• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. wajar, yang mana pada pemerintahan modern pada hakekatnya mengutamakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. wajar, yang mana pada pemerintahan modern pada hakekatnya mengutamakan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan dibentuk dengan tujuan utamanya adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban yang didalamnya masyarakat dapat menjalani kehidupan secara wajar, yang mana pada pemerintahan modern pada hakekatnya mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan. Dalam hubungan pemerintahan terkandung makna adanya organisasi yang memerintah dan masyarakat yang diperintah.

Pelayanan publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan publik. Kualitas kinerja pelayanan publik yang diselenggarakan penyelenggara pemerintahan telah menjadi isu strategis, dimana kualitas pelayanan tersebut akan menentukan citra penyelenggara negara dalam menjalan tugasnya. Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan berkualitas merupakan salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan prinsip-prinsip reformasi birokrasi dan tata pemerintahan yang baik.

(2)

Tuntutan untuk mewujudkan good governance dan clean government, pemerintah khususnya penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efektif, efisien dan akuntabel dalam pelayanan publik yang dituntut oleh masyarakat. Pemerintahan yang sehat merupakan prasyarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah usaha untuk menjamin proses pemerintahan yang lebih efektif, beretika, dan transparan.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi penting pemerintah di samping regulasi, proteksi, dan distribusi. Fungsi tersebut merupakan aktualisasi yang nyata dari kontrak sosial yang diberikan masyarakat kepada pemerintah. Agung Kurniawan dalam Pasolong (2007: 128) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Pada masa kini penyelenggaraan negara dan pelayanan publik masih ditemui praktek maladministrasi, yang salah satunya disebabkan oleh pengawasan internal yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan dalam pelaksanaannya yang tidak memenuhi harapan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, maka keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara aktif mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan pelayanan publik sangatlah dibutuhkan.

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan peningkatan kehidupan manusia, maka tuntutan akan pelayanan publik semakin meningkat, dimana

(3)

masyarakat bukan hanya mengharapkan terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan yang baik dari pemerintah, tetapi lebih dari itu masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Terkait buruknya pelayanan publik, sebagian masyarakat enggan menyampaikan rasa tak puas itu kepada penyelenggara pelayanan publik. Pengaduan masyarakat atau kritik terhadap pelayanan publik turut andil pada memperbaiki kualitas pelayanan publik. Dari pengaduan, kritik atau masukan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan seharusnya bisa menggunakan partisipasi masyarakat untuk menciptakan perbaikan dan inovasi pelayanan publik.

Tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan pemerintah terus melakukan upaya perbaikan dalam segi pelayanan. Sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan sebelumnya, pemerintah justru menimbulkan banyak masalah bagi publik yang menjadi kliennya. Secara gamblang masyarakat pada saat ini kerap menyaksikan praktek-prektek penyimpangan yang dilakukan para pejabat publik tanpa berdaya menghentikannya. Sepertinya semua hal tersebut sudah bukan menjadi rahasia umum. Lembaga penegak hukum juga kurang menunjukkan fungsi idealnya sehingga menghancurkan bangunan kepercayaan masyarakat. Keadaan tersebut merupakan prakondisi bagi terbangunnya image negatif terhadap pemerintah dan institusi kenegaraan lainnya sehingga bermuara pada apatisme sosial.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam sebuah Negara Republik Indonesia yang

(4)

membawa rakyatnya pada suasana berkemakmuran dalam keadilan dan berkeadilan dalam kemakmuran. Perjalanan bagi perwujudan keadilan dan kemakmuran tersebut senantiasa harus diawasi pelaksanaannya.

Mengawasi sebuah sistem yang unit pengawasnya sendiri merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem yang sedang diawasi adalah menjadi sangat tidak efektif. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara pemerintahan, dan penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik.

Gelombang reformasi yang terjadi tahun 1997 telah mampu meruntuhkan keangkuhan birokrasi dan melahirkan masyarakat sipil (civil society) yang kuat. Tuntutan masyarakat akan perbaikan kinerja birokrasi telah menjadi wacana publik di era reformasi sekarang ini. Di samping itu, semakin maraknya isu demokratisasi telah memperkuat posisi masyarakat sipil untuk menuntut hak-hak mereka ketika berhubungan dengan birokrasi. Dalam konteks demikian, birokrasi perlu merevitalisasi diri untuk dapat menghasilkan pelayanan publik yang demokratis, efisien, responsif, dan transparan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terwadahi dalam sebuah Negara Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana berkemakmuran dalam keadilan dan berkeadilan dalam kemakmuran.

Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Seiring

(5)

dengan perkembangan zaman, Indonesia juga mulai berkembang menjadi negara hukum materiil serta welfare state dimana semua kegiatan dari segala aspek ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Welfare state menuntut adanya peran aktif birokrasi untuk mengatur peran warga negaranya. Kewenangan birokrasi yang demikian luasnya mengakibatkan timbulnya perbuatan tercela dalam birokrasi. Salah satu penyelewengan tersebut adalah adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pelayanan publik yang merupakan salah satu kebutuhan dalam rangka pemenuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan sepertinya masih menjadi impian, dan jauh dari realisasi dalam pelaksanaannya padahal pemenuhan kebutuhan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara, dan penduduk untuk mendapatkan pelayanan atas barang, jasa dan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan maksimal. Keluhan dan permasalahan terhadap pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menunjukkan kuatnya dominasi birokrasi yang dalam praktik penyelenggara negara sebagai subyek sementara masyarakat menjadi objek.

Sejalan dengan semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang diharapkan oleh segenap elemen masyarakat bangsa Indonesia untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabilitas yang tinggi. Pemerintah telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan guna mewujudkan cita-cita dan semangat reformasi yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia.

(6)

Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan dukungan partisipasi masyarakat sebagai mekanisme pengawasan. Partisipasi masyarakat dalam perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik sangatlah dibutuhkan, terutama masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan publik sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam bentuk keluhan yang diadukan terhadap penyelenggara pelayanan publik.

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 35 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Setiap unit pelayanan publik wajib menyelesaikan setiap pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan masyarakat sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyelesaikan pengaduan, perlu memperhatikan prioritas penyelesaian atas substansi yang dilaporkan, prosedur penyelesaian, dan evaluasi terhadap perbaikan sistem pelayanan publik.

Public complaint tidak saja terjadi pada ranah organisasi swasta seperti perusahaan, akan tetapi dalam masyarakat demokrasi sudah sewajarnya lembaga publik mengelola pengaduan masyarakat. Dalam suatu mekanisme penanganan keluhan, prioritas keluhan, adalah hal utama yang harus diperhatikan para

(7)

penyusun regulasi pelayanan. NSW Ombudsman's Effective Complaint Handling Guidelines (2010), menyebutkan bahwa penanganan keluhan merupakan salah satu komponen penting dalam formula peningkatan kepuasan dan dukungan pengguna layanan publik. Secara garis besar, penyedia pelayanan perlu memperhatikan hal berikut dalam menyusun mekanisme penanganan keluhan yang akan tercantum dalam regulasi pelayanan.

Di dalam menangani keluhan, pengaduan dan perselisihan dalam penyelenggaraan pelayanan publik diharapkan mengacu pada unsur-unsur new public services. Paradigma baru administrasi negara, menyebabkan pola hubungan antara negara dengan masyarakat, yang lebih menekankan kepada kepentingan masyarakat. Akibatnya negara dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik dan lebih demokratis. Pengelolaan keluhan, pengaduan dan perselisihan dalam penyelanggaraan pelayanan publik yang mungkin terjadi, diselenggarakan dalam koridor nilai-nilai demokrasi yang memandang masyarakat penggunan pelayanan publik adalah warga negara yang mempunyai hak-hak dasar untuk dilayani.

Pada masa ini masih banyak keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara Iangsung maupun melalui media massa terhadap pelayanan publik. Dalam hal ini penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya yang diselenggarakan oleh pemerintah semata tetapi juga oleh penyelenggara swasta yang melaksanakan misi negara atau sebagian anggarannya bersumber dari APBN/APBD. Pelayanan publik seharusnya dilihat sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah

(8)

itu masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur penyelenggara pemerintahan yang kurang memadai.

Sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Paradigma reformasi pelayanan publik ini adalah merubah pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pada pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada pengguna atas kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, tak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin yang mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik.

Adanya penyelewengan dalam pelaksanaan wewenang birokrasi memerlukan upaya reformasi birokrasi agar pelaksanaan wewenang tersebut tetap ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya reformasi birokrasi tersebut antara lain melalui pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan publik dalam pemerintahan. Pengawasan tersebut ada dua macam dengan pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Dalam hal ini Ombudsman Republik Indonesia masuk ke dalam pelaksana pengawasan eksternal dari penyelenggara pelayanan publik.

Pada masa reformasi telah dibentuk beberapa lembaga-lembaga negara untuk menunjang tercapainya agenda reformasi, salah satunya adalah Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000 pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden Nomor

(9)

44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Kemudian lembaga tersebut berganti nama Ombudsman Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 9 September 2008.

Lahirnya Ombudsman Republik Indonesia yang diawali dengan terbentuknya Komisi Ombudsman Nasional (KON) berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi dan Nepotisme, memberikan mandat untuk membentuk Undang-Undang beserta peraturan pelaksananya dalam rangka pencegahan korupsi termasuk didalamnya adalah lembaga Ombudsman.

Setelah berdirinya Komisi Ombudsman Nasional, kemudian pada tanggal 9 September 2008 merupakan saat yang bersejarah bagi Ombudsman Republik Indonesia dengan disetujuinya Rancangan Undang‐Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7 Oktober 2008 sebagai Undang‐Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi

(10)

tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Berkaitan dengan pelayanan publik, pada Pasal 18 huruf g dan h Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menyatakan bahwa masyarakat berhak mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman; serta mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan Ombudsman.

Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 35 ayat (3) huruf Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 bahwa Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan oleh Ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut terkait dengan fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang salah satu faktor yang sangat penting adalah dengan memberikan pelayanan dan pengaduan oleh masyarakat terhadap praktek maladministrasi yang dilakukan aparatur penyelenggara negara.

Persoalan pelayanan publik yang dihadapi saat ini begitu mendesak, masyarakat mulai tidak sabar atau mulai prihatin dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan yang belum mampu memberikan pelayanan yang diidam-idamkan oleh masyarakat. Fenomena yang terjadi, pelayanan publik yang diberikan oleh

(11)

pemerintah lebih buruk dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta, sehingga masyarakat mulai mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyelenggarakan pemerintahan dan/atau memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

Beragam bentuk permasalahan pelayanan publik yang diadukan ke Ombudsman Repeblik Indonesia dan mekanisme penyelesaiannya pun sangat tergantung dari kerumitan permasalahan yang diadukannya. Sebagai gambaran berikut akan disampaikan contoh beberapa pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik yang disampaikan ke Ombudsman Republik Indonesia serta penanganan penyelesaian.

Sebagaimana pengaduan masyarakat yang disampaikan oleh seorang warga di Jatinegara Jakarta Timur yang mengadukan atas tagihan susulan hasil P2TL dan denda tagihan yang harus dibayarkan ke PLN akibat meteran listriknya dalam kondisi segel rusak dan bendengan kabel putus. Setelah mengadukan ke pihak PLN, namun tidak mendapat penyelesaian yang pada akhirnya pada tanggal 26 Desember 2012 mengadukan permasalahan tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia. Setelah mendapat laporan tersebut, Ombudsman mengadakan pertemuan antara Pelapor dengan pihak PLN yang menghasilkan kesimpulan bahwa pemasangan meteran listrik sudah sesuai prosedur dan memberikan kemudahan kepada Pelapor untuk membayar denda dengan dicicil selama 12 bulan.

Permasalahan pengaduan pelayanan publik lainnya dialami oleh Masrizal, guru PNS di MAN 2 Kota Padang yang tiba-tiba dibebastugaskan sementara dari

(12)

jabatan Guru Bimbingan dan Konseling dan dipindahkan ke Bagian Pengadministrasi Umum Seksi Penamas di Kantor Kementerian Agama Kota Padang dengan surat keputusan. Masrizal pada saat itu menyadari kalau dirinya sudah diperlakukan sewenang-wenang tanpa sebab, dan kemudian meminta penjelasan ke kepala sekolah, namun keterangan yang disampaikan tidak sesuai harapannya, yang katanya itu perintah atasan. Kemudian pada tanggal 7 Maret 2013, Masrizal mengadukan permasalahan tersebut ke Perwakilan Ombudsman Provinsi Sumatera Barat terkait pembebasan tugas jabatan fungsional sebagai guru tanpa ada prosedur pemeriksaan pelanggaran yang dilakukan kepada dirinya sebagai PNS. Dengan adanya laporan tersebut Perwakilan Ombudsman Provinsi Sumatera Barat memanggil Kepala Kanwil Kementerian Agama Sumatera Barat untuk mempertanyakan surat keputusan mengenai pembebastugasan tersebut diatas. Pada akhirnya Kanwil mengakui pihaknya telah melakukan kekeliruan dan kemudian mengeluarkan Surat Keputusan pada 20 Maret 2013 dan mencabut Surat Keputusan yang sebelumnya, sehingga Masrizal kembali menjadi Guru Bimbingan dan Konseling di MAN 2 Kota Padang.

Berbeda halnya dengan Jacobus Tandiapa, seorang warga Desa Tampusu, Kecamatan Roboken, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara yang mendaftarkan sertifikat hakl milik tanahnya melalui Program Nasional Agraria (Prona) di Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa pada tahun 2010. Semenjak didaftarkan hingga dua tahun berlalu sertifikat tanahnya belum kunjung terbit, kemudian Jacobus tak habis akalnya dengan mengirimkan keluhan permasalahan yang dialami ke berbagai instansi pemerintah dan melaporkan juga ke Perwakilan

(13)

Ombudsman Provinsi Sulawesi Utara tanggal 4 Februari 2013. Setelah menerima laporan tersebut, mempelajarinya substansi laporannya dan kemudian melakukan pemeriksaan atas permasalahan yang diadukan. Pada akhirnya Perwakilan Ombudsman Provinsi Sulawesi Utara berhasil menangani laporan tersebut, dan Jacobus Tandiapa pada bulan Mei 2013 telah menerima sertifikat tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa.

Paradigma kehidupan peradaban masyarakat modern yang dipengaruhi oleh globalisasi yang memaksakan terbentuknya sebuah sistem masyarakat dalam menata kehidupan menjadi semakin berkembang yang tidak terlepas dari masalah komunikasi. Bentuk komunikasi dapat diartikan ke dalam bahasa, baik verbal maupun non-verbal, dan dibentuk menjadi sebuah simbol dalam melakukan kegiatan komunikasi. Peranan komunikasi memegang peranan penting dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain maupun kelompok lain.

Komunikasi memegang peran penting dalam sebuah organisasi, baik lembaga publik maupun swasta. Kegiatan komunikasi secara sederhana tidak hanya sekedar menyampaikan pesan informasi tetapi juga mengandung unsur persuasif yakni agar orang lain bersedia menerima suatu pemahaman dan pengaruh maupun melakukan suatu perintah, bujukan dan sebagainya. Alan T. Belasen (2008: 58-59) dalam bukunya The Teory of Corporate Communication: A Competing Value Perspective, bahwa secara esensi reputasi organisasi dibentuk oleh tiga hal, yaitu (1) apa yang dikatakan orang tentang organisasi; (2) apa yang dilakukan oleh organisasi; dan (3) organisasi berkata tentang dirinya sendiri.

(14)

Komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Pace & Faules, 2005: 31-33). Komunikasi yang efektif dapat menjamin tercapainya tujuan-tujuan organisasi dan menjadi perekat bagi anggota organisasi. Organisasi sebagai sistem terbuka yang dinamis, yang menciptakan dan saling menukar pesan di antara di anggotanya, serta berinteraksi dengan lingkungan. Agar komunikasi berlangsung efektif, perlu dihindari hambatan-hambatan yang mungkin terjadi. Komunikasi organisasi perlu mendapat perhatian untuk dipelajari dan dipahami oleh setiap orang yang terlibat dalam suatu organisasi.

Fungsi komunikasi organisasi dengan publik dapat berjalan dengan baik, maka proses pencapaian tujuan organisasi akan mudah terlaksana. Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik senantiasa harus membangun kepercayaan dan komunikasi secara aktif kepada publik baik komunikasi internal maupun eksternal. Terlebih lagi sangatlah pentingnya komunikasi apabila melihat tugas dan kewenangan Ombudsman dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat. Dalam suatu organisasi, komunikasi mempunyai peranan penting dalam berinteraksi maupun membangun hubungan, baik dengan orang maupun organisasi lainnya. Dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, komunikasi eksternal Ombudsman Republik Indonesia memegang peranan penting berhubungan dengan pihak lain dalam public complaint handling pelayanan publik.

(15)

1.2. Rumusan dan Identifikasi Masalah

Komunikasi sangat penting bagi berjalannya suatu organisasi baik lembaga publik maupun swasta, yang mencakup komunikasi internal maupun komunikasi eksternal. Komunikasi organisasi dalam dimensi komunikasi internal yang meliputi aliran komunikasi vertikal (dari atas ke bawah, dari bawah ke atas), aliran komunikasi horizontal, dan aliran komunikasi diagonal; serta dimensi komunikasi eksternal.

Ombudsman Republik Indonesia dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya dalam menyelesaikan pengaduan pelayanan publik yang disampaikan oleh masyarakat, tentunya tidak terlepas aktivitas komunikasi eksternal. Komunikasi eksternal tersebut memegang peranan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan Pelapor, penyelenggara pelayanan publik maupun kelompok lain termasuk media massa. Komunikasi eksternal Ombudsman Republik Indonesia memegang peranan penting dalam berhubungan dengan pihak lain dalam public complaint handling pelayanan publik.

Mengingat keterbatasan waktu, kemampuan dan minat peneliti serta tingkat urgensi masalah yang diteliti, maka peneliti akan membatasi pada masalah– masalah tertentu untuk diteliti. Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya sebagai lembaga pengawas pelayanan publik melakukan komunikasi eksternal dengan masyarakat maupun instansi/lembaga lain termasuk media massa dalam public complaint handling pelayanan publik?

(16)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan komunikasi eksternal Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas pelayanan publik yang terkait dengan fenomena public complaint handling pelayanan publik.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya sebagai lembaga pengawas pelayanan publik melakukan komunikasi eksternal dengan masyarakat maupun instansi/lembaga lain termasuk media massa dalam public complaint handling pelayanan publik.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat akademis penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu komunikasi, terutama komunikasi organisasi khususnya yang terkait public complaint handling.

2. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti lain yang berminat meneliti komunikasi yang terkait dengan public complaint handling.

Adapun manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman ke khalayak terkait komunikasi eksternal dalam public complaint handling pelayanan publik. 2. Penelitian ini diharapkan mampu membentuk kesadaran sosial masyarakat

tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas pelayanan publik.

Referensi

Dokumen terkait

Persentase desa dengan dokumen perencanaan dan pengelolaan keuangan sesuai pedoman (100%) Seksi Pemerintahan Kepala Seksi Pemerintahan Persentase perijinana. sesuai

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa bentuk tata letak laboratorium fisika SMAN 12 Makassar terdiri dari tiga aspek yaitu letak laboratorium, ventilasi cahaya

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara peserta didik yang dikenai

Hasil analisis penerapan OADM menggunakan FBG dalam sistem serat optik menunjukkan pada spasi kanal 100 GHz terjadi penurunan panjang grating 1,6048 mm sampai

meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4C SD Negeri 002 Balikpapan Barat, khususnya pada pelajaran IPS dengan materi membaca peta lingkungan setempat. 2)

Bila merujuk pada tabel tersebut, kondisi saham perusahaan ADMF masuk dalam kategori undervalued, hal ini di karenakan nilai intrinsik atau nilai sesungguhnya lebih

Setelah melakukan analisis masalah maka, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh LPB Muhammadiyah yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam mengkampanyekan

Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan metode role playing pada mata pelajaran sistem peredaran