• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan - PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ( Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan - PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ( Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011) - Test Repository"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Islam adalah agama yang membawa misi rahmat lil ‘alamin (rahmat

bagi alam semesta), dan sangat memperhatikan arti penting perkawinan

sebagai satu-satunya cara yang sah untuk berketurunan. Tidak kurang dari 80

ayat di dalam al-Qur’an yang berbicara tentang perkawinan, baik yang

memakai kata nikah (berhimpun), maupun menggunakan kata zawwaja

(berpasangan). Keseluruhan ayat tersebut memberikan tuntunan kepada

manusia bagaimana seharusnya menjalani perkawinan itu dapat menjadi

jembatan yang mengantarkan manusia, laki-laki dan perempuan, menuju

kehidupan sakinah (damai, tenang, dan bahagia) yang diridhai Allah.

Pada dasarnya prinsip perkawinan adalah monogami, namun dalam

prakteknya, pilihan monogami atau poligami dianggap persoalan parsial.

Status hukumnya akan mengikuti kondisi ruang dan waktu. Sunnah Nabi

sendiri menunjukkan betapa persoalan ini bisa berbeda dan berubah dari satu

kondisi ke kondisi lain. Karena itu, pilihan monogami atau poligami bukanlah

sesuatu yang didasarkan pilihan bebas, melainkan harus selalu merujuk pada

prinsip-prinsip dasar syari’ah, yaitu terwujudnya keadilan yang membawa

kemashlahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan.

Perkembangan poligami dalam sejarah manusia mengikuti pola

(2)

memandang kedudukan dan derajat perempuan berada di bawah laki-laki maka

poligami menjadi subur, sebaliknya pada masa masyarakat yang memandang

kedudukan dan derajat perempuan itu terhormat dan setara dengan laki-laki,

poligami pun berkurang. Jadi, perkembangan poligami mengalami pasang

surut mengikuti tinggi-rendahnya kedudukan dan derajat perempuan di mata

masyarakat. Sebenarnya poligami dilakukan oleh berbagai kalangan

didasarkan pada pertimbangan moral untuk menghindari perbuatan asusila,

pelecehan seksual, perdagangan perempuan (trafficking), serta

tindakan-tindakan moral lainnya. Akan tetapi pada zaman sekarang ini tidak menutup

kemungkinan poligami dilakukan karena hanya untuk pemuasan hasrat

biologis saja, tanpa mempertimbangkan hak-hak perempuan. Poligami berakar

pada mentalitas dominasi (merasa berkuasa) dan sifat despostis

(semena-mena) kaum pria, dan sebagian lagi berasal dari perbedaan kecenderungan

alami antara perempuan dan laki-laki dalam hal fungsi-fungsi reproduksi.

Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

(KHI) menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun terbatas hanya

empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4

Undang-Undang Perkawinan dan Bab XI pasal 55 s/d 59 KHI. Dalam KHI antara lain

disebutkan bahwa syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu

berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (pasal 55 ayat 2). Selain

syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana

termaktub dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya persetujuan istri

(3)

anak-anak mereka. Perkawinan poligami adalah suatu perkawinan yang

dilakukan oleh seseorang (suami) karena adanya sebab/alasan tertentu yang

menyebabkan perkawinan itu terjadi (Zuhdi, 1993: 30).

Di dalam KHI pasal 57 dijelaskan bahwa alasan-alasan bagi suami

berpoligami adalah :

1. istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.

2. istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh.

3. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Ketiga alasan yang tertuang di atas tidak sesuai tuntutan Allah swt

seperti yang tertuang dalam Q.s. An–Nisa’ ayat 16 yang artinya: "Dan

pergaulilah dengan mereka (istri) secara patut. Kemudian, bila kamu tidak

menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai

sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Dengan merujuk ayat di atas tampak dengan jelas bahwa semua alasan

yang dikemukakan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk

membolehkan suami berpoligami hanya dilihat dari kepentingan suami sama

sekali tidak mempertimbangkan perspektif kepentingan istri. Lagi pula, jika

dihayati dengan hati yang jernih, mau tidak mau harus diakui bahwa kondisi

istri yang mandul atau berpenyakit bukanlah kondisi yang disengaja. Kondisi

itu lebih merupakan takdir dari Tuhan, karena tidak ada istri yang

menginginkan dirinya mandul atau berpenyakit. Semua perempuan tentu

menginginkan dirinya sehat, hanya saja tidak semua keinginan manusia dapat

(4)

berdasar pada hal tersebut bahkan justru pelaku menyimpangkan hal-hal

tersebut. Secara jasmani dan rohani sang istri masih dapat melakukan seluruh

kewajibannya, baik mengurus suami maupun mendidik anak-anaknya.

Sekiranya apa yang digambarkan di atas itu benar-benar terjadi,

disinilah muncul suatu konflik antara teori dan praktek, artinya syarat-syarat

yang telah disebutkan diatas tadi sama sekali tidak dijadikan acuan orang

dalam melakukan poligami. Perkawinan poligami tidak dilakukan berdasar

pada alasan-alasan yang ditentukan oleh perundang-undangan, melainkan

karena alasan-alasan lain termasuk untuk pemenuhan kebutuhan biologis saja.

Seseorang bisa saja membuat alasan dengan menganggap pasangannya tidak

mampu memberikan kepuasan batin. Faktor inilah yang patut diduga sering

melatar belakangi perkawinan poligami sebagaimana yang terjadi di Desa

Suruh. Ada empat kasus praktek perkawinan poligami yang akan dikaji oleh

penulis.

Poligami yang marak terjadi di kalangan masyarakat kita, tidak semua

orang mengetahui dengan jelas bagaimana sebenarnya perkawinan poligami

itu terjadi dan sah secara hukum (baik perundang-undangan yang dibuat oleh

negara maupun menurut hukum syari’at Islam). Sebenarnya perkawinan

poligami tidak hanya menimbulkan rasa kekecewaan terhadap istri, tetapi juga

menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap kaum perempuan pada umumnya.

Istri yang dipoligami selalu merasa tersisihkan karena suami cenderung lebih

memperhatikan istri yang baru (isteri mudanya) ketimbang istri pertama.

(5)

sehingga bukanlah surga yang diperoleh tetapi akan menambah dosa

disebabkan berkembangnya rasa saling curiga antara isteri pertama dengan

isteri kedua. Dengan demikian tujuan utama membangun rumahtangga jauh

dari harapan, bahkan yang dirasakan adalah timbulnya kemudharatan.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana praktik poligami terjadi di Desa Suruh?

2. Mengapa terjadi praktik perkawinan poligami di Desa Suruh?

3. Apakah pelaku perkawinan poligami menegakkan perlakuan yang adil

terhadap istri-istrinya?

4. Bagaimana respon mayarakat terhadap praktik poligami di Desa Suruh?

5. Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia

terhadap praktik poligami di Desa Suruh kab. Semarang.

C. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana perkawinan poligami di Desa Suruh.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami.

3. Untuk mengetahui konsep adil yang diterapkan oleh suami terhadap

istri-istrinya yang sesuai dengan Hukum Islam dan Perundang-undangan.

4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang praktek perkawinan

(6)

5. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam dan

Perundang-undangan dalam menanggapi praktik perkawinan poligami di Desa Suruh.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini adalah :

1. Teoritis

a. Untuk menambah khasanah pengembangan ilmu hukum, khususnya

hukum tentang poligami.

b. Untuk mengetahui bagaimana ketetapan Hukum Islam dan

Perundang-undangan tentang poligami.

c. Untuk mengetahui tentang praktik poligami yang ada di lapangan.

2. Praktis

a. Progdi AS

Memberikan informasi tentang praktik poligami yang sesuai dengan

Hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia.

b. KUA

Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dengan permasalahan poligami.

c. Masyarakat

Memberikan sumbangan pengetahuan tentang praktik poligami sesuai

(7)

E. Penegasan istilah

Untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran pada judul yang

penulis ajukan, maka perlu kiranya penulis jelaskan pengertian serta maksud

dari judul sebagai berikut :

1. Poligami

Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami)

mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan

(Mulia, 2000 : 2). Ringkasnya, poligami adalah perkawinan antara satu

pria dengan lebih dari satu perempuan sebagai isteri-isterinya.

2. Hukum Islam

Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan

Wahyu Allah subhanahu wa ta’ala dan Sunnah Rasul Muhammad

shallallah ‘alaihi wa sallam tentang tingkah laku mukallaf yang diakui

dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam. (Ali, 2000 :

112)

3. Perundang-undangan Perkawinan NO. 1 tahun 1974 dan Kompilasi

Hukum Islam (KHI)

Perundang-undangan dalam arti formil, yaitu keputusan (beslising)

tertulis yang diadakan badan-badan negara. Dalam arti materiil, yaitu

peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa atau

(8)

4. Perilaku Poligami

Kata “perilaku” adalah tindakan atau perilaku suatu organisme

yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Sedang yang dimaksud

dengan “perilaku poligami” adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh

individu yang berada dalam ikatan perkawinan dikarenakan adanya sebab

tertentu (Hamdani, 2001 :38).

Karya ini dibuat oleh penulis bertujuan menganalisa tentang

bagaimana pelaku perkawinan poligami dapat menegakkan sistem keadilan

seperti yang diajarkan oleh syari’at Islam. Benarkah dalam praktek poligami

orang telah mampu menegakkan keadilan dengan menunjang apa-apa yang

dibutuhkan oleh istri dan anak-anaknya. Sebagaimana kita tahu bahwa peran

pelaku poligami dituntut lebih dari yang bukan poligami karena tanggung

jawab yang lebih besar terhadap keluarga.

F. Tinjauan Pustaka

Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang

kasus-kasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan

ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan

perkawinan poligami mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena

tersebut dengan mengamati dalam praktek kehidupan pasangan poligami.

Dengan demikian diharapkan penelitian ini tidak sama dengan yang sudah

ada. Pada umumnya kajian kasus poligami - sejauh pengkajian penulis -

(9)

Sudibyo (2001:25) yang berjudul "Konsep Keadilan Dalam Berpoligami

menurut Hukum Islam". Sudibyo menjelaskan bahwa konsep adil dalam

perkawinan poligami harus sesuai dengan apa yang ada di dalam aturan Islam

serta penerapan konsep keadilan yang benar menurut Al-Qur’an dan hukum

Tuhan. Menurutnya, adil di sini tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja

tetapi juga adil terhadap pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada

istri-istrinya seperti pembagian jatah malam, nafkah lahiriah maupun batiniah.

Bukan hanya itu, adil terhadap pemberian kasih sayang kepada anak-anaknya

pun harus diperhatikan yaitu dengan memberikan hak-haknya secara penuh

dan tidak berbuat aniaya kepada mereka.

Begitu juga karya dari Siti Mulyani (1997:18) yang mengangkat tema

"Poligami Dalam Perspektif Keadilan Gender" , dalam karyanya dijabarkan

bahwa poligami yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah merupakan

suatu perbuatan yang sangat merendahkan kaum perempuan karena terdapat

unsur diskriminasi sosial maupun kejiwaan. Tidak hanya itu, jika dilihat dari

sisi suami itu sendiri maka tampak sangat jelas unsur yang terkandung di

dalamnya lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang dari sisi kaum

perempuan yang jelas-jelas lebih merasakan dampak dari poligami itu sendiri.

Jelas di sini bahwa, kaum perempuan merasa seperti tersisihkan karena

adanya sebab yang menjadi alasan-alasan bagi suami untuk berpoligami

seperti yang telah disebutkan di atas.

Berbeda dengan karya-karya di atas, M. Sholihan (1999:30) "Poligami

(10)

memaparkan pendapat bahwa adanya kontradiksi di antara izin untuk beristri

sampai empat orang dan keharusan untuk berlaku adil kepada mereka dengan

pernyataan tegas bahwa keadilan terhadap istri-istri tersebut adalah mustahil.

Menurut penafsiran yang tradisional izin untuk berpoligami itu mempunyai

kekuatan hukum, sedang keharusan untuk berbuat adil kepada mereka

walaupun sangat penting, terserah kepada kebaikan si suami (walaupun

Hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada kaum wanita untuk

meminta pertolongan atau perceraian apabila mereka dianiaya atau dikejami

oleh suami mereka). Dari sudut pandang agama yang normatif keadilan

terhadap istri yang memiliki posisi lemah ini tergantung kepada kebaikan

suami, walaupun pasti akan dilanggar. Sebaliknya modernis-modernis

muslim cenderung untuk mengutamakan keharusan untuk berbuat adil

tersebut, bahwa perlakuan adil tersebut adalah mustahil, mereka mengatakan

bahwa izin untuk berpoligami itu hanya untuk sementara waktu dan tujuan

tertentu saja. Beliau memang membenarkan pendapat di atas bahwa izin

berpoligami merupakan hukum, sedang sanksinya adalah untuk mencapai

ideal moral yang harus diperjuangkan masyarakat karena poligami itu tidak

dapat dihilangkan begitu saja.

Dari karya-karya di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang

yang melakukan poligami tidak mudah, di dalamnya terdapat

ketentuan-ketentuan yang harus dijalankan. Serta banyak kontradiksi yang terjadi

tentang hal tersebut, dan hal inilah yang ingin penulis bahas lebih lanjut

(11)

khususnya praktek di lapangan. Hal inilah yang membuat peneliti mencoba

menggali kembali tentang poligami, meskipun telah banyak pula para peneliti

yang mengangkat tema di atas. Sedikit berbeda dengan karya-karya ilmiah

lainnya disini penulis mengemukakan penelitian secara lapangan, yang lebih

terperinci secara utuh berdasarkan fakta yang ada.

G. Metode Penelitian

Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,

sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan

dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan menggunakan

metode-metode tertentu (Hadi, 1997 : 30 ).

Adapun metode yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan

yuridis empiris, yaitu sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti sifat

hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Pendekatan yuridis ini dimaksudkan untuk memperoleh fakta hukum yang

mengatur tentang perkawinan poligami menurut Hukum Islam, sedangkan

pendekatan empiris dalam penelitian ini dimaksudkan memperoleh fakta

atau kenyataan yang sebenarnya mengenai bagaimana pelaksanaan

(12)

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

kualitatif yaitu suatu penelitian yang mencoba mengungkapkan gejala

secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik-kontekstual)

melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri

peneliti sebagai instrumen kunci.

b. Kehadiran Peneliti

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan metode dua arah

di mana ada interaksi antara peneliti dengan subyek penelitian. Dalam hal

ini peneliti menggunakan pendekatan psikologis untuk memperoleh data

yang relevan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari

informan guna melengkapi data. Kehadiran peneliti disini mencoba

menggali lebih jauh tentang poligami dan melibatkan secara langsung

subyek peneliti, dengan kata lain penelitian ini telah diketahui oleh subyek

penelitian.

c. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Desa Suruh Kabupaten Semarang karena merupakan salah satu terjadinya perkawinan poligami dan peneliti menemukan adanya 3 kasus praktik perkawinan tersebut.

d. Sumber data a. Data primer

Data ini merupakan sejumlah keterangan-keterangan dan fakta

langsung yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan

(13)

informan seperti keluarga, tetangga, orang-orang terdekat, maupun

Data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa, buku,

literatur, dokumen-dokumen resmi, Al-Qur’an dan Al-Hadits

(14)

e. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Kajian pustaka dan dokumentasi, yaitu mengumpulkan karya-karya

yang diperkirakan dapat mendukung penelitian ini, yaitu karya-karya

yang memberikan informasi tentang perkawinan poligami secara

umum.

b. Wawancara, yaitu pengumpulan data dimana penulis mengadakan

tanya jawab secara langsung dengan sumber data terkait. Wawancara

akan dilakukan terhadap pelaku maupun orang terdekat seperti,

keluarga, tetangga, maupun pihak-pihak yang mengetahui praktik

perkawinan poligami di Desa Suruh.

c. Observasi, yaitu peneliti mengamati apakah benar ekspresi yang

diperlihatkan subyek penelitian sesuai dengan respon verbal yang

diberikannya (Mulyana, 2006:30).

Lebih lanjut menurut Patton (Poerwandari,1998:23) hasil observasi

menjadi data yang penting karena :

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks

hal yang diteliti atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka,

berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan

(15)

Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan

untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang

diamati akan berkurang.

c. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang

menyangkut penelitian, dan karena berbagai sebab tidak diungkap oleh

informan secara terbuka dalam wawancara, seperti kegiatan informan

sehari-hari, hubungan informan dengan pasangannya, keadaan rumah, dan

lingkungan tempat tinggal dan lain sebagainya.

f. Teknik Analisa Data

Dalam penulisan ini, setelah data yang diperoleh, kemudian

dianalisis dengan menggunakan metode yaitu :

a. Metode induksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat

khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.

b. Metode deduksi, yaitu cara berpikir dari pernyataan yang bersifat

umum untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

g. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang

sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga

untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknis untuk

memeriksa keabsahan suatu data. Keabsahan data dalam penelitian ini

menggunakan teknik triangulasi sumber, menurut Patton (2002:180)

(16)

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

metode kualitatif (Moleong, 2002:178).

Untuk menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dapat

ditempuh dengan cara, membandingkan data hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di

depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi,

membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan (Moleong, 2002 : 178).

h. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap, pertama pra

lapangan, peneliti menentukan topik penelitian, mencari informasi tentang

adanya praktik perkawinan poligami. Tahap selanjutnya peneliti terjun

langsung ke lapangan untuk mencari informan atau pelaku dan melakukan

observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku

perkawinan poligami, keluarganya, tokoh agama atau masyarakat dan

tetangga pelaku perkawinan poligami. Tahap terakhir yaitu penyusunan

laporan atau penelitian dengan cara menganalisis data atau temuan

kemudian memaparkannya dengan narasi deskriptif.

(17)

Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan; Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-tahap Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Poligami; bab ini berisi Poligami Menurut Hukum Islam, Sejarah Poligami, Syarat Poligami, Hukum Poligami Dalam Islam, Akibat Hukum Dari Poligami, Hikmah Poligami, Poligami Menurut Perundang-Undangan di Indonesia.

Bab III Praktik Perkawinan Poligami Di Desa Suruh Kab. Semarang; bab ini berisi tentang Gambaran Umum Desa Suruh, Jaminan Terhadap Identitas Diri dan Status Kewarganegaraan, Jaminan Terhadap Pendidikan dan Pengajaran Serta Jaminan Terhadap Pelayanan Kesehatan Dan Jaminan Sosial.

Bab IV Tinjauan Hukum Islam dan Perundang-Undangan Terhadap Praktik Perkawinan Poligami Di Desa Kab. Semarang. Bab ini berisi tentang Analisis Terhadap Faktor Suami melakukan Poligami dan Analisis Terhadap pendapat istri Tentang Poligami yang dilakukan oleh Suaminya .

(18)

BAB II POLIGAMI

A. Poligami Menurut Hukum Islam

Secara etimologis atau lughowi bahwa kata Poligami bersal dari

bahasa Yunani gabungan dari dua kata poli dan polus yang berarti banyak,

serta gamien dan gamos yang berarti perkawinan. Dengan demikan

poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara terminologi atau istilah

poligami adalah salah satu perkawinan yang pihak memiliki atau

mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan. Dalam

Hukum Islam poligami berarti suatu perkawinan yang dilakukan oleh salah

satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu

yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu

dikatakan bersifat poligam yaitu perkawinan yang dilakukan karena adanya

sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan seseorang melakukan hal tersebut.

Selain poligami dikenal juga poliandri, sebaliknya justru istri yang

mempunyai beberapa suami dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi,

dibandingkan dengan poligami, bentuk poliandri tidak banyak dipraktekkan.

(19)

Islam memperbolehkan seseorang untuk berpoligami, tetapi hanya

terbatas pada jumlah bilangan istri yaitu hanya dengan 4 orang istri dan

tidak dianjurkan atau tidak diperbolehkan untuk menambah lebih dari

jumlah bilangan tersebut. Syarat utama bagi pelaku poligami adalah

mampu bersikap adil dalam memenuhi semua kebutuhan istri-istri dan

anak-anaknya. Maka apabila tidak mampu dalam pemenuhan kebutuhan hidup

maupun kesejahteraan keluarga tidak diperbolehkan melakukan poligami.

Tidak terjaminnya kesejahteraan hidup keluarga yang dibinanya akan

berdampak buruk terhadap kelangsungan rumah tangganya.

Undang-Undang Perkawinan juga menegaskan bahwa jika seorang

suami ingin melakukan poligami maka harus dengan ijin dari istri, baik

secara lisan maupun tertulis.

1. Sejarah poligami

Poligami sudah berlangsung sejak jauh sebelum datangnya

Islam. Orang-orang Eropa yang sekarang kita sebut Rusia, Yugoslavia,

Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, dan Inggris

semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga

bangsa-bangsa Timur seperti Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami.

Karena itu tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islam yang

melahirkan aturan tentang poligami, sebab nyatanya aturan poligami

yang berlaku sekarang ini juga hidup dan berkembang di negeri-negeri

yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India, Cina, dan Jepang.

(20)

Agama Nasrani pada mulanya tidak mengharamkan poligami,

karena tidak ada satu ayatpun dalam Injil yang secara tegas melarang

poligami. Apabila orang-orang Kristen di eropa melaksanakan

monogami tidak lain hanyalah karena kebanyakan seperti orang Yunani

dan Romawi sudah lebih dulu melarang poligami, kemudian setelah

mereka memeluk agama Kristen mereka tetap mengikuti kebiasaan

nenek moyang mereka yang melarang poligami. Dengan demikian,

peraturan tentang monogami atau kawin dengan seorang istri bukanlah

peraturan dari agama Kristen yang masuk ke negeri mereka, tetapi

monogami adalah peraturan lama yang sudah berlaku sejak mereka

menganut agama berhala. Gereja hanya meneruskan larangan poligami

dan menganggapnya sebagai peraturan dari agama, padahal

lembaran-lembaran dari Kitab Injil sendiri tidak menyebutkan adanya larangan

poligami (Hamdani, 39 : 2001).

2. Syarat Poligami

Dalam berpoligami tercatat beberapa alasan-alasan yang

dianggap kondusif, seperti yang tercantum pada UU No. 1 1974 pasal

40 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 57

yaitu :

1) Istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.

2) Istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung

sembuh.

(21)

Selain alasan-alasan di atas, dijelaskan pula bahwa pelaku

poligami harus mendapat persetujuan dari istri terlebih dahulu baik

secara lisan maupun tertulis, dan persetujuan tersebut harus disebutkan

di depan Sidang Pengadilan. Pada saat proses pengijinan berpoligami di

sini (suami) harus bisa menunjukkan bukti-bukti kepada Pengadilan

Agama bahwa suami tersebutsanggup menghidupi keluarga dan

anak-anaknya, baik dari istri pertama maupun kedua serta berlaku adil sesuai

dengan syariat agama yang telah ditetapkan. Bukti-bukti tersebut antara

lain dengan melampirkan surat keterangan mengenai penghasilan suami

yang ditanda tangani oleh bendahara tempat bekerja atau dengan

menunjukkan surat keterangan pajak penghasilan atau dengan surat

keterangan lain yang dapat diterima Pengadilan.

Permohonan ijin poligami dapat dikabulkan oleh pihak

Pengadilan Agama menurut pertimbangan majlis hakim yaitu dengan

melihat persetujuan dari istri pertama tentang kesediaannya di poligami

atau tidak dan ada beberapa pengajuan persyaratan yang terdapat di

dalam UU No. 1 1974. Apabila ada salah satu persyaratan yang

diajukan oleh pemohon itu kurang, maka Pengadilan Agama berhak

memutuskan menolak berpoligami.

3. Hukum Poligami Dalam Islam

Perkawinan merupakan bagian dari sunnah Rasul, dan termasuk

salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Islam menganjurkan bagi

(22)

asas monogami. Dalam situasi dan kondisi tertentu laki-laki muslim di

perbolehkan kawin paling banyak dengan empat orang perempuan

dalam satu waktu apabila ia sanggup memelihara dan berlaku adil

terhadap istri-istri mereka dalam soal nafkah, tempat tinggal, dan

pembagian waktu. Apabila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil,

maka dilarang kawin dengan perempuan lebih dari satu, sama seperti

dilarang kawin dengan perempuan lebih dari empat.

Allah berfirman:

IJĩ ĜIJΊʼnīăΛ

ΞăΕ▪ĬăΏ

È●Ĝăŧ ĽΕΉ

ė

ăΒÈΏ

ąΎʼn΅ IJΉ

ăĝ ĜIJǻ ĜăΏ

ėΜĄĸÈ΅ ąΔĜIJ₤

ΞăΏĜăĨăΣ▪Ή

ėΠÈ₤ėΜʼnǼÈŧ ▪⅞ĄħĜ┤Ή

IJāąΎĄĨ▪℮ÈŅ▪ΑÈċăΛ

ėΜʼnΉ

ΜĄẃăħ

Ĝ┤Ή

IJā

ΞăΔąŊIJā

ă ÈΉ

IJŌ

ąΎʼn΅ ĄΔĜăΐąΡIJā

ąĦIJ΅ IJΊăΏ

ĜăΏ

ąΛIJā

♥ģăŋÈķėăΜIJ₤ėΜʼnΉ

ÈŋąẃăħĜ┤Ή

IJāąΎĄĨ▪℮ÈŅ▪ΑÈĒIJ₤ăẀĜăġĄŎăΛ

Artinya:

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),

maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:dua,tiga, atau

empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka

(kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang

demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S An

Nisa: 3)

Maksud adil disini adalah sekedar yang dapat dilakukan

seseorang untuk berlaku adil, misalnya dalam soal membagi waktu,

nafkah, pakaian, dan tempat tinggal. Adapun yang tidak dapat

(23)

seorang istri mereka, maka tidak termasuk dosa. Rasulullah s.a.w

sendiri pernah bersabda:

Ą ÈΊąΏIJā

ĜăΐąΣÈ₤

ąΠÈΐąŧ IJ⅝

ėIJōăΙ ĚΎĄΚ┤ΊΉ

IJė

Ą ÈΊąΏIJā

IJΫăΛ

Ą ÈΊąΐăħ

ĜăΐąΣÈ₤

ąΠÈΕěΐʼnΊăħ

IJάIJ₤

.

Artinya :

Ya Allah, inilah bagian yang yang aku punya, tapi janganlah

Engkau cela atas sesuatu yang Engkau miliki tapi aku tidak memilikinya.

(H.R. Abu Daud, Turmudzi, dan Nasa’i)

4. Akibat Hukum Dari Poligami

Dalam Islam memang diperbolehkan melakukan poligami,

namun harus ada alasan-alasan yang tepat seperti yang diatur dalam

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam (KHI). Dari beberapa pernyataan diatas, perkawinan

poligami merupakan suatu sunnah yang boleh dilakukan apabila

seseorang yang melakukan poligami mampu baik secara materi maupun

rohani.

Dari sini tuntutan adil memang sangat diutamakan, karena Islam

menganjurkan sikap adil terhadap penghidupan keluarga. Hal ini

memang sangat berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga yang

dibangun, begitu juga dalam perkembangan pertumbuhan anak.

(24)

istri-tidak diperlakukan adil oleh orang tuanya. Hal ini juga menyangkut

tentang keadaan sosial disekitarnya, seperti pandangan dari tetangga

yang melihat perkawinan poligami tersebut.

Mungkin bagi sebagian orang poligami adalah hal yang

dianggap aneh, karena bukan hal yang umum dikalangan masyarakat.

Pada umumnya perkawinan hanya memiliki satu orang istri saja, tetapi

lain hal dengan penelitian ini, dalam penelitian ini dapat diambil

kesimpulan bahwa informan-informan yang ada melakukan poligami

lebih mengacu pada syari’at Islam. Ditinjau dari alasan-alasan mereka

sebenarnya lebih kepada kebaikan ummat saja, yang dimaksud disini

adalah perlindungan terhadap kaum perempuan yang belum mampu

berjalan sebagaimana mestinya.

Menurut cara pandang bahwa wanita jumlahnya cenderung

lebih banyak ketimbang laki-laki, sehingga dikhawatirkan akanbanyak

terjadi tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan perempuan,

dari itu poligami dapat dipandang akan menyelamatkan jiwa, harkat

dan martabat mereka.

Seorang imam yang baik dapat menuntun mereka menuju jalan

yang baik serta menjaga hati mereka dari fitnah yang keji. Karena

wanita sangat rentan terhadap fitnah dan perbuatan-perbuatan amoral.

Meski demikian, orang-orang disekitar menilai hal tersebut adalah hal

yang tidak pada umumnya, karena bukan persoalan yang mudah jika

(25)

dalam satu atap. Mengingat perkawinan bukanlah persoalan yang

mudah, dibutuhkan kesabaran dan keadilan yang sama terhadap seluruh

anggotakeluarga. Tidak ada kata lebih baik dari A atau B dan lainnya,

dan ketikaterjadi perselisihan harus dibicarakan bersama.

Perkawinan poligami merupakan komunikasi tiga arah,

sehingga cenderung menambah lebih banyak dan lebih banyak

tanggung jawab suami daripada memiliki satu istri.

5. Hikmah Poligami

Islam adalah agama yang mengatur tentang kemasyarakatan.

Islam mempunyai konsep kemanusiaan yang luhur, harus dibebankan

kepada manusia untuk menegakkannya dan harus disebarluaskan

kepada seluruh umat manusia. Risalah Islamiyah tidak akan tegak

melainkan apabila ada kekuatan yang mendukung, adanya

pemerintahan yang mengelola segala segi, pertahanan keamanan,

pendidikan, industri, perdagangan, dan sektor-sektor lain yang

menunjang tegaknya suatu pemerintahan. Semuanya itu tidak akan

sempurna tanpa adanya orang-orang yang hidup pada tiap generasi

yang banyak jumlahnya. Jalan untuk mendapatkan massa yang banyak

ini ialah dengan kawin dan memperbanyak keturunan.

Negara-negara yang maju banyak membutuhkan sumber daya

manusia untuk tenaga kerja maupun untuk keperluan pertahanan

keamanan. Di negara-negara yang sedang dilanda peperangan tidak

(26)

yang harus dilindungi. Tidak ada jalan yang terbaik untuk melindungi

mereka selain dengan mengawini mereka dan tidak ada jalan untuk

menggantikan orang yang gugur di peperangan itu selain dengan

memperbanyak keturunan, dan poligami adalah jalan untuk

memperbanyak keturunan.

Demikian pula di beberapa negara, penduduk perempuannya

lebih banyak dari laki-lakinya, seperti yang lazim terjadi di negara yang

habis berperang. Bahkan pertambahan jumlah kaum perempuan pasti

terjadi pada banyak negara meskipun dalam suasana damai, karena

kesibukan kerja menyebabkan kaum lelaki cepat tua dan berarti

membuat mereka cepat mati, oleh karenanya jumlah kaum perempuan

akan lebih banyak dari kaum laki-laki. Perbedaan jumlah ini

mengharuskan adanya poligami untuk menjaga dan melindungi

perempuan. Apabila mereka dibiarkan hidup sendiri mereka lebih

mudah terombang-ambing dan gampang terjerumus ke dalam perbuatan

nista yang akan merusakkan kehidupan masyarakat, akhlak mereka

akan rusak dan mereka akan merana sendirian.

Kemudian, bahwa kesanggupan seorang laki-laki untuk

berketurunan lebih kuat daripada perempuan. Laki-laki sanggup

melaksanakan tugas biologisnya sejak ia baligh sampai usia akhirnya.

Sedang kaum perempuan tidak mampu melaksanakannya di waktu

(27)

perempuan untuk berketurunan terbatas sampai usia antara 40 hingga

50 tahun, sedangkan kaum lelaki sanggup sampai usia 60 tahun lebih.

Apabila perempuan dalam keadaan seperti tersebut di atas tidak

dapat melaksanakan fungsinya sebagai seorang istri lantas apa yang

harus dilakukan oleh suaminya? Ia harus menyalurkannya kepada

istrinya yang halal untuk menjaga kehormatannya ataukah ia harus

mencari penyaluran seperti yang dilakukan oleh binatang? Tanpa

perkawinan sah? Padahal islam secara tegas melarang pelacuran.

ُﮫﱠﻧِإ ﺎَﻧﱢﺰﻟا اﻮُﺑَﺮْﻘَﺗ ﺎَﻟَو ﺎًﻠﯿِﺒَﺳ َءﺎَﺳَو ًﺔَﺸِﺣﺎَﻓ َنﺎَﻛ

Janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sungguh zina itu keji dan

jalan yang buruk. (Q.S 17, Al-Isra’ : 33)

Kadang-kadang ada seorang suami mempunyai istri berpenyakit

atau mandul yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, padahal si istri

ingin tetap bersama suaminya, sedang suami menginginkan adanya

anak serta punya istri yang dapat mengatur rumah tangganya. Dalam

keadaan seperti ini apakah suami harus tetap rela dengan menanggung

beban yang menyedihkan? Tetap bersama istrinya yang berpenyakit

atau mandul, yang tidak dapat mengatur rumah tangganya, dan beban

itu harus dipikul suami sendirian? Ataukah si istri harus diceraikan

padahal ia masih mencintai suaminya dan suami juga masih

(28)

istrinya? Ataukah kasih sayang suami istri itu tetap diteruskan tetapi

suami kawin dengan perempuan lain tanpa harus berpisah dengan istri

lama dan maslahat keduanya masih tetap terjaga? Inilah petunjuk

terbaik yang lebih layak untuk diterima.

Kadang-kadang juga ada seorang laki-laki yang karena

kejiwaannya atau karena fisiknya sangat kuat nafsu seksnya, ia belum

akan puas kalau hanya dilayani oleh seorang istri, maka sebagai

gantinya agar ia tidak mengambil gundik yang akan merusakkan

moralnya, ia diizinkan untuk memuaskan nafsu (gharizahnya) dengan

jalan yang halal, yaitu berpoligami.

B. Poligami Menurut Perundang-undangan di Indonesia 1. Undang- undang perkawinan No. 1 Tahun 1974

Sebagai komponen terkecil dalam tata kehidupan

bermasyarakat, keharmonisan keluarga berperan penting dalam

membentuk kepribadian setiap anggota keluarga. Banyak masalah

sosial yang muncul karena ketidak harmonisan dalam keluarga,

sehingga dipandang perlu adanya peraturan perundangan mengenai

Perkawinan.

Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi hak-hak

individu untuk berkeluarga, sekaligus menjamin kepentingan dan

(29)

Undang-undang ini adalah asas monogami, tetapi didalamnya pun

mencakup tentang perkawinan poligami.

Dalam pasal 40 ayat 1 tentang Poligami dijelaskan bahwa

seorang suami yang ingin memiliki istri lebih dari seorang harus

mengacu kepada sebab-sebab yang tercantum pada

perundang-undangan. Di sini pihak Pengadilan memiliki peran penting dalam

memutuskan alasan-alasan yang memungkinkan seorang suami kawin

lagi, ialah:

a. Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

b. Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak

kunjung sembuh

c. Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan

Selain itu ada syarat yang diperuntukkan bagi istri diantaranya,

ialah:

1. Dzahir batin tercukupi

2. Semua kebutuhan sandang, pangan, papan tercukupi.

3. Kebutuhan serta kesejahteraan bagi anak-anak tercukupi.

4. Adil terhadap anak-anaknya.

Dijelaskan pula, jika seorang suami ingin menikahi perempuan

lebih dari seorang harus mendapat ijin terlebih dahulu dari istri

pertama secara lisan maupun tertulis yang disahkan dan diucapkan di

(30)

Pemohon harus memiliki jaminan kehidupan yang layak

terhadap istri dan anak-anaknya, baik secara materiil maupun spiritual.

Hal ini bertujuan untuk menghindari diskriminasi terhadap

kesejahteraan keluarga, selain itu suami harus berlaku adil sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki.

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dalam KHI dijelaskan tentang bagaimana hukum perkawinan

yang sah menurut hukum dan agama. Bahwa suatu perkawinan yang

dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari

Pengadilan Agama, tidak memiliki kekuatan hukum . Akan tetapi

dalam pasal 58 (3) dijelaskan bahwa persetujuan istri tidak diperlukan

jika memang istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan

tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada

kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau

karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Di sini jelas bahwa jika seorang istri tidak mau memberikan

persetujuan kepada suami untuk berpoligami, maka pihak Pengadilan

tidak dapat memaksakan untuk memberikan ijin terhadap suami. Hal ini

dilihat karena adanya pertimbangan majlis Hakim. Akan tetapi

Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah

memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan dipersidangan

Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat

(31)

BAB III

PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI DI DESA SURUH KAB. SEMARANG

A. Profil Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 1. Letak Geografis Desa Suruh

Desa Suruh adalah sebuah Desa kecil yang terletak di Kec.

Suruh Kab. Semarang yaitu tepatnya di sebelah timur Kota Salatiga.

Desa Suruh terletak 15 km dari Kota Salatiga yang memiliki luas 505

935 ha dan memiliki batas-batas wilayah desa seperti sebelah utara

Desa krandon lor , Desa Purworejo, Suruh, dan Medayu.

Kondisi cuaca yang sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi di

daerah ini sangat potensial untuk para penduduknya yang umumnya

sebagai petani, hal ini disebabkan karena terletak di 581 m diatas

permukaan laut dan suhu rata-rata mencapai 36’ C.

2. Administrasi Kependudukan Desa Suruh

Desa Suruh merupakan pusat pemerintahan, karena diwilayah

ini hanya memiliki satu kecamatan saja. Jumlah penduduknya 1250

jiwa dari seluruh desa yang ada di Kec. Suruh.

3. Sosial dan Keagamaan

Untuk mengetahui dampak perkawinan poligami di Desa

(32)

disekelilingnya. Praktik perkawinan poligami sangat erat hubungannya

dengan sosial keagamaan, khususnya agama Islam.

B. PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI

1. FaktorPendorong Suami Melakukan Poligami

Dari 1250 penduduk Suruh, ada tiga suami yang melakukan

poligami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya

keinginan untuk memiliki banyak keturunan. Hal tersebut diungkapkan

oleh Ussy dan Khadijah warga Rt 05 Rw 2. Andri menikah dengan istri

yang pertama pada tahun 1993, kemudian menikah lagi pada tahun 1997.

Awalnya suami hanya bercanda saja dengan istri saat bangun tidur, ia

berkata “ nopo tow bi kok nguyu-ngguyu dewe ki”? suami menjawab

ora, kok lucu wae mi..,aku kok yo ngimpi nikah meneh? ” dan istri

menjawab dengan candaan “yo ra popo tow bi..,nek emang wes siap?” l

suami berujar “ aku gelem wae ning umi wae sing golekke calonne aku

ga pengen golek dewe, ngko wedi nak ono opo-opo kan iki gawe

kebaikan awake dewe mi...” sang istri pun menanggapi “ yo ga popo bi,

nek pancen wes siap,iyo tapi ga usah kesusu laah...” Setelah beberapa

hari dari kejadian itu tanpa sengaja Ussy melihat pesan singkat di

handphone suaminya yang menanyakan kepada teman-teman dekatnya

apakah ada calon yang pas untuk dijadikan istri?

Akhirnya banyak pesan yang masuk yang memberikan respon,

(33)

19-23 tahun dengan alasan masih dalam masa produktif untuk memperoleh

keturunan. Akhirnya ada 2 calon yang membuat Ussy tertarik yaitu dari

Lampung dan Boyolali, tapi setelah dipikir lagi kalau harus ke Lampung

saat walimah kasihan anak-anak ga ada yang ngurus... walaupun masih

ada orang tua yang mau dan bisa menjaga anak-anak, tapi kan kasian

kalo harus ditinggal jauh sama Abi dan Uminya? akhirnya Ussy

memutuskan untuk berkenalan dengan Khadijah yang berasal dari

Boyolali, saat itu ia masih berumur 20 tahun mereka bertemu dan

bercakap-cakap “ umi.. kenapa ya kok saya waktu liat raut wajah umi

kelihatannya sante-sante aj, kaya ga ada rasa keberatan sama sekali

kalo suaminya mau nikah lagi? kata Khadijah, lalu Ussy menegaskan

“ ya kalo anti udah siap ana ga masalah kok, yang penting anti harus

lebih memantapkan hati anti.. dan Khadijah pun menjawab

insyaallah ana sudah siap umi.., ana sudah ikhtiar dan istikharah,

mungkin ini memang sudah jalannya?”

ya sudah kalo gitu, anti harus tau kalo suami ana ini juga

punya banyak kekurangan dan kelebihan karena sudah sekian tahun

sudah hidup bersama dan sudah punya anak sekian banyaknya, anti bisa

menerima apa ga?”

Lalu gimana dengan keluarga anti? Kata Ussy “ keluarga ana

ga ada masalah umi, itu semua terserah saya, mereka menyerahkan

keputusan kepada saya” ujar Khadijah. Dalam hati Ussy sedikit kuatir

(34)

keputusannya itu, akhirnya tidak lama proses perkenalan pun berlanjut

ke tahap berikutnya. Dan suami juga mengingatkan “ umi..., kalo dari

proses awal sampe akhir setuju dan ga ada masalah, ya aku tak lanjut

aja? Tapi kalo ga setuju, mending aku tak mundur ae.. daripada nanti jd

ga baik akhirnya?”

Akhirnya keduanya saling cocok dan setelah 2 minggu

perkenalan itu langsung didakan akad nikah, ia pun tinggal di rumah

Ussy beserta anak-anaknya. Selama 2 tahun hidup dalam satu atap,

Khadijah belajar menjadi istri yang baik dengan bimbingan Ussy pada

akhirnya ketika Khadijah mempunyai anak ia sepakat untuk tinggal

terpisah, dengan alasan untuk lebih belajar mandiri dan lebih terampil

dalam mengurus anak-anak.

Pada saat melakukan wawancara, penulis menanyakan

bagaimana cara suami berlaku adil kepada keluarga khususnya terhadap

istri-istrinya? Ussy mengatakan bahwa selama ini suami cukup adil

kepada saya maupun anak-anak, ” ya mungkin memang waktu yang

harus bisa dibagi-bagi karena dalam seminggu juga ga mungkin harus

disini terus toh..? lagian kan kalo di syari’ itu kan udah jelas, yang

penting pas waktu malamnya harus sama-sama adil.. kalo disni Cuma 2

hari disana 3 hari ya ga masalah, kan juga kerja jadi kadang-kadang

ada urusan mendadak jadi ga bisa lama kumpul sama anak-anak?”

“Kecuali kalo ada diantara salah satu istri yang sakit, ya

(35)

juga menanyakan tentang biaya materiil, bagaimana pembagian nafkah

lahir dengan istri lain? Ia mengungkapkan “ kalo masalah nafkah ya

alhamdulillah adil lah ya.., ga harus banyak yang penting disesuaikan

dengan kebutuhan aja?”

Dari istri pertama beliau dikaruniai 7 orang anak, sedangkan dari

istri kedua dikaruniai 4 orang anak. Dari banyaknya keturunan, beliau

beranggapan bahwa jikalau nanti beliau terkena musibah, maka

anak-anaknya yang sholeh dan sholekhah akan mendo’akannya. Awalnya

pernikahan mereka dilakukan secara sirri pada tahun 2006 baru

kemudian dicatatkan ke KUA pada tahun 2008 dan pihak Pengadilan

Agama. Hal ini dikarenakan adanya berbagai pertimbangan dalam

mencatatkan pernikahan mereka di KUA. Namun sayangnya subyek

peneliti berkeberatan memberikan bukti ataupun dokumen kepada

peneliti. Hal ini sejalan dengan metode penelitian kualitatif yang

menitik beratkan pada kesediaan subyek penelitian untuk memberikan

bukti otentik berupa data/dokumen.(wawancara, 6 april 2011)

Hal ini bertentangan dengan pendapat dari Hadi Suryo warga dari

Rt 01 Rw 2. Faktor beliau melakukan poligami adalah untuk

menjalankan Sunah Rasul. Beliau melakukan poligami atas dasar kaidah

Islam yang selama ini dipelajari, dengan alasan bahwa wanita di dunia

ini jumlahnya sangat banyak. Seperti yang diungkapkan oleh Emi,

bahwa seorang wanita membutuhkan mahram, dalam arti imam dalam

(36)

Pada saat melakukan wawancara, peneliti menanyakan beberapa

hal kepada obyek. “sebenere apa to mbak yang bikin mbak bersedia

poligami?” Emi menjelaskan “ awalnya saya itu baru belajar mengenal

agama,ya sedikit demi sedikit lah yaa...kan waktu itu kebetulan saya

baru belajar agama, dan emang saya juga yatim piatu. Setelah orang

tua saya meninggal saya diurus keluarga paman sampai akhirnya saya

menikah..” dan pada waktu itu saya juga merasa kehilangan sosok

keluarga,karena memang orang tua saya sudah meninggal ketika saya

masih berumur 13 tahun. Dan saya merasa bahwa saya itu

membutuhkan sosok imam dunia akhirat, yang bisa menuntun saya.

Awalnya saya merasa bahwa poligami itu bukan hal yang aneh, karena

memang pada dasarnya boleh... kalo dilihat dari jumlah laki-laki dan

perempuan itu kan banyak banget perbandingannya? Jumlah laki-laki

jauh lebih sedikit ketimbang yang perempuan, maka bagi siapa aja yang

sudah siap dan mampu secara financial itu mbok ya’o menikahi salah

satu dari mereka...”

“yaa... beberapa dari temen-temen banyak yang punya keinginan

kaya’ gitu, tapi ya mungkin aja karena emang ga siap dari segi materi

tapi dari segi lahir udah siap... tapi ada juga yang lahir udah siap tapi

materi ga siap, makanya mereka itu minta dikasih saran ato mungkin

contoh dulu laah?” kalo orang yang berilmu itu kan bisa memberikan

(37)

untuk mencarikan istri kedua, dan itu juga beliau sendri yang nawarke

yaa...untuk jadi contoh ke temen-temen yang laen.”

Peneliti memberikan pertanyaan “lha trs gimana awalnya mbak

bisa ketemu sama suami?” Emi menjawab “ dulu saya itu sudah lama

temenan sama mbak Kenanga, udah tau gimana karakter masing-masing

laah... kebetulan kita itu juga punya yaa..bisa dibilang visi yang sama.”

Waktu itu mbak Kenanga langsung nawarke ke saya, tapi saya

ga langsung bilang iya.. tak pikir-pikir dulu, tak timbang-timbang dulu

dan akhirnya saya istikharah, alhamdulillah ternyata itu memang jodoh

saya.. dan dari awal komitmen itu bukan untuk yang laen-laen tapi bisa

dibilang untuk kemashlahatan.”

“Dan alhamdulillah setelah saya menikah banyak juga

temen-temen yang akhirnya pada brani, yang sudah siap secara lahir batin

laah ...

“trus tanggapane keluarga mbak sendiri gimana?” ujar peneliti

“ tanggapannya yaa..jelas berat apa pun namanya keputusan yang baik

ato buruk pasti ada konsekuensinya...” mereka memang susah untuk

menerima keputusan saya, tapi dengan melakukan pendekatan terus

menerus dengan memberikan penjelasan yang memang masuk akal dan

kembali kepada Islam sebenenya yaa.. akhirnya mereka mau menerima

keputusan saya?”

“Bahwa memang seorang wanita tidak disarankan menikah

(38)

wanita dianjurkan memilih salah satu diantara mereka... dan dari situ

saya membuktikan kepada keluarga bagaimana kehidupan poligami bisa

berjalan dengan baik dan alhamdulillah sudah berjalan 19 tahun dan

sama sekali tidak ada masalah, yang sampe bikin keluarga jadi ga

karuan laah?”

“Perkara ujian itu biasa kan yaa.. itu smua kan juga tergantung

kita menyikapinya aja? Dan pasti dibalik ujian itu ada hal yang

nantinya jadi baik, dari situ alhamdulillah keluarga bisa mengerti... dan

mereka juga tidak melihat hal-hal yang selama ini dikhawatirkan?”

“Lha selama menikah dari tahun ’92 sampe sekarang apa mbak

sudah merasa adil ato masih biasa-biasa aja?” tanya peneliti

Emi menjelaskan “ gini ya..., yang dimaksud adil kalo diayatnya

itu kan secara fisik kan? Ada pun masalah hati itu kita kembali ke Allah,

terserah kalo suami mau mencintai saya 20 % ato 100 % , yaa... itu hak

mereka? Kalo untuk saya pribadi, cinta itu kembali lagi kepada Allah

dan mencintai seseorang itu memang benar-benar karena Allah. Jadi,

mau diprosentase berapa pun itu ga masalah yang penting tidak

mengurangi hak dan kewajiban,gitu... kalo buat saya ga masalah suami

mau mencintai saya berapa besarnya, yang penting apa yang sudah

saya jalani ya disyukuri aja? Misalnya seperti nafkah ya.., orang

mungkin punya padangan dari nilainya kalo segini tuh kurang,ga cukup

ato apa?tapi kalo kita itu bersyukur insyallah apa yang ada itu ga akan

(39)

waktu kita sendiri pun ya itu mungkin lum bisa dibilang cukup kalo kita

ga bersyukur?jadi ya relatif laah ya menurut saya adil itu...ga ada

masalah kok, malah saya lebih suka berbagi sebenernya.

Maksud saya gini, suami saya itu kan bukan tipe orang yang

suka diam dirumah, beliau cenderung sering diluar,jadi seberapa pun

suami punya waktu luang dirumah ga masalah. Mau cuma semalam pun

kita menghargai, dan ga menuntut waktu lebih karena emang keadaan

suami yang sedang sakit. jadi, tergantung dimana tempatnya aja?

Kalo mbak Kenanga sendiri emang tipe orang yang lebih telaten

banget tapi kalo saya sendiri emang cenderung kurang telaten.saya

lebih merasa kalo emang lebih baik yaa...monggo aja ga apa-apa? Jadi

kan sama-sama enaknya gitu lho...

Peneliti menanyakan “kalo biaya hidup anak-anak sendiri

gimana mbak?” Emi menjawab “ yaa.. kalo biaya untuk anak-anak

karena memang suami bertugas menjadi kepala keluarga itu kan

tanggung jawabnya, kita cuma bantu-bantu aja?ya kalo misalnya dari

suami itu kurang ya paling ga kita bisa dikit ngebantu laah... tapi kalo

masalah yang pokok kan udah ditanggung sama suami?”

“kalo tanggapan orang sekitar mbak gimana?” tanya peneliti

“ alhamdulillah tetangga bersikap baik,kuncinya satu bisa berhubungan

baik dengan orang sekitar..” ujar Emi.

“seneng ga mbak jadi istri kedua?” tanya peneliti “ saya merasa

(40)

dasar ibadah, tapi saya kuatir kalo nanti seandainya nanti mbak

kenanga yang meninggal saya takut ga bisa ngurusi anak-anak karena

memang beliau itu bener-bener partner yang baik? Tapi kalo

seandainya suami saya yang meninggal insyaallah saya dan mbak

Kenanga masih bisa saling bantu, dan kalo pun saya yang meninggal

malah saya berpikiran anak-anak bisa jadi lebih baik..” tegas Emi

Hadi Suryo menikah dengan istri yang pertama pada tahun 1988

dan menikah dengan istri kedua pada tahun 1992. Dari pernikahannya

dengan istri pertama dikaruniai 8 orang anak, sedangkan dengan istri

kedua dikaruniai 5 anak. Pernikahan mereka awalnya dilakukan secara

sirri, tetapi subyek penelitian tidak menyebutkan tahun pencatatan

pernikahan di KUA.(wawancara, 7 april 2011)

Selain Bapak Yahya dan Bapak Hadi Suryo, Bapak Mus’ab

seorang warga yang berada di Rt 08 RW 1 mempunyai faktor lain

beliau melakukan poligami. Faktor tersebut yaitu karena istri pertama

meninggal dunia dan istri kedua tidak mempunyai keturunan. Dari istri

pertama beliau mempunyai dua orang anak, dari istri kedua tidak

mempunyai keturunan sedangkan dari istri ketiga belum dikaruniai anak

karena baru saja melaksanakan perkawinan. Pada saat melakukan

penelitian subyek tidak memberikan keterangan jelas karena terbatasnya

waktu, sehingga data yang diperoleh kurang valid. Dari pernikahannya

(41)

proses yang panjang, selain itu mereka juga baru menikah.(wawancara, 7

april 2011)

2. Alasan Istri Memperbolehkan Suaminya Berpoligami

Dari beberapa faktor-faktor suami untuk berpoligami yang

dikemukakan diatas, maka berbeda dengan pendapat dari istri- istri

mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Kenanga bahwa ia

membolehkan suaminya menikah lagi karena memang ia membutuhkan

seorang partner dalam mengurus rumah tangga, khususnya anak-anak.

Karena mereka lebih membutuhkan perhatian lebih, sedangkan ia sibuk

mengurus suami yang sedang sakit dan bekerja.

Pada saat memutuskan hal tersebut, ia sudah memikirkannya

matang-matang baik akibat positif /negatifnya, karena semua itu demi

anak-anak. Pada saat itu ia sendiri yang memilih calon istri untuk

suaminya,yaitu Emi yang memang sudah lama dikenalnya. Dia merasa

bahwa Emi yang pantas untuk menjadi partner yang baik dalam

membina keluarga. Emi merupakan sosok yang bertanggung jawab. Jadi,

Kenanga tidak salah dalam memilih istri untuk suaminya. Selain itu

kesibukan suami yang sering pergi keluar kota membuatnya jarang

pulang kerumah, sehingga ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. (wawancara, 6 april 2011)

Berbeda dengan pendapat Ussy, awalnya tidak menyetujui alasan

(42)

dikaruniai 7 anak. Jika ingin memperbanyak keturunan lagi, sudah tidak

sanggup untuk mengurusnya. Akan tetapi, dengan meyakinkan hatinya

dan mengingat ini adalah kebaikan untuk ummat akhirnya dijinkanlah

suami untuk menikah lagi.

Dari proses awalnya, suami menginginkan istrinya saja yang

memilih untuk jadi pasangannya. Hal ini dilakukan karena tidak ingin

dianggap memilih hanya karena keinginan hawa nafsu saja, tetapi lebih

kepada penunjang syari’at. Akhirnya Khadijah yang dipilih sebagai

calon istri, lalu ditahun 2000 mereka menikah dan telah dikaruniai 4

orang anak.

Sedangkan Lis Ambarwati memiliki alasan sendiri terhadap

suaminya yang berpoligami, dari pernikahan suaminya dari istri pertama

telah dikaruniai 2 anak. Ditahun 2007 istri pertamanya meninggal dunia

dikarenakan sakit, selama 5 tahun menikah dia menyadari bahwa tidak

bisa memperoleh keturunan sehingga tidak ada masalah jika suami ingin

menikah lagi. (wawancara, 7 april 2011)

C. KEHIDUPAN RUMAH TANGGA PASANGAN POLIGAMI

1. Pasangan Hadi Suryo, Kenanga dan Emi

Hadi Suryo 45 tahun seorang wiraswastawan yang memiliki usaha

di bidang pendidikan, selain itu ia merupakan seorang tenaga pengajar

disebuah pondok pesantren di Desa Tingkir. Menikah dengan Kenanga 35

(43)

tangga mereka sangat harmonis, awalnya mereka memulai usaha dengan

menjual busana muslimah yang disediakan di toko mereka.Secara

bersama-sama mereka berusaha menghidupi anak-anaknya, tidak hanya

itu mereka juga merintis sebuah sarana pendidikan yang dibangun dengan

kerja keras dan kemauan yang tinggi.

Dengan maksud membimbing anak-anak secara jasmani maupun

rohani, dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik.

Dalam jangka waktu 3 tahun sekolah rintisan mereka mampu berkembang

pesat, dan memiliki banyak peserta didik yang sudah cukup banyak

sampai sekarang.

Ditahun pertama saat anak ke 5 mereka lahir, banyak terjadi

cobaan yang menimpa keluarganya. Hadi Suryo jatuh sakit, dan tidak

mampu membantu istri yang sibuk mengurus segala urusan yang ada.

Dengan terpaksa Kenanga mengatasi semua persoalan dan kewajibannya

sendirian, pada akhirnya ia memutuskan untuk mencarikan pendamping

baru untuk suaminya. Dengan pertimbangan semua urusan yang ada di

dalam rumah terselesaikan dan anak-anak tidak merasa terganggu karena

kesibukannya.

Kenanga pun mengungkapkan niatnya kepada hadi Suryo,

awalnya ia kaget dan bingung karena memang istrinya sendiri yang

menawarkan diri untuk dipoligami. Namun, setelah diberi penjelasan

olehnya Hadi Suryo pun mengiyakan permintaan itu, ia menyerahkan

(44)

Tidak berselang lama setelah itu Kenanga memperkenalkan Emi

yang sudah lama dikenalnya, ia merasa bahwa Emi mampu bertanggung

jawab dan bisa diandalkan untuk mengurus rumah tangga.

Dari perkenalan itu selama 3 bulan mereka saling mengenal satu

sama lain, begitu pun dengan anak-anaknya yang butuh pendekatan

khusus. Tak lama kemudian mereka menikah di tahun 1992, dan telah

dikaruniai 5 orang anak.

Selama 17 tahun perkawinan Kenanga dan Emi saling membantu

dalam mengurus rumah tangga, mereka hidup dalam satu atap. Banyak

tanggapan negatif orang-orang tentang mereka, menganggap poligami

bukanlah hal yang wajar jika hidup satu atap.menurut mereka suatu

perkawinan yang ideal hanya dengan satu istri saja, menurut mereka hal

itu menjadi sangat aneh.Tetapi, Kenanga dan Emi mematahkan anggapan

tersebut, kehidupan perkawinan mereka jauh lebih baik. Suami juga

berlaku adil kepada mereka, tidak ada perbedaan dalam pembagian kasih

sayang terhadap anak-anaknya.

Begitu juga dengan istri, tidak saling dibedakan satu sama lain

baik pembagian nafkah lahir maupun batin semuanya disama ratakan.

2. Pasangan Yahya, Ussy dan Khadijah

Yahya 52 tahun, adalah seorang wiraswastawan yaitu sebagai

pedagang disebuah pasar tradisional di karanggede. Ia menikah dengan

Ussy 35 tahun seorang ibu rumah tangga dan telah dikaruniai 10 orang

(45)

Kehidupan rumah tangga mereka terbina dengan baik, dan semua

berjalan dengan lancar. Saling menerti dan memahami satu sama lain

adalah kunci dari mereka, dengan itu mereka mampu memabangun

pondasi yang kokoh.

Di tahun 2007 Yahya menikahi Khadijah 25 tahun, pada awalnya

saat bangun tidur ia bercerita kepada istri kalau tadi malam ia bermimpi

menikah lagi. Saat mendengar hal tersebut dia terkejut, karena tidak

biasanya suami begitu. Lalu, istrinya menjawab dengan nada bercanda

kalo udah siap ya ga apa..apa mau tak carike tow bi? Dari situ suami

meminta istrinya untuk mencarikan seorang calon istri yang dirasa cocok

dengannya, karena semua demi kebaikan bersama dan meminta untuk

tidak terburu-buru.

Awalnya ada 2 calon yaitu dari Lampung dan Boyolali, tetapi

karena ada pertimbangan yang lain akhirnya Ussy memilih Khadijah

sebagai calonnya. Pada saat itu Khadijah berusia 19 tahun, karena Yahya

menginginkan calon yang usianya masih produktif. Alasannya, ia ingin

memiliki banyak anak dan berharap anak-anaknya kelak bisa menjadi

sholeh/sholihah yang mampu mendoakan mereka jika sudah meninggal.

Sebenarnya Ussy tidak bisa menerima keputusan suaminya itu,

dengan alasan tidak yakin kalau nantinya suami mampu bersikap adil

kepada suatu saat ada apa-apa dengan Ussy maka akan ada yang

mengurus mereka. Dia berusaha untuk ikhlas, karena ini untuk kebaikan

(46)

Lalu, mereka pun berkenalan lebih jauh dan menceritakan tentang

suaminya yang dirasa memiliki banyak kekurangan dan meminta

Khadijah untuk memahami apa-apa yang ada didalam suaminya. Dan

keduanya pun saling cocok dan berharap bisa bekerjasama dalam

membina rumah tangga, akhirnya tahun 2007 mereka menikah secara

resmi.

Di awal perkawinan mereka hidup satu atap, karena pada saat itu

Khadijah masih belum paham betul bagaimana mengurus kebutuhan

rumah tangga. Butuh waktu 1 tahun untuk membiarkan Khadijah mandiri,

dan pada saat itu ia telah mempunyai anak. Dari situ Ussy membiarkan

Khadijah untuk hidup terpisah, agar tahu bagaimana cara mengurus anak

dan suami serta melatih kedewasaannya.

Saat ini Khadijah tinggal bersama 4 orang anaknya di Ambarawa

dan bekerja sebagai guru disebuah play group, dan Ussy tinggal dengan

10 anaknya di desa Morangan Suruh.

Dalam pembagian jatah malam dan nafkah suami tidak

membandingkan, ia berusaha adil kepada istri dan anak-anaknya. Satu

minggu dibagi-bagi, 3 hari berada dirumah istri 1 dan 3 hari lagi tinggal

dirumah Khadijah (istri keduanya).

3. Pasangan Mus’ab ,Lis Ambarwati , Hanna

Mus’ab adalah seorang ustad di sebuah pesantren yang ada di

daerah Suruh, menikah dengan Lis Ambarwati yang berprofesi sebagai

(47)

istri pertamanya, tetapi pada saat anak pertamanya berusia 10 tahun

istrinya meninggal karena sakit yang tidak kunjung sembuh.

Lalu, tahun 1993 ia bertemu dengan Lis (istri yang sekarang) dan

menikah. Selama 15 tahun perkawinan mereka tidak mempunyai

keturunan, hal ini disebabkan karena ada kelainan dirahimnya yang

mengakibatkan rahimnya harus diangkat.

Setelah menikah Lis tidak lagi menjalankan profesinya, dia lebih

senang menjadi pengusaha dan telah memiliki perusahaan konfeksi yang

ada di Solo dan Yogyakarta. Kini ia sibuk dengan urusan bisnis tersebut,

begitu pun dengan suami yang jarang pulang kerumah karena

kesibukannya.

Pada bulan Februari 2011 Mus’ab menikahi seorang dokter gigi

yang bernama Hanna 28 tahun, dan belum memiliki keturunan. Ia

mengenal Hanna dari seorang temannya yang telah lama mengenal Hanna,

kebetulan Hanna juga mencari seorang pendamping kemudian

dikenalkanlah kepada Mus’ab.

Mus’ab memperkenalkan Hanna kepada Lis dan mengutarakan

keinginannya untuk menikah lagi, dan tanpa berpikir lama Lis pun

menyetujui hal tersebut. Karena dia tahu betul bagaimana keadaannya

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger di Pulau Gili Ketapang telah dilakukan pada 8 titik pengukuran dengan dengan kedalaman pengukuran 100 meter di bawah

Hasil penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjani (2010) yang menyatakan bahwa variabel jumlah Surat Setoran Pajak memiliki

Hasil penelitian menunjukan; (1) Beban kerja mahasiswa sebesar 122 dpm, yang berada pada kategori sedang (100-125 dpm); (2) Gangguan muskuloskeletal dan kelelahan

Penurunan atau hilangnya beberapa unsur hara dalam perakaran akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu menyediakan

Tahapan analisis hidrologi diawali dengan menganalisis data hujan dari beberapa stasiun penakar hujan untuk menentukan hujan harian maksimum rerata yang selanjutnya

Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat yang dijadikan materi dalam pemelajaran BIPA dapat membuat pemelajar mengenal nilai-nilai

Dalam tugas akhir ini permasalahan utama yang akan diselesaikan adalah bagaimana merancang dermaga minyak untuk kapal 17.000 DWT pada jetty 1 di tersus PT Badak NGL

Hasil penelitian yang diperoleh adalah Berdasarkan hasil penelitian dalam analisis yang dikemukakan pada Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik