• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP BELANJA PELAYANAN PUBLIK DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Tahun HELMY SYAMSURI STIE-YPUP Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP BELANJA PELAYANAN PUBLIK DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Tahun HELMY SYAMSURI STIE-YPUP Makassar"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERHADAP BELANJA PELAYANAN PUBLIK

DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Tahun 2005-2008

HELMY SYAMSURI

STIE-YPUP Makassar

ABSTRAK

Dalam kondisi otonomi daerah, maka Propinsi Sulawesi Selatan harus memiliki kesiapan dan kemantapan sumber-sumber dana bagi pembiayaan pembangunan yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan Propinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah yang mandiri dari ketergantungan pemerintah pusat. Oleh karena itu dengan meninjau kembali pertumbuhan ekonomi di Propinsi Sulawesi Selatan yang tidak banyak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian di Propinsi Sulawesi Selatan. Permasalahan yang diungkap melalui penelitian ini: 1) Adakah pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/ pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan?, 2) Seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan?. Populasi sekaligus sampelnya adalah laporan realisasi APBD Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2005-2008. Sesuai dengan permasalahan dan hipotesis dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal/pembangunan, sedangkan besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita terhadap belanja modal/pembangunan sebesar 79,40 persen. Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi Daerah, PDRB, Pendapatan Perkapita, Belanja

Modal/Pembangunan

PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Hakekat pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah terwujudnya kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Artinya bahwa dengan adanya proses pembangunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari waktu ke waktu diharapkan adanya perubahan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, politik dan keamanan. Berbagai ukuran tersebut pada dasarnya berpangkal tolak pada tingkat perekonomian. Oleh karena itu untuk program pembangunan daerah lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi.

Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan keleluasaan yang lebih luas bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sebagai pelaksana dan promotor pembangunan di daerah untuk mengatur dan menentukan sendiri kegiatan pembangunan wilayah yang sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Tentu saja arah dan pola pembangunan daerah tetap mendukung dan mengacu pada pedoman, arah dan

(2)

haluan pembangunan nasional yang telah dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas),

Dalam menghadapi kondisi otonomi daerah, maka Propinsi Sulawesi Selatan harus memiliki kesiapan dan kemantapan sumber-sumber dana bagi pembiayaan pembangunan yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan Propinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah yang mandiri dari ketergantungan pemerintah pusat. Oleh karena itu dengan meninjau kembali pertumbuhan ekonomi di Propinsi Sulawesi Selatan yang yang tidak banyak diikuti dengan pertumbuhan belanja pelayanan publik yang dalam hal ini dilihat dari segi belanja modal/pembangunan, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian di Propinsi Sulawesi Selatan.

Berangkat dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti "Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Belanja Pelayanan Publik”.

II. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan?.

2. Seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan? .

III. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/ pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/ pembangaunan di Propinsi Sulawesi Selatan.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS I. Landasan Teori

A. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (M.P. Todaro, 2000: 144).

Menurut pendapat lain pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pengertian ini terdapat tiga aspek yang ditekankan yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dan bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa ada aspek dinamis dari suatu perekonomian, yang artinya yaitu suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan aspek yang kedua yaitu pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita, disini jelas ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Kemudian aspek ketiga adalah perspektif waktu jangka panjang. Suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup lama (10, 20, 50 tahun bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output perkapita. Oleh karena itu proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generation yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu menelurkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya (Boediono, 1999: 1).

(3)

Berdasarkan dua pengertian pertumbuhan ekonomi di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terjadi jika suatu negara atau suatu daerah mampu menyediakan barang ekonomi bagi penduduknya, akibat dari hasil penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan jangka panjang dan pada akhirnya akan diikuti dengan peningkatan pendapatan perkapita.

Oleh karena itu angka total pendapatan perkapita merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara (M.P. Todaro, 2000: 52). Berbicara mengenai pendapatan regional perkapita adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga biaya faktor dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada umumnya indiktor ini disajikan dari angka atas dasar harga berlaku, walaupun sebetulnya masih mengandung perubahan harga barang dan jasa, nilai tambah yang diciptakan masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas ekonomi.

B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

1. Pengertian PDRB

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), (BPS, PDRB Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009). Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai tambah yang mampu diciptakan berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah (H. Saberan, 2002: 5). Maka dapat dikatakan bahwa PDRB adalah seluruh nilai produksi kotor baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang beroperasi dalam suatu wilayah, biasanya dihitung pada suatu periode tertentu.

2. PDRB dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu : Pendapatan Domestik Regional Bruto dan Pengeluaran Domestik Regional Bruto. Dalam teori ekonomi dinyatakan bahwa jumlah nilai produksi merupakan jumlah pendapatan yang sekaligus juga jumlah pengeluaran.

Melihat pada uraian PDRB di atas dapat diambil kesimpulan bahwa selain PDRB dikatakan sebagai alat ukur juga merupakan salah satu analisa statistik yang dapat digunakan untuk memperoleh keterangan tentang laju pertumbuhan ekonomi daerah serta dapat digunakan pula untuk menganalisa perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas dasar harga konstan pada suatu wilayah. PDRB dalam hal ini juga dapat berarti jumlah nilai tambah yang timbul dari semua unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

C. Belanja Daerah

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, pilihan dan urusan yang penangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah atau anatar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja daerah terdiri dari :

1. Belanja Langsung, merupakan belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Kelompok belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

2. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Adapun yang termasuk dalam belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

(4)

Pendekatan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) membedakan belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik (Mardiasmo,2002:185):

1. Belanja Aparatur Daerah adalah belanja yang berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

2.

Belanja Pelayanan Publik adalah belanja yang berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

a. Belanja administrasi umum adalah belanja tidak langsung yang dialokasikan pada kegiatan non investasi (tidak menambah asset), jenis belanja ini adalah belanja pegawai/personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja pemeliharaan.

b. Belanja operasi dan pemeliharaan adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan non investasi (tidak menambah aset). Jenis belanja ini adalah belanja pegawai, belanja belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan juga belanja pemeliharaan.

c. Belanja modal/pembangunan adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah asset).

Dalam hal penyediaan pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah: (a) identifikasi masalah barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik atau privat), (b) siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta), (c) dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan skctor ketiga, (d) pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani swasta (Mardiasmo,2002,110).

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi secara dinamis telah menggambarkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi berkembang tidak ajeg atau mengalami cepat lambat sehingga hal itu akan menimbulkan adanya fluktuasi pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu secara logika dapat dikatakan bahwa fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi yang saling berinteraksi.

Lebih lanjut, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut (Todaro, 2000: 137) yaitu sebagai berikut:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Sementara itu kemajuan teknologi dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau tenaga kerja.

Berbeda dengan pendapat Muhamad Said Didu (2004) dalam “Visi Teknologi Harus Jelas: Mengembangkan Sendiri atau Membeli” mengungkapkan pertumbuhan ekonomi merupakan permasalahan yang kompleks dan dipengaruhi berbagai faktor. Teknologi bukan faktor independen

(5)

dalam menentukan keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh faktor-faktor tingkat kemampuan teknologi, keterbukaan, stabilitas ekonomi makro, pengelolaan yang baik (good governance) penegakan dan kepastian hukum, tingkat kelembagaan, tingkat korupsi, orientasi pasar dan pengelolaan lingkungan yang saling terkait. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut yang akan mempengaruhi terjadinya fluktuasi pertumbuhan ekonomi.

Melihat uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi pertumbuhan ekonomi tidak hanya faktor ekonomi saja tetapi faktor non ekonomi juga turut mempengaruhi fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut.

E. Kerangka Berpikir

Secara umum kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai perspektif seperti tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, kondisi perumahan, sosial, budaya serta jaminan persamaan hak dalam politik, hukum dan keamanan/ketertiban. Indikator-indikator output tersebut baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama (komposit) dapat memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat yang ditinjau dari aspek sosial.

Begitu banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat, namun ada satu indikator kumulatif yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi yaitu Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product (PDB/GDP). Prioritas anggaran belanja modal/pembangunan juga akan diprioritaskan untuk meningkatkan pembangunan daerah melalui otonomi daerah dan pemberdayaan masyarakat, mempersiapkan pemilu yang demokratis, memantapkan persatuan kesatuan dan ketertiban umum, membangun dan memelihara sarana dan prasarana dasar penunjang pembangunan ekonomi, serta meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapatlah kita ketahui bahwa indikator dari pertumbuhan ekonomi daerah antara lain adalah PDRB dan pendapatan perkapita daerah. Untuk selanjutnya berbagai proyek baik proyek fisik maupun proyek non fisik yang diprogramkan dalam setiap sektor maupun subsektor merupakan indikator dari belanja modal/pembangunan yang merupakan belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah asset). Keberhasilan suatu daerah ditentukan oleh banyak hal, salah satunya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu dalam penelitian ini, dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita diharapkan dapat mempengaruhi peningkatan belanja modal / pembangunan untuk mewujudkan pembangunan daerah yang lebih merata.

Untuk lebih jelasnya pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/ pembangunan dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:

F. Hipotesis Pertumbuhan Ekonomi Daerah Indikator: - PDRB - Pendapatan Perkapita Daerah Belanja Modal/Pembangunan: Indikator: belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah asset)

(6)

Bertolak dari uraian di atas maka untuk penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan.

METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel

Oleh karena penelitian ini merupakan studi kasus pada APBD Propinsi Sulawesi Selatan sehingga populasi sekaligus sampelnya adalah laporan realisasi APBD Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2005-2008.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002: 96). Dalam penelitian ini ada 2 (dua) variabel yang diungkap, yaitu: 1. Variabel bebas atau independent variabel (X)

adalah variabel pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator-indikatornya: PDRB dan pendapatan perkapita.

2.Variabel terikat atau dependent variabel (Y) yaitu:

Y = adalah belanja modal/pembangunan dengan indikator-indikatornya: belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah asset)

C.Jenis dan Sumber Data

Untuk analisis ini atau untuk menguji hipotesis penelitian serta mencapai tujuan penelitian, data yang dikumpulkan adalah berupa Data Sekunder. Data diperoleh dari beberapa instansi atau kantor dinas yang berkaitan yaitu Bappeda, Dispenda, Sekretariat Daerah Bagian Keuangan, BPS Propinsi Sulawesi Selatan.

D. Metode Analisis Data

Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini menguji hipotesis yang diajukan dengan menggunakan rumus regresi satu predictor. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Untuk mencari korelasi antara variabel X dan variabel Y digunakan teknik korelasi product moment dari pearson sebagai berikut:

r = N ∑XY –(∑X) (∑Y)

N∑X2– (X)2 N∑Y2– (Y)2

rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dengan variabel y xyr

ΣXY = Jumlah prediktor x dan y ΣX2 = Jumlah kuadarat dari kreterium x

ΣY2= Jumlah kuadrat dari kreterium y

= Jumlah subyek N

(Suharsimi Arikunto, 1996: 162).

2) Menguji apakah korelasi tersebut signifikan atau tidak.

Untuk mengetahui apakah korelasi (rxy) yang diperoleh tersebut dikonsultasikan dengan r tabel product moment. Apabila koefisien korelasinya lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikan 5% maka korelasi tersebut dinyatakan signifikan. rxy.

(7)

Y = a + bX

Rumus yang digunakan untuk mencari a dan b : a = (∑Y) (∑X2) –(∑X) (∑XY) n∑X2 - (∑X)2 b = n ∑XY –(∑X) (∑Y) n ∑X2– (∑X)2 Dimana: Y : Kriterium X : Pediktor a : Konstan b : Koefisien regresi (Sudjana, 1996: 315)

4) Untuk menguji apakah regresi linier atau tidak digunakan rumus: F (TC) = S2 TC

S2 E

Setelah diketahui F uji kelinieran regresi kemudian dikonsultasikan dengan F tabel. Jika F hitung lebih kecil dari F tabel maka regresi linier (Sudjana, 1996: 332).

Hasil uji kelinieran dapat pula digunakan untuk menguji apakah variabel (X) berpengaruh terhadap variabel (Y) yaitu dengan membandingkan F hitung kemudian dikonsultasikan dengan F tabel dengan taraf signifikan 5%.

Sesuai dengan kaidah:

1) Jika F (TC) > F tabel maka hipotesis ditolak 2) Jika F (TC) < F tabel maka hipotesis diterima (Sudjana, 1996: 332)

Setelah diketahui ada pengaruh antara variabel (X) terhadap variabel (Y), untuk mencari berapa besarnya pengaruh tersebut dengan mencari koefisien determinasi (2r) yang terlebih dahulu dicari

dengan rumus: r = N ∑XY –(∑X) (∑Y) N∑X2–(∑X)2 N∑Y2–(∑Y)2 (Sudjana, 1996: 369)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan PDRB dan Pendapatan Perkapita Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005-2008 1. Keadaan PDRB Propinsi Sulawesi Selatan

Pertumbuhan ekonomi daerah yang tercantum dalam PDRB terbagi dalam sembilan sektor, dari masing-masing sektor tersebut menunjukkan sumbangannya terhadap perekonomian di Propinsi Sulawesi Selatan. Unit-unit produksi yang dimaksud dalam PDRB disini meliputi 9 lapangan usaha yaitu: 1) pertanian; 2) pertambangan dan penggalian; 3) industri pengolahan; 4)

(8)

listrik, gas dan air bersih; 5) bangunan 6) perdagangan, hotel dan restoran; 7) angkutan dan komunikasi 8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9) jasa-jasa.

Oleh karena itu setelah mengetahui kontribusi sektor-sektor tersebut maka akan dapat menentukan sektor mana yang paling dominan berperan terhadap PDRB. Pada tabel berikut di bawah ini dapat diketahui kontribusi sektor-sektor PDRB Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 sampai 2008 yaitu sebagai berikut:

Tabel 1

PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005-2008 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 Pertanian 16.188.361,00 18.513.257,30 20.900.000,36 25.071.000,81 Pertambangan & Penggalian 4.714.272,81

5.249.991,10 5.894.000,00 6.201.000,50 Industri Pengolahan 7.173.863,57 8.245.336,39 9.158.000,55 11.060.000,44 Listrik, Gas & Air Bersih

548.871,10 629.314,57 721.000,96 838.000,10 Bangunan 2.247.266,42 9.507.866,45 3.204.000,10 4.253.000,53 Perdagangan, Hotel, & Restoran

7.880.008,59 9.507.866,45 10.986.000,58 13.913.000,80 Angkutan & Komunikasi

4.007.928,03 5.102.836,94 5.769.000,05 6.972.000,02 Keuangan, Persewaan, & Jasa

Perusahaan 3.096.673,36 3.657.192,88 4.285.000,18 5.203.000,00 Jasa-Jasa 5.725.197,64 7.182.235,74 8.352.000,14 11.629.000,00 PDRB 51.582.442,52 67.595.897,82 69.269.002,92 85.140.003,20

Sumber: data sekunder yang diolah tahun 2010.

Pada tabel 1 di atas dapat dilihat sumbangan masing-masing sektor atau subsektor terhadap PDRB Propinsi Sulawesi Selatan pada khususnya dan terhadap perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, yang masing-masing dapat dijelaskan satu per satu sebagai berikut:

1) Sektor Pertanian. Tampak bahwa kontribusi sektor pertanian pada tahun 2005 hingga 2008 selalu meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari Rp. 16.188.361 juta sampai mencapai Rp 25.071.000,81 juta. Kontribusi ini merupakan kontribusi terbesar dibanding dengan sektor-sektor yang lainnya.

2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, menunjukkan peningkatan dari tahun 2005-2008.

3) Sektor industri Pengolahan, terdiri atas industri besar/sedang dan industri kecil/kerajinan rumah tangga, dan yang membedakan keduanya adalah dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Menurut BPS, suatu usaha industri disebut sebagai industri besar/sedang apabila mempekerjakan paling sedikit 20 tenaga kerja. Sumbangan sektor industri juga mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga 2008 yaitu sebesar Rp. 7.173.863,57 juta pada tahun 2005 dan sampai tahun 2008 mencapai Rp.11.060.000,44 juta.

(9)

4) Sektor Energi Listrik, gas dan air bersih merupakan tiga subsektor dari sektor energi. Subsektor listrik mencakup kegiatan produksi dan distribusi listrik baik yang diusahakan oleh PLN maupun non PLN, sedangkan subsektor air bersih adalah kegiatan produksi air bersih yang diusahakan oleh PDAM. Sumbangan sektor ini memberikan Rp. 548.871,10 juta pada tahun 2005 dan terus meningkat sampai 2008 yaitu Rp. 838.000,10 juta, dan kontribusi tersebut merupakan jumlah yang terkecil dibanding dengan kontribusi sektor-sektor lainnya.

5) Sektor Bangunan , meliputi kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan pembangunan kontruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau bukan tempat tinggal. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp 9.507.866,45 juta, namun pada tahun berikutnya (2007) mengalami penurunan Rp 3.204.000,10 juta dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan Rp 4.253.000,53 juta.

6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Cakupan dari sektor perdagangan adalah semua keuntungan/balas jasa yang timbul dari transaksi di wilayah domestik yaitu subsektor perdagangan, subsektor jasa akomodasi dan subsektor restoran. Subsektor perdagangan mencakup kegiatan distribusi barang dan jual beli barang baik barang baru maupun bekas tanpa melihat asal barang. Sedangkan subsektor jasa akomodasi mencakup kegiatan penyediaan jasa akomodasi berupa jasa hotel dan jasa akomodasi lain, kemudian untuk subsektor restoran mencakup usaha penyediaan makanan/minuman baik di restoran, warung makan, kedai, kantin maupun tidak menetap seperti pedagang mie bakso dengan gerobak/keliling. Kontribusi sektor ini cukup besar dan selalu meningkat selama tahun 2005-2008 yaitu sebesar Rp. 7.880.008,59 juta hingga mencapai Rp. 13.913.000,80 juta.

7) Sektor Angkutan dan Komunikasi. Sektor angkutan dan komunikasi terdiri atas dua subsektor yaitu subsektor angkutan dan subsektor komunikasi. Subsektor angkutan terdiri dari angkutan rel oleh PT Persero KAI; angkutan darat baik bermotor maupun tak bermotor dan kemudian jasa penunjang angkutan seperti stasiun, terminal dan tempat parkir. Subsektor komunikasi mencakup kegiatan jasa pos oleh PT Pos Indonesia; jasa telekomunikasi oleh PT Telkom dan jasa penunjang komunikasi seperti warpostel, wartel dan kiospon. Masih pada tabel yang sama sumbangan sektor ini meningkat setiap tahun meski cukup kecil kontribusinya, yaitu tahun 2005 sebesar Rp.4.007.928,03 juta dan sampai pada tahun 2008 sumbangannya menjadi Rp. 6.972.000,02 juta.

8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sektor ini mencakup lima subsektor yaitu subsektor lembaga keuangan bank, subsektor lembaga keuangan bukan bank, subsektor jasa penunjang keuangan, subsektor persewaan bangunan dan subsektor jasa perusahaan. Kontribusi oleh sektor ini juga cukup besar yaitu Rp. 3.096.673,36 juta pada tahun 2005 kemudian tahun berikutnya jumlahnya naik hingga tahun 2008 jumlahnya menjadi Rp. 5.203.000 juta.

9) Sektor Jasa-jasa. Kegiatan yang dicakup dalam sektor jasa-jasa meliputi subsektor jasa pemerintahan umum/hankam dan subsektor jasa swasta. Cakupan subsektor jasa swasta adalah seluruh kegiatan ekonomi jasa-jasa yang dikelola oleh swasta sedangkan yang dikelola oleh pemerintah merupakan output subsektor jasa pemerintahan. Subsektor ini terdiri atas kelompok kegiatan jasa sosial, kelompok kegiatan jasa hiburan, kelompok kegiatan jasa perorangan. Kontribusi pada sektor yang terakhir ini menunjukkan jumlah Rp. 5.725.197,64 juta pada tahun 2005 kemudian diiringi dengan peningkatan tahun 2006, 2007, dan 2008 hingga menjadi Rp11.629.000 juta.

(10)

Tabel 2

Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhannya di Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005-2008 (Jutaan Rupiah)

TAHUN PENDAPATAN PERKAPITA PERTUMBUHAN

(%) 2005 6.895.138,61 15,77 2006 7.982.347,83 12,70 2007 8.996.055,92 21,26 2008 10.908.767,39

Sumber: data sekunder yang diolah tahun 2010

Pertumbuhan perekonomian di Propinsi Sulawesi Selatan membawa implikasi pada naiknya kesejahteraan rakyat. Pendapatan perkapita pada tahun 2005 sebesar Rp. 6.895.138,61 dan tahun 2006 yaitu Rp. 7.982.347,83 atau tumbuh 15,77 persen. Kemudian tahun 2007 pendapatan perkapita menjadi Rp. 8.996.055,92 dan pertumbuhannya 12,70 dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan pertumbuhannya sebesar 21,26 persen dengan jumlah pendapatan perkapitanya sebesar Rp 10.908.767,39.

Kemudian setelah mengetahui keadaan PDRB dan keadaan pendapatan perkapita Propinsi Sulawesi Selatan selama periode tahun 2005 sampai 2008, maka jumlah pertumbuhan ekonomi dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita di Propinsi Sulawesi Selatan beserta peningkatan persentasenya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3

Perrumbuhan Ekonomi Daerah dengan Indikator PDRB

dan Pendapatan Perkapita di Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2005-2008

TAHUN PDRB dan Pendapatan Perkapita

(Rp) Persentase Pertumbuhan (%) 2005 51,582,448,815,138.00 31.04 2006 67,595,889,842,347.00 2.47 2007 69,268,003,936,055.90 22.91 2008 85,140,012,308,767.00 Rata-Rata 68,396,588,725,577.00 18.81

Sumber: data sekunder yang diolah tahun 2010

Rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya mencapai 18,81 persen. Terhitung dari tahun 2005-2008 pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006 tingkat persentasenya adalah 31,04 persen dan tahun 2006 ke tahun 2007 tingkat

(11)

persentasenya hanya 2,47 persen dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 22,91 persen.

3. Keadaan Belanja Modal/Pembangunan Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005-2008 Keadaan belanja modal/ pembangunan di Propinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2005-2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4

Belanja Modal / Pembangunan

Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2005-2008

TAHUN Belanja Modal / Pembangunan

Persentase Pertumbuhan (%) 2005 1,762,013.96 15.48 2006 2,034,772.86 75.63 2007 3,573,753.46 30.19 2008 4,652,891.76 Rata-Rata 3,005,858.01 40.43 Sumber: data sekunder yang diolah tahun 2010

Rata-rata peningkatan belanja modal/ pembangunan setiap tahunnya mencapai 40,43persen. Selama tahun 2005-2008 belanja modal/ pembangunan mengalami fluktuasi. Persentase peningkatan belanja modal/ pembangunan yang tertinggi selama empat tahun tersebut, mencapai 75,63 persen yaitu terjadi pada tahun 2007 dibanding dari tahun 2006. Peningkatan tersebut mencerminkan kesungguhan dari pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah. Sedangkan belanja modal/ pembangunan yang terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu dengan persentase sebesar 15,48 persen.

4.

Hasil Analisis Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Pengeluaran Pembangunan.

Model persamaan regresi yang kemudian diuji keberartiannya menggunakan uji t. Hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5

Model Regresi Hasil Perhitungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Belanja Modal/Pembangunan

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

(12)

pertumbuhan ekonomi .088 .032 .891 2.777 .109 a Dependent Variable: belanja modal

Sehingga model persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Y = -3024101,710 + 0,88X. Selanjutnya model persamaan regresi diuji keberartiannya dengan uji F yaitu sebagai berikut:

Tabel 6

Uji Keberartian Model Persamaan Regresi antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Belanja Modal/Pembangunan

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4387241053418.889 1 4387241053418.889 7.709 .109(a)

Residual 1138139784113.861 2 569069892056.930

Total 5525380837532.750 3

a Predictors: (Constant), pertumbuhan ekonomi b Dependent Variable: belanja modal

Model regresi Y = -3024101,710 + 0,88X diuji keberartiannya menggunakan uji F yang diperoleh Fhitung 7,709 dengan probabilitas 0,109, untuk hasil R2 dan koefisien korelasi dapat dilihat dari output sebagai berikut:

Tabel 7

Hasil Koefisien Determinasi dan Koefisien Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Belanja Modal/Pembangunan

Model Summary(b) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .891(a) .794 .691 754367.2130

a Predictors: (Constant), pertumbuhan ekonomi b Dependent Variable: belanja modal

Hasil analisis regresi diperoleh besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,794 dan koefisien korelasi 0,891.

5.

Pembahasan Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Daerah terhadap Pengeluaran

Pembangunan.

Melihat hasil analisis regresi untuk pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan indicator PDRB dan pendapatan perkapita terhadap belanja modal/pembangunan diperoleh persamaan:

Y = -3024101,710 + 0,88X. Persamaan tersebut diuji keberartiannya dengan uji t dan uji F, dan hasilnya diperoleh thitung 2,777 dengan probabilitas 0,109. Besarnya probabilitas tersebut lebih besar dari taraf kesalahan yang digunakan yaitu 0,05, hal ini berarti bahwa koefisien pada model regresi tersebut tidak signifikan. Oleh karena nilai probabilitas 0,109 > 0,05 maka hal ini berarti hipotesis ditolak. Dalam penelitian ini berarti hipotesis yang berbunyi “ada pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan di Propinsi Sulawesi selatan” ditolak.

(13)

Selanjutnya untuk uji F diperoleh Fhitung 7,709 dengan hasil nilai probabilitas yang sama dengan uji t yaitu sebesar 0,109. Probabilitas tersebut juga lebih besar daripada taraf kesalahan 0,05 yang berarti bahwa model persamaan tersebut tidak signifikan.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi daerah terhadap belanja modal/pembangunan.

Besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,794 tersebut menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan ekonomi daerah berpengaruh terhadap belanja modal/pembangunan sebesar 79,40 persen, sedangkan sisa 20,60 persen menunjukkan bahwa belanja modal/pembangunan bukan lagi dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi daerah tetapi dipengaruhi oleh faktor lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita tidak secara signifikan berpengaruh terhadap belanja modal/pembangunan, hal tersebut dapat dijelaskan bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan atau bahkan stagnan, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam memegang peranan penting untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerahnya. Dalam situasi seperti ini sektor pemerintah perlu digenjot dengan tujuan merangsang agar produksi di dunia usaha dapat bergerak lebih produktif. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pembelanjaan pemerintah termasuk di dalamnya adalah pembelanjaan pembangunan, di mana belanja pembangunan tersebut akan dibiayai oleh pendapatan daerah yang tidak hanya berasal dari pendapatan asli daerah saja, namun juga dari dana perimbangan (terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus), selanjutnya berasal dari penerimaan lainnya yang sah serta dari hasil sisa perhitungan anggaran tahun lalu. Pada akhirnya, prioritas alokasi anggaran belanja yang diberikan kepada sektor-sektor belanja pembangunan yang telah terlaksana dapat meningkatkan kegiatan ekonomi daerah yang berdaya guna bagi kesejahteraan rakyat atau dengan kata lain bahwa pengeluaran pembangunan melalui sektor-sektornya dapat menunjang penciptaan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat daerah.

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal/pembangunan.

2. Besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah dengan indikator PDRB dan pendapatan perkapita terhadap belanja modal/pembangunan sebesar 79,40 persen.

B. Saran

1. Mengusahakan kemajuan pertumbuhan ekonomi Propinsi Sulawesi Selatan untuk selalu berusaha meningkatkan jumlah PDRB, yaitu melalui upaya pengembangan sektor primer (pertanian). Kemudian peningkatan sektor-sektor yang mempunyai potensi besar namun belum memberi kontribusi yang maksimum diharapkan tetap harus mendapat perhatian serius, karena bahan baku yang tersedia cukup berlimpah.

2.

Meningkatkan efisien dan efektivitas penggunaan anggaran belanja modal/pembangunan serta lebih bijaksana dalam memprioritaskan pembangunan daerahnya. Terutama diharapkan perhatian dari pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Selatan untuk dapat memberikan sarana dan pasarana pada pembangunan jalan serta pembangunan sumber daya manusia yang lebih merata, sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati masyarakat seluruhnya.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Arsjad Moh. 1986. Prospek Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1986/1987. Jakarta: UI-Press.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ---,Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

BPS. Pendapatan Regional Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005. Blora: Badan Pusat Statistik. ---. Pendapatan Regional Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007. Blora: Badan Pusat Statistik. ---. Pendapatan Regional Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008. Blora: Badan Pusat Statistik. ---. Pendapatan Regional Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009. Blora: Badan Pusat Statistik. ---. Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2009 Propinsi Sulawesi Selatan. (Online),

(http://www.bps.go.id).

Davey, Kenneth. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta: UI-Press.

Didu, Said Muhammad. 2004. Visi Teknologi Harus Jelas:Mengembangkan Sendiri atau Membeli. (Online), (http://www.ristek.go.id/indek.php?mod=News&conf=v&id=815).

Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparmoko, M. 1999. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE. Todaro, P Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga

Widjaja, HAW. 2001. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(15)

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan meningkatkan sikap percaya diri dan kemandirian siswa dalam pembelajaranan matematika dengan menerapkan model pembelajaran Attention

jawawaban semula dengan penghapus sampai bersih (jangan sampai rusak), kemudian hitamkan jawaban yang menurut anda benar7. PILIHLAH JAWABAN YANG

Skripsi ini berjudul: Persepsi Kiai Muhammad Ulin Nuha Al-Hafidz tentang Isu-Isu Gender dalam Kitab ’Uqudullujain, bertujuan untuk mengetahui persepsi Kiai Ulin Nuha Al-Hafidz

Kemampuan mahasiswa dalam merestorasi dan menerjemahkan Sinrilik ( Kelong Makassar) secara harfiah dan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia melalui pembelajaran

DC sehingga dapat bekerja sebagaimana mestinya, hasil dari implementasi dipergunakan beberapa modul elektronika diantaranya adalah, Driver motor DC H- Bridge

Hasil analisis deskriptif variabel menunjukkan bahwa variabel komitmen pemeliharaan mesin memiliki tingkat skor tanggapan yang tinggi (tabel IV.2.5.1). Hal ini

[r]

DKI Jakarta Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta telah mengadakan Pemberian Penjelasan (Aanwizing) untuk kegiatan pelelangan umum pekerjaan Pembangunan Ruang Kelas