• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Radio Perhubungan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran Radio Perhubungan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia - USD Repository"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh :

Theresia Sundari Eko Wati NIM: 034314010

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

“Ada usaha pasti ada jalan.

(5)

v

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Sepetember 2010 Penulis

(Theresia Sundari Eko Wati)

(6)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Theresia Sundari Eko Wati

Nomor Mahasiswa : 034314010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PERAN RADIO PERHUBUNGAN DALAM MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya susun dengan sebenarnya. Yogyakarta, 20 September 2010

Yang menyatakan

(7)

vi Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Tuhan Yesus Kristus.

 Bapak, ibu dan adik-adikku yang tercinta.

 Eko Davied Safryanto, seseorang yang sangat aku cintai dan kelak akan menjadi

(8)

vii

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Penulisan sejarah yang membahas konflik antara Indonesia dengan Belanda telah banyak dikaji oleh para sejarawan. Namun demikian pada umumnya sejarawan hanya menulis mengenai strategi perjuangan dengan mengangkat senjata dan strategi diplomasi di meja perundingan. Tulisan ini bermaksud mengkaji berbagai upaya penyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda melalui media komunikasi massa, yaitu dengan menggunakan radio Perhubungan (PHB) milik AURI.

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peranan radio PHB AURI dalam menyelesaikan konflik antara Indonesia dengan Belanda khususnya pada masa PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode deskriptif-analitis. Penulisan ini didasarkan pada sumber-sumber yang didapatkan melalui studi pustaka berupa buku, surat kabar serta internet. Hasil dari penelitian ini menunjukaan bahwa stasiun radio perhubungan milik AURI sangat berperan besar dalam proses pencarian jati diri bangsa Indonesia, khususnya dalam rangka perjuangan mempertahankan eksistensi RI.

(9)

viii

YOGYAKARTA

There are a lot of historical essays about the conflict between Indonesia and Netherlands which have been discussed by many historians. And most of the historians only wrote about the war strategies and diplomatic ways like negotiations. Related to that topic, this study wants to discuss about the using of mass communication media, in here the writer took Network Radio (PHB) from Indonesian Air Force, to end the conflict between Indonesia and Netherlands.

This analysis was written to give the clear description about the using of Network Radio (PHB) from Indonesian Air Force to end the conflict between Indonesia and Netherlands especially in Indonesia Emergency State government (PDRI) era. In this study, the writer employed descriptive and analytic methods and this analysis was written based on a lot of sources such as written books, newspapers, and also internet. Through this study, the writer found that Indonesian Air force's Network Radio Station had a big role in finding Indonesian identity especially as a way to keep Indonesian Republic existence.

(10)

ix

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Radio Perhubungan dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sastra jurusan Ilmu Sejarah. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak. Drs.Hery Santosa M. Hum. selaku Kepala Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Romo Dr. F.X. Baskara Tulus Wardaya, S.J., selaku pembimbing yang memberikan pengetahuan, pengalaman, pengarahasn serta motivasi kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi serta meluangkan waktu ditengah

kesibukannya untuk memberikan koreksi atas skripsi ini.

3. Para dosen sastra sejarah, Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M. Hum., Drs.H. Purwanta M.A., Drs. Ig. Sandiwan Suharso, Dra. Lucia Juningsih, M.Hum, Dr.

St. Sunardi, Prof. Dr. P.J. Suwarno. S.H., Drs. G. Moedjanto. M.A., dan Drs.

Manu Joyoatmojo.

4. Mas Tri di Sekretariat Fakultas Sastra yang selalu melayani keperluan administrasi mahasiswa Ilmu Sejarah.

5. Kedua orang tuaku, Bapak Sunaryo dan ibu Yohana Estri Resmi Wati, yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya tanpa henti.

(11)

x

kita jalin, semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan.

9. Dawin Awat terima kasih atas kritik, saran dan bantuannya dalam mengoreksi sekripsi ini.

10.Teman Ilmu Sejarah angkatan 2002, Nana, Eka Rama, Daniel, Yuhan, Mamik, Villa.

11.Bulik Wening, Om Agus dan ravael, Terimakasih atas semua jasamu, saya tidak akan perna melupakan.

12. Ivan, Eva, Evi, Evan, terimakasih de atas dukungannya.

13. Semua pihak yang telah membantuku dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Penulis Sekripsi ini tidak lepas dari kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan daran dan kritik yang membangun untuk penulisan selanjutnya.

Yogyakarta 13 Juli 2010

(12)

xi

2.3 Perjuangan Kemerdekaan Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945....24

2.4 Perjuangan Kemerdekaan Setelah Pendudukan Jepang di Indonesia...32

BAB III STRATEGI PERJUANGAN DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN RI………....39

3.1 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda I...39

3.2 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II...45

3.3 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)……….…..52

BAB IV STRATEGI DIPLOMASI DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN RI...57

(13)

xii

5.1 StasiunRadio PHB (Perhubungan) AURI dan Perannya Dalam Pemerintah

Darurat Republik Indonesia (PDRI)...74

5.1.1 Stasiun Radio PHB AURI “UDO” di Bidar Alam...74

5.1.2 Stasiun Radio PHB AURI “ZZ” di Kototinggi...80

5.1.3 Stasiun Radio PHB AURI di Aceh... 85

5.1.4 Stasiun Radio PHB AURI “PC-2” di Playen...89

5.2 Radio dan Perjuangan Kemerdekaan setelah PDRI...94

5.2.1 Pemimpin di Bangka Memprakarsai Perundingan Dengan Belanda...94

5.2.2 Konferensi Meja Bundar...98

BAB VI PENUTUP...100

(14)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Bagi bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan berarti kembalinya kedaulatan seluruh wilayah RI ke tangan bangsa Indonesia sendiri. Sementara itu Belanda menganggap bahwa Indonesia masih sebagai daerah jajahannya dan bermaksud untuk memilikinya kembali. Hal itu tampak dari NICA (Netherlands Indies Civil Administrasion) yang membonceng Sekutu datang ke Indonesia pada tanggal 29 September 1945. Tujuan kedatangan Sekutu ke Indonesia adalah untuk melucuti tentara Jepang yang masih ada di Indonesia dan menyelamatkan warga negara Belanda yang ditawan oleh Jepang. Namun Sekutu diboncengi oleh Belanda yang ingin menduduki kembali wilayah Indonesia. Rakyat Indonesia mengecam keras tindakan Belanda tersebut dan berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Usaha Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan dua cara, yaitu strategi diplomasi di meja perundingan dan strategi perjuangan militer.1 Strategi diplomasi dan strategi perjuangan militer merupakan alat perjuangan

1

(15)

yang saling melengkapi satu sama lain. Apabila diplomasi mengalami jalan buntu, maka perjuangan bersenjata dengan sendirinya siap mengambil tempat.2 Demikian pula sebaliknya.

Strategi diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara berunding dengan pihak Belanda. Setiap perundingan antara Indonesia dengan Belanda selalu melibatkan pihak ketiga untuk menghindari perselisihan. Perjuangan diplomasi tersebut terwujud melalui berbagai perundingan. Perundingan yang pertama adalah perundingan Linggajati. Dalam perundingan Linggajati tersebut Belanda mengakui kekuasaan pemerintah Indonesia secara de facto atas pulau Jawa, Sumatra dan Madura. Akan tetapi perjanjian tersebut diingkari oleh Belanda dengan melakukan Agresi Militer Pertama tanggal 21 Juli 1947.

Agresi Militer Belanda Pertama mengakibatkan fenomena baru dalam masalah RI dengan Belanda, yaitu campur tangan DK PBB sebagai penengah.3 Memanasnya hubungan antara RI dan Belanda membawa kedua negara ke perundingan yang kedua yaitu perundingan Renville. Perundingan tersebut ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948.

Keadaan menjadi semakin tidak menentu karena hasil persetujuan Renville yang telah disepakati dilanggar oleh Belanda. Usaha damai yang diprakarsai Komisi Tiga Negara untuk menyelesaikan masalah antara RI dan Belanda megalami jalan

2

Departemen Luar negeri, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode 1945-1950, (Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 2004) hal 112.

3

(16)

buntu. Hal ini terjadi karena Belanda melanggar keterapan-ketetapan dslsm Perjanjian Renville yang tidak mungkin diterima oleh RI. Sebagai contoh Belanda melakukan blokade ekonomi di wilayah RI dan menghalangi perdagangan penduduk Indonesia dengan penduduk luar daerah.4 Itikad baik bangsa Indonesia dalam melaksanakan perundingan dengan Belanda tidak selalu memperoleh balasan yang sama dari pihak Belanda. Belanda dengan berbagai cara dan tipu muslihat selalu mengingkari perundingan yang dilakukan dengan Indonesia. Hal tersebut merupakan cara Belanda untuk menjajah Indonesia kembali. Pada tanggal 11 Desember 1948 delegasi Belanda yang dipimpin oleh Abdul Kadir Wiryoadmojo menyatakan tidak dapat melanjutkan perundingan lagi. Itu berarti bahwa persetujuan Renville yang telah ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 mengalami kegagalan. Akhirnya pada tanggal 19 Desember 1948 mulai pukul 00.00 WIB Belanda tidak mengakui persetujuan Renville dan melakukan Agresi Militer Belanda yang kedua di wilayah Indonesia.5 Dalam menghadapi serangan militer Belanda, para pejuang RI menggunakan berbagai cara. Pertama menggunakan strategi diplomasi untuk mencari dukungan ke luar negeri. Kedua, menempuh taktik bumi hangus. Ketiga, mereka menggunakan

4

Baskara T Wardaya. SJ, Indonesia Melawan Amerika, (Yogyakarta: Penerbit GALANGPRESS, 2008) hlm 58-59.

5

(17)

prinsip non-kooperasi di kota-kota yang diduduki musuh. Keempat, perang rakyat semesta.6

Dengan melakukan Agresi Militer Kedua, Belanda dapat menguasai wilayah Indonesia dan menangkap para pemimpin Indonesia. Selain itu Belanda juga memutus sarana komunikasi sehingga antara wilayah yang satu dan yang lainnya tidak bisa saling mengetahui keadaan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk melakukan propaganda melalui siaran radio dan menyatakan bahwa dengan aksi militernya yang kedua, Belanda dapat menguasai Ibukota RI serta menangkap para pemimpin Indonesia dan menghancurkan TNI. Padahal kenyataannya pada waktu itu pemerintahan RI masih ada yakni dalam bentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berada di Sumatra. Pada awalnya PDRI tidak dikenal di luar negeri karena sarana komunikasi diputus oleh Belanda. Beruntung pada waktu itu ada radio Perhubungan milik AURI yang sangat berarti sebagai sarana komunikasi untuk membantu melanjutkan perjuangan RI. Radio Perhubungan (PHB) AURI pada waktu itu digunakan untuk sarana komunikasi pada saat bergerilya. Dengan bantuan pemancar radio milik AURI yang berada di Jawa, Sumatra Barat dan Aceh, informasi baru mengenai peristiwa-peristiwa di Indonesia dan sebaliknya reaksi dunia

6

(18)

Internasional terhadap tindakan militer Belanda di Indonesia dapat dipantau oleh siaran radio dunia, termasuk Dewan Keamanan PBB.7

Semua itu menunjukkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam melawan penjajah Belanda ternyata tidak hanya dilakukan melalui pertempuran bersenjata dan meja perundingan, melainkan juga dengan menggunakan alat-alat komunikasi, yaitu melalui radio. Siaraan radio dapat mencapai sasaran dengan mudah dan tidak melalui proses yang kompleks. Salah satu radio yang berperan dalam perjuangan mempertahankan RI adalah radio perhubungan milik AURI. Dengan adanya radio tersebut perjuangan melawan penjajah dapat terus berlangsung meskipun ada blokade dan serangan militer Belanda. Tanpa radio tersebut belum tentu keinginan bangsa ini untuk lepas dari belenggu penjajahan Belanda dapat terwujud.

Tulisan ini penulis ingin membahas peran radio dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan radio yang akan dikaji adalah radio perhubungan milik AURI yang digunakan sebagai sarana komunikasi pada masa PDRI. Radio tersebut antara lain adalah radio PHB AURI “PC-2” di Playen, radio PHB AURI “UDO” di Bidar Alam, Sumatra Barat, radio PHB AURI “ZZ” Kototinggi, Sumatra Barat dan radio PHB AURI di Aceh. Alasan pemilihan radio sebagai objek kajian dikarenakan radio merupakan sarana yang efektif dalam perjuangan pada masa PDRI mengingat pada waktu itu semua sarana komunikasi diputus semua oleh Belanda.

7

(19)

Secara intensif radio telah menyampaikan berita, khususnya bagi para pejuang yang ada di Jawa dan Sumatra. Penulis ingin menunjukkan bahwa melalui radio bangsa Indonesia dapat berhubungan dengan dunia Internasional sehingga Indonesia mendapat dukungan dari luar negeri.

1.2 Batasan Masalah

Skripsi ini akan mengkaji peran radio perhubungan AURI. Untuk memperjelas permasalahan dan menghindari salah tafsir, maka perlu diberikan batasan untuk memberikan pengertian. Istilah “Peran” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Radio mempunyai pengertian siaran (pengiriman) suara atau bunyi melalui udara. Perhubungan adalah segala yang berkaitan dengan lalulintas dan telekomunikasi. Oleh karena itu judul skripsi “Peran Radio Perhubungan Dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia” mempunyai pengertian bahwa radio mempunyai tugas utama mengenai siaran (pengiriman) yang berkaitan dengan telekomunikasi. Hal ini terkait dengan peralatan elektronik yang dimiliki oleh AURI.

(20)

Belanda, Jaman Jepang sampai Belanda kembali lagi menjajah Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini berkisar di daerah Jawa dan Sumatra. Daerah Jawa yang dibahas adalah Banaran, Playen, Gunungkidul sedangkan daerah Sumatra yang disoroti adalah Bidar Alam, Kototinggi dan Aceh.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas ada beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas:

1. Bagaimana perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda ?

2. Strategi apa yang digunakan oleh para pejuang tersebut dalam mengusir penjajah Belanda?

3. Bagaimana peran radio Perhubungan (PBH) AURI pada masa PDRI sebagai sarana komunikasi yang efektif dalam perjuangan demi kemerdekaan ?

4. Bagaimana dampak siaran radio PHB AURI bagi PDRI dan bangsa Indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

(21)

1. Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perjuangan (bangsa Indonesia) dalam melawan penjajah Belanda, baik secara militer maupun melalui diplomasi.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perkembangan dan eksistensi radio PHB AURI serta pengoperasiannya dalam mendukung perjuangan bangsa Indonesia pada masa PDRI.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis akibat yang terjadi setelah adanya radio PHB AURI pada masa PDRI.

.

1.5 Manfaat penelitian

Penulisan ini diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat umum dan bukan bagi kalangan akademis saja. Dengan adanya penulisan ini diharapkan masyarakat akan bisa membuka pengetahuan baru mengenai latar belakang terjadinya PDRI serta peranan radio perhubungan AURI pada waktu itu, serta apa yang dilakukan para pejuang Indonesia dalam menghadapi serangan bangsa Belanda. Selain itu ingin ditunjukkan pula bahwa keberhasilan melawan penjajah tidak dapat dilepaskan dari peranan radio milik AURI, karena radio diperlukan untuk mengetahui informasi tentang berita-berita dari musuh yang sifatnya menghasut, untuk mendongkrak semangat juang rakyat dalam melawan musuh, serta untuk menyiarkan perjuangan gerilya ke pelosok-pelosok.

(22)

melawan penjajah Belanda hanya dilakukan dengan strategi diplomasi di meja perundingan dan strategi perjuangan di meda tempur saja saja. Padahal di samping keduanya ada cara lain yaitu cara diplomasi komunikasi melalui radio sebagaimana yang telah dilakukan oleh radio perhubungan AURI.

1.6 Landasan Teori

Tulisan ini membahas usaha memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur diplomasi dari luar negeri melalui media radio untuk memperoleh dukungan dari luar negeri. Untuk itu teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori politik yang mengacu pada hubungan internasional.

(23)

jalan untuk membangun kembali umat manusia dan mengadakan koreksi atas akses-akses kebendaan itu.8

Apa yang dikemukakan oleh Pitirim Sorokin relevan dalam melihat perjuangan bangsa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan politik dengan Belanda. Sejak awal, kemerdekaan Indonesia diwarnai dengan pertikaian dan peperangan dengan Belanda. Masuknya Sekutu dan Belanda yang tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia menimbulkan bentrokan bersenjata yang menimbulkan banyak korban jiwa. Berbagai cara telah dilakukan baik dengan strategi diplomasi di meja perundingan maupun dengan strategi perjuangan di medan tempurur guna mengakhiri sengketa. Namun usaha-usaha itu gagal karena Belanda selalu melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama. Hal tersebut menunjukkan besarnya keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia. Keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia membuat usaha perdamaian menjadi sulit. Untuk itu jalan satu-satunya adalah mendatangkan pihak ketiga dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai penengah dalam perundingan.

Menurut Morgenthau, hubungan internasional merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam relasi antar manusia. Salah satu sifat dasar manusia adalah mementingkan dirinya sendiri dan mengejar kekuasaan, sehingga dapat dengan mudah mengakibatkan agresi. Morgenthau mengatakan bahwa pada 1930an

8

(24)

tidaklah sulit menemukan bukti yang mendukung pandangan seperti itu. Hitler secara terang-terangan melakukan kebijaksanaan luar negeri yang agresif, yang ditempuh melalui konflik dan bukan kerja sama.9 Selain itu melalui radio Hitler mempropagandakan ide-idenya ke dalam dan ke luar negeri. Propaganda macam itu secara luas disiarkan melalui radio kepada seluruh bangsa Jerman. Lewat radio sebagai sarana kumunikasi yang sangat ampuh ini Hitler mempropagandakan ide-idenya sampai ke berbagai tempat bahkan di luar Jerman.10

Perang siaran dengan mengganggu siaran musuh juga pernah dialami oleh Indonesia dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Belanda dengan kekuatan radionya mempropagandakan kepada dunia luar bahwa RI telah berhasil dikuasai kembali. Melalui siaran propagandanya itu, diharapkan negara-negara luar akan mengakui keberadaan Belanda di Indonesia. Akan tetapi usaha Belanda ini dapat diatasi oleh para pejuang Indonesia. Dengan bekal radio perhubungan milik AURI yang tidak dikuasai musuh, para pejuang kemerdekaan dapat menyangkal semua berita yang dipropagandakan oleh Belanda, dan dengan bantahan itu pula dunia internasional dapat mengetahui keadaan Indonesia yang sebenarnya.

1.7 Metode Penelitian

9

Robet Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) ,hlm. 55.

10

(25)

Skripsi ini merupakan penulisan sejarah politik yang memerlukan metode dan pendekatan dalam mengkajinya. Oleh sebab itu perlu untuk mengetahui apa itu metode sejarah serta langkah-langkah dalam penulisan sejarah. Menurut Louis Gottschalk metode sejarah adalah proses mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu secara imajinatif berdasarkan fakta-fakta yang ada, dimana fakta-fakta ini diperoleh melalui proses historiografi.11 Historiografi ini sangat memberi manfaat bagi sejarawan untuk merekonstruksi kembali peristiwa di masa lampau.

Guna mencari sumber-sumber tertulis dalam penulisan ini menggunakan data historis yang didapat melalui dokumen-dokumen, surat kabar dan buku yang diperoleh dari perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Balai Kajian Sejarah dan perpustakaan-perpustakaan lain yang ada di Yogyakarta.

Metode penulisan sejarah memiliki empat tahap yaitu: Heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan suatu proses pengumpulan data yang relevan sesuai objek yang dikaji. Dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan sumber buku. Langkah selanjutnya adalah kritik sumber atau verifikasi data. Langkah ini bertujuan untuk mengetahui keaslian dan kredibilitas sumber. Kritik sumber merupakan langkah yang penting yang harus dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan sumber atau untuk mengetahui apakah data dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Salah satunya

11

(26)

adalah dengan kritik interen dengan membandingkan sumber supaya dapat mengetahui kebenarannya.12

Langkah selanjutnya adalah Interpretasi. Interpretasi adalah tahap penguraian informasi dan fakta satu dengan fakta yang lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam hal ini peneliti dituntut untuk secermat mungkin dan mengungkapkan data secara akurat. Dengan melakukan langkah ini juga dapat meminimalisir subyektifitas terhadap sumber pustaka.

Langkah yang terakhir adalah historiografi. Historiografi merupakan tahap ini menberikan gambaran dan penyusuran hasil dari peneltian mengenai rangkaian suatu peristiwa yang didapatkan dari berbagai sumber sejarah. Dalam tahap ini yang penting untuk diperhatikan adalah aspek kronologis, sistematika dan sentralisasi gaya bahasa. Dalam penulisan sejarah aspek kronologis suatu peristiwa sangat penting .sehingga dapat dengan mudah memberikan suatu pengertian dasar tentang kapan peristiwa itu terjadi.

1.8 Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang meneliti topik yang sama dengan penelitian ini adalah buku karya Mestika Zed yang berjudul Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Yang Terlupakan, diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti,

Jakarta. Buku ini memberikan informasi rinci dan kronologis sejarah PDRI dalam

12

(27)

masa revolusi di Sumatra dan hubungannya dengan pemerintah yang berada di Jawa. Disinggung pula aktifitas radio, terutama radio PHB AURI serta dukungan yang diberikan oleh negara-negara sahabat kepada Indonesia. Kelemahan dalam buku ini hanya membahas perjuangan bergerilya pada masa PDRI tanpa memaparkan perjuangan diplomasi.

Sumber kedua adalah buku yang disusun oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia, berjudul PDRI Dikaji Ulang, diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta. Buku ini berisi rekontruksi serta persepsi dari para sejarawan mengenai PDRI serta perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Buku tersebut masih punya kelemahan karena hanya membahas pendapat tokoh-tokoh PDRI dan tidak menjelaskan terjadinya PDRI secara menyeluruh selain itu radio yang digunakan oleh para pejuang pada waktu itu tidak di uraikan secara jelas.

Selain itu digunakan juga skripsi Teguh Wiyono yang berjudul Peran Radio PHB “PC 2” Dalam Rangka Diplomasi Internasional 1948-1949, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta, tahun 1995. Dalam skripsi tersebut dijelaskan latar belakang Agresi Militer Belanda Kedua serta peran Radio PHB “PC 2” yang berjasa dalam menyiarkan berita-berita Serangan Umum 1 Maret 1949. Kelemahan dalam sekripsi ini hanya menjelaskan radio PHB di Playen saja sedangkan radio PHB yang ada di Sumatra tidak dijelaskan.

(28)

Sumatra secara historis. Selain itu penelitian ini juga menguraikan radio yang digunakan oleh penjajah Belanda dan dan penjajah Jepang dalam menguasai wilayah Indonesia. Dibahas pula mengenai cara perjuangan melawan penjajah Belanda dengan perjuangan militer maupun diplomasi.

1.9 Sistematika Penulisan

Tulisan ini dibagi dalam enam bab. Tiap bab memuat beberapa sub bab. Adapun pembagiannya adalah BAB I berisi Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II hingga BAB V merupakan pembahasan masalah, dan BAB VI merupakan bab penutup.

Bab II akan membahas perjuangan kemerdekaan Indonesia pra-1945 . Pada bab ini akan diuraikan bentuk-bentuk perjuangan rakyat Indonesia secara umum untuk memperoleh kemerdekaan. Bab ini akan dibagi menjadi empat sub-bab. Pertama, perjuangan kemerdekaan sebelum penjajahan Jepang Kedua, perjuangan kemerdekaan melalui radio. Ketiga, perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan pada masa Jepang 1942-1945. Keempat, perjuangan kemerdekaan setelah pendudukan Jepang di Indonesia.

(29)

Belanda I. Kedua, strategi perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Ketiga, Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Bab IV akan membahas strategi diplomasi dan upaya mempertahankan kemerdekaan RI. Bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Pertama, strategi diplomasi dalam Perjanjian Linggajati. Kedua, strategi diplomasi dalam Perjanjian Renville. Ketiga, strategi diplomasi dalam Perundingan Roem-Royen.

Bab V akan membahas radio sebgai bagian dari perjuangan kemerdekaan. Bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Pertama, stasiun radio PHB (Perhubungan ) AURI dan peranannya dalam PDRI. Kedua, radio dan perjuangan kemerdekaan detelah PDRI. Ketiga, Konferensi Meja Bundar (KMB).

(30)

17

PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA PRA-1945

2.1 Perjuangan Kemerdekaan Sebelum Penjajahan Jepang

Pada tahun 1930an perjuangan rakyat Hindia Belanda untuk memperoleh kemerdekaan ditempuh dengan membentuk organisasi-organisasi nasional. Hal tersebut dilakukan karena pada waktu itu rakyat Hindia Belanda belum mempunyai senjata yang cukup untuk melawan penjajah Belanda dengan cara bertempur. Untuk itu jalan satu-satunya adalah membentuk organisasi sosial politik untuk melawan penjajah.

Pada tahun 1931 terjadi krisis ekonomi global. Sebagai negara jajahan Hindia Belanda sangat menderita, karena dijadikan sebagai sarana untuk mengatasi krisis ekonomi di negara Belanda. Pemerintah Hindia Belanda meningkatkan hasil produksi pertanian dan perkebunan, akan tetapi para pekerja (rakyat) mendapatkan upah minimum sehingga kesejahteraan rakyat menurun.

(31)

langkah-langkah politik dengan pemerintah kolonial Belanda.1 Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda dipimpin oleh Gubernur Jendral De Jonge yang bersifat menindas dan reaksioner. Politik keras G.B De Jonge tidak hanya melumpuhkan gerakan partai politik tetapi juga organisasi-organisasi pemuda. De Jonge juga mendirikan ordonansi sekolah-sekolah liar. Melihat hal tersebut pemuda Hindia Belanda melakukan protes dengan cara mengadakan konggres tapi gagal karena tidak ada ijin dari pemerintah.2

Sebelum pendudukan Jepang ke wilayah Hindia Belanda terdapat beberapa organisasi nasional yang menonjol dan berasaskan nonkooperasi. Organisasi itu antara lain adalah Partindo3 (Partai Indonesia) yang berdiri tanggal 17 April 1931 dan dipimpin oleh Sartono, dan PNI Baru4 (Pendidikan Nasional Indonesia) yang

1

Marwati Djoned, Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta:Balai Pustaka,1984), hlm. 86.

2

Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta: Balai Pustaka 1977) hlm198.

3

Tujuan didirikannya Partindo adalah untuk mencapai suatu negara Republik Indonesia yang merdeka. Tujuan ini akan dicapai dengan jalan perluasan hak-hak politik dan penteguhan keinginan menuju suatu pemerintah rakyat yang berdasarkan demokrasi, perbaikan perhubungan-perhubungan dalam masyarakat dan perbaikan keadaan ekonomi rakyat Indonesia. Lihat http://swaramuslim.net/galery/sejarah. Data di akses tanggal 9 Mei 2009. Partindo menolak perjuangan kelas dan lebih menekankan perjuangan rasial dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan. Partindo menyelenggarakan kongresnya pada tanggal 15-17 Mei 1932. Dalam konggres tersebut disepakati bahwa Partindo menghendaki kemerdekaan Indonesia yang didasarkan atas nasib sendiri, kebangsaan dan demokrasi. Realisasi perjuangan Partindo tetap dengan cara nonkooperasi. AK. Pringgodigo, Sejarah pergerakan Rakat,(Jakarta: Dian Rakyat,1980), hlm.114-115.

4

(32)

berdiri di Yogyakarta pada bulan Desember 1931 dan dipimpin oleh Hatta. Partai-partai yang menonjol tersebut menggunakan taktik nonkooperasi dalam mencapai tujuan Indonesia merdeka. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, namun perjuangannya mengalami banyak hambatan.5

Pergerakan yang menggunakan haluan kooperasi itu antara lain adalah Parindra dan Gerindo. Parindra (Partai Indonesia Raya) yang berdiri bulan Desember 1935 bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia berdasarkan kekuatan dan persatuan rakyat Indonesia sendiri. Tokoh Parindra yang terkenal adalah Dr. Soetomo dan MH. Thamrin. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) didirikan pada tanggal 24 Mei 1937. Pemimpinnya adalah Drs. A.K.Gani, Mr. Muhamad Yamin dan Mr. Sartono.6 Tujuan Gerindo adalah tercapainya bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan sosial.

Pada tahun 1935 perekonomian Hindia Belanda mulai membaik. Hal itu mendorong para pejuang Indonesia untuk mengusulkan adanya perubahan sistem

pemikiran sosial dan ekonominya dengan cara berpikir yang lebih sistematis mengenai perubahan sosial dan ekonomi. Lihat, Suhartono, Sejarah Pergerakan nasional, Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi Kemerdekaan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 80-82.

5

Hambatan tersubut dikarenakan pemerintah Belanda melakukan pengawasan yang ketat terhadap rapat-rapat yang diadakan oleh Partindo dan PNI Baru sehingga partai tersebut tidak bebas bergerak dan mengalami kevakuman. Tindakan pemerintah berupa penangkapan dan pembuangan para pemimpin politik inilah yang menyebabkan hubungan partai-partai politik dengan rakyat terputus Demikian juga diadakan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pergerakan tanpa ada proses hukum.

6

(33)

ketatanegaraan. Perubahan tersebut diusulkan oleh Soetardjo Kartohadikusumo, selaku ketua dan wakil dari PPBB (Persatuan Pegawai Bestuur/Pamong Praja Bumiputra) dan wakil Volksraad. Ia mengajukan suatu petisi kepada pemerintah Belanda yang dikenal dengan Petisi Sutarjo. Isi petisi itu pada prinsipnya meminta kepada pemerintah Belanda agar mengadakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri Belanda, di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.7 Usul ini muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan yang diterapkan di bawah pemerintahan Gubernur Jendral De Jonge. Setelah mengalami perjuangan yang panjang petisi itu dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda. Alasan penolakannya adalah bahwa perkembangan politik di Indonesia belum mantap dan pertumbuhan ekonomi belum memadai.

Meskipun ditolak, petisi itu ternyata tetap mempunyai pengaruh bagi pejuang Hindia Belanda, yaitu “membantu membangkitkan gerakan nasionalis”. Pada bulan Mei 1939 partai-partai politik Indonesia mendirikan Gabungan Politik Indonesia (GAPI).8 Pada tanggal 4 Juni 1939 GAPI melaksanakan rapat umum mengenai berbagai program yang diajukan oleh para anggotanya. Program itu antara lain berisi tuntutan supaya pemerintah Hindia Belanda memberikan otonomi kepada Indonesia sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme.

7

Tujuan dari petisi ini adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam pasal 1 UUD kerajaan Belanda, dalam kurun waktu 10 tahun atau dalam waktu yang akan ditetapkan sendiri oleh sidang permusyawaratan. Lihat, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 221.

8

(34)

Pihak Belanda tidak memberikan tanggapan apapun terhadap tuntutan tersebut. Aksi lainnya yang dilakukan GAPI adalah mengeluarkan resolusi untuk diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan “mengeluarkan hukum tatanegara di dalam masa genting”.9 Akhirnya pada tanggal 14 September 1940 dibentuk komisi untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan (Commissie tot bestudeering van staatsrechtelijke). Komisi ini diketuai oleh Dr. F.H Visman,

dikenal dengan nama Komisi Visman.10 Pelaksanaan Komisi ini kurang memuaskan karena hasil yang dicapai menghendaki supaya Indonesia masih tetap berada dalam ikatan dengan kerajaan Belanda. Dengan kata lain sebenarnya Komisi Visman tersebut tidak sungguh-sungguh ingin mengadakan perubahan ketatanegaraaan Indonesia. Keinginan Belanda yang tidak mau bekerjasama dengan Indonesia dan tidak menghiraukan tuntutan rakyat Indonesia pada akhirnya membuat posisi pemerintah kolonial Belanda semakin sulit ketika harus menyerahkan kekuasaannya di Indonesia kepada Jepang.

9

Isi resolusi tersebut yaitu mengganti volksraad dengan parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat, merubah fungsi kepala-kepala departemen (departemenshoofden) menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Tuntutan ini dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, volksraad, Ratu Wilhelmina, dan kabinet Belanda di London. http://ahmadfathulbari.multiply.com. Diakses tanggal 4 Agustus 2009.

10

(35)

2.2 Perjuangan Kemerdekaan Melalui Radio

Selain melalui organisasi politik perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajah Belanda juga diusahakan dengan cara-cara lain, misalnya melalui radio. Semula, adanya radio di Indonesia muncul karena pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan Belanda merasakan perlunya hubungan yang cepat antara kedua wilayah tersebut untuk menyampaikan peraturan pemerintah dan berita-berita penting. Hal ini ditempuh dengan cara membangun jaringan komunikasi radio. Sejak saat itulah tumbuh semangat keradioan di kalangan orang Belanda di Indonesia.11 Pada tanggal 16 Juni 1925 orang Belanda penggemar radio di Batavia mendirikan perkumpulan radio Bataviasche Radio Vereniging (BRV). BRV didukung oleh wartawan dan pengusaha Belanda yang memiliki tujuan komersil yakni berupa propaganda perusahaan

dan perdagangan. Tidak lama kemudian di Tanjung Priok didirikan Nederlands-Indische

Radio Ormroep (NIROM, Persatuan Siaran Radio Hindia Belanda).

Di kalangan orang Indonesia siaran radio pertama kali diselenggarakan di Surakarta oleh perkumpulan Lingkungan Kesenian Jawa Mardi Raras Mangkunegaran. Acara siarannya berupa kesenian Jawa dan hanya ditangkap di lingkungan Solo. Untuk mempertahankan siaran itu, pada tanggal 1 April 1933 didirikan Solosche Radio Vereniging (SRV). Sementara itu di Yogyakarta berdiri MARVO (Mataramsche Vereniging Radio Omroep), Di Bandung berdiri VORL

11

(36)

(Vereniging Voor Oostersche Radio Luisteraars). Di Surabaya berdiri CIRVO (Chineesch-Indonesische Radio Vereniging ).12

Dari sekian banyak badan radio siaran yang ada, NIROM adalah radio yang paling besar karena mendapat bantuan dari pemerintah Belanda. Perkembangan NIROM yang pesat itu disebabkan oleh adanya keuntungan yang besar dalam bidang keuangan yakni dari pajak radio yang dipungut dari para pengguna radio. Politik siaran radio NIROM memang ditujukan untuk kepentingan pemerintah Belanda. Selain itu siaran radio digunakan oleh Belanda untuk memperoleh informasi wilayah jajahan dan menyebarkan isu-isu yang dapat mematikan semangat nasionalisme pejuang Indonesia.

Pada waktu itu perkumpulan radio orang Indonesia disebut “radio Ketimuran”. Radio ini didirikan untuk menandingi siaran radio Belanda yang berorientasikan ke Barat. Radio Ketimuran melayani pula kepentingan bangsa Timur lainnya seperti Cina dan Arab yang banyak tinggal di Hindia Belanda.13

Setelah radio Ketimuran berdiri, pihak Belanda mulai khawatir akan pesatnya perkembangan dan pengaruh yang ditimbulkannya. Pada tahun 1936 terdengar berita bahwa siaran radio Ketimuran akan dikuasai oleh NIROM sendiri. Berita tersebut membuat resah para karyawan radio Ketimuran. Tindakan NIROM itu dikecam oleh pers Bumiputra dan pers Cina. Selain itu tindakan NIROM juga menarik perhatian

12

T.A Lathief Rousydiy, Dasar-Dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi, (Medan:Firma Rimbow, Medan, 1989), hlm. 161.

13

(37)

anggota Volksraad. Akhirnya pada tanggal 29 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M. Sutarjo dan Ir. Sarsito Mangunkusumo diselenggarakan pertemuan

antara wakil-wakil radio Ketimuran bertempat di Bandung.14 Pertemuan itu menghasilkan suatu badan baru yang bernama “Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran” (PPRK).

Tujuan PPRK ialah untuk memajukan kesenian dan kebudayaan nasional yang telah terancam akibat perkembangan radio siaran pemerintah Belanda. Selain itu juga bertujuan untuk memajukan masyarakat Indonesia baik secara rohani maupun jasmani. Perserikatan ini sejak semula berusaha agar dapat menyelenggarakan siaran sendiri tanpa bantuan radio NIROM.

Keputusan pemerintah Belanda yang menyetujui penyerahan penyelenggaraan siaran Ketimuran dari NIROM kepada PPRK baru dikeluarkan pada tanggal 30 Juni 1940. Itupun dengan syarat bahwa “pemerintah berhak mencabut persetujuannya jika PPRK tidak dapat memenuhi kewajibannya”.15 Setelah melalui berbagai rintangan, akhirnya PPRK dapat menyelenggarakan siaran Ketimuran yang pertama pada tanggal 1 November 1940. Setelah enam bulan siaran, masyarakat baru mengetahui adanya usaha PPRK. Akan tetapi siaran tersebut hanya sampai pada bulan Maret

14

Utusan-utusan yang hadir adalah VORO di Surakarta, VORL dari Bandung, MARVO dari Yogyakarta, SVR dari Surakrta dan CIRVO dari Surabaya. Lihat Onong Uchjana Effendy. MA, Radio SiaranTeori dan Praktek,(Bandung: Penerbit Alumni, 1979), hlm. 54.

15

(38)

1942 karena pada waktu itu Jepang mulai menduduki Indonesia dan semua radio dikuasai oleh Jepang. Menjadi jelas bahwa di zaman penjajahan Belanda, radio siaran swasta yang dikelola oleh warga asing menyiarkan program untuk kepentingan dagang dan propaganda. Sedangkan radio siaran swasta yang dikelola oleh pribumi menyiarkan program untuk memajukan kesenian, kebudayaan dan kepentingan pergerakan semangat kebangsaan.

2.3 Perjuangan Kemerdekaan Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945 Awal mula kedatangan Jepang ke Indonesia didasari oleh ketertarikan Jepang atas Sumber Daya Alam Indonesia. Sumber Daya Alam tersebut antara lain berupa: minyak bumi, timah, karet, dan kina guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya.16 Selain itu ditambah pula tekanan dari pihak Amerika yang melarang ekspor minyak bumi ke Jepang. Keadaan ini akhirnya mendorong Jepang mencari sumber minyak bumi sendiri dan wilayah yang menjadi sararan Jepang adalah Asia Tenggara terutama Indonesia.

Sebelum melakukan penyerbuan ke wilayah Indonesia, pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerbu Pearl Harbour, pangkalan armada Amerika Serikat di Pasifik.17 Maksud penyerbuan tersebut adalah melumpuhkan kekuatan Amerika

16

G. Moedjanto, Indonesia Abd ke -20 jilid I, (Yogyakarta:Kanisius, 1989), hlm. 66.

17

(39)

Serikat di Pasifik sehingga penyerbuan Jepang ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia dapat dilakukan dengan cepat dan aman.

Sesuai dengan tujuan pokok penyerbuan Jepang, yaitu mencari dan menguasai sumber alam terutama minyak bumi, penyerbuan Jepang ke Indonesia dilakukan dengan menduduki daerah-daerah minyak di Kalimantan dan Sumatera terlebih dahulu. Pada tanggal 16 Desember 1941 Jepang menduduki Kalimantan dan berhasil menduduki pertambang minyak.18

Pada tanggal 1 Maret 1942 Jepang mulai mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang.19 Tidak adanya dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang gerilya yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan tentara Jepang di Indonesia. Serangan Jepang yang cepat itu membuat Belanda tidak berdaya, akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Penyerahan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda terhadap Jepang dilakukan pada tanggal 9 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Semua wilayah bekas Hindia Belanda dikuasai oleh pemerintah militer Jepang. Penyerahan tersebut diumumkan melalui radio NIROM pada hari Senin pukul 07.45 tanggal 8 Maret 1942. Radio NIROM di Bandung menghentikan

18

G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 jilid I, ( Yogyakarta: Kanisius, 1988 ), hlm 70

19

(40)

siarannya di udara pada saat itu juga dengan kata-kata ” Kita menutupnya sekarang. Selamat bertemu sampai hari-hari yang lebih baik. Hidup Ratu”.20

Setelah berhasil menduduki Indonesia langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah menguasai radio siaran. Semua sarana komunikasi yang ada pada waktu itu ditutup oleh Jepang. Pemancar radio dikuasai oleh Jepang dan radio-radio rakyat disegel. Kemudian Jepang mendirikan radio sendiri yang diberi nama Hosokyoku.21

Untuk dapat melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan dengan baik, pemerintah militer Jepang melakukan usaha propaganda ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam propaganda itu Jepang mengobarkan Perang Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajah Barat dan mempersatukannya dalam ”lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya” di bawah pimpinan Jepang.22

Propaganda-propaganda yang dilakukan oleh pemerintah militer Jepang lebih diperjelas lagi setelah kantor propaganda Jepang mendirikan ”Pergerakan Tiga A” yang bersemboyan: ”Nipon Cahaya Asia, Nipon Pelindung Asia, Nipon Pemimpin Asia”. Pergerakan Tiga A tersebut mengadakan kursus-kursus untuk pemuda, dengan tujuan menanamkan semangat pro Jepang. 23

20

Onghokham, 1987, Op. cit., hlm. 263. 21

Lembaga Pembina Jiwa 45, , Indonesia Kini dan Esok, (Jakarta: Lembaga Pembimbing Jiwa 45, 1974), hlm. 170.

22

Depdikbud, Sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1979), hlm. 157

23

(41)

Pemerintah Jepang sebelum masuk juga menjanjikan bahwa Indonesia akan diberi kemerdekakan. Nyanyian Indonesia, lagu Indonesia Raya dan Bendera Merah Putih boleh dinyanyikan. Bahkan sebelum Jepang mendarat di Pulau Jawa, siaran Tokyo sering menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia. Radio yang dikelola pemerintah Jepang selalu mempropagandakan hal itu. Namun setelah Jepang mendarat semua dilarang. Keadaan sebelum kedatangan Jepang dikisahkan sebagai berikut :

“...Kalau malam, di radio, disiarkan siaran-siaran radio Jepang yang berbahasa Indonesia, menganjurkan supaya rakyat Indonesia berontak, sebelum Jepang mendarat. Dalam propaganda itu mereka mengatakan Jepang datang bukan untuk menjajah Indonesia melainkan memerdekakan bangsa Indonesia.”24

Pada kenyataannya setelah Jepang menguasai Indonesia, ternyata harapan datangnya kesejahteraan bagi rakyat Indonesia masih sangat jauh. Bahkan yang dihadapi pada jaman kependudukan Jepang adalah masa yang lebih kejam dari pada masa pendudukan Belanda.

Propaganda yang dilakukan oleh Jepang dalam rencana ekspansinya ke Indonesia dapat diterima oleh para pejuang Indonesia. Selain itu kaum nasionalis juga bersedia untuk diajak bekerjasama dengan Jepang. Untuk mencapai tujuan tersebut Jepang mendirikan berbagai macam organisasi dan pelatihan militer kepada pemuda-pemuda Indonesia.

24

(42)

Berkaitan dengan dengan hal itu, pada tanggal 24 April 1943 pemerintah Jepang memberikan kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit (heiho). Heiho dibentuk untuk membantu Angkatan Perang Jepang dan dimasukkan sebagai bagian dari tentara Jepang. Anggota Heiho dikirim ke garis depan dan berjuang bersama-sama Jepang, sehingga dalam hal ini anggota Heiho merupakan bagian vital dalam pertahanan baik di daerah maupun di tingkat nasional. Heiho dipimpin oleh komando yang terdiri dari opsir-opsir Jepang. Anggota Heiho ditugaskan sebagai anggota kemiliteran Jepang baik dalam satuan Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Pembentukan organisasi militer ini mencerminkan bahwa pada masa pendudukan Jepang tidak terdapat lagi kesangsian dari pihak militer Jepang kepada pemuda Indonesia bahwa pemuda Indonesia memiliki kemampuan untuk bertugas militer.

Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah militer Jepang membentuk tentara pribumi untuk mempertahankan negaranya sendiri jika kemungkinan pasukan kolonial Barat menyerang kembali. Satuan tentara pribumi itu dikenal dengan PETA (Tentara Pembela Tanah Air) yang dibentuk tanggal 3 Oktober 1943.25 Sedangkan untuk membantu tugas kepolisian dalam mengatur lalu lintas dan pengamanan desa, pemerintah militer Jepang membentuk Keibodan. Pelatihan yang diberikan Jepang kemudian dimanfaatkan oleh pemuda Indonesia dengan sebaik-baiknya untuk persiapan diri dalam perjuangan militer merebut kemerdekaan Indonesia.

25

(43)

Jepang juga membutuhkan bantuan tenaga untuk membangun sarana pendukung perang, antara lain kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api, jembatan, dan lapangan udara. Oleh karena itu, Jepang membutuhkan banyak tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja itu disebut romusha. Keadaan ekonomi pada masa pendudukan Jepang menjadi persoalan serius bagi Jepang. Untuk itu pemerintah pendudukan Jepang melakukan penyitaan perkebunan-perkebunan milik Belanda dan berbagai fasilitas vital lainnya, seperti perusahaan listrik, telekomunikasi, transportasi, dan lain-lain. Jepang juga menerapkan peraturan-peraturan yang bersifat membatasi dan memonopoli sarana-sarana produksi penting. Selain mencukupi kebutuhan sendiri, rakyat Indonesia harus dapat menopang kebutuhan perang. Sebagian rakyat lain dipaksa untuk bekerja di perkebunan yang memberikan hasil bumi yang menguntungkan demi membiayai perang.

(44)

menderita lahir dan batin. Sandang-pangan untuk rakyat sama sekali tidak layak. Rakyat mengalami kekurangan sandang dan pangan.26

Buruknya kehidupan masyarakat pada waktu itu mendorong timbulnya perlawanan rakyat di berbagai tempat. Contohnya, pada tanggal 25 Februari 1943 terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang di Tasikmalaya. Selain itu rakyat Indramayu juga mengadakan perlawanan dan diikuti oleh daerah utara Jawa dekat Cirebon.27 Dengan demikian organisasi-organisasi yang dibentuk Jepang untuk tujuan propaganda dan partisan perang kemudian tumbuh menjadi pemuda yang ”anti-Jepang”. Para pemuda bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan yang sudah mereka cita-citakan.

Selama pemerintahan militer Jepang, semua radio siaran diarahkan semata-mata untuk kepentingan Jepang. Untuk mencegah penduduk mendengarkan siaran radio luar negeri yang merugikan kepentingan Jepang, pemerintah membatasi kepemilikan pesawat radio oleh perorangan. Pesawat radio yang boleh dimiliki penduduk, gelombang pendeknya disegel agar orang tidak dapat mendengarkan radio dari luar negeri karena dikhawatirkan dapat melunturkan kepercayaan terhadap pemerintah Jepang.28 Keadaan media cetak maupun media elektronik termasuk radio

26

Ibid, hlm 77. 27

Sagimun .M.D, Perlawanan Rakyt Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), hlm 55.

28

(45)

selama masa pendudukan Jepang sangat memprihatinkan, sebagaimana yang digambarkan oleh M.H. Gayo berikut ini:

Di zaman fasisme Jepang yang pernah berkuasa di Indonesia selama tiga tahun yaitu sejak Maret 1942 s/d 17 Agustus 1945, perkembangan pers/mass media tidak banyak yang dapat ditemukan. Karena seluruh penerbitan pers/mass media swasta dimatikan.29

Pada zaman itu surat kabar dikuasai oleh Jepang. Kantor propaganda Jepang menyerahkan seluruh pers dan alat media massa untuk kepentingan peperangan Jepang yaitu Perang Asia Timur Raya melawan Sekutu.

Selama penguasaan militer Jepang di Indonesia radio siaran mengalami perubahan. Perubahan tersebut ditandai dengan beberapa hal: pertama, terpusatnya radio dalam satu tangan yaitu tangan penguasa pemerintah militer Jepang. Kedua, siaran radio dititik beratkan kepada usaha perang yaitu sebagai alat untuk memenangkan perang. Ketiga, rakyat hanya boleh mendengarkan siaran-siaran radio pemerintah, dan untuk itu semua siaran radio disegel gelombang pendeknya. Keempat, radio dilarang menyiarkan lagu-lagu Barat dan pengunaan bahasa asing dalam siaran didalam negeri.30

Masa penguasaan Militer Jepang ini memiliki segi-segi negatif mapun positifnya. Segi negatifnya ialah tidak adanya kebebasan pemilik radio untuk mendengarkan siaran yang diinginkannya. Padahal adanya sistem radio umum, bagi masyarakat merupakan kesempatan yang baik untuk mendapatkan keterangan tentang

29

Lembaga Pembina Jiwa, Op. Cit., hlm 182. 30

(46)

keadaan negara dan perkembangan situasi perang. Sedangkan segi positifnya adalah pertama, larangan penyiaran lagu-lagu Barat dan penggunaan bahasa asing, mendorong para seniman Indonesia yang terhimpun dalam Keimin Bunka Shidoso (Pusat kebudayaan) menciptakan lagu-lagu Indonesia sebagaimana yang mengandung unsur propaganda. Kedua, adanya semangat kebangsaan yang dikobarkan dengan pidato kepada rakyat melalui siaran radio. Dengan cerdik pemimpin RI Sukarno memanfaatkan propaganda ”Semangat Asia Timur Raya” untuk mengobarkan semangat nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan Indonesia meskipun sebelum diucapkan, setiap pidato harus disensor Jepang.31 Bagi para pejuang Indonesia, semangat tersebut berkembang menjadi semangat rela berkorban untuk membela tanah air dan mendorong pejuang Indonesia memperoleh kemerdekaan.

2.4 Perjuangan Kemerdekaan Setelah Pendudukan Jepang di Indonesia

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang kalah dalam Perang Pasifik setelah kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh tentara Sekutu. Peristiwa tersebut mempunyai dampak yang besar bagi bangsa Indonesia yang pada waktu itu merupakan jajahan Jepang. Dampak tersebut adalah ”pemerintah Jepang langsung mencegah rakyat Indonesia agar tidak mendengar berita dari luar negeri” kecuali berita yang disiarkan oleh radio Hosokyoku.32 Meskipun demikian berita kekalahan

31 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Op.cit., hlm 38 32

(47)

Jepang tersebut dapat diketahui oleh para pemuda yang secara sembunyi-sembunyi memonitor siaran radio dari Sekutu.

Para pemuda tersebut lebih dahulu mengetahui tanda-tanda kekalahan Jepang yang disiarkan oleh radio Sekutu. Pada tanggal 14 Agustus 1945 presiden Amerika Serikat, Truman mengumumkan ”penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu dan Kaisar Jepang memerintahkan seluruh Balatentara Dai Nippon untuk menghentikan perlawanan”.33 Setelah mendengar berita penyerahan Jepang kepada Sekutu angkatan muda Indonesia mendesak Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.34

Sebenarnya pada waktu itu para pemuda ingin menyiarkan teks proklamasi itu pada saat dibacakan oleh Sukarno, akan tetapi stasiun radio dijaga ketat oleh tentara Jepang sejak tanggal 15 Agustus 1945. Oleh karena itu teks proklamasi tidak dapat disiarkan secara langsung pada saat dibacakannya teks proklamasi tersebut. Barulah pada malam hari tanggal 17 Agustus 1945, pukul 19.00 WIB dapat

33

Dengan adanya orang Indonesia yang bekerja di Hosokyoku dan berada di bagian monitoring maka informasi-informasi yang penting yang menyangkut keberadaan Jepang dan penyerahan Jepang kepada Sekutu dengan mudah dapat diketahui oleh pejuang Indonesia. Lihat juga Onong Uchjan Effendy, Op, cit, hlm55-56.

34

Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut pada Sekutu golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Laksamana Maeda, seorang komandan dinas Intelegen Angkatan Laut Jepang, pada tanggal 16 Agustus 1945 memberikan kelonggaran kepada para tokoh dan pemuda Indonesia untuk berkumpul di rumahnya di Jalan Imam Bonjol Jakarta, untuk berunding mengambil langkah yang menentukan bagi nasib bangsa Indonesia. Pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesiapun diproklamasikan oleh Bung Karno. Wild Colin dan Peter

(48)

diudarakan melalui Radio Republik Indonesia dalam bahasa Indonesia dan Inggris.35 Dan siaran tersebut hanya bisa didengar oleh penduduk di Jakarta. Sedangkan untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia dari negara tetangga para pemuda berusaha menyalurkan siarannya melalui siaran luar negeri yang terletak di Bandung. Pada waktu itu yang membantu menyiarkan berita teks proklamasi adalah seorang teknisi radio yang bernama Joe Saragih dan Syahruddin (seorang pewarta dari kantor berita Jepang), dengan cara melepas dan menyambungkan kabel di studio siaran dalam negeri ke studio siaran luar negeri. Tepat pukul 19.00 WIB selama kurang lebih 15 menit Jusuf Ronodipuro (juga seorang pewarta dari kantor berita Jepang) membacakan kabar tentang proklamasi di udara, sementara di studio siaran dalam negeri tetap berlangsung seperti biasa untuk mengecoh perhatian tentang Jepang. Setelah Jepang mengetahui “akal bulus “ tersebut Jusuf dan kawan-kawan mereka langsung disiksa.36

Melihat begitu pentingnya fungsi radio, dan untuk tetap memelihara hubungan pemerintah dengan rakyat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, para karyawan radio sepakat untuk mengadakan pertemuan di Jakarta pada tanggal 10 September 1945 guna membicarakan persoalan tersebut kapada Presiden Sukarno.37 Mereka menuntut kepada Jepang untuk menyerahkan semua radio beserta pemancar

35

http://duniaradio.blogspot.com/2008. Akses tanggal 23 November 2009. 36

T.A Lathief Rousydiy Op.cit., hlm 179. 37

(49)

dan perlengkapan kepada Indonesia. Akan tetapi Jepang tidak bersedia memenuhi tuntutan itu karena menurutnya sebagai akibat kekalahan, semuanya telah menjadi milik Sekutu.

Selanjutnya pada tanggal 11 September 1945 para pemimpin radio mengadakan pertemuan yang terakhir. Dalam pertemuan itu tercapailah kesepakatan untuk mendirikan sebuah organisasi radio siaran dan menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh daerah-daerah. Berdasarkan kesepakatan itu, tanggal 11 September ditetapkan sebagai hari Radio Republik Indonesia (RRI).38

Pada awal Oktober 1945 tentara Sekutu (Inggris) yang diboncengi tentara Belanda (NICA) mulai mendarat di Jakarta dan di daerah-daerah lainnya. Belanda sebagai penjajah Indonesia berusaha menguasai kembali. Akibatnya terjadi bentrokan-bentrokan senjata dengan para pejuang Indonesia yang tidak rela menerima kedatangan penjajah Belanda kembali menguasai Indonesia. Pada tanggal 29 Sebtember 1945 Letnan Jenderal Sir Philip Christison pemimpin pasukan Inggris mencoba menghilangkan rasa khawatir penduduk Indonesia dengan mengatakan bahwa kedatangan Sekutu ke Indonesia hanya untuk mengungsikan para interniran dan tentara Sekutu yang ditawan, memulangkan tentara Jepang, serta memelihara hukum dan ketertiban.39

Pada awal Oktober 1945 Sekutu sampai ke Indonesia. Kolonel Lawrence Van der plas, kepala divisi perang Sekutu, meminta bantuan RRI menyiarkan

38Ibid 39

(50)

pengumuman Sekutu. Pemimpin RRI Jakarta, Utoyo belum mengetahui bahwa pemerintah Republik Indonesia sudah mengizinkan siaran itu, sehingga ia menolaknya. Untuk membuktikan izin siaran Sekutu di studio RRI, Utoyo meninggalkan studio RRI untuk mengecek izin siaran dari pemerintah Republik Indonesia. Setelah Utoyo pergi Van der Plas melakukan siaran di RRI. Akibatnya masyarakat Indonesia menjadi ribut. Sesudah kejadian ini, pemerintah Republik Indonesia menyetujui permintaan Sekutu (Inggris) untuk menumpang siaran di RRI Jakarta. Siaran itu mereka namakan Allied Forces Radio in Batavia (AFRIB, Radio Tentara Sekutu di Batavia) dan ditujukan untuk tentara Inggris di Jakarta.40

Sementara itu pasukan Inggris mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Mallaby dengan diboncengi pasukan NICA. Rakyat Surabaya menyambutnya dengan perjuangan fisik. Oleh karena itu terjadilah pertempuran sengit antara tentara Inggris dan rakyat Surabaya. Dalam pertempuran tersebut Mallaby tewas karena ledakan granat. Kematian Mallaby menimbulkan amarah besar pada pihak Sekutu sehingga pada tanggal 31 Oktober 1945 komandan tentara Sekutu di Jawa Timur mengeluarkan ultimatum yang berbunyi “kalau pada tanggal 10 November 1945 jam enam pagi orang yang membunuh Mallaby tidak diserahkan maka Inggris akan mengerahkan Angkatan Darat, Laut dan Udara untuk menyerbu Surabaya”.41 Ultimatum itu rupanya tidak menyebabkan rakyat Indonesia menjadi gentar. Sebaliknya, ultimatum itu membakar semangat perjuangan untuk melawan

40 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Op.cit., hlm 41. 41

(51)

kesombongan tentara Inggris. Rakyat Indonesia tidak mau menyerahkan pembunuh Mallaby, sehingga Inggris pada tanggal 10 November 1945 mengerahkan pasukannya di Surabaya. Para pemuda Surabaya serentak memberikan perlawanan terhadap tentara Inggris dengan senjata modern yang diperoleh dari Jepang.

Pada waktu itu di Surabaya tidak ada pengawasan terhadap siaran radio. Hal tersebut ikut meningkatkan ketegangan. Bung Tomo yang mendirikan Radio Pemberontak, menyiarkan kepada masyarakat bahwa Sekutu telah melakukan serangan pemboman ke Surabaya. Siaran yang bersemangat dan berapi-api itu menyebabkan terciptanya suasana emosional yang menyebabkan terjadinya pemberontakan di Surabaya dan pertempuran sengit antara tentara Inggris dan “arek-arek Suroboyo”. Akhirnya Sukarno melakukan siaran dua kali melalui radio yang menyuruh supaya rakyat Surabaya tidak membuang peluru dalam melawan Sekutu. Namun berita tersebut kurang diperhatikan oleh masyarakat dan yang lebih berpengaruh adalah siaran Bung Tomo yang menggerakkan rakyat untuk bertempur melawan Sekutu.42 Penolakan terhadap tentara Sekutu yang datang ke Indonesia tidak hanya terjadi di Surabaya. Di Ambarawa, Bandung dan Jakarta juga terjadi peperangan melawan Sekutu. Namun pertempuran yang paling besar adalah di Surabaya yang banyak menimbulkan korban meninggal.

Melihat semangat “arek-arek Suroboyo” yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaannya, pasukan Inggris menjadi kurang semangat untuk

42

(52)

melanjutkan pertempuran melawan Indonesia. Selain itu pasukan Inggris juga sudah lelah dalam Perang Dunia Kedua. Mereka berpikir bahwa membantu Belanda dalam perang melawan rakyat Indonesia merupakan kerugian besar. Di samping rugi tenaga, banyak juga tentara Inggris yang mati dalam pertempuran.

Tidak mengherankan bahwa tentara Inggris yang memimpin di Jawa memberikan bantuan perjuangan kepada Indonesia. Mereka banyak memberikan kesempatan mengeluarkan pemancar-pemancar radio dibawa ke Jakarta untuk kepentingan pemeritah RI. Setelah itu pasukan Inggris meninggalkan Indonesia pada bulan Oktober 1946 dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang-orang Belanda.43

Dalam perkembangannya Belanda terus melakukan aksi dalam rangka untuk memantapkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Aksi Belanda tersebut di dihadapi oleh para pejuang Indonesia dengan cara mengangkat senjata maupun dengan strategi diplomasi di meja perundingan. Upaya untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda banyak mengalami jalan buntu karena Belanda selalu melakukan tindakan-tindakan curang dengan melanggar beberapa perundingan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Hal ini terbukti dengan tindakan Belanda yang melakukan serangan Agresi Militer Belanda pertama dan kedua.

43

(53)

40

Setelah adanya proklamasi kemerdekaan, rakyat Indonesia masih berjuang untuk mengantisipasi kemungkinan kembalinya Belanda ke Indonesia. Perjuangan rakyat Indonesia pada waktu itu menggunakan dua macam strategi dalam mempertahankan kemerdekaan. Strategi yang pertama adalah strategi militer dan kedua adalah strategi diplomasi. Dalam bab tiga ini kita akan terlebih dahulu membahas mengenai strategi perjuangan.

3.1 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda Pertama

Sebagaimana diketahui, periode antara tahun 1945-1950 oleh Presiden Sukarno disebut sebagai “Periode Revolusi Fisik”. Pada masa itu bangsa Indonesia mengalami dua kali Perang Kemerdekaan, yaitu Perang Kemerdekaan pertama tahun 1947 (Agresi Militer Belanda Pertama) dan Perang Kemerdekaan kedua tahun 1948 (Agresi Militer Belanda Kedua).1

Agresi Militer Belanda Pertama merupakan bentuk pelanggaran Belanda terhadap Perjanjian Linggajati yang telah disepakati antara Belanda dengan Indonesia

1

(54)

pada tanggal 15 November 1946. Untuk memperlancar dan menguatkan tindakan Belanda dalam melakukan agresinya, pemerintah Belanda membuat pernyataan bahwa pertempuran yang terjadi di wilayah Republik merupakan suatu perkembangan yang tidak dapat dihindari, karena pihak Republik tidak menuruti semua ketentuan yang sudah ditandatangani sendiri di Linggajati. 2

Pernyataan pemerintah Belanda tersebut sama sekali menyimpang dari kenyataan. Pihak Republik hanya menolak satu soal dari berbagai tuntutan yang diajukan Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 tentang “gendarmeri bersama”, sebab tuntutan tersebut sama sekali tidak berdasarkan persetujuan Linggarjati.3 Sifat Belanda yang serakah dengan adanya nota kepada Republik yang bermakna ultimatum membuat hubungan antara Republik Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Lebih lanjut pemerintah Belanda memberikan mandat kepada Dr. van Mook untuk melakukan aksi militer dan ”tindakan yang dianggap perlu” karena Belanda merasa tidak mungkin menyelesaikan pertikaiannya dengan RI melalui diplomasi.

Serangan Belanda dimulai pada tanggal 21 Juli 1947 malam hari. Pesawat-pesawat Belanda membom wilayah Republik Indonesia mulai dari Jakarta dan sekitarnya hingga mencakup seluruh Jawa dan Sumatra.4 Menurut Belanda aksi

2

K.M.L. Tobing, Perjuangan Politik Bangsa Indonesia, (Jakarta:Gunung Agung, 1986), hlm 105.

3 Ibid. 4

(55)

tersebut bukanlah sebuah agresi, tetapi hanya sebagai bentuk “aksi polisionil” yang tujuannya adalah untuk memelihara keamanan di daerah yang dianggap rawan dan membersihkan para ekstrimis, pengacau dan perampok-perampok. Selain itu Belanda menilai bahwa di Indonesia dianggap tidak mampu menjaga keamanan di daerahnya sendiri dan menolak usulan Belanda untuk pembentukan pasukan bersama (gendarmerie).5Untuk itu Belanda menganggap dirinya mempunyai tanggung jawab atas apa yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi rakyat Indonesia memandang tindakan Belanda tersebut sebagai sebuah agresi militer.

Untuk melancarkan penguasaannya atas wilayah Republik Indonesia, Belanda menggunakan radio sebagai alat propaganda. Setelah Sekutu meninggalkan Republik Indonesia, kedudukannya digantikan oleh Belanda. Atas persetujuan pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda gedung studio RRI Jakarta dibagi menjadi dua yaitu di Jalan Merdeka Barat Nomor 4 dan 5. Studio di Jalan Merdeka Barat Nomor 4 Jakarta digunakan Belanda dan hanya boleh melakukan siaran dalam bahasa

Untuk daerah Jawa gerakan seluruhnya ditujukan untuk dapat mengepung dan menguasai Yogyakarta. Hal itu terbukti dengan tindakan tentara Belanda yang menghimpit dan mengucilkan Yogyakarta dari daerah-daerah lain. Belanda juga menutup jalur perhubungan yogyakarta dan pantai Utara serta jalur logistiknya di Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau dan merebut wilayah yang kaya minyak, seperti Sumatra Timur dan Palembang. Di Jawa Tengah Belanda menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I. Akses tanggal 28 Desember 2009

5

(56)

Belanda untuk tentara mereka. Sedangkan studio di Jalan Merdeka Nomor 5 Jakarta digunakan untuk siaran Radio Republik Indonesia (RRI).

“Perang” siaran radio terjadi ketika Belanda melanggar persetujuan dengan mengadakan siaran dalam bahasa Indonesia yang diberi nama Radio Resmi Indonesia (singkatannya sama dengan RRI). Pemerintah Republik Indonesia melancarkan protes, tetapi tidak di hiraukan. Oleh karena itu RRI yang berada di jalan Merdeka Barat Nomor 5 milik Indonesia membalas dengan mengadakan siaran dengan bahasa Belanda yang ternyata disambut baik oleh para serdadu Belanda. Ini diketahui dari surat-surat yang mereka kirimkan ke RRI.6

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I, Panglima Besar Jendral Sudirman berusaha mempertahankan Republik Indonesia dengan bantuan dari rakyat dan kekuatan yang ada terhadap penyerangan Belanda.7 Sedangkan sistem perang menggunakan sistem pertahanan linier dan frontal dan disertai dengan perintah bumi hangus di berbagai tempat yang diangap vital.8 Akan tetapi sistem tersebut tidak mampu menanggulangi serbuan Belanda karena Indonesia kalah jumlah pasukan dan persenjatan dengan pasukan Belanda. Indonesia hanya menggunakan bambu runcing sedangkan Belanda melibatkan pasukan dalam jumlah yang besar dan alat perang

6

Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 14, 1990, (Jakarta: P.T Cipta Adi Pustaka,1990) hlm 41.

7

Tuk Setyohdi, Sejarah Perjlanan Banagsa Indonesia dari masa ke masa, Jakarta, 2002, hal 116-117.

8

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran serta masyarakat Tengaran dalam perjuangan mempertahankan Republik Indonesia di Kecamatan

Penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber),

Tanpa sejarah, anak-anak sekarang tidak akan tahu kegigihan perjuangan yang dilakukan oleh para pemimpin nasional untuk memperoleh kemerdekaan dan peran yang besar dari

Perjuangan Muhammad Yamin sebelum Kemerdekaan Indonesia, mula-mula Muhammad Yamin ikut dalam organisasi pemuda daerah yaitu Jong Soematranen Bond, ia aktif dalam

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa munculnya aktivis dunia maya pro- kemerdekaan Timor Timur terutama sejak pembukaan karantina Timor Timur kepada dunia

Penelitian ini menggunakan berbagai sumber yang akan digunakan dalam penulisan sejarah mengenai “Peran Sri Susuhunan Pakubuwono XII Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Pemikiran Sutan Sjahrir Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1927- 1947; Rima Romansyah, 060210302379; 2006: xiii dan 90 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah;

Berdasarkan hasil penelitian, proses Pengembangan Bahan Ajar Modul Pembelajaran Sejarah Pada Materi “Peran Tokoh-Tokoh Nasional Dan Daerah Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia”