MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH
(Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di
Salatiga dan Klaten)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh
Miftah Ilham Irfani
211-12-002
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH
(Studi Kasus Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di
Salatiga dan Klaten)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh
Miftah Ilham Irfani
211-12-002
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Agama
adalah seberkas cahaya Allah yang menembus jiwa,
menerangi kegelapan dan mencerahkan cakrawalanya. Jika ia
telah tertanam kuat di dalam jiwa maka semua bakal disiapkan
untuk menjadi
tebusannya.”
(Hasan Al-Banna)
PERSEMBAHAN
Untuk orang tua tercintaku dan orang-orang yang teru
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil„alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Robbi yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dengan petunjuk dan tuntunan-Nya, penulis mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan bantuan semua pihak, maka penyusunan skripsi dengan judul: “MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH (Studi Kasus
Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah
di Salatiga dan Klaten)
bisa terselesaikan.Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih yang tiada taranya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Siti Zumrotun M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah.
5. Bapak Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
6. Orang tua tercinta dan semua saudara-saudaraku yang terus mendoakan tanpa terhenti sampai saat ini.
7. Bapak/Ibu jamaah Masjid Al-Anshor yang terus membantu dalam proses selama kuliyah.
8. Kawan-kawan PD KAMMI Semarang, Segenap keluarga besar KAMMI Komisariat Salatiga, LDK FA IAIN Salatiga, SSC IAIN Salatiga.
9. Dan kepada semua teman-temanku yang sangat membantuku dalam penyelesaian skripsi ini.
Atas segala hal tersebut, penulis tidak mampu membalas apapun selain hanya memanjatkan doa, semoga Allah SWT mencatat sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal„aalamiin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat, khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.
Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Salatiga, 14 Februari 2017
ABSTRAK
Irfani, Miftah Ilham. 2016. Motivasi Poligami Aktivis Tarbiyah (Studi Motivasi Poligami Keluarga Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga dan Klaten. Skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S. H.,S.HI.,M.H.
Kata Kunci:Poligami, Aktivis Tarbiyah
Penelitian ini merupakan upaya untuk menggali motivasi Aktivis Tarbiyah dalam hal melakukan praktek pernikahan poligami. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pandangan Aktivis Tarbiyah tentang konsep pernikahan poligami, (2) Bagaimana motivasi Aktivis Tarbiyah melakukan praktek pernikahan poligami ditinjau dari hukum Islam.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.
DAFTAR ISI
JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Penegasan Istilah ... 9
F. Kajian Pustaka ... 10
G. Metode Penulisan Sekripsi ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Poligami ... 16
B. Sejarah Poligami ... 17
C. Dasar Hukum Poligami ... 20
D. Pandangan Ulama tentang Poligami ... 22
BAB III HASIL PENELITIAN A. Sejarah Aktivis Tarbiyah ... 25
C. Struktur Organisasi ... 30
D. Sejarah dan Perkembangan di Indonesia ... 32
E. Kurikulum Pengembangan Kader ... 35
F. Media Pengembangan Kader ... 40
G. Kualifikasi Murobbi ... 52
H. Pandangan tentang Pernikahan Poligami ... 54
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisi Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang Poligami ... 58
B. Analisis Hukum Islam tetang Motivasi Poligami di Kalangan Aktivis Tarbiyah ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 73
B. Saran ... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial dalam masyarakat tidak bisa hidup dan memenuhi kebutuhannya sendiri, baik itu kebutuhan secara jasmaniah maupun rohaniah. Kebutuhan jasmani diasumsikan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, baik secara biologis maupun non biologis seperti makan, minum, olahraga dan beruhubungan intim.
Dalam pemenuhan kebutuhan tersebutlah terjadi interdependensi satu dengan yang lainnya. Aristoteles (384-322 SM) menyebutnya sebagai zoon politicon atau
de men is een social wezen, artinya manusia sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Ibnu Khaldun, seseorang sosiolog muslim menyebut manusia sebagai mujtama‟ bi thabi‟iy. (Farkhani, 2014:9)
dengan jalan yang halal. Islam membingkai penyaluran seks yang halal melalui sebuah syariat yaitu pernikahan.
Pernikahan menjadi salah satu media untuk penyaluran fitrah seks. Seks menjadi sah (halal) untuk dilakukan atau diekspresikan. Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhori dari „Uqbah bin „Amir Nabi Muhammad SAW
bersabda
ِِإ
َِجُسُفْناِِِّتِْىُرْهَهْحَرْسااَيِِِّتِىِفُْٕيِ ٌَْأِِطُْٔسُّشناُِّقَحَأٌَِّ
“Sesungguhnya syarat-syarat yang paling utama dipenuhi adalah syarat untuk menjadikan kamu halal dengan kemaluan-kemaluan perempuan”. (HR. Bukhori No. 1418 Kitab Annikah)Pernikahan sendiri secara etimologi mempunyai arti persetubuhan. Adapula yang mengartikan sebagai sebuah perjanjian (al-„aqdu). Sedangkan secara terminologi menurut Imam Syafi‟i adalah akad yang menjamin diperbolehkannya
persetubuhan (Kamal Muchtar, 1974:11).
Dalam pemenuhan keinginan seks seseorang membutuhkan medium yang kadang tidak cukup satu, namun ada yang lebih. Berlaku bagi laki-laki maupun perempuan. Faktor yang melatarbelakangi pun bervariasi, misalnya kekuatan dan tenaga seseorang (hypersex). Islam memberikan solusi yaitu dengan adanya praktik poligami atau beristri lebih dari satu. Bagi perempuan yang bersuami lebih dari satu dinamakan poliandri.
Yahudi boleh memperistri wanita berapapun jumlahnya (Ali Hasan, 2006:269). Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh bangsa Ibrani, Cicilia dan Arab.
Dalam kitab suci agama Yahudi dan Nasrani, poligami merupakan jalan hidup yang diterima. Semua Nabi yang disebutkan dalam Talmud, perjanjian lama, dan al-Qur‟an, beristri lebih dari seorang, kecuali Yesus/Nabi Isa as. Bahkan di Arab sebelum Islam telah dipraktikkan poligami tanpa batas. Bangsa Arab Jahiliyyah biasa kawin dengan sejumlah perempuan dan menganggap mereka sebagai harta kekayaan, bahkan dalam sebagian besar kejadian, poligami itu seolah-olah bukan seperti perkawinan. Karena perempuan-perempuan itu dapat dibawa, dimiliki dan dijual belikan sekehendak hati orang laki-laki (Abdurahman, 1990:207)
Ali Hasan (2006:271) berpendapat bahwa praktik poligami ini berkembang pada masyarakat yang mempunyai tatanan ekonomi yang sudah matang atau sering kita menyebutnya sebagai masyarakat maju. Hal ini diakui oleh sosiolog dan budayawan seperti Westermark, Hobbes dan Jean Bourge. Dari pendapat tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pelaku (subjek) yang melakukan poligami adalah orang yang sudah mapan dalam hal ekonomi, mempunyai kedudukan dan kekuasaan. Ingin menambah istri adalah salah satu motivasinya.
poligami bukanlah suatu ajaran baru namun merupakan suatu budaya yang sudah ada sebelum Islam.
Praktek poligami dalam negeri yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat adalah yang dilakukan oleh da‟i kondang KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) dan Syekh Pujiono atau Syekh Puji yang berpoligami dengan menikahi gadis di bawah umur bernama Ulfa. Kedua fenomena tersebut mendapatkan respon dan tanggapan yang bervariasi dari masyarakat.
Melihat demografi wilayah secara luas, permasalahan poligami bukan hanya ada di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain. Misalnya di Irak, poligami diwajibkaan oleh pemerintah serta pemberian sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. Hal ini karena populasi di Irak mengalami penurunan yang signifikan karena perang. ( https://www.eramuslim.com/berita/di-irak-kaum-laki-laki-wajib-menikahi-2-orang-wanita.htm di akses jam 19.42)
Pernikahan poligami melibatkan dua subjek pelaku yaitu yang berpoligami dan dipoligami. Subjek yang berpoligami adalah suami dan satu subjek lainnya adalah yang dipoligami, yaitu istri.
Seiring berjalannya waktu motivasi praktik poligami mengalami perkembangan, misalnya Eko Suryono (2012:87) pelaku poligami dalam catatannya mengungkapkan bahwa poligami merupakan fitrah atau dorongan biologis akan cepat terlaksana jika dipengarui oleh beberapa faktor antara lain:
3. Kemampuan sex seorang laki-laki
4. Kemampuan agamanya seorang laki-laki dan perempuan baik.
Selain faktor di atas praktik poligami juga disebabkan keberadaan janda. Sebagaimana praktik poligami yang dilakukan oleh nabi Muhammad yang juga melakukan poligami. Nabi memiliki delapan istri dan dari ketujuh istri beliau adalah seorang janda pada masa itu. Motivasi Nabi Muhammad ketika itu ingin membantu para janda dalam memenuhi kebutuhannya. (Isham Muhammad, 2005:80)
Ketentuan legalitas menurut hukum Islam pembolehan poligami diatur dalam QS.An Nisa ayat 3
ِِءٓاَسُِّنٱِ ٍَِّيِىُكَنِ َباَطِاَيِْإُحِكَٱَفِ َٰىًَََٰرَيۡنٱِيِفِْإُطِسۡقُذِ َّلََّأِ ۡىُرۡفِخِ ٌِۡإَٔ
ِۡفِخِ ٌِۡئَفِ ََۖعََٰتُزََِٔثََٰهُثَِٔ َٰىَُۡثَي
ِ ۡۚۡىُكُُ ًََٰۡيَأِ ۡدَكَهَيِاَيِ َۡٔأًِجَدِح َََٰٕفِْإُنِد ۡعَذِ َّلََّأِ ۡىُر
ِْإُنُٕعَذِ َّلََّأَِٰٓىََ ۡدَأَِكِن ََٰذ
ِ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”
(amar/perintah) seperti yang diasumsikan sebagian orang (Khoirudin Nasution, 2009:265).
Hukum Islam memberikan peluang untuk melakukan poligami dengan memberi batasan jumlah istri dan perilaku adil. Jumlah yang diperbolehkan adalah 4 istri dan perilaku adil baik materiil dan non materiil. Baltaji dalam bukunya “Poligami” berpendapat poligami disyariatkan bagi orang yang bisa
berlaku adil terhadap dua atau lebih dari istri-istrinya. (Muhammad Baltaji. 2007:49).
Berbeda halnya syarat yang diberikan dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Syarat poligami tersebut diatur dalam pasal 4 UU No. 1 Tahun1974 jo pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975 jo pasal 57 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
mendapat persetujuan istri. Untuk mencapai tujuan ini, semua perundang-undangan Indonesia memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada hakim di Pengadilan Agama. Disisi lain hal ini tentunya membuka peluang bagi masyarakat untuk berpoligami.
Praktik poligami, dalam beberapa kasus di lakukan oleh masyarakat umum, kyai dan juga ulama, misalnya Aa‟ Gym dan Syaikh Puji. Selain itu praktik
poligami juga dilakukan oleh beberapa aktivis, dimana aktivis ini sering kali mengisi sebuah kajian atau halaqoh kecil. Walaupun tidak semua tetapi ada beberapa ustadz (murobbi) yang melakukan praktek poligami dengan motivasi atau dorongan yang berbeda-beda.
Pada penelitian ini, penulis membawa masalah praktek poligami pada perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah, dimana ada beberapa kasus tentang ustadz-ustadz yang melakukan poligami di komunitas ini. Ustadz yang melakukan poligami tentunya bukan orang yang awam tentang hukum Islam, apalagi hukum yang berkaitan tentang poligami. Dalam melakukan praktek poligamipun tentu dengan motivasi atau dorongan yang berbeda dengan satu muara pada hakikat diperbolehkannya poligami, sehingga penulis memberi judul pada penelitian ini
“MOTIVASI POLIGAMI AKTIVIS TARBIYAH”
(Studi
Kasus Poligami Keluarga
Aktivis Dakwah Tarbiyah di Salatiga danmasyarakat umum tentang motivasi di balik praktik poligami yang dilakukan oleh Aktivis Tarbiyah.
B. Rumusan masalah
Untuk lebih menfokuskan pembahasan dan analisis pada kasus tersebut, maka penulis menyimpulkan permasalahan yang menjadi pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana pemahaman tentang poligami dalam kalangan Aktivis Tarbiyah? 2. Apa motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai setelah penulisan analisis ini adalah: 1. Untuk mengetahui pemahaman poligami dikalangan Aktivis Tarbiyah. 2. Untuk mengetahui motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini oleh penulis adalah:
1. Memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang hukum, khususnya yang berkaitan tentang poligami.
membekali ilmu bagi penulis sebelum masuk ke dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
3. Kegunaan praktis, sebagai sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait dibidang ilmu hukum dan hukum perkawinan Islam khususnya pada bagian poligami dan syaratnya.
4. Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum tentang alasan poligami yang dilakukan oleh Aktivis Tarbiyah.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman atau penafsiran bagi para pembaca tulisan ini, maka penulis berkepentingan untuk menjelaskan arti dan maksud judul penelitian dan analisis ini, agar istilah-istilah yang tercantum dalam judul mempunyai arti yang tegas dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda antara penulis dan pembaca. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Poligami
Aktivis Tarbiyah adalah subjek atau orang yang aktif mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh jamaa‟ah atau komunitas Tarbiyah yang dilaksanakan setiap sepekan sekali.
F. Kajian Pustaka
Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasus-kasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan poligami mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena tersebut dari perspektif yang lain, sehingga diharapkan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Beberapa penelitian yang sudah ada dan ada relevansinya dengan penelitian diatas, diantaranya:
1. Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010.PA.SAL). Skripsi. Syariah Jurusan Al-Ahwal Al Syakhsiyah STAIN Salatiga, 2013. Penyusun M. Targhibul Hasan dengan kesimpulan bahwa perijinan poligami yang diajukan dengan alasan sesuai yang ada dalam undang-undang No 1 Tahun 1974 memang sudah seharusnya dijinkan, dalam studi putusan tersebut majelis hakim memberikan ijin poligami kepada pemohon.
Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah IAIN Salatiga. 2016. Penyusun Sunarnoto dengan kesimpulan
a. Latar belakang bapak AR melakukan poligami adalah untuk merasakan yang namanya keadilan, menolong ibu MN, meningkatkan iman ibu MS, ibu MN dan bapak AR sendiri. Mempelajari dan mentaati ajaran syariat agama Islam .
b. Konsep penataan keluarga bapak AR adalah melakukan pemerataan keadilan dalam hal pemberian nafkah dan waktu bermalam yaitu dengan pemisahan tempat tinggal.
3. Poligami di Kalangan Kyai (Studi Tentang Alasan Kyai Berpoligami di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal). Skripsi. Jurusan Hukum Perdata Islam Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. 2009. Penyusun Siti Mahmudah dengan kesimpulan bahwa Kyai yang melakukan poligami dengan beberapa alasan:
a. Ingin mempunyai keturunan laki-laki walaupun dari mereka sudah punya anak perempuan.
b. Istri mendapat cacat tubuh atau sakit yang tidak bisa dsembuhkan. c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
d. Takut terjerumus dalam perzinaan.
suatu kelompok atau jamaah Salafi dan pada penelitian ketiga difokuskan alasan secara global alasan Kyai berpoligami di Kendal. Maka dari itu penelitian yang memfokuskan pada perspektif kalangan Aktivis Tarbiyah belum ada, sehingga penulis tertarik meniliti lebih dalam apa yang menjadi motivasi berpoligami dikalangan Aktivis Tarbiyah.
G. Metode Penulisan Sekripsi
Metode dalam menyusun karya ilmiah seperti skripsi mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur) memahami dan mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini, penyusun menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah field research, yaitu mengambil informasi dari sumbernya (informan) secara langsung di lapangan yang diteliti. Obyek utama pada penelitian ini adalah Jamaah Aktivis Tarbiyah di beberapa tempat di wilayah Jawa Tengah.
2. Sifat Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode
deskriptif analisis. Metode deskripif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Jadi deskriptif analisis adalah menganalisa data-data yang menggunakan metode deskripstif.
Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan sekripsi ini meliputi:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung berupa keterangan-keterngan dan fakta langsung yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan para informan dan pihak-pihak yang dipandang mengetahui objek yang diteliti. Informan (objek) yang akan diwawancarai adalah beberapa jamaah Aktivis Tarbiyah yaitu terdiri dari Ustadz (Murobbi) dan jamaah yang melakukan praktik poligami.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Hal ini dengan cara menelusuri data berupa catatan, transkip, buku-buku dan sebagainya. 4. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam memecahkan masalah ini adalah pendekatan sosiologis, dimana penyusun menyoroti masalah poligami dengan terjun langsung dalam menyoroti motivasi berpoligami di kalangan Aktivis Tarbiyah serta mengaitkan permasalahan dengan teori yang sudah ada.
5. Analisis Data
6. Lokasi dan kehadiran peneliti
Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Jawa Tengah, penulis bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran penulis diperlukan sebagai partisipan penuh, membaur dengan subjek dan informan.
H. Sistematika penulisan sekripsi
Materi yang dibahas dalam penyusunan skripsi ini disusun dalam beberapa bab yang saling berkaitan agar dapat memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini, yakni:
Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab. Latar belakang masalah, pokok masalah dan tujuan dan kegunaan berfungsi untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti dan signifikansinya. Telaah pustaka berfungsi untuk menginformasikan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum pernah diteliti oleh orang lain.
Dilanjutkan dengan bab kedua yang membahas gambaran umum poligami yang meliputi pengertian, sejarah, dasar hukum Islam dan undang-undang mengenai poligami, serta pandangan beberapa ulama.
Bab keempat merupakan analisis terhadap data di lapangan. Pada bab ini penyusun menggunakan tinjauan (perspektif) hukum Islam dalam menganalisis motivasi Aktivis Tarbiyah tentang poligami.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahassa Yunani Polus artinya banyak, gamos
artinya perkawinan. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih dari seorang istri dalam suatu saat (Hasan Shadily, 1994:2736). Dalam kamus Teologi disebutkan, kata poligami berasal dari bahasa Yunani yang berarti banyak perkawinan, mempunyai lebih dari satu istri pada waktu yang sama (Gerald D. Collins, SJ. Edward G. Farrugia, 1991:259).
Poligami dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka mempunyai makna “sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan” (KBBI, 2005:
885).WJS. Poerwadarminta (1976:763) mengartikan sebagai adat seorang laki-laki beristri lebih dari seorang. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami adalah perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih (Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, 1994:606)
Dalam Fiqih Munakahat Abdurrahman Ghazaly (2003:129) yang dimaksud poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak adalah empat orang. Karena melebihi dari empat berarti mengingkari kebaikan yang disyariatkan Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki (suami) yang mempunyai lebih dari seorang istri atau banyak istri dalam waktu yang sama dan dalam Islam dibatasi hanya empat istri.
B.Sejarah Poligami
Sebelum datangnya Islam, masyarakat (Arab khususnya) sebenarnya telah mengenal dan mempraktikkan poligami. Banyak dari mereka bahkan mempunyai istri lebih dari satu. Ada yang memiliki lima orang istri bahkan ada yang sampai delapan istri („Iffah Qanita, 2016:17). Bangsa-bangsa terdahulu seperti Yahudi memperbolehkan penganutnya berpoligami, bahkan tanpa batasan tertentu (Ali Hasan, 2006:269). Selain bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh bangsa Ibrani dan juga Cicilia.
sisi yang lain menambah jumlah wanita, serta adanya kekuasaan mutlak kepala-kepala suku menjadi awal mula kebiasaan poligami. Bangsa yang menjalankan poligami diantaranya adalah bangsa Barat purbakala, orang Hindu dan Israil (Supardi Mursalin, 2007:17). Selain itu juga bangsa Media dahulu kala, Babilonia, Assiria dan Parsi.
Sejarah mencatat para Nabi pun melakukan praktik poligami. Nabi Sulaiman a.s misalnya, memoligami seratus wanita dan sejumlah nabi lainnya yang berasal dari bangsa Bani Israil (As-Sayyid bin „abd al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:158).
Islam datang pada keadaan dimana sistem poligami telah menjadi sebuah kebiasaan atau tradisi dikalangan masyarakat Arab dan juga bangsa-bangsa terdahulu.
Nabi Muhammad ketika diutus oleh Allah kepada bangsa Arab tidak lantas melarang paktik poligami karena perintah Allah membolehkan poligami dengan memberi batasan jumlah istri (Supardi Mursalin, 2007:20).
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa seorang sahabat bernama Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi, seorang jahili yang masuk Islam, ketika itu memiliki sepuluh istri. Lalu, Nabi Muhammad saw menyuruhnya untuk memilih empat istrinya dan melepaskan enam istrinya yang lain (Sunan Ibnu Majah No. Hadis 1953).
Dalam riwayat yang lain sahabat „Urwah bin Mas‟ud yang berkata: “Ketika
memerintahkanku untuk memilih empat diantara mereka dan membebaskan yang lainnya. Lalu, aku pun memilih empat dari semua istriku dan membebaskan yang lainnya, sebagaimana perintah Rasulullah saw (Sunan al-Kubra al Baihaqi, No.Hadist 13163).
Nabi Muhammad saw. telah menyatakan kebolehan berpoligami, sekaligus menjadi pelaku poligami dan selalu memotivasi umatnya untuk mengikuti jejaknya, itulah sebabnya para sahabat beliau dikenal dalam sejarah sebagai pelaku poligami, juga orang-orang yang hidup dengan para sahabat (As-Sayyid bin „abd al-„Aziz as-Sa‟dany, 2009:163).
Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw adalah pelaku poligami, namun bukan berarti poligami Rosulullah atas dorongan nafsu syahwat tetapi berpoligaminya yaitu dalam rangka membina dan mempererat hubungan dengan kabilah-kabilah Arab (Ratna Batara Murti, 2005:160). Perlu kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw berpoligami pada usia sekitar lima puluh lima tahun yaitu ketika menikahi Saudah binti Zam‟ah, seorang wanita Quraisy dari Bani „Amir yang merupakan janda dari Sakran bin Amr („Iffah Qanita, 2016:68), dan
seterusnya bahwa Nabi Muhammad berpoligami dengan menikahi para janda kecuali „Aisyah.
C.Dasar Hukum Poligami menurut Islam dan Hukum di Indonesia
Hukum adalah aturan normatif yang mengatur pola perilaku manusia. Hukum tidak tumbuh di ruang fakum, melainkan tumbuh dari adanya aturan bersama (Sulistyowati Irianto, 2006:133). Begitu pula praktik pernikahan poligami ini mempunyai landasan yuridis.
Dalam hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur‟an surat An-nisa ayat 3:
ِِءٓاَسُِّنٱِ ٍَِّيِىُكَنِ َباَطِاَيِْإُحِكَٱَفِ َٰىًَََٰرَيۡنٱِيِفِْإُطِسۡقُذِ َّلََّأِ ۡىُرۡفِخِ ٌِۡإَٔ
ِ ۡۚۡىُكُُ ًََٰۡيَأِ ۡدَكَهَيِاَيِ َۡٔأًِجَدِح َََٰٕفِْإُنِد ۡعَذِ َّلََّأِ ۡىُرۡفِخِ ٌِۡئَفِ ََۖعََٰتُزَِٔ َثََٰهُثَِٔ َٰىَُۡثَي
ِْإُنُٕعَذِ َّلََّأَِٰٓىََ ۡدَأَِكِن ََٰذ
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Selain dasar dalam Al-Qur‟an, poligami dalam hukum Islam dipertegas oleh adanya hadits dari Rosulullah yang memperbolehkan poligami dengan ketentuan adil.
ُِمِئاَيُُِّقِشَِِٔحَياَيِقْناَِوَْٕيَِءاَجاًَُْاَدْحِِإَِلِاًََفٌَِِآذآَسْيِاَُِّنِ ْدَََِآكِ ٍَْي
Dalam hukum positif yang ada di Indonesia, poligami diatur dalam pasal 3, 4 dan 5 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan memberikan syarat bahwa poligami dapat dilaksanakan dalam beberapa keadaan, misalnya:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada pasal 56 yang menyebutkan:
1. Suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin dari pengadilan agama (PA).
2. Pengajuan permohonan izin yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama (PA), tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: pengadilan agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
D.Pandangan Ulama tentang Poligami
Dalam menafsirkan QS. An-Nisa ayat 4 di kalangan mufasir serta ulama mengalami beberapa perbedaan, ada yang memperbolehkan dan ada juga yang mengharamkan praktik pernikahan poligami. Beberapa ulama dan pandangannya tentang kebolehan berpoligami, misalnya:
1. Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi
Mencukupkan diri beristri satu dengan perempuan merdeka atau mencukupkan diri dengan budak-budak yang dimiliki lebih dekat dengan perilaku tidak curang. Beristri banyak sesungguhnya tidak diperbolehkan,kecuali dalam keadaan darurat, dan sangat kecil kemudaratannya.
Lebih lanjut Ash-Shiddiqi dalam Tafsir An-Nur menjelaskan bahwa poligami harus disertai dengan dapat berlaku adil. Adil yang dimaksudkan adalah kecondongan hati dan poligami bisa dilakukan ketika seorang laki-laki mempunyai kepercayaan diri akan keadilan dan terpelihara dari kecurangan. (Ash-Shiddiqi, 2000:780-781)
2. Sayyid Sabiq
Menurut Sayyid Sabiq, Allah ta‟ala memperbolehkan berpoligami dengan
dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan berpoligami (Sabiq, 1981. Juz 6: 141).
Sedangkan pendapat yang melarang praktik pernikahan poligami disampaikan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho, pelarangan tersebut disebabkan kekhawatiran apabila suami tidak bisa berbuat adil terhadap istrinya. Menurut Rasyid Ridho sendiri pernikahan yang paling ideal di dalam Islam sendiri adalah sistem pernikahan monogami, yakni menikah dengan satu istri saja (Khoiruddin Nasution, 1996: 104).
Pembolehan akan adanya praktik poligami tidak hanya dikemukakan dari ulama Islam saja melainkan juga dari filsuf-filsuf barat. Misalnya, seorang filosof sekaligus penulis terkenal, Goustaf Lauboun mengemukakan dalam bukunya “Hadarat al-„Arab”:
“Sesungguhnya, konsepsi poligami justru melindungi masyarakat dari
kebejatan dan bahaya pelacuran serta memelihara bangsa dari munculnya genenrasi-generasi yang lahir tanpa ayah”. “Poligami yang diajarkan oleh Islam adalah aturan yang paling baik dan ideal untuk mengembangkan dan memajukan umatnya. Dengan konsepini, keutuhan
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.Sejarah Aktivis Tarbiyah
Salah satu gerakan keagamaan transnasional yang berkembang baik pemikiran maupun ideologi adalah Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin resmi berdiri di Kota Isma‟iliyah, ditepi terusan Suez Mesir pada awal bulan Dzulqaidah
1347H/Maret 1928 dengan pendirinya Hasan Al-Banna. Tujuan gerakan ini yaitu melakukan dakwah yang benar dan menegakkan bendera tanah air Islam setinggi-tingginya di setiap belahan bumi, agar bendera Al-Qur‟an berkibar megah di seluruh penjuru dunia. (Hasan Al-Banna,1998:49).
Kelahiran IM tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh kuncinya yakni Hasan
Al-Banna. Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna Al-Sa‟ati, lahir
pada tanggal 14 Oktober 1906 M. bertepatan dengan tanggal 25 Sya‟ban 1324 H. di kota
Mahmudiyah Provinsi Buhairah, Mesir. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang
taat beragama, yang menerapkan Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.
Disamping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemerintah.
Kemudian melanjutkan pelajarannya ke Darul „Ulum, Kairo pada tahun 1927. Setelah
tamat dari Darul „Ulum, ia menjadi guru pada sebuah Sekolah Dasar di Ismailiyyah. Dari
Ismailiyyah inilah ia memulai aktifitas keagamaannya di tengah-tengah masyarakat,
terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan proyek Terusan Suez (Hasan
Al-Banna, 1979:123)
Cikal bakal didirikannya gerakan IM pada bulan Dzulqa‟idah 1327 H./ April 1928
dari Ismailiyyah ke Kairo. Tahun 1352 H./1933 M. beliau menerbitkan sebuah berita
pekanan Ikhwan yang dipimpin oleh ustadz Muhibuddin Khatib (1303 – 1389 H./1986 –
1969 M). Kemudian tahun 1357 H./1938 M. terbit majalah an-Nadzir. Lalu menyusul
Asy-Syihab, tahun 1367 H/1947 M. seterusnya majalah dan berita-berita Ikhwan terbit
secara teratur. (Ahsanul Khalikin, 2012:56-58)
Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, Gerakan Ikhwan hanya beranggotakan 100
orang, hasil pilihan langsung Hasan Al-Banna sendiri. Tahun 1948 Ikhwan turut serta
dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus. Peristiwa ini telah
direkam secara rinci oleh ustadz Kamil Syarif dalam bukunya Ikhwanul Muslimin fi Harbi
Falasthin. Pada tanggal 8 Nopember 1948, Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri
Mesir waktu itu, membekukan Gerakan Ikhwan dan menyita harta kekayaannya serta
menangkap tokoh-tokohnya. Desember 1948 Naqrasyi diculik. Orang-orang Ikhwan
dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi
diusung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak,“Kepala Naqrasyi harus dibayar
dengan kepala Hasan Al-Banna”. Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Banna
terbunuh oleh pembunuh misterius. (Ahsanul Khalikin, 2012:60)
B.Pemikiran dan Doktrin-Doktrin
haqiqah shufiyyah (Hakikat Sunni), lembaga politik, klub olah raga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran sosial.” (Lembaga
Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10).
Selanjutnya Hasan Al-Banna menegaskan bahwa ciri gerakan Ikhwanul Muslimin adalah:
1. Jauh dari sumber pertentangan
2. Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan
3. Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik 4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah
5. Lebih mengutamakan aspek amaliyah produktif daripada propaganda dan reklame
6. Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda
7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan di kota-kota (Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10)
Selain itu Hasan Al-Banna menetapkan tingkatan amal yang merupakan konsekuensi logis setiap anggota, yaitu:
1. Memperbaiki diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dalam berakhlak, luas dalam berpikir, mampu mencari nafkah, lurus berakidah dan benar dalam beribadah.
3. Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkatan dan kerusakan.
4. Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnya dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang politik, ekonomi ataupun mental spiritual. 5. Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang
Islami.
6. Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan dien benar-benar hanya milik Allah (Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10)
Tentang tahapan dakwah, Hasan Al-Banna membaginya menjadi tiga tahap: 1. Tahap pengenalan
2. Tahap pembentukan 3. Tahap pelaksanaan.
Dalam Risalah Ta‟alim, Hasan Al-Banna berkata, ”Rukun Bai‟at kita ada
sepuluh. Karena itu hafalkan baik-baik. Yaitu, paham, ikhlas, ‟amal, jihad,
berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan percaya diri.” Kemudian ia
member penjelasan terhadap rukun-rukun tersebut. Ia berkata, ”Wahai saudaraku
1. Allah tujuan kami
2. Rasulullah SAW teladan kami 3. Al-Qur‟an pedoman hidup kami 4. Jihad jalan kami
5. Mati syahid cita-cita kami yang tertinggi (Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY:7-10)
Selain itu Hasan Al-Banna menyebutkan karateristik Aktivis Ikhwanul Muslimin adalah sebagai berikut:
1. Gerakan Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Rubbubiyah. Sebab, asas yang menjadi poros sasarannya ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya
2. Derakan Ikhwanul Muslimin bersifat „alamiyah (Internasional). Sebab, arah gerakan ditunjukkan kepada semua umat manusia. Semua manusia pada dasarnya harus bersaudara. Asalnya satu, nenek moyangnya satu dan nasabnya satu. Hanya taqwa yang menentukan seseorang itu lebih dari yang lain. Dari ketaqwaannya akan terefleksi pada kebaikan dan keutamaannya yang utuh dan menyeluruh yang ia berikan kepada orang lain.
C.Struktur Organisasi
Pada Ihwanul Muslimin terdapat struktur yang hirarkis, diantara struktur-struktur yang ada memiliki peran dan kedudukan masing-masing serta memiliki kewajiban dan hak masing-masing.Adapun struktur IM terdiri dari:
1. Hai‟ah Ta‟sisiyah (Dewan Pendiri)
Organisasi IM sebagaimana organisasi yang lainnya memiliki pimpinan tertinggi. IM memiliki dewan tertinggi yang diberi nama Hai‟ah Ta‟sisiyah
(dewan pendiri). Dewan pendiri ini adalah dewan pemegang kekuasaan tertinggi dalam IM, dalam organisasi lain bahasa dari dewan ini adalah n syuro‟ Ikhwanul Muslimin.
2. Mursyid „Aam
Istilah Mursyid „Aam dalam kehidupan sehari-hari kita adalah ketua
umum dalam sebuah organisasi. Adapun didalam jamaah IM ketua umum disebut Mursyid „Aam yang dipilih oleh dewan pendiri yang dihadiri 4/5
anggotanya, dengan persetujuan 3/4 yang hadir. Jika tidak mencapat kuorum, pertemuan ditangguhkan minimal 2 (dua) minggu dan maksimal 4 minggu dari pertemuan pertama. Jika masih belum mencapai quorum pertemuan ditangguhkan dengan catatan yang sama, pertemuan yang ditangguhkan tersebut beserta tujuannya harus diumumkan. Pemilihan Mursyid „Aam dapat
3. Maktab Irsyad
Maktab Irsyad merupakan dewan pengurus harian pusat dibawah koordinasi Mursyid „Aam. Maktab Irsyad „Aam yang dipilih oleh dewan
pendiri atas 12 orang anggota, dipilih diantara para anggota dewan, kecuali Mursyid „Aam dalam pemilihan tersebut dipertimbangkan 9 anggota berasal
dari Ikhwan Kairo, tiga sisanya dari anggota IM daerah lain. 4. Maktab Idari
Struktur selanjutnya yang dimiliki jama‟ah IM dibawah maktab Irsyadi
adalah maktab Idari yang mana termasuk dari markas IM yang mempunyai administrasi yang terdiri dari ketua maktab idari, yang biasa menjadi ketua Syu‟bah (cabang) utama dan boleh dipilih oleh maktab Irsyad “Aam meskipun
bukan ketua cabang, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Mereka biasanya menjalankan tugas-tugas ini pada cabang utama. Adapun anggota-anggota dengan administrasi yang lain adalah para ketua wilayah dalam kawasan dewan, anggota dewan pendiri dikawasan itu sendiri, para wakil aktifis di kantor administrasi, serta penunjukan Maktab Irsyadi.
5. Wilayah
6. Syu‟bah
Struktur selanjutnya di bawah wilayah adalah Syu‟bah atau cabang. Adapun dewan administrasi cabang terdiri dari 5 orang, salah satunya dipilih oleh kantor pusat dan menjadi ketua cabang, empat lainnya dipilih oleh jam‟iyah cabang, 2 diantara mereka menjadi wakil, yang ketiga menjadi
sekretaris dan keempat bendahara.
D.Sejarah dan Perkembangan di Indonesia
Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim bertemu dengan Raja Farouk (Sekjen Liga Dunia Islam) dan Hasan Al-Banna sebagai pimpinan Ikhwanul Muslimin. IM memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan IM, negara Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia. (Ahmad Dzakirin, 2015:261). Selanjutnya di awal Orde Baru IM di Indonesia diprakasai oleh Imaduddin Abdul Rahim dikalangan mahasiswa. Kampus ITB mnenjadipusat pembinaan atau lebih dikenal dengan Usroh.
Masyumi mempunyai anggota istimewa yaitu Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persyarikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam. Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya (Muhammad Dzulfikriddin, 2010:94)
Di awal dekade 1980-an, muncul gerakan tarbiyah yang sering disebut era institusionalisasi Ikhwanul Muslimin dengan tokoh Hilmi Aminuddin dan Abdi Sumaithi yang menjadi penerus gagasan keIslaman Masyumi di Tanah air (Ahmad Dzakirin, 2015:262). Kedua tokoh diatas bersama tokoh penting lainnya, seperti Salim Segaf al Jufri mengembangkan pemikiran Ikhwanul Muslimin dengan mentarbiyah para aktivis dakwah kampus seperti, Muzammil Yusuf (UI), Tifatul Sembiring (STIMIK), Wirianingsih (Unpad), Untung Wahono (IPB) yang selanjutnya menjadi tokoh kunci Partai Keadilan. Partai Keadilan tidak lolos
electoral threshold, kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai Politik lain yang terinspirasi dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin adalah Partai Bulan Bintang (PBB) dengan tokohnya Yusril Ihza Mahendra dan bahkan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan tokohnya Amin Rais juga sangat terpengaruh dengan pemikiran Ikhwan namun tidak menjadikan sebagai landasan kerja organisasi (Ahmad Dzakirin, 2015:263).
Indonesia, 3) Partai Masyumi Baru (1998), 4) Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (1998), 5) Partai Bulan Bintang (1998), 6) Partai Keadilan (1998), 7) Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001), 8) Partai Keadilan Sejahtera (2002). (Ahsanul Khalikin, 2012:62).
Abu Ridha seorang alumnus Timur Tengah menterjemahkan buku-buku Ikhwanul Muslimin ke dalam bahasa Indonesia. Natsir meminta kader-kader muda tersebut untuk menterjemahkan buku-buku IM seperti buku-buku Hasan Al Banna, Yusuf Qardhawi, Sayyid Qutb. Dan diterbitkan melalui Media Dakwah, lembaga penerbitan DDII. Penerbitan buku-buku IM ini membantu penyebarluasan pemikiran-pemikiran IM terutama di masjid-masjid kampus. Perkenalan antara aktivis mahasiswa muslim dengan pemikiran IM juga tidak bisa dilepaskan dari peranan Imaduddin Abdurrahim. Keterlibatannya dalam jaringan dakwah internasional serta aktifitas di Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) memberikan kesempatan padanya untuk berkenalan dengan pemikiran gerakan di Timur Tengah khususnya Ikhwanul Muslimin. Imaduddin kemudian mempernalkan pemikiran-pemikiran IM dalam forum-forum dakwah kampus. (
E.Kurikulum Pengembangan Kader
Dalam pelaksanaan pembelajaran serta pengembangan kader Aktivis Tarbiyah menggunakan sebuah kurikulum yang disusun oleh tim kaderisasi yang ditetapkan ketika muktamar. Dibawah ini adalah tabel kurikulum yang peniliti diperoleh dari salah satu ustadz Tarbiyah. Kurikulum ini ada dalam buku Manhaj Tarbiyah. Manhaj ini hanya menjadi konsumsi pribadi dikalangan Aktivis Tarbiyah dan sifatnya sangat rahasia. Kurikulum ini dibuat landasan serta petunjuk bagi pengembangan kader Aktivis Tarbiyah.
NO. TEMA MATERI POKOK MEDIA
1 AL-QUR’AN DAN
ULUMUL QUR’AN Adabut Tilawah Taujih
Hifzhil Qur‟an juz 30 Taujih dan Penugasan Tilawah Yaumiyah Penugasan Tafsir Al-Qur‟an Penugasan
Hukum Tilawah Taujih dan Daurah Ta‟rifatul Qur‟an Halaqah 3 AQIDAH ISLAM Ma‟rifatu Diinul Islam Halaqah
Arti “la ilaha illallah” Halaqah Siksa kubur Halaqah
Ihsan Halaqah
Ta‟rifur rasul Halaqah Makanatur rasul Halaqah Wazhifatur rasul Halaqah Wajibatul muslim
Hukum thaharah Taujih atau Dautah Thaharah dengan
siwak
Taujih dan Penugasan Hukum shalat Halaqah Ihsan dalam shalat Halaqah Qiyamul lail Halaqah
Adzan Halaqah
Zakat Halaqah, Taujih dan
Penugasan
Hukum puasa fardhu Halaqah, Taujih dan Penugasan
Shaum sunnah taujih dan penugasan I'tikaf taujih dan penugasan Ibadah haji Taujih, halaqah,
ta‟lim
Aurat dan pakaian Halaqah, taujih dan penugasan
Berdo‟a pada waktu -waktu utama
Halaqah Taubat dan istighfar Taujih dan
penugasan membaca
Dzikir Taujih dan
penugasan
Memenuhi janji Halaqah Menundukkan
pandangan
Tidak berteman dengan orang buruk dan sifat
imma‟ah (ikut-ikutan)
Halaqah
Bahaya lidah Halaqah menjauhi akhlaq Menjauhi dosa besar Taujih
Memenuhi nadzar Taujih, Mabit 6 METODE BERFIKIR
DAN RISET
Keterampilan berfikir Halaqoh, Daurah Makna data dan
Birrul walidain Halaqoh Ghirah pada keluarga Halaqoh Kewajiban anak
terhadap orang tua
9 MANAJEMEN Mengelola waktu Halaqah, daurah Komunikasi efektif Halaqoh
10 BAHASA ARAB Menulis al-qur'an juz 30 Makan dan minum Seminar, Halaqah pola hidup sehat dan
seimbang 12 KEPENDIDIKAN DAN
KEGURUAN
Ghirah agama Halaqoh Ahammiyatut tarbiyah
(Urgensi kaderisasi)
Halaqoh
13 FIQH DA’WAH Bahaya pembatasan kelahiran
Taujih dan Diskusi Menyikapi isu negatif
tentang aktifis da‟wah Diskusi/Taujih Marhalah makkiyah
Ghazwul fikri Halaqoh
Zionisme internasional
yang memusuhi Islam
20 SISTEM POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
Hak-hak manusia Halaqoh
21 EKONOMI Dasar-dasar kekuatan perekonomian
Halaqoh
Dasar-dasar ekonomi Daurah
22 DASAR-DASAR EKONOMI
Seni Islami Daurah
23 IPTEK DAN LINGKUNGAN
Al qur-an dan sunnah berbicara tentang lingkungan
Daurah
Ilmu Allah swt Daurah
24 SOSPOL
KONTEMPORER
Saluran politik Halaqoh
“Saya mendapatkan materi pernikahan poligami dari ustadzah yang
me-liqo‟i saya. Pernikahan poligami itu boleh dilaksanakan karena merupakan
ajaran yang ada dalam Al-qur‟an, namun dalam pelaksanaannya berat
mengingat hati wanita itu sulit menerima untuk diduakan,”tutur UR (wawancara dengan UR tanggal 7 Maret 2017)
Berbeda dengan UR, ustadzah N menuturkan bahwa materi tentang keluarga didapatkan dari ustadzah yang memimpin halaqah, namun dalam penyampaian ulang kepada Mutarobbi dikembangkan dengan membaca buku-buku yang lain, yang masih terkait dengan bahasan. Dalam Tarbiyah tidak harus sama persis dengan apa yang disampaikan Murobbi, namun boleh dikembangkan dengan membaca literature-literatur yang lain.(wawancara dengan N seorang ustadzah Tarbiyah tanggal 8 Maret 2017)
F. Media Pengembangan Kader
Dalam upaya pengembangan kader, Jamaah Tarbiyah menggunakan suatu perangkat-perangkat pendidikan. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti kepada Ketua Kaderisasi Partai P yaitu Ustadz Lutfi Cakhim L (Beliau adalah salah satu Murobbi Aktivis Tarbiyah kota S) sebagai tambahan, penulis mengambil referensi dari buku Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin
1. Halaqah
Adalah proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok. Jumlah normal satu halaqah maksimal 12 orang.Murabbi diperkenankan mentarbiyah sebanyak 3 (tiga) kelompok halaqah.
Ketentuan halaqah:
a. Menjaga dan memperhatikan amniyah setempat b. Memperhatikan kelayakan tempat halaqah c. Lama pertemuan 2 hingga 5 jam
d. Halaqah yang dilaksanakan malam hari tidak lebih dari jam 23.00 e. Halaqah perempuan dilaksanakan siang hari
f. Dalam kondisi darurat waktu dapat berubah
Adapun tujuan dari diadakannya halaqah oleh jamaah Tarbiyah ini adalah sebagai berikut:
a. Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntutan agama dan kehidupan
b. Mengukuhkan ikatan antar sesama anggota Jamaah, baik secara sosial maupun keorganisasian
d. Memberi kotribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dalam setiap individu.
e. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negative pada diri anggota. f. Mewujudkan hakekat kebanggan terhadap Islam dengan membangun
komitmen kepada etika dan akhlak dalam semua aktivitas kehidupannya. g. Mewujudkan hakekat loyalitas kepada Jamaah dan komitmen meraih tujaun. h. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama
Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya yang jelas.
i. Memperdalam pemahaman dakwah dan harakah dalam diri seorang muslim. j. Memperdalam ketrampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan
aktivitas Islam. 2. Katibah atau Mabit
Adalah suatu acara yang dilaksanakan malam hari yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas keimanan diri, biasanya dilaksanakan dimasjid. Secara detail acara mabit ini adalah sebagai berikut:
a. Katibah bermalam sekali dalam sepekan di markas umum atau di masjid bersama Ustadz Mursyid juga bermalam bersama.
b. Mengerjakan shalat Magrib dan Isya‟ bersama-sama c. Makam malam bersama ala kadarnya
f. Bangun dua jam sebelum subuh, melakukan shalat subuh g. Kemudian kajian dari Ustadz Mursyid
h. Menyediakan sedikit waktu sebelum subu untukk beristigfar i. Adzan subuh, kemudian subuh berjamaah
j. Kemudian wirid Al matsurat
k. Sarapan ringan, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas masing-masing. 3. Rihlah
Adalah suatu perjalanan rekreasi yang bersifat tarbawi, manhaji dan tanzhimi dengan kegiatan yang disiapkan untuk mencapai sasaran pemulihan dan penyegaran potensi ruhi, fikri dan jasadi serta penguatan hubungan kekeluargaan dan kemasyarakatan. Pelaksanaan rihlah minimal sehari dan maksimal tiga hari. Rihlah diikuti keluarga masing-masing anggota. Dilaksanakan minimal setahun sekali. Rihlah dilihat dari tipe pesertanya ada beberapa macam:
a. Rihlah para aktivis
Pesertanya terdiri dari orang-orang yang sedang dalam proses bergabung dengan para Aktivis Tarbiyah secara umum dan bersifat persaudaraan.
b. Rihlah keluarga Aktivis Tarbiyah
c. Rihlah Putra Aktivis Tarbiyah
Rihlah ini diikuti oleh para putra Aktivis Tarbiyah yang sebaya umurnya dan dipimpin oleh salah seorang laki-laki.
d. Rihlah Putri Aktivis Tarbiyah
Sebagaimana rihlah putra Aktivis Tarbiyah,maka dalam rihlah putri Aktivis Tarbiyah pesertanya adalah putri yang sebaya umurnya dan dipimpin oleh salah seorang akhwat.
e. Rihlan da‟i Aktivis Tarbiyah
Pada rihlah ini mereka dibagi menjadi beberapa kelompok dalam rangka memenuhi kebutuhan berbagai masyarakat akan pra da‟i.
4. Mukhayam
Adalah perkemahan yang dilaksanakan dengan waktu, lokasi dan peraturan tertentu. Hal iini mempunyai beberapa tujuan:
a. Terwujudnya kebugaran, kekuatan dan ketrampilan fisik kader. b. Tumbuhnya kedisiplinan, ketaatan dan kesiapsiagaan.
c. Terlatihnya sifat-sifat keprajuritan,kepemimpinan dan kemampuan bersabar dalam kesulitan.
d. Meningkatnya dan terpeliharanya semangat perjuangan dan pengorbanan. e. Terbentuknya personil dan regu Kepanduan.
Dalam mukhayam atau mu‟asykar ada beberapa tingkatan.Tingkatan yang
a. Tingkatan awam
Yakni berkumpulnya kaum muslimin secara umum (tidak harus anggota ikhwan) yang sepakat mencintai aktivitas Islam dan memiliki kepedulian terhadap kondisi yang kini melanda khususnya arus pemikiran yang memusuhi Islam, dan pengaruhnya terhadap kehidupan kaum muslimin di masa kini dan mendatang.
b. Tingkatan kader secara khusus
Mukhoyam ini hanya khusus diikuti oleh kader Ikhwan yang mengikuti halaqoh. Tujuannya adalah untuk mengokohkan rasa persaudaraan dan memperdalam rasa cinta karena Allah, memperdalam ketaatan, memperdalam sikap saling memahami dan mengenal,mengokohkan ikatan aqidah, dan menjelaskan keutamaan berukhuwah karena Allah di atas jalan Islam, yakni saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
c. Tingkatan para pemimpin Aktivis Tarbiyah
Ditempat ini beberapa kader Aktivis Tarbiyah dari beberpa wilayah negara,berkumpul guna mengkaji hal ihwal Jamaah di wilayah-wilayah untuk mengenal tabiat khas aktivitasnya. Serta bertukar permasalahan yang ada pada negara masing-masing.
5. Ta‟lim
Adalah bentuk penyampaian mawad tarbiyah tsaqafiyah sekaligus
tarbiyah jamahiriyah yang diselenggarakan melalui sarana-sarana umum seperti masjid, ta‟lim dari radio ataupun ta‟lim dari televisi.
6. Daurah
Adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau ketrampilan/keahlian tertentu.Diikutioleh peserta dengan persyaratan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu relatif lama.Mudarrib acara daurah dipilih berdasarkan kepakaran atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu yang didaurahkan. Ada dua Daurah, yaitu:
a. Daurah Khusus, yaitu daurah yang dilaksanakan oleh gerakan dakwah dengan peserta khusus dalam lingkungan gerakan dakwah atau oleh dan untuk gerakan dakwah.
Tujuan dari daurah ini adalah untuk meningkatkan kapasitas keilmuan bagi kader. Secara jelas dan terperinci tujuan dari daurah adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan individu muslim yang komitmen, baik secara keilmuan maupun operasional.
b. Menyiapkan pemimpin (naqib) sesuai dengan sifat-sifat yang harus terpenuhi c. Menyiapkan seorang pemimpin pada level satu tingkat di atas naqib
d. Menyiapkan kajian dan riset ilmiah dalam berbagai bidang aktivitas Islam dengan menghadirkan berbagai perangkatnya, sekaligus mengenalkan meodologi dan tujuannya.
e. Membangun kesadaran dan wawasan pengetahuan bagi personil atau pemimpin
f. Membangun kesadaran dan kemampuan untuk menganalisa berbagai bidang persoalan.
g. Membangun kesadaran dan wawasan ketarbiyahan
h. Membangun kesadaran dan wawasan tentang arus nilai yang mendukung Islam agar dapat saling memahami dan bekerja sama
i. Membangun cara pandang yang benar dan cermat terhadap dunia Islam Kontemporer
7. Nadwah
masing-masing kontriusi pemikiran dan pandangan dengan argumentasi ilmiah. Adapun Nadwah ini mempunyai beberapa tujuan:
a. Membangun tradisi ilmiah konstentasi gagasan b. Membangun tradisi dialog
c. Menemukan cara yang mudah dalam memecahkan masalah dari banyak gagasan.
d. Mempromosikan kader-kader yang memiliki spesialisasi dalam bidang keilmuan.
e. Memudahkan bertemunya kader dari berbagai wilayah di sebuah acara, sehingga mereka bisa meningkatkan ta‟aruf, tafahum dan tarabut (ikatan)
untuk maslahat dakwah.
Tema pembahasan dalam forum kajian ini beragam, dari social sampai persoalan politik, rinciannya adalah sebagai berikut:
a. Persoalan keagamaan, seperti
1) Agama dan politik (yakni pemisahan politik dari agama) 2) Penerapan syariat Islam secra utuh
3) Perbudakan dalam Islam
4) Tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang 5) Jihad fisabilillah
6) Ijtihad
2) Masalah pekerjaan bagi wanita 3) Masalah hijab dan menutup aurat
4) Masalah candu dan hal-hal yang memabukkan 5) Masalah rokok
6) Masalah tempat-tempat hiburan 7) Persoalan dekadensi moral c. Persoalan-persoalan politik, seperti:
1) Imperialisme dan ekornya, seperti Kmunisme, Liberalisme dan Sosialisme
2) Zionisme 3) Salibisme
4) Persoalan Palestina 5) Persoalan Indonesia 6) Minoritas kaum Muslimin 7) Persoalan Kemerdekaan 8) Persoalan Syuro
9) Masalah khilafah dan politik dalam perspektif Islam 10) Masalah kesatuan umat
4) Masalah serikat-serikat profesi
5) Perbaikan dunia pertanian dan perluasan arealnya 6) Masalah industry
7) Masalah distribusi kekayaan
8) Masalah aliran di bidang ekonomi, seperti liberalism dan sosialisme 9) Masalah ekonomi dalam perspektif Islam
e. Persoalan aliran pemikiran dan paham, seperti: 1) Pendekatan antar berbagai aliran Islam 2) Aliran Bahaiyah
3) Aliran Qadiyaniyah 4) Aliran Isma‟iliyah 5) Aliran Bathiniyah
6) Aliran Masuniyah (Free Masonry)
7) Rotary Club
f. Persoalan wawasan pengetahuan dan pengarahan,seperti: 1) Teater
2) Gedung bioskop 3) Siaran
4) Koran dan Majalah
5) Pendidikan (tujuan dan sarananya) 6) Masjid dan fungsinya
g. Persoalan-persoalan akhlak, seperti: 1) Krisis akhlak dewasa ini.
2) Akhlak dalam Islam
3) Pengaruh akhlak dalam membangun umat 4) Akhlak dan kepribadian Islam
8. Muktamar
Muktamar menurut bahasa berarti makanul i‟timar atau tempat
bermusyawarah.Muktamar biasanya diselenggarakan secara berkala, dengan rentang waktu antara satu muktamar dengan berikutnya.
Tujuan dari muktamar ini adalah untuk bermusyawarah dan membahas persoalan. Secara terperinci tujuan diadakannya muktamar dalam Tarbiyah adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan sejumlah besar peneliti, pakar, dan ahli ilmu dalam tema-tema tertentu yang berkaitan erat dengan medan dakwah Islam.
b. Mengumpulkan sejumlah besar peserta yang punya perhatian dengan tema kajian muktamar agar menyampaikan pandangannya dengan tujuan menghasilkan kesimpulan yang ilmiah dengan beragam dimensinya.
c. Melatih para pengkaji untuk mempersiapkan tema pembahasan sebelum pelaksanaan muktamar.
e. Muktamar memberi kepercayaan besar kepada Jamaah untuk mengeluarkan suatu keputusan setelah forum mengeluarkan rekomendasi atas tema yang dikajinya, selain membantu menyelesaikan pernedaan pendapat tentangnya. f. Muktamar merupakan kesempatan bagi Jamaah untuk memperbaharui bai‟at
para anggota kepada pemimpinnya. Semua itu untuk memperbaharui tsiqah yang timbale balikantara prajurit dan pemimpin, yang menjadikannya mudah bagi Jamaah untuk berkerja dan berjalan di atas pijakannya hingga mencapai tujuan yang digariskan.
G.Kualifikasi Murobbi
Out put dari daurah ini adalah menyiapkan pembina atau murobbi yang siap secara psikologis, personality dan pemahaman materi tentang tarbiyah untuk membina kader. Daurah Talaqqi Imadah ini di bawah Departemen Pengembangan Sumber Daya (SDM). Tujuan dari Daurah Talaqqi Imadah ini adalah adanya keseragaman berpikir dan pemahaman terkait dengan semua materi yang ada dalam Tarbiyah. Selain itu juga untuk meng-upgrade keilmuan serta cara penyampaian materi. Dalam pelaksanaan Daurah Talaqqi Imadah ini peserta akan di pantau perkembangannya melalui lembat Mutaba‟ah. Dalam lembar mutaba‟ah ini peserta kan dipantau melalui amal kesehariannya, seperti baca qur‟an perhari,
H.Pandangan tentang Pernikahan Poligami
Pandangan Aktivis Tarbiyah tentang pernikahan poligami secara umum sangat beragam. Ada yang sepakat dan ada pula yang tidak sepakat. Dalam hal ini penulis mewancarai beberapa kader Aktivis Tarbiyah. Dari 20 kader aktivis Tarbiyah 16 diantara sepakat dengan konsep pernikahan poligami.Misalnya Bu Dian Farida Anis yang aktif mengikuti Halaqah ini sepakat dengan adanya konsep pernikahan poligami dan menganggap bahwa poligami ini adalah bagian dari ajaran dalam Al-qur‟an.Sependapat dengan Bu Dian, Saudari Eni yang juga aktif dalam kajian rutin ini berpendapat bahwa:
angka kelahiran perempuan memang lebih banyak daripada lelaki. Oleh sebab itu banyak wanita yang tidak kebagian suami, di takutkan dari kaum wanita sebagai pelampiasan nafsu biologisnya menjurus kepada tindakan-tindakan asusila. Dan sebagainya, maka berpoligami merupakan solusi bagi
wanita”.(Wawancara dengan Eni tanggal 16 Februari 2017)
Berbeda dengan Dian dan Eni, Fatih (20 Tahun) tidak sepakat adanya pernikahan poligami, karena tidak ada wanita yang mau dimadu dengan wanita lain. Hal ini sangat akan menimbulkan kecemburuan dalam hati antara istri pertama dengan istri kedua. Dari hasil wawancara kepada kader Aktivis tarbiyah tentang pandangannya terhadap pernikahan poligami sebagai berikut:
No Nama Alamat Status Halaqoh Pandangan
Poligami
1 Fatih M Salatiga Menikah Tidak Sepakat
2 Nur Akhmad Temanggung Menikah Sepakat
3 M.Basyor Blora Menikah Sepakat
4 Hade Hilma Kudus Lajang Sepakat
5 Shofwatul H Ungaran Lajang Sepakat
6 AFS Purwodadi Lajang Sepakat
7 Siti Azizah Salatiga Lajang Tidak Sepakat 8 Dian Farida Salatiga Menikah Sepakat 9 Kummilaila K Banyu Biru Menikah Sepakat
10 EDL Semarang Lajang Tidak Sepakat
11 Alfin Rizki A Purwodadi Lajang Sepakat
12 Shinta RA Kudus Lajang Sepakat
13 Eko Mulyono Cilacap Lajang Sepakat
14 Ummu Nasya Salatiga Menikah Sepakat
15 Syihab Demk Lajang Sepakat
16 Nurhidayah Semarang Menikah Tidak sepakat
17 Ilma Z M Semarang Lajang Sepakat
18 Erna Rahma Salatiga Lajang Sepakat
19 Anas Muttaqin Semarang Menikah Sepakat
Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa kader yang aktif mengikuti liqo‟ atau
halaqoh memahami konsep pernikahan poligami dan banayak yang menyepakatinya.
Selain pandangan aktivis Tarbiyah terkait pernikahan poligami secra umum, penulis juga meneliti dan mewancarai kader Tarbiyah yang melakukan poligami, penulis melakukan wawancara dengan kader Aktivis Tarbiyah yang melakukan praktek pernikahan poligami serta menggali motivasinya dalam melakukan poligami.
1. Ustadz Mbhn di Salatiga
istri kedua bagi Beliau dan dengan syarat istri yang kedua harus janda yang mempunyai anak.
2. Ustadz M di Klaten
Ustadz M ini adalah salah satu tokoh agama yang ada di Klaten, Beliau salah satu pendiri pondok pesantren Al qur‟an. Selain itu beliau menjadi ketua
organisasi keagamaan. Beliau mempunyai istri dua orang. Terkait dengan pandangan beliau mengenai pernikahan poligami, Beliau menuturkan bahwa poligami dalam Islam adalah sah-sah saja, asal dilakukan serta dilaksanakan dengan benar sesuai syari‟at Islam dan tidak melukai salah satu pihak.Islam
BAB IV ANALISIS DATA
A.Analisis Pandangan Kader Aktivis Tarbiyah tentang Poligami
Berkaitan dengan pandangan praktek pernikahan poligami di kalangan Aktivis Tarbiyah yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Dapat diketahui bahwasannya kader Aktivis Tarbiyah yang rutin mengikuti Halaqah tiap pekan memiliki pemahaman yang seragam terkait konsep pernikahan poligami. Mereka memahami dan sepakat terkait dengan pernikahan poligami. Materi tentang pemahaman pernikahan poligami di kalangan Aktivis Tarbiyah disampaikan oleh ustad/ustadzah yang setiap pekan memimpin Halaqah. Materi pernikahan poligami ini masuk dalam sub materi tentang pembentukan keluarga Islam dalam kurikulum Tarbiyah atau
Manhaj Kaderisasi Tarbiyah.
Tidak semua Aktivis Tarbiyah sepakat dengan pernikahan poligami walaupun sebenarnya memiliki pemahaman yang sama dengan Aktivis Tarbiyah yang juga mengikuti Halaqah. Mereka yang tidak sepakat didasari dengan pemahaman rasionalitas serta psikologi. Hal tersebut tentunya merupakan kekhawatiran yang wajar. Bagi perempuan pemenuhan kebutuhan secara materi maupun non materi adalah hal yang mutlak dan memang hak seorang suami. Kekhawatiran perempuan muncul akibat tidak ada jaminan dari seorang laki-laki untuk bisa berbuat adil.
Bagi laki-laki kader Aktivis Tarbiyah yang tidak sepakat memberikan alasan bahwa jika ingin melakukan poligami harus mempunyai ilmu, serta sanggup memberi nafkah kedua istrinya. Hal tersebut tentunya alasan yang wajar mengingat pemberian nafkah kepada istri menjadi meningkat apalagi kalau penghasilan ekonomi yang hanya sebatas cukup. Ketidaksepakatan atas pernikahan poligami oleh Aktivis Tarbiyah hanyalah kekhawatiran-kekhawatiran yang timbul dari rasio serta sisi spikologi seseorang saja.
Pemberian materi tentang pernikahan poligami dalam Halaqah Aktivis Tarbiyah bukanlah doktrin yang harus selalu diikuti, namun lebih kepada pemberian pemahaman.