• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril sebagai anti hipertensi di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril sebagai anti hipertensi di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI KETERSEDIAAN PELAYANAN INFORMASI OBAT RESEP CAPTOPRIL SEBAGAI ANTI HIPERTENSI DI APOTEK-APOTEK

WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Agnes Dasmaria Purba

NIM : 078114138

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Hidup adalah proses. Di dalam proses tersebut selalu ada harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik di hadapan-Nya. Dia tidak menjanjikan

proses itu berjalan tanpa rasa sakit, tetapi Dia selalu meyakinkan kita mampu melewati setiap proses itu, dengan kekuatan dan kemampuan yang kita miliki.

Inilah karya sederhana yang ku persembahkan:

Kepada Tuhan Yesus Juruselamatku, Engkaulah sumber kekuatanku, segala puji dan syukur hanya untuk-Mu

Bapak dan Mama atas kasih sayang, doa dan dukungannya

Kakak-kakak dan abang-abangku tersayang, juga keponakanku tercinta ,

Untuk orang yang aku sayangi, teman-teman terbaikku, dan untuk almamater kebanggaanku

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Jesus Christ atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Ketersediaan Pelayanan Informasi Obat Resep Captopril Sebagai Antihipertensi di Apotek-apotek Wilayah Kota Yogayakarta” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).

Dalam penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak yang berupa bimbingan, dorongan, pengarahan, saran maupun sarana. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, pengarahan, serta dukungannya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Staf Kantor Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang membantu memberikan data jumlah apotek yang di Kota Yogyakarta untuk kelancaran penelitian ini. 4. Dr. Agus Prahianto untuk kerja sama dalam pembuatan resep obat captopril

yang digunakan oleh penulis dalam penelitian.

5. Maria Wisnu Donowati, M.si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan pendampingan, dukungan, saran, serta kritik yang membangun. 6. Phebe Hendra, Msi., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

pendampingan, dukungan, saran, serta kritik yang membangun.

(8)

viii

serta segenap dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi dan mendukung penulis selama menekuni studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Bapak Barisman Purba, Ibu Helmiana Saragih, Epralusi Merawati, Epralusi Medayani, Roki Almades Purba, dan Dwitra Winsa Elris Purba untuk doa, kasih sayang, serta dukungan yang tiada henti untuk penulis.

9. Iryana Butar-butar, Noviani Lestari Tokiman, Juliana Florensa D.B.D, Belyana Maria Sidebang, Sisilia Rani Thoma, Monica Mayan, serta seluruh teman-teman FKK B 2007 untuk dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

10.Prima Mustika Ningtyas, Ratna Mustika Cahyaningrum, Denny Isaria Sitinjak, Pelagia Udya Leutta, Winda Astuti Malissa, Anastasia Shinta Wirasasmita, serta seluruh sahabat atas perhatian, semangat, dan doa yang diberikan kepada penulis.

11.Ferdinand Dityarama F, atas dukungan, kasih sayang, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih banyak ketidaksempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan masukan serta kritik yang membangun. Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

(10)

x

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Pelayanan Informasi Obat ... 7

B. Standar Pelayanan Kefarmasian ... 10

C. Apotek ... 11

D. Apoteker ... 14

E. Pelayanan Resep ... 16

F. Hipertensi... 21

G. Antihipertensi ... 23

1. Terapi Nonfarmakologi ... 23

2. Terapi Farmakologis ... 23

H. Landasan Teori ... 27

(11)

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30

C. Bahan atau Materi Penelitian ... 32

D. Sampel dan Populasi ... 32

E. Alat atau Instrumen Penelitian ... 33

F. Tata Cara Penelitian... 34

1. Persiapan ... 34

a. Pembuatan resep obat Captopril ... 35

b. Pembuatan daftar cek penilitian ... 35

c. Penyusunan skenario ... 35

d. Latihan skenario penelitian ... 36

2. Proses pengumpulan data ... 36

3. Proses pengolahan data ... 37

G. Tata Cara Analisis Hasil ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

(12)

xii

B. Ketersediaan Pelayanan Informasi obat resep Captopril ... 45

1. Berdasarkan resep asli obat ... 49

2. Berdasarkan sumber informasi obat di apotek ... 51

C. Pemberian Etiket Yang Benar Terkait Informasi Apa Saja Yang Diberikan Tentang Aturan Pemakaian Obat Captopril... 54

D. Pelayanan Resep Obat Captopril Yang Disertai Dengan Ketersediaan Pelayanan Salinan Resep Kepada Pasien ... 58

1. Berdasarkan resep asli obat ... 59

2. Kesesuaian salinan resep dengan standar salinan resep seharusnya... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 68

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa ... 22

Tabel II. Beberapa contoh obat ACE Inhibitor ... 26

Tabel III. Daftar Apotek Sampel yang Terpilih Dikelompokkan Berdasar Kesamaan Kecamatan ... 42

Tabel IV. Persentase jenis Informasi Obat pada Apotek-apotek yang memberikan pelayanan informasi obat di wilayah Kota Yogyakarta menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 ... 47

Tabel V. Persentase jenis Informasi Obat pada Apotek-apotek yang memberikan pelayanan informasi obat di wilayah Kota Yogyakarta menurut WHO tahun 2004 ... 48

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh resep obat ... 17

Gambar 2. Contoh kopi resep obat ... 20

Gambar 3. Gambar struktur kimia captopril ... 26

Gambar 4. Bagan skenario yang digunakan pada saat pengambilan data ... 36

Gambar 5. Diagram persentase apotek yang memberikan pelayanan resep obat captopril wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2011 ... 44

Gambar 6. Profil Pelayanan Resep Obat Captopril di Apotek-Apotek Wilayah Kota Yogyakarta ... 45

Gambar 7. Diagram persentase apotek yang memberikan obat sesuai resep asli ... 50

Gambar 8. Diagram persentase pelayanan resep oleh pihak apotek ... 52

Gambar 9. Diagram profil pelayanan informasi obat resep captopril oleh pihak apotek terkait informasi obat yang benar dan salah ... 53

Gambar 10.Kriteria kelengkapan format dan isi dari etiket obat resep menurut WHO 2004 ... 55

Gambar 11. Diagram persentase apotek yang memberikan salinan resep obat ... 58

(15)

xv

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Obat Captopril ... 69

Lampiran 2 Resep Obat Captopril... 71

Lampiran 3 Foto Salinan Resep ... 72

Lampiran 4. Foto Etiket Obat... 76

Lampiran 5. Daftar Sampel Apotek-apotek di Wilayah Kota Yogyakarta... 78

Lampiran 6. Tabel analisis Ketersediaan Informasi Obat di apotek setiap kecamatan di Wilayah Kota Yogyakarta ... 81

Lampiran 7. Tabel analisis Salinan Resep Obat di apotek setiap kecamatan di Wilayah Kota Yogyakarta ... 87

Lampiran 8. Tabel analisis Etiket Obat di apotek setiap kecamatan di Wilayah Kota Yogyakarta ... 94

(17)

xvii

INTISARI

Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan bentuk pelayanan kesehatan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian yang berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan kefarmasian saat ini telah memiliki standar dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Tujuan penelitian adalah menggambarkan profil pelayanan resep obat glibenklamid meliputi ketersediaan pelayanan informasi obat yang diberikan oleh staf farmasi di apotek serta ketersediaan dan kelengkapan salinan resep dan etiket obat.

Jenis penelitian adalah non-eksperimental atau observasional dengan rancangan penelitian bersifat deskriptif melalui pengamatan secara Observasi Partisipatif Partiil. Data berupa jenis informasi obat yang diberikan, salinan resep, etiket obat, dan status pemberi pelayanan resep kemudian dianalisis secara statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan profil pelayanan obat resep captopril yang diberikan dari 89 apotek di wilayah kota yogyakarta, diketahui 3 apotek tidak memberikan pelayanan informasi, 62 apotek yang melayani bukan apoteker, 1 apotek tidak mencantumkan etiket, dan 27 apotek tidak memberikan salinan resep obat. Tidak ada satupun informasi obat yang diberikan oleh 86 apotek secara lengkap, berdasarkan kriteria menurut WHO tahun 2004 dan informasi obat berdasarkan Kepmenkes RI No.1027 tahun 2004.

(18)

xviii

ABSTRACT

Pharmaceutical care represents the healthcare and the direct responsibility of pharmacist in the patient-oriented pharmaceutical work. The pharmaceutical care has been standarized with the issue of Health Ministry‟s decree No 1027/Menkes/SK/IX/2004 about the pharmaceutical care Standard in the pharmacy.

This study aims to describe the glibenclamide prescription service profile which includes the availability of glibenclamide prescription information services provided by the pharmacy staff at the pharmacy as well as the availability and completeness of the included prescription copies and the drug label.

Type of the research is non-experimental studies or observational descriptive study design through Participatory observation Partial observation. The data obtained include type of drug information provided, copy of prescription, drug label, and the status of prescribing provider were analyzed by descriptive statistics.

The results showed profiles captopril prescription drug service are provided 89 pharmacies in the city of Yogyakarta, 3 pharmacies do not provide information services, 62 pharmacies serving not pharmacist, 1 pharmacy does not give label of drug, and 27 pharmacies not give a copy of the prescrisption drug. The drug information provided by 86 pharmacies, there are no pharmacies that provide complete information based on criteria according to “Management of Drug at Helath Center Level“ WHO in 2004 and based on the pharmaceutical care standar in the pharmacy of Kepmenkes RI in 2004.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen penting yang diperlukan untuk menghilangkan dan mencegah gejala/symptom dari suatu penyakit, bahkan dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi dilain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat.

(20)

Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban farmasis komunitas kepada pasien. Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan resep yang hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek. Penggunaan obat resep yang tidak disertai informasi yang memadai, dapat mengakibatkan penggunaan obat yang tidak rasional sehingga menyebabkan penyakit pasien menjadi lebih serius. Walaupun pada etiket obat telah dicantumkan larangan atau pembatasan tertentu yang berhubungan dengan obat tersebut. Menurut WHO tahun 2004, apoteker sebagai pekerja kesehatan harus mampu memberikan informasi tambahan untuk kembali menegakkan instruksi yang tepat kepada pasien yang tertera pada etiket obat. Dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.

Ketersediaan pelayanan informasi obat di apotek sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan informasi obat yang diperoleh oleh konsumen di apotek, merupakan salah satu bentuk pelayanan apotek yang wajib diberikan oleh tenaga kefarmasian. Dalam hal ini dikemukakan oleh Kuncahyo (2004) bahwa Apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih belum dilaksanakan dengan baik.

(21)

yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan merupakan salah satu penyakit degeneratif. Captopril merupakan salah satu obat antihipertensi golongan ACE inhibitor yang banyak digunakan. ACE inhibitor merupakan antihipertensi yang efektif dan efek sampingnya dapat ditoleransi dapat dengan baik.

Tahun 2011 menurut Dinkes Kota Yogyakarta, Kota Yogyakarta memiliki 121 apotek yang merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat, selain itu sebagai tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Setiap apotek yang ada di wilayah Kota Yogyakarta tersebut memiliki Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam menjalankan apotek sebagai tempat melakukan pekerjaan kefarmasian. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, perlu dilihat sampai sejauh mana pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek, dengan melakukan penelitian berupa evaluasi yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan konsumen dan kesiapan apoteker memberi pelayanan kefarmasian yang berupa informasi obat, salah satunya ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta.

1. Permasalahan

(22)

a. Berapa besarkah tingkat ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta menurut WHO tahun 2004?

b. Berapa besarkah tingkat ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan Pelayanan Informasi Obat Resep Captopril Sebagai Antihipertensi Oral di apotek-apotek Wilayah Kota Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait masalah ketersediaan pelayanan informasi obat telah dilakukan oleh peneliti lain adalah Profil Pemberian Informasi Obat Pada Pelayanan Resep (Studi di Beberapa Apotek di Surabaya) oleh Jumhar tahun 2008. Penelitian tersebut dilakukan pada beberapa apotek yang berada diwilayah Surabaya, menggunakan instrumen berupa kuisioner dengan 14 butir pertanyaan dan melibatkan 100 responden.

(23)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pengetahuan tenaga kerja apotek mengenai ketersediaan pelayanan informasi obat dan dapat membandingkan dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dan Management of Drug at Health Centre Level menurut WHO 2004 untuk mengetahui kelengkapan pelayanan informasi obat yang seharusnya diberikan.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada apotek-apotek di Wilayah Kota Yogyakarta dalam menerapkan pelayanan kefarmasian, khususnya dalam ketersediaan pelayanan informasi obat resep.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril sebagai antihipertensi di apotek-apotek Wilayah Kota Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(24)
(25)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi rekomendasi obat yang independen, akurat, prehensif, dan terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat, maupun pihak yang memerlukan (Siregar dan Amalia, 2004).

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

(26)

Prosedur tetap dalam pelayanan informasi obat adalah :

1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau catatan pengobatan (medication record) baik secara lisan maupun tertulis.

2. Melakukan penelusuran literatur jika diperlukan dan memberikan informasi secara sistematis.

3. Menjawab pertanyaan pasien secara jelas dan mudah dimengerti. 4. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet dll).

5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006b).

Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan perawatan konsumen. Individu yang dapat mengajukan pertanyaan adalah seluruh pengelola dan pengguna obat yaitu: dokter, apoteker, asisten apoteker, dan perawat (Anonim, cit Ikasari, 2008).

Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat, pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien membutuhkan informasi tentang obat mereka misalnya hubungan obat dengan penyakitnya, cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping serta cara menangani efek samping, cara memantau efek obat (Siregar, 2006).

(27)

informasi obat yang baik, tidak menjamin penggunaan obat yang tepat, informasi obat yang bener dapat terjadi persyaratan dasar penggunaan obat yang rasional (Siregar, 2006).

Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif dan pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan, tetapi secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar, dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Kurniawan dan Chabib, 2010).

Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan kefarmasian berfungsi sebagai :

1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat.

2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan dalam pemilihan obat yang tepat. 3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang

berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.

(28)

5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis.

6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat. 7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.

8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.

9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan (Bahfen, 2006).

Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif, dan aman (Jones, 2008).

B. Standar Pelayanan Kefarmasian

(29)

Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah memiliki standar dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tujuan diterbitkannya surat keputusan ini adalah sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional, dan melindungi profesi dalam praktek kefarmasian di apotek sehinggga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004). Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian (Peraturan Pemerintah RI, 2009).

C. Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Tugas dan fungsi apotek adalah:

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

(30)

serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah RI, 2009).

Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan pasien. Model yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu:

1. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat dan tepat. Dalam pelayanan apotek adalah kecepatan pelayanan obat dan kecepatan pelayanan kasir.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan. Dalam pelayanan apotek adalah pemberian informasi obat oleh petugas apotek.

3. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan memberikan kepercayaan dan kebenaran atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Dalam pelayanan apotek adalah kelengkapan obat dan kemurahan harga obat.

4. Emphaty (empati), yaitu kemampuan membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pelanggan. Dalam pelayanan apotek adalah keramahan petugas apotek.

(31)

Menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang lain, terlindungi dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

Pengelola apotek menurut Permenkes RI No: 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek meliputi:

1. Pembuatan, pengelohan, peracikan, pengubahan bentuk campuran, penyimpanan.

2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi (Menteri Kesehatan RI, 1993).

(32)

ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/ asisten apoteker (Peraturan Pemerintah RI, 2009).

D. Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2011).

Menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek disebutkan bahwa dalam pengelolaan apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

(33)

1. Apoteker harus peduli terhadap kesejahteraan pasien dalam segala situasi dan kondisi.

2. Kegiatan inti Apoteker adalah menyediakan obat, produk kesehatan lain, menjamin kualitas, informasi dan saran yang memadai kepada pasien, dan memonitor penggunaan obat yang digunakan pasien.

3. Bagian integral farmasi adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan peresepan yang rasional dan ekonomis serta penggunaan obat yang tepat. 4. Tujuan tiap pelayanan Apoteker yang dilakukan harus sesuai untuk setiap

individu, didefinisikan dengan jelas dan dikomunikasikan secara efektif kepada semua pihak yang terkait (WHO, 1996)

Sebagai pelaku pelayanan kesehatan, apoteker wajib secara moral dan hukum berada dalam posisi yang terbaik untuk memberikan informasi yang cukup dan dapat dimengerti, tentang obat yang mereka gunakan untuk memaksimalkan hasil terapi dan mencegah masalah yang mungkin terjadi selama terapi (Siregar dan Amalia, 2004).

Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek, dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi dan Handayani 2004).

(34)

keamanan, dan keselamatan dalam mengkosumsi atau memilih barang, juga hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang dikonsumsi serta hak dilayani benar dan jujur (Undang-undang RI, 1999).

E. Pelayanan Resep

Menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004 resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

Resep merupakan salah satu jenis instruksi yang ditulis oleh seorang dokter kepada apoteker, untuk menyediakan obat yang akan digunakan pasien. Isi Resep harus mencakup :

1. Nama dan usia pasien (terutama jika anak), 2. Tanggal

3. Instruksi tentang obat-obatan yang diresepkan, termasuk: 4. Nama generik

5. Bentuk sediaan 6. Cara pemakaian 7. Durasi pengobatan

8. Tanda tangan dan Nama penulis resep obat (WHO, 2004).

(35)

memberikan pelayanan resep yang merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

Gambar 1. Contoh resep obat (Syamsuni, 2006)

Obat yang berdasarkan resep harus dilengkapi etiket warna putih untuk obat dalam dan etiket warna biru untuk obat luar (Syamsuni, 2006). Etiket yang diberikan harus jelas untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan obat yang diresepkan dan informasi yang diberikan dapat dipahami oleh pasien. Rincian yang terdapat pada etiket adalah sebagai berikut :

(36)

3. Aturan pakai 4. Nama Generik obat 5. Kekuatan obat 6. Jumlah obat 7. Nama apotek

8. Peringatan (WHO, 2004).

Pekerja kesehatan harus mampu memberikan informasi tambahan untuk kembali menegakkan instruksi yang tepat kepada pasien yang tertera pada etiket obat. Dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Informasi dalam bentuk instruksi verbal harus mencakup sebagai berikut:

1. Frekuensi penggunaan obat

2. Kapan harus meminum obat (misalnya sebelum atau sesudah makan) 3. Berapa lama pengobatan hingga akhir (misalnya mengapa penggunaan

antibiotik pada pengobatan harus sampai habis)

4. Bagaimana penggunaan obat (misalnya dengan air, mengunyah atau menelan)

5. Cara menyimpan obat (misalnya, menghindari panas, cahaya dan kelembaban)

6. Jangan berbagi obat ini dengan orang lain

7. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak (WHO, 2004).

(37)

pada resep asli (Wibowo, 2009). Selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli, kopi resep harus memuat :

1. Nama apotek 2. Alamat apotek 3. Nama APA 4. Nomor SIK APA

5. Tanda tangan atau paraf APA

6. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan atau tanda nedet (ne detur) untuk obat yang belum diserahkan

7. Nomor resep

8. Tanggal pembuatan (Syamsuni, 2006)

(38)

Gambar 2. Contoh kopi resep obat (Syamsuni, 2006)

Obat yang berdasarkan resep juga harus dilengkapi dengan etiket warna putih untuk obat dalam dan etiket warna biru untuk obat luar yang mencantumkan:

1. Nama dan alamat apotek 2. Nama dan nomor SIK APA

3. Nomor dan tanggal pembuatan obat 4. Nama pasien

5. Aturan pemakaian

(39)

F. Hipertensi

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Corwin, 2001). Menurut Joint National Committee (JNC) VII, kriteria tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Seseorang mengalami hipertensi jika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekana darah diastolic (TDD) ≥90 mmHg. Sistolik adalah tekanan darah yang yang terukur saat sebelum kontraksi kardiak dan menunjukan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat setelah kontraksi dan saat jantung dikosongkan (Sassen and Carter, 2005). Hipertensi tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan (Yusuf, 2008).

Hipertensi digolongkan menjadi dua macam, yaitu : a) Hipertensi primer (essential / primary hypertension)

Merupakan jenis hipertensi yang tidak diketahui sebabnya dengan pasti. Diduga ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kenaikan tekanan darah pada hipertensi primer sehingga sulit diketahui sebab pastinya, seperti faktor genetik, gaya hidup, mutasi, maupun abnormalitas fisiologis, dan sebagainya (Dipiro, 2008).

b) Hipertensi sekunder (secondary hypertension)

(40)

umum adalah terjadinya disfungsi ginjal akibat penyakit ginjal kronis. Selain itu, beberapa jenis obat-obatan dan substansi makanan juga dapat menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder ini, seperti beberapa jenis steroid, NSAID (inhibitor COX-2), fenilpropanolamin dan analognya, dan sebagainya (Dipiro, 2008).

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (≥ 18 tahun)

Menurut JNC VII (Sassen and Carter, 2005) Klasifikasi Tekanan

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥100

Tekanan darah dan jika pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan menggolong beratnya hipertensi (Anonim, 2006).

(41)

tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain (Gunawan, 2001).

G. Antihipertensi

1. Terapi nonfarmakologi

Pasien Hipertensi harus dianjurkan modifikasi gaya hidup, termasuk pengurangan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet makanan yang diambil dari Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), diet pembatasan natrium ideal untuk 1,5 g/hari (3,8 g/hari natrium klorida), olahraga teratur, berhenti mengkonsumsi alcohol, dan berhenti merokok (Well, et al., 2009).

2. Terapi farmakologis

Obat-obatan anti hipertensi terdiri dari beberapa golongan dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menurunkan tekanan darah. Penggunaannya harus disesuaikan dengan kondisi pasien yang bersangkutan. Obat-obatan anti hipertensi terdiri dari beberapa golongan dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menurunkan tekanan darah. Penggunaannya harus disesuaikan dengan kondisi pasien yang bersangkutan. Golongan-golongan obat tersebut antara lain :

1) Diuretik

(42)

tiga, yaitu diuretik thiazide (hidroclorthiazide/HCT), diuretik loop (furosemide), dan diuretik hemat kalium (spironolakton). Obat-obat ini umumnya diberikan dalam dosis tunggal per harinya setiap pagi hari.

2) Angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor

Bekerja dengan menghambat kerja enzim ACE sehingga mengurangi jumlah produk angiotensin II yang menstimulasi otot jantung dan pembuluh darah, dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Contoh obat golongan ini: captopril, enalapril, ramipril, lisinopril. ACE inhibitor memiliki efek samping berupa timbulnya batuk kering karena penguraian bradikinin terhambat.

3) Angiotensin II-receptor blocker

Bekerja dengan memblok reseptor angiotensin II. Seringkali menjadi piliha untuk kombinasi obat. Contoh : candesartan, losartan, irbesartan.

4) Calcium-channel blocker

Bekerja dengan memperlambat masuknya kalsium ke dalam sel dengan demikian akan menurunkan jumlah afterload. CCB dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan dihidropiridin (amlodipine, folodipine, nifedipine) dan non-dihidropiridin (diltiazem, verapamil).

5) β-blocker

Obat ini memblok adrenoseptor β di sel juxtaglomerular, sehingga mengurangi aktivitas sistem RAA serta reseptor β1 di jantung sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang berlebihan. Penggunaan obat β

(43)

mengurangi resiko efek samping. Contoh : propanolol (non-selektif), bisoprolol, atenolol (selektif).

6) α-blocker

Bekerja di pembuluh perifer, menghambat uptake katekolamin ke dalam otot polos sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah hipotensi potural/ortostatik. Contoh : prazosin, terazosin, dan doxazosin.

7) Mixed α and β blocker

Obat golongan ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah tanpa meningkatkan denyut jantung. Contoh : labetalol.

8) Central antihypertensive agent

Menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak sehingga aktivitas parasimpatik meningkat dan terjadi penurunan tekanan darah. Contoh : clonidine.

9) Direct vasodilator

(44)

Tabel II. Beberapa contoh obat ACE Inhibitor

Obat t ½ Dosis awal

Captopril 2 – 3 12,5 mg (2 kali sehari)

Enalapril 11 5 mg (1 kali sehari)

Lisonopril 12 10 mg (1 kali sehari)

Perindopril 25 - 20 4 mg (1 kali sehari)

Ramipril 13-17 1,25 mg (1 kali sehari)

(Azzopardi, 2010). Captopril (Gambar 3) secara farmakologi adalah suatu inhibitor ACE (Angiotensin Converting Enzim). Onset cepat dan durasi pendek menguntungkan bagi pasien yang toleran terhadap inhibitor ACE tetapi tidak tepat selama penggunaan jangka panjang. Captopril digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang dan hiprtensi berat yang resisten terhadap pengobatan lain, gagal jantung kongestif, setelah infark miokard, nefropati diabetic (Gunawan, 2001).

Gambar 3 . Gambar struktur kimia captopril (Azzopardi, 2010)

(45)

secara teratur untuk mengetahui respon yang diberikan oleh captopril (Anonim, 2010).

H. Landasan Teori

Apotek adalah salah satu sarana pelayanan tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh apoteker. Praktek kefarmasian yang dilakukan apoteker ialah pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional ((Peraturan Pemerintah RI, 2009). Pelayanan resep obat adalah pekerjaan kefarmasian yang sepenuhnya adalah tanggung jawab apoteker kepada pasien. Obat resep captopril merupakan terapi obat yang ditujukan kepada pasien yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi (Hipertensi). Untuk memenuhi salah satu kebutuhan konsumen, apoteker haruslah memberikan pelayanan kefarmasian yang

berupa informasi obat terutama kepada pasien penyakit kronik dan degeneratif.

Pemberian informasi obat yang tepat dan memadai yang disampaikan oleh apoteker, turut berperan dalam mencapai ketaatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi yang diterima.

(46)

kefarmasian dapat memberikan informasi obat kepada pasien sesuai Standar Pelayanan Kefarmasian yang berlaku. Menurut WHO tahun 2004, saat menyerahkan obat kepada pasien apoteker sebagai pekerja kesehatan harus mampu memberikan informasi tambahan yang tertera pada etiket untuk kembali menegaskan instruksi yang tepat dan yang mudah dimengerti oleh pasien. Sesuai dengan tujuan yaitu patient oriented, pemberian informasi oleh apoteker dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat.

I. Hipotesis

(47)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang evaluasi ketersediaan pelayanan informasi obat resep captopril sebagai antihipertensi di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktiknya, 2001).

Rancangan deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu secara aktual dan cermat. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Hasan, 2002).

(48)

membuat daftar semua unit sampel, disusun dan diberi nomor secara berurutan, kemudian unit sampel ditulis pada gulungan kertas dan di masukkan ke dalam Kotak dan diaduk sampai rata, lalu gulungan kertas tersebut diambil sesuai jumlah sampel yang diinginkan kemudian dicocokkan dengan nomor urut daftar unit sampel (Budiarto, 2001).

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah apotek-apotek di wilayah Kota Yogyakarta.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah jenis-jenis informasi yang harus disampaikan dalam pelayanan informasi obat menurut Management of Drug at Health Centre Level menurut WHO 2004 dan “Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek” Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.

c. Variabel pengacau dalam penelitian ini adalah tingkat keramaian apotek pada saat kunjungan yang mempengaruhi kesibukan apoteker dalam memberikan pelayanan, dimana hal ini berpengaruh terhadap kesediaan waktu yang dapat diberikan khususnya dalam memberikan pelayanan informasi obat secara lengkap.

2. Definisi Operasional

(49)

Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 mengenai informasi obat yang diberikan berupa cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

b. Obat resep captopril adalah permintaan obat yang tertulis dari dokter, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien dengan indikasi sebagai antihipertensi.

c. Antihipertensi merupakan obat-obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi.

d. Kopi resep obat adalah suatu salinan yang memuat semua informasi yang tercantum dalam resep asli yang diberikan oleh dokter.

e. Standar kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian pada apotek sebagai fasilitas pelayanan kefarmasian.

f. Etiket obat merupakan etiket penggunaan dari obat yang diserahkan oleh pihak apotek saat menyerahkan obat resep kepada pasien.

g. Check list dilakukan untuk menunjukkan gejala-gejala berupa informasi obat yang diberikan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.

h. Apotek-apotek di Wilayah Kota Yogyakarta merupakan populasi penelitian yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian.

(50)

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

j. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sabagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Peraturan Pemerintah RI, 2009).

3. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/ asisten apoteker (Peraturan Pemerintah RI, 2009).

C. Bahan atau Materi penelitian

Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian adalah catatan daftar apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta tahun 2011 yang terdapat pada Kantor Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

D. Sampel dan Populasi

Penetapan jumlah sampel yang ingin diteliti, untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 menurut Notoadmojo (2005) dengan rumus 1.

n =

Rumus 1. Besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian Keterangan : n = besar sampel

N = besar populasi

(51)

Dalam penelitian ini sampel yang akan terlibat sebesar :

n =

= 93

N = besar populasi Apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta tahun 2011 n = besar sampel penelitian

d = ketepatan yang diinginkan (0,05)

Sampel penelitian yang diperoleh sebanyak 93 apotek di wilayah Kota Yogyakarta. Tetapi pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak 95 apotek. Sampel diperoleh dari populasi penelitian yaitu sebanyak 121 apotek yang terdaftar pada Dinkes Kota Yogyakarta tahun 2011.

E. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa check list, pengamatan dilakukan dengan memberikan tanda check (√) pada daftar yang

menunjukkan gejala-gejala berupa informasi obat yang sesuai dengan standar yang digunakan mengacu kepada Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian dan Management of Drug at Health Centre Level WHO 2004, skenario, dan protokol. Selain itu digunakan resep obat Captopril resmi dari dokter sebagai alat untuk pelaksanaan pengumpulan data.

Protokol yang dirancang untuk penelitian ini adalah :

(52)

2. Membawa logistik penelitian (resep, dana, dan daftar cek) ketika berkunjung ke apotek.

3. Tanggal resep paling lama yang diisikan pada resep adalah paling lambat 5 hari sebelum proses observasi.

4. Waktu pengunjungan apotek adalah antara jam 08.00-22.00.

5. Apabila staf apotek menanyakan alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi, maka aktor/peneliti memberikan salah satu alamat simulasi yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu alamat yang sekiranya mudah dijangkau dari apotek yang dikunjungi atau setidaknya berada dalam kecamatan yang sama dengan apotek tersebut. Nomor telepon yang diberikan adalah nomor telepon simulasi yang juga telah dipersiapkan sebelumnya.

6. Apabila staf apotek menanyakan pertanyaan, aktor/peneliti menjawab dengan jawaban yang relevan dan umum.

Skenario yang digunakan disusun sedemikian rupa sehingga mempermudah peneliti memperoleh data yang akurat.

F. Tata Cara Penelitian

1. Persiapan

(53)

surat permohonan dari Fakultas Farmasi USD. Tahap ini juga meliputi proses pembuatan resep obat captopril dan penyusunan skenario.

a. Pembuatan resep obat captopril

Pengajuan proposal dan surat permohonan kerja sama kepada Dokter Umum yang memiliki ijin praktek dokter. Kerja sama yang dimaksudkan untuk memperoleh resep obat captopril yang akan digunakan sebagai alat untuk memperoleh data penelitian.

b. Pembuatan daftar cek penelitian

Daftar cek atau check list dibuat guna membantu dalam merekam data hasil observasi yang diperoleh. Macam-macam daftar yang dicantumkan adalah kriteria-kriteria informasi yang harus diberikan oleh staf apotek dalam pelayanan obat menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Management of Drug at Health Centre Level WHO 2004. Selain itu ditambahkan juga daftar penyerah dan pemberi informasi obat guna mengetahui apakah staf farmasi yang melayani saat itu adalah apoteker, tenaga kesehatan lain, atau petugas lainnya.

c. Penyusunan skenario

(54)

diberikan oleh pihak apotek, berdasarkan resep obat yang akan diserahkan di apotek. Skema skenario yang dibuat sebagai berikut:

Gambar 4. Bagan skenario yang digunakan pada saat pengambilan data

d. Latihan skenario penelitian

Peneliti yang juga sebagai aktor nantinya mempersiapkan diri dengan berlatih skenario penelitian yang telah disusun. Sehingga pada saat pengumpulan data, aktor/peneliti sudah tidak tampang canggung lagi dengan apa yang akan diperankan. Untuk menguji hasil latihan, dilakukan uji coba langsung pada apotek yang bukan termasuk dalam apotek sampel.

2. Proses pengumpulan data

Jenis pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi Partisipatif Partiil (Pengamatan Terlibat Sebagian), dimana pengamat (observer) benar-benar mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

Peneliti (aktor) untuk mengetahui pihak apotek yang

(55)

sasaran pengamatan (observee) dan hanya mengambil bagian pada kegiatan tertentu saja. Dengan kata lain, pengamat ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas tertentu dalam kontak sosial yang tengah diselidiki. Yang perlu diperhatikan di dalam observasi partisipasi ini adalah jangan sampai sasaran pengamatan tahu bahwa pengamat yang berada di tengah-tengah mereka memperhatikan gerak-gerik mereka (Notoatmodjo, 2002). Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap apoteker dan petugas yang sedang bertugas di apotek. Peneliti berpartisipasi aktif dalam proses pengumpulan data. Peniliti membuat rancangan skenario, dimana peneliti berperan sebagai salah satu kerabat/keluarga dari pasien yang akan mengunjungi apotek untuk menyerahkan resep obat captopril. Pengambilan data dilakukan dengan menuliskan jenis-jenis informasi yang diberikan setelah penyerahan resep diikuti dengan penyerahan obat resep oleh pihak apotek. Pengumpulan data dilakukan dimulai pada tanggal 18 Maret-16 Mei 2011. Pengumpulan data informasi obat dari apoteker atau petugas apotek, diperoleh dari hasil pengamatan peneliti selama jalannya penelitian ketika apoteker atau petugas apotek tersebut sedang melakukan pelayanan informasi obat.

3. Proses pengolahan data

(56)

yang diberikan oleh apoteker dan petugas lainnya yang yang sedang bekerja di apotek.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh akan dievaluasi berdasarkan jenis informasi obat yang diberikan oleh pihak apotek, secara analisis deskriptif. Literatur yang digunakan sebagai acuan adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan “Management of Drug at Health Centre Level“WHO 2004.

Dengan melihat ketersediaan pelayanan informasi obat yang didapat selama pengambilan data, diketahui perlunya informasi obat yang lengkap mengenai terapi obat captopril sebagai antihipertensi. Pada penelitian ini juga dilakukan pada pengamatan pada sumber informasi obat captopril, serta kopi resep dan etiket obat.

Persentase jumlah pelayanan resep obat captopril yang terdapat di apotek-apotek wilayah Kota Yogyakarta, cara perhitungan persentasenya:

(57)

2. Jumlah apotek yang sumber informasinya berasal dari apoteker, tenaga teknis farmasi dan non farmasi. Perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing apotek yang sumber informasi obat resepnya berasal dari apoteker, tenaga teknis farmasi dan non farmasis, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat dikali 100%.

3. Jumlah apotek yang memberikan pelayanan informasi obat resep menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004. Perhitungannya dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan pelayanan resep obat dan disertai informasi obat resep menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat dikali 100%.

4. Jumlah apotek yang memberikan pelayanan informasi obat resep menurut WHO Tahun 2004. Perhitungannya dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan pelayanan resep obat dan disertai informasi obat resep menurut WHO tahun 2004, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat dikali 100%. 5. Jumlah pelayanan salinan resep. Perhitungannya dilakukan berdasarkan

perhitungan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan pelayanan salinan resep, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat dikali 100%.

(58)

kriteria isi salinan resep obat, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan salinan resep dikali 100%.

7. Jumlah apotek yang memberikan pelayanan salinan resep dengan benar. Perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan pelayanan salinan resep dengan benar, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan salinan resep dikali 100%.

8. Jumlah apotek yang memberikan obat resep yang disertai etiket. Perhitungannya dilakukan dengan berdasarkan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan obat resep yang disertai etiket, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat dikali 100%.

9. Jumlah apotek yang memberikan etiket obat sesuai kriteria isi etiket obat resep menurut WHO tahun 2004. Perhitungannya dilakukan dengan berdasarkan jumlah apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan etiket sesuai kriteria isi etiket obat resep menurut WHO tahun 2004, dibagi jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat disertai etiket dikali 100%.

(59)

78

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan Pelayanan Informasi Obat Resep Captopril Sebagai Antihipertensi Oral di apotek-apotek Wilayah Kota Yogyakarta bertujuan untuk mengetahui gambaran pelayanan informasi yang yang diberikan oleh pihak apotek berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang „Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek‟ serta ketersediaan dan kelengkapan dari salinan resep dan etiket yang diberikan.

Hasil penelitian ini terdiri atas 4 bagian. Bagian pertama berisi mengenai profil pelayanan resep obat captopril di apotek-apotek wilayah kota Yogyakarta. Bagian kedua mengenai ketersediaan pelayanan resep obat captopril. Bagian ketiga berisi pemaparan hasil pemberian etiket terkait informasi aturan pemakaian obat. Bagian keempat pemaparan hasil pelayanan resep obat captopril yang disertai dengan pemberian salinan resep.

A. Profil Pelayanan Resep Obat Captopril di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta

(60)

Tabel III. Daftar Apotek Sampel yang Terpilih Dikelompokkan Berdasar Kesamaan Kecamatan

Kecamatan Nama Apotek Sampel

(61)

Menurut Data yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogayakarta tahun 2011, Kota Yogyakarta memiliki 121 apotek dan memiliki Apoteker Pengelola Apoteker (APA) dalam menjalankan apotek sebagai tempat melakukan pekerjaan kefarmasian. Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara acak yang tersebar pada 14 Kecamatan yang dimiliki Kota Yogyakarta. Proses pengumpulan data dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Maret-Mei 2011. Resep obat Captopril yang digunakan sebagai salah satu instrumen penelitian merupakan resep yang dapat dipercaya realibilitasnya. Karena dibuat sesuai dengan kondisi pada umumnya oleh seorang dokter yang sebelumnya pernah berhadapan dengan seorang pasien hipertensi dengan resep Obat Captopril.

Salah satu praktek kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek adalah pelayanan resep obat. Pada pelayanan resep obat tersebut apoteker wajib untuk memberikan informasi yang cukup dan dapat dimengerti, tentang obat yang pasien gunakan untuk memaksimalkan hasil terapi dan mencegah masalah yang mungkin terjadi selama terapi. Untuk mengetahui persentase pelayanan resep obat yang disertai dengan informasi obat captopril oleh pihak apotek, terlebih dahulu mengetahui persentase apotek di wilayah Kota Yogyakarta yang memberikan pelayanan resep obat captopril.

(62)

Gambar 5.Diagram persentase apotek yang memberikan pelayanan resep obat captopril wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2011

Berdasarkan gambar 5 terdapat jumlah apotek yang memberikan pelayanan resep obat captopril lebih banyak dibanding jumlah apotek yang tidak memberikan pelayanan resep obat captopril. Persentase apotek yang tidak memberikan pelayanan resep obat sebesar 6 apotek (6%), disebabkan karena sebagian besar apotek-apotek tersebut merupakan apotek kecantikan, yang tidak memiliki sediaan obat captopril sehingga tidak menerima resep yang diberikan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Pelayanan Apotek menyatakan bahwa Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

94% 6%

Ketersediaan Apotek Melayani Resep Obat Captopril

memberikan pelayanan resep obat

tidak memberikan pelayanan resep obat

(63)

Dari jumlah 95 sampel yang ada, tersisa jumlah sampel 89 apotek yang kemudian dilihat profil pelayanan resepnya.

Gambar 6. Profil Pelayanan Resep Obat Captopril di Apotek-Apotek Wilayah Kota Yogyakarta

B. Ketersediaan Pelayanan Informasi Obat Resep Captopril

Dalam penelitian ini ketersediaan informasi obat resep captopril merupakan salah satu gambaran profil dari apotek-apotek wilayah kota Yogyakarta sebagai tempat apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian. Menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004 pelayanan resep obat yang diberikan oleh apoteker harus disertai dengan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

(64)

pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Untuk mendapatkan kerasionalan dan ketepatan penggunaan suatu obat bagi pasien tertentu, diperlukan informasi pengobatan yang tepat dan menyeluruh.

Berdasarkan gambar 6 diketahui tidak semua apotek sampel memberikan pelayanan informasi pada saat penyerahan obat. Seperti yang telah dikemukakan pada profil pelayanan resep, sebesar 3 apotek (3%) dari 89 apotek sampel tidak memberikan pelayanan resep Obat Captopril disertai informasi obat seperti yang diharapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Management of Drug at Health Centre Level menurut WHO 2004.

Dari data yang ada ditunjukkan bahwa hanya terdapat 86 apotek (97%) dari 89 apotek sampel yang memberikan pelayanan informasi obat Resep Captopril. Namun tidak ada diantaranya yang memberikan informasi obat tersebut secara lengkap sekaligus berdasarkan kriteria yang dikatakan pada Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 dan Management of Drug at Health Centre Level menurut WHO 2004.

(65)

penggunaan obat yang tidak rasional sehingga menyebabkan penyakit pasien menjadi lebih serius.

Tabel IV. Persentase jenis Informasi Obat di apotek-apotek Wilayah Kota Yogyakarta menurut Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004. No Jenis Informasi Obat Jumlah Apotek yang

memberikan Informasi penyimpanan obat, dan jangka waktu pengobatan

1 1,2%

4. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi

0 0%

Berdasarkan tabel IV tersebut menunjukkan dalam memberikan pelayanan resep obat apoteker tidak sepenuhnya memberikan informasi obat resep yang lengkap kepada pasien. Pada UU No. 36 tahun 2009 pasal 7 dan 8 menuliskan setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab, juga berhak untuk memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

(66)

meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan resiko efek samping. Pemberian informasi obat resep yang kurang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengobatan (medication error).

Menurut WHO tahun 2004, saat menyerahkan obat kepada pasien apoteker sebagai pekerja kesehatan harus mampu memberikan informasi tambahan yang tertera pada etiket untuk kembali menegaskan instruksi yang tepat dan yang mudah dimengerti oleh pasien yang mencakup frekuensi penggunaan, kapan harus meminum obat, berapa lama pengobatan, cara penyimpanan, cara penggunaan obat, jangan menggunakan obat bersama orang lain dan jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.

Tabel V. Persentase jenis nformasi obat yang diberikan saat menyerahkan obat resep Captopril kepada pasien menurut WHO tahun 2004 No Jenis Informasi Obat Jumlah Apotek yang

memberikan Informasi

2. Cara penggunaan, frekuensi penggunaan, dan kapan harus meminum obat

45 52,3%

3. Cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan harus meminum obat, dan lama pengobatan

3 3,5%

4. Cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan harus meminum obat, lama pengobatan, dan cara penyimpanan

1 1,2%

5. Frekuensi penggunaan obat, kapan harus meminum obat, berapa lama pengobatan hingga akhir, bagaimana penggunaan obat, cara menyimpan obat, jangan berbagi obat ini dengan orang lain, dan jauhkan obat dari jangkauan anak-anak

(67)

Berdasarkan tabel V hasil presentase dari 86 apotek sampel menunjukkan informasi obat yang diberikan oleh pihak apotek saat menyerahkan obat resep captopril sehingga informasi obat yang diterima oleh pasien hanyalah terkait cara penggunaan, frekuensi penggunaan, dan kapan harus meminum obat 53,2% (45 apotek) sedangkan cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan harus meminum obat, dan lama pengobatan 3,5% (3 apotek), dan untuk cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan harus meminum obat, lama pengobatan, dan cara penyimpanan sebesar 1,2% (1 apotek). Hal tersebut menunjukkan informasi obat yang diterima oleh pasien tidak lengkap terkait pengobatan yang diterima.

1. Berdasarkan resep asli obat

(68)

Gambar 7. Diagram persentase apotek yang memberikan obat sesuai resep asli

Berdasarkan gambar 7, diketahui persentase apotek yang memberikan obat sesuai resep asli sebanyak 87 apotek (98%) dan terdapat 2 apotek (2%) yang memberikan tidak sesuai resep asli. Menurut PP 51 tahun 2009 pada pelayanan resep obat, menggantikan obat yang tertera pada resep obat haruslah dengan konfirmasi persetujuan dari dokter yang memberikan resep obat tersebut. Hasil menunjukkan 2 apotek yang memberikan obat tidak sesuai dengan resep asli, disebabkan karena adanya peresepan yang boros oleh pihak apotek. Keadaan ini ditemukan pada salah satu apotek yang melakukan pemberian obat dengan harga mahal (biasanya obat dengan merk dagang). Menurut Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 15 ayat 2 menyatakan bahwa apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten. Sedangkan pada satu apotek yang juga memberikan obat tidak sesuai

98% 2%

Apotek yang memberikan obat sesuai resep n = 89

(69)

dengan resep asli, memberikan obat resep dengan kekuatan obat yang berbeda (dosis berlebih) dengan obat yang tertera pada resep asli.

Oleh karena itu, apoteker harus lebih memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah, dimana apoteker memiliki tanggung jawab atas kebenaran dan ketepatan obat yang diterima oleh pasien, serta cara pemakaian, cara penyimpanannya, jangka waktu pengobatan dan masalah-masalah lain terkait obat tersebut termasuk cara pengatasannya (misalnya efek samping, ketidakpatuhan). Selain itu apoteker juga memiliki tanggung jawab untuk menyerahkan obat yang benar dan kepada pasien yang benar.

2. Berdasarkan sumber informasi obat di apotek

(70)

mengamati persentase apoteker sebagai sumber informasi yang memberi pelayanan resep obat captopril di apotek-apotek wilayah kota Yogayakarta.

Gambar 8. Diagram persentase pelayanan resep oleh pihak apotek.

Berdasarkan gambar 8 diketahui pelaksana yang memberikan pelayanan resep obat dibagi menjadi 3 kelompok. Pelayanan resep obat captopril yang diberikan oleh pihak apotek paling banyak adalah AA (54 apotek) sebagai tenaga teknis farmasi. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa 27 apotek pelayanan resep obat captopril yang dilakukan oleh Apoteker dan 8 apotek memberikan pelayanan resep obat captopril yang dilakukan oleh nonfarmasis.

Dengan hasil tersebut menunjukkan pelayanan resep yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian dan tanggung jawab profesi apoteker tidak diterapkan pada sebagian besar apotek-apotek di wilayah Kota Yogyakarta. Hal ini bertentangan dengan Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004, yaitu pelayanan kefarmasian merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

(71)

dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik yang mengatakan bahwa pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA). Hal tersebut sebanding dengan kenyataan sering terjadi yakni pelayanan kefarmasian yang berupa pemberian informasi biasanya hanya mengenai cara dan aturan pakai obat diberikan oleh asisten apoteker, bukan oleh apoteker (Handayani, Gitawati, Muktiningsih, Raharni, 2006). Kurangnya keterlibatan apoteker dalam pelayanan kefarmasian membuat citra seorang apoteker di mata masyarakat menjadi kurang baik sehingga mereka lebih percaya kepada dokter mengenai pemberian informasi obat. Oleh karena itu apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat, serta wajib memberi informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman, rasional, kepada pasien.

Gambar 9. Profil Pelayanan Informasi Obat Resep Captopril oleh Pihak Apotek terkait Informasi Obat yang Benar dan Salah

Gambar

Tabel III. Daftar Apotek Sampel yang Terpilih Dikelompokkan Berdasar
Gambar 13. Diagram Persentase point penilaian salinan resep obat ...................  61
Gambar 1. Contoh resep obat (Syamsuni, 2006)
Gambar 2. Contoh kopi resep obat (Syamsuni, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan penentuan se- lektivitas thiacrowIT ether jenuh dan tak jenuh ter- hadap logam transisi Hg dalam bentuk molekul HgCl2 yang dilakukan dengan met ode

Berdasarkan paparan di atas bahwa diduga adanya pengaruh antara kemampuan menulis cerpen terhadap variabel-variabel yang lain seperti penggunaan media pembelajaran dan

Keadaan akan berbeda jika jumlah sedemikian besar sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang material pada laporan keuangan secara keseluruhan definisi dari material dalam

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pembagian peran antara laki- laki dan perempuan atas dasar mereka sudah saling memahami satu sama lain bagaimana

Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 1 Pacitan salah satu permasalahan yang terjadi yaitu kesalahan pencatatan dalam proses pengelolaan data khususnya bagian

a) Untuk nilai kontrak tertinggi lebih besar atau sama dengan HPS. b) Untuk nilai kontrak kurang dari HPS.. pada tingkat Kabupaten/Kota tersebut, dijadikan pembanding untuk

16 Ilmu seni dapat menjadikan karya seni sebagai objek ilmu, ilmu seni dapat mengarahkan si penghayat seni dalam membangun relasi dan empati terhadap karya seni,

Strategi yang diperlukan dalam efektivitas guru agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang telah direncanakan maka dalam proses teknis diarahkan