• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. learning. Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Model Discovery Learning, dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. learning. Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Model Discovery Learning, dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM

BASED LEARNING DAN MODEL DISCOVERY LEARNING

(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIIISMPN 3 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015)

Sylvia Dalistyana Herman e-mail: dalistyanasylvia@yahoo.com

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning tergolong kategori baik atau tidak.Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learningdalam pembelajaran matematika.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen, dengan populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN 3 Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen ke-1 menggunakan model problem based learning dan kelas eksperimen ke-2 menggunakan model discovery learning.Terpilih kelas VIII B dengan jumlah peserta didik 42 orang sebagai kelas eksperimen ke-1 dan kelas VIII C dengan jumlah peserta didik 40 orang sebagai kelas eksperimen ke-2. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Teknik analisis data menggunakan uji rata-rata satu pihak dan uji kesamaan dua rata-rata.

Berdasarkan Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning tergolong kategori baik sedangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning tergolong kategori cukup serta terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning.

Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Model Discovery Learning, dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik.

ABSTRACT

This research purposes to know the ability of mathematic creative thinking studentsusing problem based learning model and discovery learning model in good category or not.Besides it, this research purposes to know there is difference the ability of mathematiccreative thinking students between using problem based learning model and discovery learning model in study math.

(2)

2

Method of this research is kuasi experiment research, the population of this research is all students class VIII SMPN 3 Tasikmalaya year 2014/2015. Two class was chosen random as sample. The first experiment class by using problem based learning model and the second class using discovery learning model.B class with 42 students as the first experiment class and 40 students on C class as the second experiment class. The instrument of this research is question of mathematiccreative thingkingtest. Technique analysis data usingsimilarityof two mean test .

The result of this research and analysis data indicate there is the ability of mathematic creative thinking students of using problem based learning modelin good category and the ability of mathematic creative thinking students of using discovery learning model in not good category (intermediate category). there are also differencesthe ability of mathematiccreative thinking student betweenusing problem based learning model and discovery learning model.

Key Word: Problem Based Learning Model, Discovery Learning Model, and The Ability of Mathematic Creative Thinking Students.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan, karena pendidikan merupakan salah satu upayauntuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas baik dari segi intelektual, spiritual, maupun emosional. Sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian diperlukan kemampuan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Proses pembelajaran matematika merupakan proses pembelajaran yang mampu mengkontruksi pemikiran setiap peserta didik untuk terus berkreasi dan berinovasisesuai dengan visi matematika yang memiliki arah pengembangan untuk memenuhi kebutuhan masa yang akan datang yangdiungkapkan Sumarmo, Utari (2014:125)

Visi kedua dalam artiyang lebih luas danmengarah kemasa depan, matematika memberi peluang berkembangnya kemampuanmenalar yang logis, sistimatik,kritis dan cermat,kreatif, menumbuhkan rasapercaya diri,dan

(3)

3

rasa keindahan terhadapketeraturan sifatmatematika, sertamengembangkan sikap obyektifdan terbuka yang sangat diperlukan dalammenghadapi masa depan yang selalu berubah.

Berdasarkan visi matematika di atas, salah satu kemampuan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan berpikir kreatif. Pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematika tertuang dalam tujuan pembelajaran matematika. Menurut Sumarmo, Utari (2014:296) “Pembelajaran matematika dalam KTSP bertujuan agar siswa memiliki kemampuan matematik memadai, berpikir dan bersikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika serta rasa ingin tahu dan senang dalam belajar matematika”.

Melihat pentingnya kemampuan berpikir kreatif, sudah seharusnya kemampuan tersebut dikembangkan, serta mendapat perhatian dari pendidik. Namun pada kenyataannya banyak pendidik yang mengesampingkan dan kurang memperhatikan kemampuan tersebut. Kebanyakan guru matematika masih cenderung memberikan soal-soal yang bersifat prosedural dan mengakomodasi kemampuan berpikir tingkat rendah. Hal ini mengakibatkan rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi pada peserta didik, termasuk kemampuan berpikir kreatif matematik pada peserta didik.

Penelitian di MTS Negeri Cikembar mengenai kemampuan berpikir kreatif yang telah dilakukan oleh Sugilar, Hamdan (2012). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik termasuk kategori rendah. Hal ini dilihat dari hasil pretes kemampuan berpikir kreatif matematik, sebanyak 37 peserta didik termasuk kategori tidak kreatif, selanjutnya hasil postes menunjukan 26 peserta didik kurang kreatif dan 11 peserta didik cukup kreatif.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru bidang studi matematika kelas VIII SMPNegeri3 Tasikmalaya dapat disimpulkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan yang kompleks, sehingga nilai yang diperoleh peserta didik tidak sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan peserta didik tidak terbiasa mengerjakan soal-soal matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya, karena

(4)

4

guru jarang memberikan soal-soal matematika yang bersifat terbuka yang memiliki beragam cara penyelesaian. Soal-soal yang diberikan kepada peserta didik hanya soal-soal langsung menggunakan rumus yang sudah ada. Selain itu, pengajaran masih terpusat pada gurudan kurang merangsang keaktifan peserta didik untuk belajar

Menyikapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan matematika, guru hendaknya menerapkan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan pengajaran metematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Ada beberapa model pembelajaran inovatif yang bisa diterapkan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yaitu model problem based learning dan model discovery learning.

Model problem based learning adalah model pembelajaran yang menyajikan masalah di awal pembelajaran. Masalah yang disajikan merupakan masalah nyata dan menarik yang memiliki beragam penyelesaian, sehingga peserta didik dilatih untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan pemikiran kreatif. Situasi masalah yang disajikan di awal pembelajaran merupakan suatu rangsangan yang dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif peserta didik, terutama dalam mencari solusi dari permasalahan tersebut. Dengan demikian, melalui model problem based learning diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik.

Model discovery learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada ditemukannya konsep/prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh peserta didik. Menurut Kemendikbud (2013:212)

Prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final, akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan merka pahami dalam bentuk akhir.

Berdasarkan pendapat tersebut, peserta didik dituntut untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas, karena peserta didik harus menemukan konsep/prinsip sendiri. Melalui pembelajaran discovery, peserta didik diberi kesempatan untuk berlatih dalam menyelesaikan permasalahan matematika secara

(5)

5

mandiri. Selain itu, peserta didik dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi dalam menemukan sebuah konsep/ teori yang akan dipelajari

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning tergolong kategori baik atau tidak. Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen karena dalam penelitian inikarena pada penelitian ini, peneliti ingin melihat sebab akibat atas perlakuan penggunaan model problem based learning dan model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada materi bangun ruang sisi datar.

Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas VIIISMPN 3Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, kelas eksperimen ke-1 menggunakan model problem based learningdan kelas eksperimen ke-2 menggunakan model discovery learning. Terpilih kelas VIII B dengan jumlah peserta didik 42 orang sebagai kelas eksperimen ke-1 dan kelas VIII C dengan jumlah peserta didik 40 orang sebagai kelas eksperimen ke-2.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang diberikan diakhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning.

Ada tiga perlakuan dalam teknik analisis data yaitu statistika deskriptif, uji persyaratan analisis, dan uji hipotesis. Untuk uji hipotesis menggunakan uji satu rata-rata dan kesamaandua rata-rata-rata-rata dengan uji-t.

(6)

6

Pelaksanaan proses pembelajaran matematika pada penelitian ini dimulai pada tanggal 17 Februari -10 Maret 2015 sebanyak 8 kali pertemuan, 6 pertemuan membahas materi bangun ruang sisi datar dengan kompetensi dasar menemukan dan menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas, kemudian sisanya yaitu 2 pertemuan diberikan tes kemampuan berpikir kreatif matematik terhadap peserta didik.

Penelitian pada kelas eksperimen ke-1 yangmenggunakan model problem based learning meliputi 5 tahapan yang harus dilakukan, yaitu: memberikan orientasi permasalahan pada peserta didik, mengorganisasikan peserta didik dalam penyelidikan, membantu penyelidikan secara mandiri maupun kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Pada kegiatan pendahuluan, peneliti memberikan apersepsi kepada peserta didik dengan mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya serta mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari oleh peserta didik. Selain itu, peneliti memotivasi peserta didik dengan cara memberikan gambaran tentang pentingnya mempelajari materi bangun ruang sisi datar dan mengaitkan materi bangun ruang sisi datar dengan kehidupan sehari-hari. Peneliti juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada materi bangun ruang sisi datar.

Pada tahap memberikan orientasi peserta didik terhadap masalah, peneliti mengajukan beberapa masalah secara lisan dan aktivitas yang harus dilakukan oleh peserta didik berkenaan dengan materi yang akan dipelajari. Sementara peserta didik diharapkan untuk meresponnya. Kemudian peneliti menjelaskan pentingnya kontribusi individu dalam kelompoknya untuk mengemukakan ide-idenya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang tertera pada bahan ajar atau Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Pada pertemuan pertama, peserta didik belum berani mengungkapkan pendapatnya mengenai karakteristik masalah atau pertanyaan lisan yang diajukan oleh guru di kelas. Namun pada pertemuan berikutnya, peserta didik tidak sungkan lagi dalam mengemukakan pendapatnya, karena mereka telah terbiasa belajar dengan menggunakan model problem based learning.

Pada tahap mengorganisasikan peserta didik dalam penyelidikan, peneliti membagi peserta didik ke dalam 8 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 6

(7)

7

kelompok beranggotakan 5 orang dan 2 kelompok beranggotakan 6 orang. Pada tahap ini, peneliti membagikan bahan ajar kepada masing-masing kelompok yang harus dikerjakan oleh peserta didik secara berkelompok. Selanjutnya pada tahap membantu penyelidikan secara mandiri maupun kelompok terjadi diskusi antara peserta didik, antar kelompok, dan antar peserta didik dengan guru sehingga memungkinkan terjadi proses pertukaran ide yang dapat melibatkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Ketika peserta didik sedang berdiskusi, peneliti berkeliling mencermati kegiatan diskusi yang dilakukan oleh peserta didik kemudian peneliti memberikan scaffolding (bantuan) jika ada peserta didik yang memerlukan bantuan. Selanjutnya ketika diskusi kelompok telah selesai dan merasa cukup, beberapa peserta didik mewakili kelompoknya mempresentasikan bahan ajar di depan kelas, sedangkan kelompok yang lainnya mencermati, bertanya atau memberikan tanggapan. Setelah itu, guru memberikan LKPD untuk dikerjakan secara berkelompok juga dan seperti biasa salah satu peseta didik mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas mengenai jawaban dari soal-soal LKPD, jika mereka telah selesai mengerjakan LKPD. Pada saat presentasi bahan ajar pertemuan kedua, peserta didik terlihat gugup dalam menjelaskan bahan ajar. Hal ini disebabkan karena peserta didik terbiasa belajar dengan menggunakan metode ceramah, dimana pada metode tersebut peserta didik hanya mendengarkan materi yang dijelaskan oleh guru, sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk mempresentasikan materi atau soal-soal yang diberikan oleh guru. Pada pertemuan selanjutnya, peserta didik sudah terlihat percaya diri dalam mempresentasikan bahan ajar maupun LKPD, penguasaan peserta didik pada materi bangun ruang sisi dasar terlihat lebih berkembang dari pertemuan sebelumnya.

Tahapan yang terakhir dalam problem based learning yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahapan ini, peneliti membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah dari awal sampai akhir. Setelah itu, guru memberikan tugas individu yang harus dikerjakan peserta didik dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya.

Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang menggunakan model problem based learning dapat berjalan lancar sesuai dengan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam problem based learning. Hal tersebut ditunjukan oleh aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematik secara berkelompok, aktivitas bertanya

(8)

8

dan menanggapi serta aktivitas presentasi. Namun pada pertemuan pertama, terdapat satu tahapan pada problem based learning yang tidak terlaksana yaitu mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya. Hal ini disebabkan pada pertemuan pertama peserta didik masih terlihat kaku dalam melaksanakan proses pembelajaran, karena mereka belum terbiasa belajar dengan menggunakan model problem based learning, sehingga waktu tidak mencukupi. Namun pada pertemuan selanjutnya peserta didik sudah terbiasa belajar dengan menggunakan model problem based learning, sehingga semua komponenatau tahapan yang ada dalam problem based learning dapat terlaksana dengan baik. Selain itu peserta didik pada pertemuan selanjutnya telihat lebih antusias dan semangat dalam mengemukakan pendapat, mempresentasikan hasil jawaban dan menanggapi peserta didik yang sedang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Kendala lain yang ditemukan pada saat proses pembelajaran di kelas yang menggunakan model problem based learning adalah masih ada peserta didik yang malas dalam memecahkan masalah yang tertera pada bahan ajar atau LKPD. Peserta didik yang tidak memiliki minat yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan merasa kesulitan dalam belajar, sehingga beberapa peserta didik tidak antusias dan kurang berpartisipasi dalam diskusi kelompok. Hal tersebut dapat diantisipasi seiring berjalannya waktu. Dengan diberikannya motivasi yang kuat dari guru dan teman sekelompoknya, terlihat peserta didik tersebut lebih semangat dalam belajar di kelas.

Pada kelas eksperimen ke-2 proses pembelajarannya menggunakan model discovery learning.Pada model discovery learning, terdapat 6 tahapan yang harus dilakukan, yaitu: stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification dan generalization. Sebelum pembelajaran dimulai, penelitimemberikan apersepsi mengenai materi yang telah dipelajari sebelumnya serta mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Kemudian, peneliti memberikan motivasi kepada peserta didik dengan menjelaskan aplikasi materi bangun ruang sisi datar dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik termotivasi untuk mempelajari materi tersebut. Selain itu, peneliti juga menginformasikan tujuan pembelajaran dan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada materi bangun ruang sisi datar yang harus dicapai peserta didik.

(9)

9

Tahap awal dalam pembelajaran discovery adalah stimulation. Peneliti memulai pembelajaran dengan memberikan rangsangan kepada peserta didik dengan mengajukan suatu masalah mengenai materi bangun ruang sisi datar. Masalah yang diajukan berupa pernyataan lisan atau beberapa pertanyaan yang disajikan dalam bentuk bahan ajar.

Tahap yang kedua yaitu problem statement, setelah peserta didik diberikan suatu masalah yang membuat mereka kebingungan, peserta didik mendiskusikan (antara peserta didik atau peserta didik dan guru) tentang karakteristik dari permasalahan yang diamati. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik dalam menjawab masalah yang sedang dihadapinya. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin karakteristik masalah kemudian salah satunya dijadikan sebagai hipotesis. Pada pertemuan pertama, peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran yang menggunakan model discovery learning, sehingga pada tahap problem statement mereka belum berani mengungkapkan pendapatnya mengenai materi bangun ruang sisi datar, karena mereka masih ragu-ragu atau kurang percaya diri, sehingga takut dalam mengungkapkan pendapatnya. Ketika bahan ajar dibagikan, peserta didik masih kebingungan mengenai cara mengisi bahan ajar tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan proses pembelajaran pada pertemuan pertama berjalan kuarang efektif. Pertemuan selanjutnya secara bertahap peserta didik dapat mengungkapkan pendapatnya dengan berani

Tahapan yang ketiga yaitu data collection, peserta didik duduk berkelompok sesuai dengan kelompok belajar yang telah dibentuk oleh guru. Pengelompokan dibuat heterogen agar diskusi berjalan dengan efektif. Masing-masing kelompok beranggotakan 5 orang. Pada tahap ini guru membagikan bahan ajar kepada setiap kelompok yang harus diisi oleh peserta didik. Melalui bahan ajar tersebut, peserta didik harus menemukan konsep dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya melalui buku paket atau referensi lainnya mengenai materi bangun ruang sisi datar yang dibutuhkan. Pada pertemuan pertama, beberapa peserta didik kurang setuju dengan kelompok yang dibuat guru karena dibentuk berdasarkan tingkat akademik dengan tidak melibatkan kepentingan pribadi sehingga hanya beberapa peserta didik yang terlibat aktif dalam diskusi saat mengumpulkan informasi. Namun pada pertemuan berikutnya peserta didik mulai terlibat aktif untuk mengeluarkan pendapat dan tidak canggung lagi untuk bersama-sama mengisi bahan ajar dengan anggota kelompoknya.

(10)

10

Tahap keempat yaitu data processing, peserta didik mengumpulkan informasi yang telah didapatkan kemudian disusun dan dianalisis sehingga menjadi sebuah kesimpulan. Pada tahap ini terjadi interaksi antar anggota kelompok mereka mengungkapkan ide mereka masing-masing namun harus menemukan sebuah kesimpulan saja. Peserta didik yang lebih tinggi kemampuannya memberikan bimbingan kepada peserta didik yang kurang memahami sedangkan guru hanya memberikan pengarahan seperlunya. Pada tahap ini masih ada peserta didik yang lambat dalam memahami bahan ajar yang disajikan. Waktu pembelajaran selama 2 x 40 menit tidak cukup bagi beberapa kelompok untuk mengerjakan bahan ajar dan soal yang disajikan dalam LKPD. Perlahan peserta didik mulai mampu mengolah informasi yang mereka peroleh dengan cara membaca dan bertanya dalam sebuah diskusi

Tahap kelima yaitu verification, Setelah mendapatkan pengetahuan baru tersebut perlu di buktikan sehingga peserta didik melakukan pemeriksaan dengan menghubungkan hipotesis yang diajukan diawal dengan hasil data processing yang didapat. Menurut Bruner (Kemendikbud, 2013:5) “Verification bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, contoh, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya”. Pada pertemuan pertama, proses pembelajaran masih mengandalkan guru untuk memperoleh pemahaman peserta didik. Peneliti harus membimbing peserta didik untuk membuktikan konsep tersebut. Namun pada pertemuan selanjutnya, peneliti lebih memotivasi peserta didik agar dapat menyelesaikan persoalan dengan kemampuannya sendiri.

Tahap selanjutnya yaitu tahap generalization, peserta didik menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah mendapat kesimpulan mengenai sebuah konsep, peserta didik dicoba untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat pada LKPD secara berkelompok, kemudian mempersiapkan laporan untuk dipresentasikan di depan kelas.. Pada tiap pertemuannya hanya dapat presentasi 1 kelompok dikarenakan membahas bahan ajar yang terlalu lama karena harus menemukan sebuah konsep oleh peserta didik sendiri. Guru memberikanpenguatan materi tentang sub pokok bahasan yang dipresentasikan dan dikoreksi pada penjelasan dari peserta didik yang belum jelas.

(11)

11

Setelah selesai presentasi, guru dan peserta didik merefleksikan pembelajaran yang telah dilakukan serta membuat kesimpulan mengenai materi yang baru saja dipelajari. Kemudian guru memberikan tugas kepada peserta didik yang harus dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya.

Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen ke-1 diperoleh skor terkecil adalah 10, skor terbesar adalah 20 dan rentangnya 10. Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelas 1,7. Rata-rata skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik adalah 16,00 dan standar deviasinya 2,62.

Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen ke-2 diperoleh skor terkecil adalah 10, skor terbesar adalah 20 dan rentangnya 10. Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelas 1,7. Skor rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik adalah 14,85 dan standar deviasinya 2,87.

Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning sebesar 16,00lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan model discovery learning sebesar 14,85Sehingga, bisa dikatakan terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning. Namun pernyataan tersebut belum memberikan kesimpulan yang benar-benar tepat, oleh karena itu peneliti mengolah data tersebut dengan analisis kesamaan dua rata-rata.

Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalampengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen ke-1menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 5,651. Dengan taraf nyata diperoleh

hitung2 = 5,651<

daftar2 = 11,341 sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelasekperimen ke-2 menghasilkan nilai chikuadrat 4,922. Dengan diperoleh

hitung2 = 4,922<

2

daftar

= 11,341 maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,2 Dengan db1 = 39, db2 = 41, dan taraf nyata diperoleh Fhitung = 1,45< F0,01(39/41) = 2,104, kedua varians homogen.

(12)

12

Untuk uji hipotesis ke-1 dan uji hipotesis ke-2 dengan menggunakan uji pihak satu rata-rata. Untuk uji hipotesis ke-1 diperoleh thitung = 2,4734. Ternyata pada α = 1%

thitung = 2,4734 > t (0,99)(41) =2,4208, artinya kemampuan berpikir kreatif matematik

peserta didik yang menggunakan model problem based learning tergolong kategori baik. Untuk uji hipotesis ke-2diperoleh thitung = -0,0335. Ternyata pada α = 1% thitung

= -0,3305< t(0,99)(39) = 2,4258, artinya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta

didik yang menggunakan model discovery learningtidak tergolong kategori baik

Uji hipotesis ke-3 dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata yaitu diperoleh = 2,6403dan = 3,0545 Ternyata

; maka ditolak dan diterima, artinya terdapat perbedaan kemampuan

berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning.

Berdasarkan hasil pengolahan data, skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik dikaitkan dengan pencapaian KKM yaitu 79. Skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di kelas eksperimen ke-1 lebih banyak yang mencapai KKM yaitu sebanyak 26 orang di bandingkan skor tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di kelas eksperimen ke-2 yakni sebanyak 16 orang. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan ketercapaian KKM di kelas eksperimen ke-1 dan kelas eksperimen ke-2.

Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik di kedua kelas eksperimen diklasifikasikan menjadi sangat baik,baik, cukup, kurang, dan buruk Presentase hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning disajikan pada Gambar.1 sebagai berikut

(13)

13

Gambar 1

Persentase Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik yang menggunakan model problem based learning dan Model discovery

learning

Berdasarkan Gambar 1, persentase kriteria sangat baik (A) pada kelas PBL adalah 26,19% lebih banyak daripada pada kelas DL 17,5%, sama halnya dengan persentase pada kategori baik, kelas PBL lebih unggul yaitu sebesar 42,86% dibandingkan dengan kelas DL yaitu sebesar 38,10%. Sedangkan persentase di kategori cukup (C) dan kurang (D), kelas DL memiliki persentase yang lebih besar. Hal tersebut menunjukan bahwa kelas PBL lebih unggul daripada kelas DL.

Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dianalisis berdasarkan indikator yang diukur, hasil tes disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut

Tabel 1

Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Berdasarkan Indikator

Indikator Kelas Skor yang Diperoleh Skor Maksimum Persentase Fluency (Kelancaran) Eksperimen ke-1 158,5 210 75,48% Eksperimen ke-2 141,5 200 70,75 % 26.19% 42.86% 28.57% 3.38% 0 17.50% 38.10% 32.50% 10% 0 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% A B C D E

Persentase Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik yang Menggunakan Model problem based learning dan model discovery learning

(14)

14 Indikator Kelas Skor yang

Diperoleh Skor Maksimum Persentase Flexibility (Keluwesan) Eksperimen ke-1 132,5 210 75,62% Eksperimen ke-2 152,5 200 66,25% Elaboration (Kerincian) Eksperimen ke-1 157,5 210 85,48% Eksperimen ke-2 179,5 200 78,75% Originality (Keaslian) Eksperimen ke-1 162,5 210 86,43% Eksperimen ke-2 181,5 200 81,25%

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa indikator yang mendapat skor tertinggi pada kelas eksperimen ke-1 yaitu indikator originality (keaslian) dengan perolehan86,43%. dan kelas eksperimen ke-2 yaitu originality (keaslian) sebesar 81,25% Indikator yang mendapat skor terendah pada kelas eksperimenke-2 yaitu indikator flexibility (keluwesan) mendapat perolehan 66,25% dan kelas eksperimen ke-1 yaitu indikator fluency (kelancaran) mendapat perolehan 75,48%. Untuk setiap indikator secara keseluruhan kelas eksperimen ke-1 mendapatkan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen ke-2.

Berdasarkan pengujian hipotesis ke-1 kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning tergolong kategori baik, hal ini disebabkan karena peserta didik terbiasa dihadapkan dengan soal-soal pemecahan masalah yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya, sedangkan pada uji hipotesis ke 2 diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning tidak tergolong kategori baik. Pada pembelajaran discovery, peserta didik harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk menemukan konsep, namun pada kenyataannya pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik sangat terbatas, sehingga hanya peserta

(15)

15

didik yang memiliki kemampuan tinggi yang lebih dominan dalam menemukan konsep tersebut. hal ini mengakibatkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik tergolong kategori cukup.

Berbeda dengan model problem based learning, pada model discovery learning pembelajaran yang dilaksanakan lebih menekankan pada peran aktif peserta didik untuk menemukan sendiri konsep dan menyelesaikan pemahamannya sendiri sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hamiyah, Nur dan Muhamad jauhar (2014:181) “Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip”. Dalam menemukan konsep tersebut

Pada pembelajaran discovery, ketika peserta didik diberikan LKPD mereka terlihat kaku dalam menyelesaikan soal-soal matematik yang terdapat pada LKPD, mereka kebingungan dalam menentukan langkah awal penyelesaian dari masalah tersebut, sehingga guru harus membimbing mereka dalam menyelesaikan LKPD. Menurut kemendikbud (2013:215) “Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian” Pendapat tersebut sesuai dengan fakta-fakta yang terdapat di lapangan, diantaranya peserta didik masih terlihat kurang terampil dalam memecahkan soal-soal yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Dengan demikian, berdasarkan hasil perolehan data serta hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan discovery learning.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning tergolong kategori baik.

2. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning tidak tergolong kategori baik

3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan model discovery learning.

(16)

16

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya yang tertarik menerapkan model problem based learning dan discovery learning, hendaknya penelitian dilakukan pada materi yang lebih luas dengan mengembangkan atau melatih kemampuan berpikir matematik yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamiyah, Nur dan Muhamad Jauhar (2014). Strategi Belajar Mengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Huda, Miftahul (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Illahi, Mohammad Takdir. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill. Yogyakarta: DIVA Press

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi

Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Risnanosanti (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self Efficacy terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Pembelajaran Inkuiri. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, Utari (2014). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: Tidak diterbtkan.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang tokoh-tokoh yang ada pada buku cerita bergambar “Kenapa Harus Sama?” dan menunjuk gambar tokoh tersebut yang

Apabila terdapat bukti obyektif bahwa penurunan nilai pada aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki hingga jatuh tempo, tersedia

Maka dalam latar belakang di atas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Struktur Modal dan Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan dengan

system credibility dan social influence sudah sesuai. Hal ini dibuktikan berdasarkan jawaban responden melalui kuesioner yang dibagikan. Pengguna dari sisi teacher setuju

Tujuan penelitian ini adalah : tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan struktur yaitu kolom dan balok, terhadap beban beban yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka penulis menarik kesimpulan yaitu, kesatu Wewenang KPK dalam menangani tindak pidana korupsi

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Pengaruh

Jumlah kunjungan neonatus 1 (KN1) idealnya sama atau lebih rendah dibandingkan dengan jumlah ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan (linakes). Oleh karena