• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

11

Dalam bab ini akan dibahas mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian sebelumnya yang memuat penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya dan hasil dari penelitian tersebut. Penjelasan terperinci untuk bab ini akan dijelaskan pada subbab-subbab sebagai berikut.

2.1. Landasan Teori

Dalam subbab ini akan dibahas mengenai teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teori dasar (grand theory) dan teori pendukung.

2.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory)

Kajian tentang atribusi awalnya dilakukan oleh Heider tahun 1958. Teori atribusi berkembang dari tulisannya yang berjudul “Native Theory of Action”, yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Menurut Heider (1958), setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Heider (1958) dalam Suartana (2010) menyatakan bahwa teori atribusi

(2)

mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa dan mempelajari bagaimana seseorang menginterpretasikan alasan atau sebab perilakunya. Teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 2008). Atribusi dapat dibedakan sebagai berikut.

1) Atribusi Internal yaitu perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh faktor-faktor internal seperti sikap, sifat-sifat tertentu, ataupun aspek-aspek internal yang lain.

2) Atribusi Eksternal yaitu perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh keadaan atau lingkungan di luar diri orang yang bersangkutan (Sarwono, 1999) Penentuan internal atau eksternal suatu perilaku menurut Robbins (2008) bergantung pada tiga faktor yaitu:

1) Kekhususan 2) Konsensus 3) Konsistensi

Kekhususan memiliki arti seseorang akan mempersepsikan perilaku orang lain secara berbeda pada situasi yang berlainan. Jika perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, akan digolongkan atribusi eksternal, sebaliknya itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal. Konsensus berarti semua orang yang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika

(3)

konsensusnya rendah, termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena teori ini dapat menjelaskan faktor eksternal wajib pajak yaitu kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Di samping itu, teori ini juga menjelaskan adanya faktor internal wajib pajak yaitu locus of control yang mampu memperkuat atau memperlemah pengaruh faktor eksternal tersebut.

2.1.2 Teori Kontinjensi

Pendekatan kontinjensi yang digunakan oleh para peneliti dalam penelitian seperti ini adalah dalam rangka memberikan masukan faktor-faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancangan penelitian. Pendekatan kontinjensi yang digunakan banyak menarik minat para peneliti karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan variabel independen selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak terhadap variabel dependennya. Dengan didasarkan pada teori kontinjensi maka ada dugaan bahwa terdapat faktor situasional lainnya yang mungkin akan saling berinteraksi didalam mempengaruhi situasi tertentu. Beberapa penelitian dalam akuntansi menggunakan pendekatan kontinjensi adalah untuk melihat hubungan variabel-variabel konstekstual seperti ketidakpastian lingkungan (Otley, 1980).

(4)

Keterkaitan interaksi hubungan antara locus of control dengan kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan dapat dijelaskan oleh pendekatan kontinjensi. Dengan demikian teori kontinjensi dalam penelitian ini mengargumenkan bahwa kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan yang diperoleh Wajib Pajak dalam mencapai peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, akan bergantung pada suatu kondisi tertentu, salah satunya adalah locus of controlWajib Pajak.

2.1.3 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Dalam anak subbab ini akan dibahas mengenai hal-hal terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yaitu pengertian, dasar pengenaan PBB-P2, dan Wajib Pajak. Penjelasan terperinci untuk subbab ini akan dijelaskan pada anak subbab sebagai berikut.

2.1.2.1. Pengertian

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

(5)

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olahraga;

f. Galangan kapal, dermaga; g. Taman mewah;

h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. Menara

Sementara itu, objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek pajak yang:

a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu; d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,

tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

(6)

f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Pendataan PBB-P2 dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

2.1.2.2 Dasar Pengenaan PBB-P2

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012, dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Bupati. Tarif PBB-P2 ditetapkan sebesar:

a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% per tahun; dan

b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2% per tahun

Dalam hal bumi dan/atau bangunan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, maka tarif ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,15% per tahun; dan

(7)

b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,3% per tahun

Dalam hal pemanfaatan bumi merupakan kawasan jalur hijau, maka tarif ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,05% per tahun; dan

b. Untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% per tahun

Besaran pokok PBB-P2 yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak.

2.1.2.3 Wajib Pajak

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012, Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib PBB-P2

2.1.3 Kualitas Pelayanan

Dalam anak subbab ini akan dibahas mengenai hal-hal terkait variabel independen penelitian yaitu kualitas pelayanan. Anak sub bab ini terdiri dari

(8)

pengertian dan dimensi kualitas jasa. Penjelasan terperinci untuk subbab ini akan dijelaskan pada anak subbab sebagai berikut.

2.1.3.1 Pengertian Pelayanan

Pelayanan merupakan bentuk bantuan yang diberikan pada orang lain menggunakan cara tertentu yang membutuhkan kepekaan dan hubungan interpersonal sehingga mampu menciptakan kepuasan dan keberhasilan. Tercapainya keberhasilan penerimaan pajak dipengaruhi oleh tax payer yang didominasi dari dalam diri individu tersebut. Namun, faktor yang mempengaruhi keberhasilan tidak hanya akibat dari tax payer.

Menurut Supadmi (2009:217), secara sederhana kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Menurut the Amerika Society of Quality Control dalam Sumadi (2005), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang telah bersifat laten. Tjiptono (1996) dan Wyckoff (1992) dalam Hadiati (2003:298) mendefinisikan kualitas sebagai derajat sejauh mana produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Dengan demikian, yang dikatakan kualitas adalah kondisi dinamis yang menghasilkan :

1) Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2) Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

3) Suatu proses yang memenuhi atau melebihi haparan pelanggan. 4) Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

(9)

Kualitas pelayanan merupakan suatu sikap atau pertimbangan global tentang keuangan dari suatu pelayanan (Burhanudin, 2009). Menurut gap theory yang diusulkan oleh Parasuraman dkk (1985), bahwa kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari suatu penyediaan layanan (Cronin, 1992). Kualitas pelayanan dalam penelitian ini adalah persepsi wajib pajak atas perbandingan antara harapan jasa yang diinginkan dengan penilaian mereka terhadap kinerja aktual penyedia layanan.

2.1.3.2 Dimensi Kualitas Jasa

Aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan dalam bisnis jasa adalah sikap dan pelayanan dari contact personal. Sehubungan dengan contact personal yang sangat penting dalam menentukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellent, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada beberapa unsur pokok dalam konsep ini seperti yang dinyatakan Tjiptono (2002:58), yaitu : kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan.

Tjiptono (2002:70) menyatakan adanya lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, yaitu:

1) Bukti Fisik (tangibles), yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan komunikasi. Tangibles yang diberikan akan digunakan oleh pelanggan-pelanggan baru untuk mengevaluasi kualitas. Tangibles sering digunakan oleh perusahaan untuk mempertinggi citra mereka di mata pelanggan.

(10)

2) Keandalan (reliability) merupakan kemampuan para petugas pajak dalam memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini berarti bahwa penyediaan jasa harus dapat memenuhi janji mereka, karena jika penyediaan jasa menginginkan agar pelanggan tetap loyal terhadap jasa yang diberikan maka penyediaan jasa harus memperhatikan dan memenuhi janjinya tersebut.

3) Daya Tanggap (responsiveness) merupakan karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia yaitu keinginan para petugas pajak untuk membantu wajib pajak dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan kepada perhatian dan kecepatan lain-lain menangani pertanyaan, keluhan dan masalah pelanggan. Selain itu, pada dimensi ini prilaku karyawan sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. 4) Jaminan (assurance),yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak bebas dari resiko, bahaya atau keragu-raguan. Dimensi ini dapat menjadi sangat penting dan pengaruh persepsi pelanggan terhadap service quality apabila jasa yang diberikan beresiko tinggi. Oleh karena itu, dimensi ini sangat bergantung pada kemampuan karyawan dalam mengkonsumsikan kredibilitas mereka dalam perusahaan.

5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan petugas dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan, memperlakukan dan melayani pelanggan secara pribadi, dan memandang pelanggan sebagai individu yang unik dan istimewa adalah hal yang paling

(11)

utama. Dengan demikian, pelanggan akan merasa diperhatikan oleh perusahaan jasa.

Kualitas pelayanan merupakan faktor-faktor yang digunakan untuk menilai kualitas jasa. Kepatuhan WP dalam membayar pajak dipengaruhi oleh mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak kepada wajib pajak. Peranan petugas pajak tidak hanya menjalankan tugasnya yang berkaitan dengan perpajakan namun berperan aktif dalam menjaga agar WP tetap patuh dengan memberikan pelayanan yang prima.

Petugas pajak yang memiliki tanggungjawab akan pelayanan dapat berinteraksi langsung dengan wajib pajak oleh karena itu, peran petugas pajak dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan WP untuk berperilaku patuh atau tidak. Widiastuti (2014) menyatakan apabila kualitas pelayanan semakin baik maka akan cenderung meningkatkan tingkat kepatuhan pajak. Semakin tinggi mutu pelayanan yang diberikan maka tingkat kepatuhan perpajakan semakin tinggi.

2.1.4 Sanksi Perpajakan

Sanksi merupakan bentuk hukuman yang diberikan oleh pemerintah kepada individu yang melanggar peraturan. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa denda yang dapat diselesaikan dengan cara membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan perundang-undangan.

Widiastuti (2014) menyatakan Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak

(12)

diperkenankan oleh masyarakat. Oleh karena itu, agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh masyarakat, maka harus diberikan sanksi bagi individu yang melakukan pelanggaran sehingga hal tersebut menjadi sebuah pertimbangan tersendiri bagi wajib pajak.

WP dapat mematuhi kewajiban untuk pembayaran pajak ketika WP mempertimbangkan sanksi denda yang akan lebih merugikan. Apabila sisa pajak yang tertunggak dimiliki wajib pajak semakin banyak maka jumlah yang harus dibayar oleh WP juga semakin besar sehingga WP akan semakin berat untuk melunasi pajak yang tertunggak tersebut. Oleh sebab itu sikap atau pandangan WP terhadap sanksi denda diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut maka sanksi pajak relevan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini.

Beberapa bukti empiris seperti penelitian Jatmiko (2006) dan Sanjaya (2014) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam mematuhi perpajakan. Oleh karena itu, semakin tegas persepsi WP mengenai sanksi dan hukum pajak maka tingkat kepatuhan perpajakan akan semakin meningkat.

2.1.5 Kepatuhan Pajak

Kepatuhan secara umum adalah tunduk atau patuh pada suatu aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok, atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (Widiastuti, 2014). Kepatuhan pajak juga dapat didefinisikan

(13)

sebagai suatu perilaku dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2000). Robbins (2008) berpendapat perilaku kepatuhan seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok dan organisasi. Berdasarkan pemahaman mengenai definisi kepatuhan pajak yang diungkapkan tersebut di atas, maka WP diharapkan lebih patuh dalam memenuhi kewajiban membayar pajak sehingga fungsi pajak dapat tercapai.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh adalah taat pada aturan. Sehingga kepatuhan adalah ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditentukan. Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya, secara disiplin, sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta cara perpajakan yang berlaku. Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan. Terdapat dua jenis kepatuhan yakni:

1) Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2) Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

(14)

Kepatuhan merupakan perilaku yang taat hukum. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam memenuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi. Menurut Zain (2008:31) terdapat iklim perpajakan yang digunakan untuk mengukur derajat kepatuhan Wajib Pajak yang bercirikan:

1) Wajib pajak memahami dan berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Mengisi formulir pajak dengan tepat. 3) Menghitung pajak dengan jumlah benar. 4) Membayar pajak tepat pada waktunya.

Dalam Pajak Bumi dan Bangunan, Wajib Pajak tidak perlu menghitung sendiri pajak yang harus dilunasinya. Wajib Pajak hanya perlu patuh dalam pengisian formulir pemberitahuan objek pajak dengan tepat dan membayar kewajiban Pajak Bumi dan Bangunannya sesuai dengan apa yang tertera pada SPPT dengan tepat waktu dan tepat jumlah.

2.1.6 Locus of Control

Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli pembelajaran sosial. Rotter (1966) menyatakan bahwa locus of controlsebagai tindakan dimana individu menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan atau kekuatan di luar kendalinya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukan (action) dengan akibat/hasil (outcome). Rotter (1966) membedakan orientasi locus of controlmenjadi dua, yaitu:

(15)

1) Locus of controlinternal

Seseorang yang memiliki locus of control internal cenderung menganggap bahwa keterampilan (skill), kemampuan (ability) dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang mereka peroleh dalam hidup mereka. Mereka yang merasa tanggung jawab atas kejadian-kejadian tertentu.

2) Locus of controleksternal

Seseorang yang memiliki locus of control eksternal cenderung menganggap bahwa apa yang diperoleh dalam hidup mereka terutama ditentukan oleh kekuatan dari luar diri mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan orang lain yang berkuasa. Mereka sering menyalahkan (atau bersyukur) atas keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan-kekuatan lain di luar kekuasaannya.

Konsep Locus of Control didasarkan pada teori pembelajaran sosial (Reiss dan Mitra, 1998). Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa pilihan dibuat oleh individu dari berbagai macam perilaku potensial yang tersedia untuk mereka (Phares, 1976 dalam Reiss dan Mitra, 1998). Locus of control didefinisikan Mac Donald dalam Tsui dan Gul (1996) sebagai sejauh mana seseorang merasakan hubungan kontinjensi antara tindakan dan hasil yang mereka peroleh. Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir mereka disebut internal. Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, eksternal adalah orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik di luar

(16)

mereka sendiri. Sebagai contoh, oleh takdir, keberuntungan, kekuatan yang lain atau sesuatu yang tidak dapat diprediksi.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian-penelitian terdahulu sebagai referensi. Adapun penelitian sebelumnya yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya yaitu Banyu (2011) meneliti Pengaruh sikap, kesadaran wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan di kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikap, kesadaran wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan sebagai variabel bebas kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sebagai variabel terikat. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara parsial sikap wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak serta secara simultan sikap wajib pajak, kesadaran wajib pajak, pengetahuan perpajakan, berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Survina (2011) meneliti Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Biaya Kepatuhan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan biaya kepatuhan pajak sebagai variabel bebas dan kepatuhan Wajib Pajak Restoran

(17)

sebagai variabel terikat. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 wajib pajak. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan biaya kepatuhan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung.

Pratiwi dan Setiawan (2014) meneliti tentang pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak reklame di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak reklame.

Sanjaya (2014) meneliti tentang pengaruh kualitas pelayanan, kewajiban moral dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan kualitas pelayanan, kewajiban moral dan sanksi perpajakan berpengaruh kepada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di Dinas Pendapatan Kota Denpasar.

Yadnyana (2009) meneliti tentang pengaruh moral dan sikap wajib pajak pada kepatuhan wajib pajak koperasi di Kota Denpasar. Variabel yang diteliti moral wajib pajak, sikap wajib pajak (terhadap peraturan pajak,

(18)

kebijaksanaan perpajakan terdiri dari sanksi, penghindaran pajak dan administrasi pajak), serta kepatuhan perpajakan. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa moral dan sikap wajib pajak secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak koperasi di Kota Denpasar.

Jatmiko (2006) meneliti pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini menemukan bahwa sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Koertarto (2011), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran PBB. Penelitian ini menemukan faktor SPPT, sanksi, pelayanan pajak dan pendapatan wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan membayar PBB. Analisis lebih lanjut menemukan layanan pajak memiliki pengaruh dominan terhadap kepatuhan membayar pajak. Ringkasan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Referensi

Dokumen terkait

- Nama yang dipakai untuk Bubble, data store, dataflow harus konsisten (identitas perlu) - Setiap level harus konsisten aliran datanya dengan level sebelumnya. - Usahakan agar

Kerjasama antara umat Islam dan Katholik di dalam penelitian di kelurahan Kefamenanu Tengah, antara lain dalam pembangunan tempat ibadah, perayaan hari besar agama,

Secara umum, ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dengan pembangunan sistem database ini: (1) aanya database yang mampu digunakan untuk merekam dan menyajikan seluruh

Sehubungan dengan pelaksanaan e-lelang sederhana Pengadaan Alat Instrumen PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan

 erkembangan tradisi Hindu- Buddha dengan perubahan struktur sosial masyarakat, pendidikan, kesenian, dan teknologi pada masa kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha...

Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk

(iv) Bank tidak akan bertanggungjawab terhadap sebarang kehilangan atau kerugian yang disebabkan oleh sebarang kegagalan untuk menerima atau bertindak, atau untuk

Sama halnya dengan kebijakan Pelonggaran Kuantitatif, salah satu tujuan The Fed melakukan kebijakan tersebut adalah untuk memancing para pelaku ekonomi, dalam hal