ... 14

2. Syarat perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974 ... 15

B. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Islam ... 16

1. Pengertian perkawinan ... 16

2. Rukun dan Syarat Perkawinan ... 18

3. Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam ... 27

C. Pernikahan dibawah umur ... 28

1. Pengertian perkawinan di bawah umur ... 28

2. Faktor pendorong pernikahan di bawah umur ... 29

3. Akibat pernikahan di bawah umur ... 31

D. Pola Pengasuhan Anak ... 35

1. Pengertian pola asuh anak ... 35

2. Macam-macam pola asuh ... 36

E. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak ... 44

F. Konsep Pengasuhan Menurut Hukum Islam ... 50

BAB III HASIL PENELITIAN TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DIBAWAH UMUR ... 55

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 55

1. Kondisi Geografis Desa Klakah ... 55

(14)

xiv

B. Pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur diwilayah Klakah

Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ... 59

1. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga PT ... 59

2. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga EL ... 62

3. Pola Pengasuhan Pasangan di bawah umur pada keluarga MS ... 65

BAB IV ANALISIS POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR ... 68

A. Analalisis Pola Pengasuhan Anak pada Pasangan di bawah umur di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ... 68

B. Analalisis Pola Pengasuhan Anak dalam Prespektif Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ... 70

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pola Asuh Anak pada Pasangan di bawah Umur di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ... 72

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu fase hidup manusia, dimana untuk dapat meneruskan generasinya manusia perlu melakukan sebuah perkawinan. Perkawinan menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarakan ke Tuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan dalam Hukum Islam, Perkawinan diartikan suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridohi Allah (Ahmad:1996,11)

Untuk dapat melakukan sebuah perkawainan kita harus mengikuti peraturan yang ada, baik peraturan dalam Hukum Islam maupun Hukum Positif. Hukum Islam menyebutkan bahwasanya perkawinan dapat terjadi apabila memenuhi rukun dan Syarat Perkawinan sebaagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 14 untuk melaksanakan perkawinan harus ada : calon suami, calon isteri,wali nikah, dua orang saksi dan ijab dan qabul.

(16)

2

Batasan-batasan untuk melakukan pernikahan telah diatur dalam Hukum Islam dan Hukum Nasional namun Perkawinan di bawah umur sangat umum terjadi dalam masyarakat. Hal ini dapat terjadi di akibatkan karena berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor Pendidikan.

Pasangan di bawah umur yang melakukan perkawinan umumnya tergolong orang yang memilki tingkat pendidikan rendah sehingga tidak sedikit dari mereka yang hanya memahami bahwasanya perkawinan hanyalah ikatan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian halal melakukan hubungan suami istri, sedangkan tujuan dari perkawinan yang lainya seperti memelihara kehormatan, meneruskan generasi, menciptakan keluarga yang tentram kurang dipahami oleh orang-orang yang menikah di usia dini.

Hal ini mengindikasikan bahwa sedikit sekali tercapainya perkawinan yang harmonis dalam sebuah keluarga. Sedangkan keharmonisan keluarga merupakan impian dan harapan setiap pasangan menikah. Perkawainan yang tidak harmonis akan berdampak buruk terhadap kelangsungan keluarga itu sendiri, seperti berdampak pada kesetiaan pasangan suami istri, keseimbangan peran antar suami isteri serta berdampak pada pola asuh orang tua muda terhadap anak-anak meraka nantinya. Pasangan muda cenderung kurang memahami cara mengasuh anak mereka. Sehingga hal itu sangat berpengaruh dalam pola asuh anak yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak mereka.

(17)

3

Orang tua berkewajiban memberikan hak-hak anak berupa material maupun non material. Sebagai contoh, orang tua wajib membiayai segala kebutuhan anak berupa biaya pendidikan, sandang, pangan dan sebagainya. Namun, disamping itu orang tua juga wajib memberikan kasih sayang dan perhatian penuh kepada anak sehingga anak merasa nyaman.

Sedangkan pertimbangan usaha kesejahteraan anak harus mengedepankan kematangan sosial,pribadi dan mental seorang anak yang menurut Undang-Undang perlindungan anak dicapai pada umur 21 tahun, maka pasangan dibawah umur sulit sekali memenuhi hal tersebut.

Di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali telah banyak terjadi Pernikahan di bawah umur dan para pasangan tersebut kini telah dikaruniai 1-2 anak pada setiap pasangan. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian. Masalah tersebut menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus dengan judul POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM (Studi Kasus Terhadap Pasangan di Bawah Umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali)

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan

Selo Kabupaten Boyolali?

(18)

4

3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

2. Untuk mengetahui perspektif UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak terkait dengan pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

3. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap pola pengasuhan anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

a. Menambah wawasan keilmuan dibidang hukum syariah terutama dalam pola pengasuhan anak oleh orang tua yang melakukan pernikahan dibawah umur. b. Menambah sumber referensi dan bahan rujukan untuk penulis selanjutnya

mengenai pola pengsuhan anak oleh orang tua yang melakukan pernikahan di bawah umur.

2. Manfaat Praktis

a. Masyarakat mengetahui bagaimana bentuk pola pengasuhan anak

b. Masyarakat termotivasi untuk mengaplikasikan pola pengasuhan anak sesuai Undang-Undang yang berlaku dan syariat islam.

E. Tinjuan Pustaka

(19)

5

Menurut Arum Sabtorini dalam skripsi jurusan sosiologi pada tahun 2014 yang berjudul Pola Asuh Anak Pada Pasangan Pernikahan Usia Dni (studi fenomenologi di kelurahan Lencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali) menjelaskan bahwa penelitian tersebut menganalisis pernikahan dini dilihat dalam segi sosiologis. Obyek dalam penelitian ini adalah pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,dengan jenis fenomologi. Dalam teknik pengumpulan data primer menggunakan wawancara dan observasi, sementara itu dalam mengumpulkan data sekunder menggunakan dokumentasi Kelurahan dan KUA Kecamatan Selo.Dampak apa yang terjadi jika masyarakat melakukan pernikahan pada usia muda. Padahal menurut medis banyak resiko yang akan terjadi jika melakukan pernikahan saat reproduksi belum siap.

Sedangkan menurut Fitra Puspita Sari dalam skripsi jurusan Hukum Kewarganegaraan Fakultas Bahasa dan Seni pada tahun 2006 yang berjudul Perkawinan Usia Muda Faktor-faktor Pendorong dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Dalam Keluarga (Studi Kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya) menyebutkan bahwa perkawinan usia muda menyebabkan kurangnya kesadaran suami istri untuk bertanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga. Penelitian ini berjenis kualitatif, pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi sehingga menghasilkan kesimpulan bahwasanya pernikahan usia muda berpengaruh pada pola pengasuhan anak yakni dengan pola asuh demokratik.

(20)

6

anak tanpa melibatkan sudut pandang undang-undang perlindungan anak No 35 Tahun 2014 sedangkan penelitian ini menggunkan sudut pandang undang-undang.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dicantumkan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini membawa banyak dampak dalam masyarakat. Ketidaksiapan dalam segala aspek kehidupan mulai dari ekonomi,, kesehatan, sosial, psikologis dan relasi kemasyarakatan mempengaruhi pola pengasuhan terhadap anak-anak mereka.

F. Penegasan Istilah

Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan.

1. Pola Asuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh adalah merupakan suatu bentuk (struktur), system dalam menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak kecil.

2. Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam penelitian ini, anak adalah anak yang lahir dari pernikahan dibawah umur.

3. Pasangan di bawah Umur

(21)

7 G. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dimana data yang didapatkan adalah dalam bentuk survey lapangan sehingga tidak berupa angka-angka. Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.

Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan persepsi. (Moleong,2009:7)

Jenis penelitian kualitatif adalah penelitian berupa pengamatan-pengamatan yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga dalam penelitian ini akan diketahui pola pengasuhan anak pada pasangan muda di bawah umur.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian.

(22)

8 2. Sumber Data

Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai pasangan muda di bawah umur yang sudah menikah dan mempunyai anak

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pelengkap yang membantu peneliti dalam melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum islam yang berkaitan dengan objek penelitian ini serta UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungaan Anak.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Menurut Sofyan (2013:167) terdapat empat jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur (structured interview), semi terstruktur (semi structured interview), tidak terstruktur (unstructured or focused interview) dan kelompok (group interview).

(23)

9

menyatakan pendapat dan keinginannya sehingga penggalian informasi akan lebih akurat.

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin,2010:67)

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap pasangan yang menikah di bawah umur beserta perangkat desa di desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.

b. Observasi

Observasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam menggali data dan informasi terhadap obyek yang tidak terbatas. Pada penelitian kali ini penulis akan melakukan observasi partisipatif,yakni peneliti terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian.

Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi memungkinkan observer untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.

Obyek penelitian dalam penelitian kualitatif yang di observasi dalam penelitian ini terdiri dari beberapa hal,yakni :

(24)

10

2. Pelaku: peneliti akan melakukan observasi terhadap pasangan yang menikah di bawah umur.

c. Telaah Dokumen

Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa,2012:61)

Dalam penelitian ini peneliti akan melampirkan foto pasangan yang menikah di bawah umur.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono,2013:244)

(25)

11 H. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan kejelasan dan ketetapan pembahasan dalam menyusun proposal ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan penelitian yang terdiri atas 5 bab yaitu:

BAB I Pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Pustaka yang mengulas beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan yakni perkawinan menurut Hukum Positif, perkawinan dalam prespektif Hukum Islam, pernikahan di bawah umur, pola pengasuhan anak, konsep pengasuhan anak menurut UU Perlindungan Anak No 35 tahun 2014 dan konsep pengasuhan anak menurut Hukum Islam.

BAB III Bab ini berisi hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum daerah penelitian dan pola asuh anak pada pasangan di bawah umur di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.

BAB IV Pembahasan pokok permasalahan dan analisis dari data hasil penelitian yang telah dilakukan.Selain itu bab ini juga berisi gambaran pola asuh anak serta pola asuh anak dalam perspektif UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam yang mengemukakan pengasuhan anak.

(26)

12 BAB II

KAJIAN TEORI TENTANG POLA PENGASUHAN ANAK PADA PASANGAN DI

BAWAH UMUR

A. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Positif

1. Pengertian perkawinan

Dalam kompilasi hukum islam pengertian perkawinan dinyatakan dalam pasal 2 merumuskan bahwasanya perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan qhalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 pengertian perkawinan terdapat dalam bab 1 pasal (1), perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seoarang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengn tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pengertian perkawinan dalam hukum adat adalah ikatan hidup bersama antara seorang pria dan wanita, yang bersifat komunal dengan tujuan mendapatkan generasi penerus agar supaya kehidupan persektuan atau clannya tidak punah, yang didahului dengan rangkaian upacara adat.

(27)

13

Sedangkan dalam KUHP tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat.

2. Syarat perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974

Syarat perkawinan tercantum dalam Bab II pasal 6 yaitu Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai dan Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang.

Ketentuan umur yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang perkawinan yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 ( enam belas) tahun.

Selanjutnya dalam hal adanya penyimpangan terhadap pasal 7, dapat dilakukan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau penjabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

Dalam melakukan dispensasi nikah di pengadilan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya : surat penolakan dari KUA, surat ini menjelaskan bahwa tidak dapat dilangsungkannya perkawinan bagi anak yang belum mencapai batas minimal usia pernikahan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mengajukan permohonan (Orang tua). Kartu Keluarga (KK). Akta Kelahiran Anak

(28)

14

pemohon harus membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang tertera pada saat pendaftaran. Setelah melewati tahap tersebut , pemohon tinggal menunggu surat panggilan sidang dari pengadilan, biasanya surat panggilan tersebut sekurang-kurangnya 3 minggu setelah pendaftaran akan sampai pada alamat yang dituju. Setelah itu pemohon mengikuti intruksi dari hakim sampai persidangan selesai (Berdasarkan wawancara dengan pegawai KUA Selo, 25 Oktober 2017)

B. Perkawinan dalam Prespektif Hukum Islam

1. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis: melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah (Ghazali,2006:7)

Menurut syara‟ perkawinan adalah akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki (Ghazali, 2006:8).

Sedangkan menurut Abu Yahya Zakariya dalam bukunya Ghazali (2006: 8) mendefinisikan bahwa; “nikah menurut istilah syara‟ ialah akad yang mengundang

ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya”.

(29)

15

pada umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, seperti terjadinya perceraian, kurang adanya keseimbangan antara suami istri, sehingga memerlukan penegasan arti perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.

Dalam buku (Ghazali,9:2006) Muhmamad Abu Ishrah memberikan definisi yang lebih luas, yang dikutip oleh Zakiah Daradjat :

َمَو ٍقْوُقُح ْنِم اَمِهْيَكِل اَم ُّدَُيَُو اَمُهُ نُواَعَ تَو ِةَاْرَمْلاَو ِلُجَّرلا َْيَْ ب ِةَرْشُعْلا َّلَح ُدْيِفُي ٌدْقَع

ٍت اَبِجاَو ْنِم ِوْيَلَع ا

Artinya: Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.

Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksana agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhoan Allah SWT.

2. Rukun dan Syarat Perkawinan

Rukun dan syarat perkawinan suatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya. Yang dimaksud dengan perkawinan disini adalah keseluruhan yang secara langsung berkaitan dengan perkawinan dengan segala unsurnya, bukan hanya akad nikah itu sendiri. Dengan begitu rukun syarat perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan, baik yang menyangkut unsur dalam maupun unsur luar.

(30)

16

sebagai rukun dari perkawinan, yang bila tidak ada salah satu diantaranya perkawinan itu tidak sah. Sedangkan mahar ditempatkan sebagai syarat dalam arti tidak menentukan kelangsungan akad nikah, namun harus dilaksanakan dalam masa perkawinan. Menurut Prof Dr Amir Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Garis -Garis Besar Fiqh” Untuk setiap unsur atau rukun berlaku pula beberapa syarat sebagai

berikut:

a. Akad nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab penyerahan dari pihak pertama sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya:”saya kawinkan anak saya yang bernama si A

kepadamu dengan mahar sebuah kitab al-Quran”. Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya:”saya terima mengawini anak bapak yang

bernama si A dengan mahar sebuah kitab al-Quran” Syarat-syarat akad adalah:

1) Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Yang melakukan ijab boleh dari pihak laki-laki dan boleh pula dari pihak wali perempuan. Bentuk ijab dari suami umpamanya ucapan suami :” saya nikahi

anak bapak yang bernama si A dengan mahar satu kitab al-Quran”. Qabul dari wali yang bunyinya:”saya terima engkau menikahi anak saya bernamai A dengan mahar satu kitab al-Quran”.

2) Materi Dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar.

(31)

17

4) Ijab dan qabul mesti menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang. Dalam lafaz arab ialah na-ka-ha atau za-wa-ja atau terjemahannya yang dapat dipahami oleh orang yang akan berakad, seperti lafaz kawin bagi bahasa melayu.

5) Ijab dan qabul tidak boleh menggunakan lafaz yang mengandung maksud membatasi perkawinan untuk masa tertentu.

b. Laki-laki dan perempuan yang akan menikah

Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan, karena itu yang tersebut dalam al-Quran. Adapun syarat-syarat mesti dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut:

1) Keduannya jelas keberadaannya dan jelas identitasnya.

2) Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin lain agama dijelaskan tersendiri).

3) Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan (tentang larangan perkawinan dijelaskan tersendiri)

4) Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.Tentang batas usia perkawinan memang tidak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqh.

c. Wali

2) Keberadaan wali

(32)

18

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal ini berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil, masih perawan atau sudah janda.

3) Orang-orang yang berhak menjadi wali a) Wali dekat atau wali qarib

yaitu ayah dan bila tidak ada ayah pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkannya. Ia dapat mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia muda tanpa minta persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dalam kedudukan seperti ini disebut wali mujbir. Ketidak harusan minta pendapat dari anaknya yang masih usia muda tidak mempunyai kecakapan untuk memberikan persetujuan.

b) Wali jauh atau wali ab‟ad.

Yang menjadi wali jauh ini secara berurutan adalah:

(1) Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada (2) Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada

(3) Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada (4) Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada (5) Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada

(6) Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada

(7) Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada (8) Anak paman seayah.

(9) Ahli waris kerabat lainnya kalau ada

(33)

19 4) Syarat-syarat wali

Orang-orang yang disebutkan diatas baru berhak menjadi wali bila memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali. Ini merupakan syarat umum bagi seseorang yang melakukan akad.

b) Laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi wali

c) Muslim, tidak sah orang yang tidak beragamaislam menjadi wali untuk muslim.

d) Orang merdeka

e) Tidak dalam berada pengampuan atau mahjur alaih

f) Berfikiran baik. Orang yang terganggun pikirannya karena ketuaannya tidak boleh menjadi wali, karena dikhawatirkan tidak akan mendatangkan maslahat dalam perkawinan tersebut.

g) Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak sering terlibat dengan dosa kecil serta tetap memelihara muruah atau sopan santun.

h) Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

Pada dasarnya yang menjadi wali itu adalah wali qarib. Bila wali tidak memenuhi syarat baliqh, berakal, islam, merdeka, berfikiran baik dan adil maka perkawinan berpindah kepada wali ab‟ad menurut urutan tersebut diatas. Bila

(34)

20

yang dapat dibenerkan. Begitu pula akad perkawinan dilakukan oleh wali hakim bila wali qarib sedang berada ditempat lain yang jaraknya mencapai dua marhalah (60KM).

d. Kerelaan perempuan untuk dinikahkan

Meskipun perempuan waktu akad nikah tidak dapat melakukan sendiri pernikahannya tetapi meski dilakukan oleh wali, namun kerelaan perempuan untuk dinikahkan merupakan suatu keharusan. Wali mesti meminta izin dn kerelaan perempuan yang dinikahkan bila perempuan itu masih perawan sedangkan bila perempuan itu sudah janda tidak cukup hanya minta izin, tetapi si perempuan itu sendiri yang minta untuk dinikahkan.

e. Saksi

1) Keberadaan saksi

Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya sanggahan dan pihak-pihak yang berakad di belakang hari.

Dasar hukum keharusan saksi dalam akad pernikahan terdapat dalam Q.S. Al-Thalaq ayat 2:

ْمُكْنِم ٍلْدَع ْيَوَذ اوُدِهْشَأَو ٍفوُرْعَِبِ َّنُىوُقِراَف ْوَأ ٍفوُرْعَِبِ َّنُىوُكِسْمَأَف َّنُهَلَجَأ َنْغَلَ ب اَذِإَف

اوُميِقَأَو

ِوَّلِل َةَداَهَّشلا

....

Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.( QS Al-Thalaq ayat 2)

2) Syarat-syarat saksi

(35)

21

a) Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang b) Kedua saksi itu adalah beragama islam c) Kedua saksi itu adalah orang yang merdeka d) Kedua orang saksi itu adalah laki-laki

e) Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muruah atau sopan santun.

f) Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat f. Mahar

Mahar atau yang disebut juga shadaq ialah pemberian khusus laki-laki kepada perempuan yang melangsungkan perkawinan pada waktu akad nikah. Hukum memberikan mahar itu adalah wajib dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan mesti menyerahkan mahar kepada istrinya itu. Dalam menempatkannya sebagai rukun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang menamakannya rukun dan ada yang menamakannya syarat.

Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Q.S. An-Nisa‟ ayat 4:

ْنِإَف ًةَلِْنِ َّنِِتِاَقُدَص َءاَسِّنلا اوُتآَو

اًئيِرَم اًئيِنَى ُهوُلُكَف اًسْفَ ن ُوْنِم ٍءْيَش ْنَع ْمُكَل َْبِْط

Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-Nisa‟ ayat 4)

(36)

22

mahar tidak disebutkan jenis dan jumlahnya maka kewajibannya adalah sebesar mahar yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya. Mahar dalam bentuk ini disebut mahar mitsil.

Mahar musamma sebaiknya diserahkan langsung secara tunai pada waktu akad nikah supaya selesai pelaksanaan kewajiban. Meskipun demikian dalam keadaan tertentu dapat saja tidak diserahkan secara tunai, bahkan dapat pembayaran secara cicilan.

Bila mahar tidak dalam bentuk tunai kemudian terjadi putus perkawinan setelah berlangsung hubungan kelamin, sewaktu akad maharnya adalah dalam bentuk musamma, maka kewajiban suami yang menceraikan adalah mahar secara penuh sesuai dengan bentuk dan jumlah yang ditetapkan dalam akad. Namun bila putus perkawinan terjadi sebelum berlangsung hubungan kelamin, sedangkan jumlah mahar sudah ditentukan, maka kewajiban suami hanyalah separuh dari jumlah yang ditetapkan waktu akad, kecuali bila yang separuh itu telah dimaafkan oleh mantan istri atau walinya.

Adapun bila perkawinan putus sebelum hubungan kelamin dan sebelumnya jumlah mahar tidak dijelaskan dalam akad maka tidak ada kewajiban mahar. Sebagai imbalannya Allah mewajibkan apa yang bernama mut‟ah, yaitu

pemberian tertentu yang nilainya diserahkan kepada kemampuan mantan suami. 3. Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam

Pada dasarnya, hukum islam tidak mengatur secara mutlak tentang batas umur perkawinan. Tidak adanya ketentuan agama tentang batas umur melangsungkan perkawinan diasumsikan memberi kelonggaran bagi manusia untuk mengaturnya.

(37)

23

telah mengalami kematangan seksual, dari segi akal telah mencapai kematangan berpikir, mampu mengambil pertimbangan yang sehat dalam memutuskan sesuatu dan tanggung jawab, serta bisa mencari nafkah. Dengan demikian sebenarnya islam lebih menuntut kesiapan masing-masing pasangan dalam menikah. Untuk itu setiap pasangan dianjurkan untuk mempersiapkan duri sebaik mungkin untuk menghadapi kehidupan pernikahan.

Al qur‟an secara konkrit tidak menentukan batas usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan. Batasan hanya diberikan berdasarkan kualitas yang harus dinikahi oleh mereka sebagaimana dalam QS An-Nisa‟ ayat 6:

ِم ْمُتْسَنآ ْنِإَف َحاَكِّنلا اوُغَلَ ب اَذِإ َّٰتََّح ٰىَماَتَيْلا اوُلَ تْ باَو

ْمِهْيَلِإ اوُعَ فْداَف اًدْشُر ْمُهْ ن

ْمَُلَاَوْمَأ

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. QS An-Nisa‟ ayat 6)

Menafsirkan ayat ini, „sampai mereka cukup umur untuk kawin‟ Mujahid

berkata: Artinya Baliqh, Jumhur ulama berkata: Baligh pada anak laki-laki terkadang oleh mimpi, yaitu di saat tidur; bermimpi sesuatu yang menyebabkan keluarnya air mani yang memancar, yang darinya akan menjadi anak. (Abdullah,2008:236)

(38)

24

Pada umumnya ulama berpendapat,seseorang disebut dewasa, apabila telah mengalami mimpi melakukan hubungan seks bagi laki-laki, dan telah mengalami haid bagi wanita. Apabila kedua tanda ini belum ditemukan, maka tanda kedewasaannya dilihat dari segi usia. (Dahlan,2010:95)

C. Pernikahan di Bawah Umur

1. Pengertian Perkawinan di Bawah Umur

Pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang usianya masih dibawah umur. Ketentuan umur yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang perkawinan yaitu Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 ( enam belas) tahun. Jadi pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur dimana usia keduanya masih dibawah batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang yang berlaku desebut pernikahan dini.

2. Faktor Pendorong Pernikahan di Bawah Umur

a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan dibawah umur adalah :

1) Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

2) Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keterunannya.

3) Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

(39)

25 1) Masalah ekonomi keluarga

2) Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya.

3) Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (soekanto,1992:65)

Selain menurut para ahli diatas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan di bawah umur yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :

a) Ekonomi

Terjadinya pernikahan di bawah umur diakibatkan karena tingkat ekonomi masyarakat kita masih rendah. Banyak yang beranggapan bahwa menikahkan anak mereka diusia muda berarti mengurangi beban keluarga.

b) pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan atau pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.

c) Faktor orang tua

Orang tuanya khawatir anaknya kena aib, karena anaknya berpacaran sangat lengket. Sehingga orang tuanya cepat-cepat mengawinkan anaknya.

d) Media massa

(40)

26 e) Faktor Adat

Perkawinan anak usia dini diakibatkan karena keluarga takut dikatakan jika anak mereka dikatakan atau di cap lingkungan sebagai perawan tua.

3. Akibat Pernikahan di bawah umur

Pernikahan di bawah umur memiliki dampak positif dan negatif bagi yang melakukannya baik pria ataupun wanita dalam berbagai aspek seperti pendidikan, biologis, fisik dan psikologis. Meskipun pernikahan di bawah umur memiliki dampak positif, namun dibandingkan dengan dampak negatifnya tentu sangat tidak seimbang. Berikut uraian dampak positif dan negatif dari pernikahan dibawah umur.

a. Dampak positif

1) Adanya dukungan emosional, dengan dukungan emosional ini maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ). 2) Adanya dukungan keuangan, dengan menikah di usia muda dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih hemat karena ditanggung berdua. 3) Memiliki kebebasan yang lebih, dengan berada jauh dari rumah atau tempat

tinggal sebelumnya maka dapat memberikan kebebasan bagi pasangan untuk melakukan hal sesuai keputusannya dalam menjalani hidup bersama, baik secara fininsial maupun emosional.

4) Belajar memikul tanggung jawab di usia dini, banyak pemuda yang waktu sebelum menikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua yang selalu membantu. Ketika sudah menikah tentu harus dapat mengatur urusan masing-masing tanpa bergantung pada orang tua.

5) Terbebas dari perbuatan dosa maksiat seperti zina dan lain-lain.

http://www.sehatfres.com/dampak-positif-dan-negatif-dari-pernikahan-di-usia-dini

(41)

27 1) Dari segi pendidikan

Dari segi pendidikan, sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa seseorang yang melakukan pernikahan khususnya di usia yang masih muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Contohnya jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah menempuh pendidikan yang lebih tinggi akan sulit tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar akan mulai mengendur karena banyaknya tugas dan kewajiban yang harus dilakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat proses pendidikan dan pembelajaran.

2) Dari segi biologis

Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut Rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel-sel dewasa yang terlalu cepat. Padahal pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun.

(42)

28

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 29-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian.

3) Dari segi psikologi

Menurut para psikolog,ditinjau dari sisi sosial, pernikahan di usia dini dapat mengurangi harmonisasi dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi kedua pasangan yang masih labil, gejolak darah muda dan cara berpikir yang belum matang. Dengan demikan, dilihat dari berbagai sisi, pernikahan dini akan membawa banyak kerugian bagi salah satu pasangan. Oleh karenanya, orangtua wajib berpikir berulang kali jika ingin menikahkan anaknya yang masih dibawah umur. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan seks sang anak, yang kemudian dapat mengalami trauma.

Kesetabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dibilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertulang menemukan jati dirinya.

(43)

29

Pasangan usia muda belum mampu dibebani sesuatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.

D. Pola Pengasuhan Anak

1. Pengertian pola asuh anak

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap ( KBBI,1988:54)

Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu;melatih dan sebagainya) dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga ( KBBI,1988:692)

Pola asuh yaitu cara-cara atau bentuk pengasuhan anak menurut Chabib Thoha (1997:109), bahwa pola asuh merupakan suatu cara yang terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab kepada anak.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang dimaksud Pola asuh ialah Kuasa Asuh, yang dimaksud kuasa asuh di sini adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan Anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat serta minatnya.

(44)

30

kegiatan antara lain penyusuan, penyapihan, pemberian makan, pendidikan, cara-cara pendisiplinan, aktivtias anak sehari-hari kehidupan anak dan sikap, harapan, prestasi dan aspirasi para orang tua. Dan kegiatan tersebut berulang hingga orang tua mencapai apa yang diharapkan dari anaknya.

2. Macam-macam Pola Asuh

Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua ketrampilan, yakini ketrampilan manajemen (managerial skiil) maupun ketrampilan teknis ( technical skiil). Sedangkan kriteria kepempimpinan yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan yang serasi dengan anak, penguasaan keahlian teknis membina anak, memberikan contoh yang baik kepada anak, memperbaiki jika merasakan ada kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik,membimbing dan melatih anak. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” terdapat lima belas bentuk atau tipe pola pengasuhan

anak sebagai berikut : a. Gaya Otoriter

(45)

31

anak. Hubungan antar pribadi diantara orang tua dan anak cenderung renggang dan berpotensi antogonistik (berlawanan). Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus-kasus tertentu.

b. Gaya Demokratis

Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan untuk SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.

Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepempimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.

c. Gaya Laissez-Faire

(46)

32

tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.

d. Gaya Fathernalistik

Fathernalistik (fathernal=kebapakan) adalah pola asuh kebapakan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan menasehati. Orang tua menggunakan pengaruh sifat kebapakannyauntuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang diinginkan meskipun terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental. Dibalik kebaikannya, kelemahannya adalah tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh menjadi dewasa dan bertanggung jawab. Itulah sebabnya. Tipe pola asuh ini diberi ciri-ciri berdasarkan sifat-sifat orang tua sebagai pemimpin. Diantara sifat-sifat umum tipe pola asuh kebapakan adalah orang tua menganggap anak sebagai manusia yang tidak dewasa, terlalu melindungi anak, tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan dan untuk mengembangkan inisiatif dan kreasi, orang tua sering menganggap dirinya serba tau. Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD dan TK dalam kasus-kasus tertentu dan sangat pas digunakan untuk anak usia 0-2 tahun.

e. Gaya Karismatik

(47)

33

dapat diberdayagunakan terhadap anak usia SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi.

f. Gaya Melebur Diri

Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan orang tua yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan membangun kerja sama dengan anak dengan cara menggabungkan diri. Ini tipe yang berusaha membangun ikatan yang kuat antara orang tua dan anak, berupaya menciptakan perasaan cinta, membangun kepercayaan dan kesetiaan antara orang tua dan anak. Keakraban antara orang tua dan anak terjalin sangat harmonis. Pola asuh ini bisa dipakai untuk anak PAUD dan TK. Tetapi untuk anak SLTP hanya sampai batas-batas tertentu.

g. Gaya Pelopor

Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di depan (pelopor)untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam kebaikan bagi anak dalam keluarga orang tua benar-benar tokoh yang patut diteladani karena sebelum menyuruh atau memerintah anak, ia harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain, orang tua lebih banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan pendidikan anak. Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.

h. Gaya Manipulasi

(48)

34

tau maksud orang tuanya. Pola asuh ini sampai batas-batas tertentu dan sangat hati-hati masih bisa digunakan untuk PAUD dan TK karena mereka cenderung belum bisa diberi pengertian dan sangat tidak cocok untuk anak SD, SLTP dan SLTA. Jangan ke sana ada hantu, jangan menduduki bantal nanti berbisul, itu beberapa contoh dari sekian banyak tradisi dalam masyarakat.

i. Gaya Transaksi

Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian (transaksi), di mana antara orang tua dan anak membuat kesepakatan dari setiap tindakan yang diperbuat. Orang tua menghendaki anaknya mematuhi dalam wujud melaksanakan perjanjian yang telah disepakati. Ada sanksi tertentu yang dikenakan kepada anak jika suatu waktu anak melanggar perjanjian tersebut. Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak SD dan SLTP.

j. Gaya Biar Lambat Asal Selamat

Pola suh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatunya sangat berhati-hati. Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan tapi pasti melompat jauh ke depan. Orang tua tidak mau terburu-buru, tetapi selalu memperhitungkan secara mendalam sebelum bertindak. Dalam berbicara orang tua menggunakan bahasa lemah lembut, sopan dalam kata-kata, santun dalam untaian kalimat. Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD, dan SLTP.

k. Gaya Alih Peran

(49)

35

diberikan arahan secara detail apa yang harus anak lakukan, tetapi tanggung jawab dan proses pengambalian keputusan sebagian besar diserahkan kepada anak.penedelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada anak akan berjalan baik apabila anak telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri. Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak SLTP. SLTA, dan Perguruan Tinggi.

l. Gaya Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut pamrih, karena setiap hasil kerja yang dilakukan ada nilai material. Bila orang tua ingin menggerakan anak untuk melakukan sesuatu, amak ada imbalan jasanya dalam bentuk material. Jadi, karena ingin mendapatkan imbalan jasa itulah anak terdorong melakukan sesuatu yang diperintah oleh orang tua. Poa asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD dan SLTP, tetapi hanya dalam hal tertentu.

m. Gaya Tanpa Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih, karena asuhan yang dilaksanakan orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam perilaku dan perbuatan. Tidak pamrih berarti tidak mengharapkan sesuatu pun kecuali mengharapkan rida Tuhan. Pola asuh ini nisa digunakan untuka anak dalam semua tingkatan usia. n. Gaya Konsultan

(50)

36

posisi yang berbeda, orang tua berperan sebagai konsultan dan anak berperan sebagai orang yang menyampaikan pesan. Keduanya terlibat dalam komunikasi yang dialogis tentang segala sesuatu. Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam berbagai tingkatan usia.

o. Gaya Militeristik

Pola asuh militeristik adalah tipe kepemimpinan orang tua yang suka memerintah. Tanpa dialog, anak harus mematuhi perintahnya. Tidak boleh dibantah, harus tunduk dan patuh pada perintah dan larangan. Dalam keadaan tertentu, ada ancaman, dalam keadaan berbahaya, tipe ini sangat tepat digunakan untuk menggerakkan anak, karena harus secepatnya dan tepat dalam mengambil keputusan demi keselamatan anak. Dalam hal-hal tertentu, pola asuh ini dengan kebijakan orang tua dan sangat hati-hati bisa digunakan untuk anak PAUD, TK dan SD.

E. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak

(51)

37

terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan diskriminatif. Hak hak anak tersebut sebagai berikut :

1. Pasal 4 Setiap anak berhak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi.

2. Pasal 5 Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dri dan status kewarganegaraan

3. Pasal 6 Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kebebasan kepada anak dalam rangka mengembangkan kreativitas dan intetektualitasnya (daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Ketentuan pasal ini juga menegaskan bahwa pengembangan tersebut masih tetap harus berada dalam bimbingan Orang Tua atau Walinya.

(52)

38

5. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, ,mental, spiritual, dan sosial.

6. Pasal 9 Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat bakat, dan setiap anak berhak mnedapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan pendidik, tenaga kependidikan, sesame peserta didik dan pihak lainnya. Serta anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.

7. Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinhya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 8. Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

9. Pasal 12 Anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hak dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(53)

39

a. Diskriminasi. Perlakuan diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum ana, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental.

b. Ekspoitasi, baik ekonomi maupun seksual. Perlakuan ekspoitasi misalnya, tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.

c. Penelantaran. Perlakuan pelantaran misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya.

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. Perlakuan yang kejam, misalnya tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, bengis, atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak. Perlakuan penganiayaan misalnya perbuatan melukai atau mencederai anak dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial.

e. Ketidakadilan. Perlakuan ketidakadilan, misalnya tindakan keperpihakan antara anak yang satu dan lainnya atau sewenang-wenangan terhadap anak f. Perlakuan salah lainnya. Misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak

senonoh kepda anak. Dalam hal ini orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakukan, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

(54)

40

pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan martabatnya, memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya dan memperoleh hak anak lainnya. Yang dimaksud “pemisahan” antara lain pemisahan akibat

perceraian dan situasi lainnya dengan tidak menghilangkan hubungan anak dengan kedua orang tuanya, seperti anak yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri untuk bekerja, anak yang orang tuanya ditahan ataun dipenjara.

12.Pasal 15 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan sesksual. Perlindungan dalam ketentuan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan psikis. 13.Pasal 16 Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukuim yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

14. Pasal 17 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. Mendapat perlakukan secara manusiawi dan penempatanya dpisahan dari orang dewasa

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan

(55)

41

yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

14.Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional, dan pendidikan.

undang-undang ini juga memberikan penjelasan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak Kewajiban dan tanggung jawab orang tua dalam hal perlindungan kepada anak adalah sebagai berikut :

Pasal 26

1. Mengasuh, memelihara mendidik dan melindungi anak

2. Menumbukembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya, 3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak

4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak. Pasal 30 dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, melalikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut. Pencabutan kuasa asuh tersebut dilakukan melalui penetapan pengaadilan.

(56)

42

Kenyataannya orang tualah yang paling dekat dengan sang anak dalam kesehariannya yang secara langsung memantau pertumbuhan fisik dan psikis sang anak dan memantau pergaulan keseharian sang anak.

Menurut pasal-pasal tersebut diatas anak berhak mendapat kehidupan yang layak, memiliki identitas dan mengetahui identitas orang tuanya, mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, berhak beristirahat dan memmanfaatkan waktu luang untuk bergaul dan mendapat pengasuhan dan perlindungan dari orang tuanya sehingga orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik anak dan memenuhi seluruh hak-hak anak.

F. Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam

Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditunjukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan hadhanah atau kafalah dalam arti sederhana ialah “pemeliharaan”atau “pengasuhan “. Dalam arti yang lebih lengkap adalah

pemeliharan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini dibicarakan dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan isteri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan dari ayah/ibunya. (Amir,2006:328)

(57)

43

Hadhanah merupakan kewajiban orang tua dalam mendidik dan memelihara anak dengan sebaik-baiknya dalam hal pendidikan, ekonomi, dan segala kebutuhan pokok si anak, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:

ِْيَْلِماَك ِْيَْلْوَح َّنُىَد َلَْوَأ َنْعِضْرُ ي ُتاَدِلاَوْلاَو

Artinya:“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepad Allah dan ketahuilah bahwa

Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”. (QS Al-Baqarah ayat 233)

Dalam ayat tersebut menjelaskan bagaimana ibu menyusui adalah hak ibu mendapatkan nafkah bagi si ibu dan terutama anaknya, karena bapak berkewajiban mencukupi sandang dan pangan. Mereka dibangsakan atas nama bapak dan pemberian nafkah itu juga hendaklah sesuai dengan kelayakan si wanita dalam lingkungannya, sehingga ia tidak mengalami kesulitan dalam bentuk pelayanan apapun cara-cara penuaiannya.

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Klakah Tahun 2015
Tabel 3.4 Jumlah Tempat Ibadah Desa Klakah
Tabel 3.5 Jumlah Pasangan yang dibawah umur Selama 5 Tahun Terakhir

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat dikatakan bahwa mantan buruh mi- gran tersebut memiliki karakteristik yang tinggi baik dari aspek sosial, budaya mau- pun ekonomi..

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk membahas lebih jelas mengenai pelaksanaan pembagian hak ahli waris yang didasarkan pada penggantian tempat kedudukan menurut

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis kesesuaian rancangan sistem remunerasi di tiga PTNbh dengan tahapan dan prinsip

Memasuki perdebatan soal Pluralisme, kita seperti di hadapkan pada dua sisi ekstrim yang saling berhadapan satu sama lain. Seperti sebuah bandul yang bergerak ekstrim ke

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi apakah sistem pemberian kredit yang terdapat di CU Bererod Gratia telah sesuai dengan

Salah satu definisi paling lengkap dan komprehensif tentang korupsi oleh Antonio Argandona, yang mendefinisikan korupsi sebagai "tindakan atau pengaruh dalam

Berdasarkan wawancara prapenelitian terhadap pegawai di RSUP Moh Hoesin Palembang, telah ditemukan kurang lengkapnya hasil rekam medik pasien yang seharusnya dilakukan