• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF WORK LIFE (QWL) DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN KONTRAK DI PAMERAN MODE MALL X YOGYAKARTA - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF WORK LIFE (QWL) DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN KONTRAK DI PAMERAN MODE MALL X YOGYAKARTA - UMBY repository"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

12

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan Kontrak Organ (2006) mendefinisikan organizational citizenship behavior (OCB) sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward (hadiah) dan bisa meningkatkanfungsi efektif organisasi. OCB adalah bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.

(2)

Newstrom (2007) menyatakan bahwa OCB merupakan tindakan yang dipilih karyawan secara bebas dan melebihi panggilan tugas yang meningkatkan kesuksesan organisasi. OCB Sering ditandai dengan spontanitas, bersifat sukarela, berdampak pada hasil yang membangun, tak terduga berguna untuk orang lain, dan kenyataannya boleh memilih. Menurut Robbins dan Judge (2008) OCB adalah suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan sukarela diluar deskripsi kerja yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. Lebih lanjut, OCB merupakan bentuk dari ekspresi kecintaan, loyalitas dan rasa memiliki yang tinggi dari anggota organisasi terhadap perusahaannya.

(3)

Menurut Agja (2016) karyawan kontrak yang bekerja di pameran memiliki tugas-tugas pekerjaan yaitu melakukan display (penempatan) barang sesuai dengan pengelompokkan yang disesuaikan ukuran dan warna (grouping), memasang label harga (price tag), menjaga kerapihan dan kebersihan barang. Karyawan juga harus mampu melakukan monitoring (pencatatan) terhadap kesedian stok produk kemudian dilaporkan kepada supervisor. Selain itu, karyawan dituntut siap sedia untuk melayani konsumen dengan bersikap ramah agar konsumen menjadi loyal pada stan tempatnya bekerja. International Labour Organization (2010) menyatakan bahwa hadirnya karyawan kontrakdalam lingkup perusahan dapat membawa tantangan tersendiri bagi perusahaan, karena karyawan kontrak bersifat sementara maka membuat karyawan kurang diberikan inovasi sehingga produktivitasnya lebih rendah. Menurut Cascio (2006) tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dapat teratasi dengan berbai strategi, salah satunya melalui OCB. Lebih lanjut, adanya OCB dapat membuat karyawan memberikan loyalitasnya dan menunjukan kinerja melebihi apa yang diharapkan perusahaan. OCB akan membawa karyawan secara sukarela melakukan segala hal untuk mewujudkan tujuan perusahaan (As’ad, 2004).

(4)

2. Aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ (2006) menyatakan bahwa OCB terbagi dalam lima aspek, di antaranya adalah :

a. Sikap menolong (altruism)

Sikap menolong (altruism), merupakan perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada karyawan terhadap rekan kerjanya dalam organisasi. Perilaku tersebut ditunjukan untuk membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan kegiatan organisasi dan pertolongan tersebut bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. Artinya karyawan akan menolong rekan kerjanya walaupun tidak ada di dalam tugas-tugasnya.

b. Sikap toleransi (sportsmanship)

(5)

c. Sikap sukarela (conscientiousness)

Sikap sukarela (conscientiousness) merupakan perilaku yang ditunjukkan karyawan dengan usahanya dalam melakukan setiap kewajibannya melebihi persyaratan yang ada di perusahaan atau berusaha melebihi apa yang diharapkan oleh perusahaan. Perilaku sukarela bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Hal tersebut berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum yang diharapkan organisasi. Karyawan akan bersukarela menjalankan dan mengerjakan setiap pekerjaan yang bukan merupakan kewajibannya.

d. Sikap hormat (courtesy)

(6)

e. Sikap tanggungjawab (civic virtue)

Sikap tanggungjawab (civic virtue) merupakan perilaku yang mengindikasi tanggung jawab karyawan pada kehidupan organisasi. Perilaku tanggungjawab ini berhubungan dengan partisipasi aktif karyawan dalam hubungan keorganisasian, seperti tanggung jawab pada kehidupan organisasi, mengikuti mengikuti perubahan dalam organisasi, selalu mengikuti informasi-informasi terbaru tentang perubahan yang terjadi pada perusahaannya, dapat mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki organisasi. Perilaku yang menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah. Seseorang akan menunjukan bahwa dirinya peduli dengan setiap hal yang berhubungan dengan organisasinya dan senantiasa memberikan ide-idenya untuk kesuksesan organisasi.

Aspek-aspek OCB selanjutnya dikemukakan oleh Podsakoff, Bachrach, dan Bendoly (2001), yaitu :

a. Perilaku menolong (helping behavior)

(7)

b. Sportsmanship

Sportsmanship dapat diartikan sebagai kemauan atau keinginan individu untuk menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang ada di tempat kerjanya atau di perusahaanm individu akan menerima keadaan perusahaan apa adanya dengan sukarela bekerja untuk kemajuan perusahaan.

c. Organizational loyalty

Organizational loyalty merupakan bentuk perilaku loyalitas individu terhadap organisasi seperti menampilkan image positif mengenai organisasi tempat karyawan bekerja, membela organisasi dari ancaman yang datang dari luar, mendukung dan membela tujuan organisasi.

d. Organizational compliance

Organizational compliance merupakan bentuk perilaku individu yang gitunjukan individu dalam mematuhi segala peraturan dan prosedur yang berlaku, serta regulasi organisasi meskipun tidak ada pihak yang mengawasinya dalam menjalankan pekerjaan.

e. Individual initiative

(8)

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat lima aspek OCB yaitu altruism meliputi pemberian bantuan kepada orang lain diluar dari tugasnya, sportsmanship meliputi sikap mentolerir dalam kejadian di tempat kerja, conscientiousness meliputi perilaku melebihi tugasnya, courtesy meliputi sikap menghargai dalam organisasi, civic virtue meliputi perilaku menjaga aset organisasi, selain itu OCB juga mencangkup lima aspek lainnya yaitu helping behavior merupakan perilaku sukarela dalam menolong, sportsmanship merupakan sikap menerima toleransi dalam organisasi, organizational loyalty merupakan sikap loyalitas yang ditunjukan seseorang dalam bekerja, organizational compliance merupakan sikap mematuhi peraturan, dan individual initiative merupakan dorongan melakukan tugas yang melebihi standar organisasi.

(9)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior Bacrach, dkk. (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu :

a. Karakteristik individu

Karakteristik individu adalah karakter yang dimiliki dalam diri individu untuk menunjukan performa kerja dalam organisasinya yang dapat mempengaruhi terbentuknya OCB dengan sikap terhadap pekerjaan, meliputi kepuasan kerja, komitmen organisasi, dukungan kepemimpinan, serta persepsi akan keadilan., kepatuhan, keseimbangan, sensifitas, dan kecenderungan untuk menyatakan sikap setuju atau tidak setuju mengenai apa yang terjadi dalam suatu organisasi.

b. Karakteristik pekerjaan

Karakteristik pekerjaan adalah karakter yang melibatkan diri karyawan secara aktif dalam organisasinya. Karakteristik pekerjaan cenderung menjadi anteseden OCBdibandingkan karakteristik pekerjaan yang rutin dan kurang mandiri karena pekerjaan yang rutin menyebabkan karyawan merasa bosan dan tidak bisa mengembangkan kreativitasnya.

c. Karakteristik organisasi

(10)

keberadaan dan pengembangan diri karyawan dapat melalui quality of work life (QWL) yang merupakan proses kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan sebagai sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan pegawainya. Harapan yang sesuai dengan keinginan karyawan akan menimbulkan OCB sebagai bentuk timbal balik atas apa yang diberikan organisasi kepada karyawan (Bacrach, dkk., 2000).

d. Karakteristik kepemimpinan organisasi

Karakteristik pemimpin dalam organisasi yang dapat menjadi anteseden OCB dengan karakteristik kepemimpinan transaksional melalui proses transaksi yang telah disepakati antara dirinya dengan karyawan. Selanjutnya, karakteristik kepemimpinan transformasional merupakan proses memotivasi pengembangan diri karyawan yang akan menunjukan OCB-nya karena merasa diperhatikan dan termotivasi oleh pemimpinnya.

Selanjutnya, menurut Jahangir, dkk. (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB,yaitu :

a. Kepuasan kerja dan komitmen organisasional

Faktor kepuasan kerja, komitmen organisasional yang bersifat afektif menunjukkan adanya hubungan dengan kinerja individu dan OCB.

b. Persepsi peran

(11)

c. Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh pemimpin organisasi terbukti dapat meningkatkan OCB karyawan, dimana akan munculnya kepuasan kerja maupun komitmen organisasi yang merupakan anteseden OCB.

d. Persepsi keadilan

Persepsi akan keadilan organisasi merupakan persepsi individu bahwa organisasi dapat memberika keadilan untuknya yang dapat memicu munculnya OCB.

e. Disposisi individu

Individu yang termasuk dalam skill kerja, seperti inisiatif diri, sikap positif, kedisiplinan, rasa empati dan aktivitas individu terbukti dapat meningkatkan OCB.

(12)

seseorang dalam memandang organisasinya, kepemimpinan merupakan gaya setiap pemimpin dalam organisasi, persepsi keadilan merupakan persepsi individu bahwa organisasi dapat memberikan keadilan untuknya, disposisi individu merupakan kemampuan atau bakat individu dalam bekerja.

(13)

B. Quality Of Work Life (QWL) 1. Pengertian Quality Of Work Life (QWL)

Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Sebuah kualitas kehidupan kerja yang baik adalah hal yang sangat penting dan mendasar di dalam perusahaan untuk menarik dan mempertahankan para karyawan atau pekerjanya (Wibowo, 2017). Istilah Quality of Work Life (QWL) atau kualitas kehidupan kerja pertama kali diperkenalkan pada Konferensi Buruh Internasional pada tahun 1972, tetapi baru mendapatkan perhatian setelah United Auto Workers dan General Motor berinisiatif mengadopsi praktek QWL untuk mengubah sistem kerja. Program QWL mula-mula dipusatkan pada kebutuhan para pekerja wanita dan kemudian diperluas kepada semua karyawan. QWL merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan pegawainya. Hal itu diwujudkan dengan berbagi persoalan dan menyatukan pandangan karyawan (organisasi dan pegawai). (Kaswan, 2017).

(14)

Menurut Kaswan (2017) QWL merupakan istilah longgar yang menjelaskan pendekatan umum terhadap manajemen dan organisasi yang mencangkup setiap aspek pekerja. QWL berupaya mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan menambah pada makna interinsik pekerjaan dan meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan. QWL juga didefinisikan sebagai proses di mana oragnisasi berusaha mengembangkan potensi kraywannya dengan melibatkan karyawan dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan kerjanya. Permana, Hamid, dan Iqbal (2015) menyatakan bahwa QWL adalah upaya yang dilakukan manajemen terhadap peningkatan mutu karyawan dengan menghargai dan memerhatikan segala faktor kondisi kerja, agar tercipta keselarasan antara pekerjaan dengan berbagai faktor yang memengaruhi pekerjaan tersebut. Nanjundeswaraswamy dan Swami (2013) mendefinisikan QWL sebagai kualitas hubungan antara karyawan dengan lingkungan kerja, dimana karyawan akan menyatu dengan lingkungannya sehingga merasakan kepuasan dan kebahagian dalam menjalani pekerjannya. QWL juga adalah suatu cara berpikir tentang orang-orang, pekerjaan, dan organisasi yang memusatkan perhatian pada dampak pekerjaan terhadap pekerja dan efektivitas organisasional, disamping memberikan gagasan-gagasan partisipatif dalam memecahkan masalah-masalah organisasional dan pembuatan keputusan (Anatan dan Ellitan, 2007).

(15)

2. Aspek-aspek Quality Of Work Life (QWL)

Menurut Wibowo (2017) QWL terdiri atas beberapa dimensi yang kembangkan dengan pendekatan validitas isi, yaitu :

a. Partisipasi

Partisipasi berhubungan dengan keterbukaan penyampaian gagasan dan keterlibatan pegawai dalam proses pembuatan kebijakan organisasi. Dimensi Partisipasi meliputi pimpinan yang selalu memperhatikan pendapat atau saran dari karyawannya, atasan terbuka pada gagasan-gagasan yang disampaikan oleh karyawan, dan karyawan sering dilibatkan dalam proses-proses pembuatan keputusan di kantor.

b. Restrukturisasi kerja

(16)

c. Sistem imbalan

Sistem imbalan berhubungan dengan kejelasan dan keadilan dalam hal pemberian tambahan kompensasi, dan termasuk fasilitas kesehatan. Sistem imbalan yang diberikan perusahaan jelas dan adil kepada setiap karyawan, Perusahaan memberikan sejumlah tambahan berupa bonus dan insentif yang menarik, Perusahaan dapat memberikan fasilitas kesehatan yang memadai, Perusahaan memberikan fasilitas bonus atau THR yang sesuai dengan keinginan dan harapan karyawan.

d. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja berhubungan dengan kenyamanan bekerja dalam organisasi, jaminan keselamatan bekerja, dan kondisi ruang bekerja pegawai yang nyaman. Selain itu, fasilitasi serta penerangan di ruang kerja telah memberikan rasa nyaman.

Aspek-aspek QWL selanjutnya dikemukakan oleh Lau dan May (dalam Marlinda & Turnip, 2015), yaitu :

a. Gaji dan kesejahteraan

(17)

b. Kesempatan untuk mengembangkan diri

Kesempatan untuk mengembangkan diri merupakan kemampuan organisasi untuk memberikan peningkatan karier yang sama bagi setiap karyawan mengikuti penataran untuk pembaharuan pendidikan.

c. Keamanan kerja adalah jaminan akan kelangsungan pekerjaan

Keamanan kerja adalah jaminan akan kelangsungan pekerjaan merupakan karyawan yang tidak akan di mutasikan ketempat kerja lain yang tidak sesuai keinginan dan kemampuannya serta jaminan akan tetap mendapatkan gaji setelah tugasnya terselesaikan.

d. Kebanggaan pada pekerjaan dan perusahaan

Kebanggaan pada pekerjaan dan perusahaan merupakan peran dari karyawan dalam memajukan perusahaannya, perasaan bangga akan prestasi yang diperoleh, dan penghargaan yang diberikan perusahaan kepada setiap karyawan yang berprestasi.

e. Keterbukaan dan keadilan bagi seorang karyawan

Keterbukaan dan keadilan bagi seorang karyawan merupakan keterbukaan dari pimpinan organisasi dalam menerima saran, kritik, dan keluhan dari para karyawan, maupun permasalahan yang dihadapi karyawan.

f. Kepercayaan dan keramahan

(18)

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat empat aspek QWL yaitu partisipasi merupakan kesempatan memberikan pendapat, restrukturisasi kerja merupakan kesempatan mengembangkan diri, sistem imbalan merupakan upah yang sesuai harapan, dan lingkungan kerja merupakan kondisi lingkungan yang memadai, selain itu QWL juga mencangkup enam aspek lainnya yaitu gaji dan kesejahteraan merupakan imbalan yang memadai, kesempatan mengembangkan diri merupakan kesempatan untuk memajukan organisasi, keamanan kerja merupakan jaminan kelangsungan keselamatan, kebanggaan pada pekerjaan dan perusahaan merupakan kebermaknaan memandang pekerjaan dan perusahaan, keterbukaan dan keadilan merupakan sikap terbuka dan adil yang diberikan organisasi, kepercayaan dan keramahan merupakan kerjasama yang baik antara karyawan dan organisasi.

(19)

C. Hubungan antara QWL dengan OCB pada Karyawan Kontrak di Pameran Mode Mall X Yogyakarta

International Labour Organization (2010) menyatakan bahwa hadirnya karyawan kontrak dapat membawa tantangan bagi perusahaan, karena bersifat sementara membuat karyawan kurang diberikan inovasi sehingga produktivitasnya lebih rendah. Tantangan-tantangan bagi perusahaan dalam menghadapi karyawan kontrak berdampak pada emosi negatif dari karyawan dengan menunjukan bentuk ekspresi ketidakcintaan atas pekerjaan sehingga kinerjanya memburuk (Robbins & Judge,

2008). Karyawan akan mengabaikan peraturan, prosedur, melalaikan tugas jika tidak diawasi, dan tidak berusaha mencapai hasil yang baik (Podsakoff, ddk., 2001). Pencapaian

hasil yang baik bisa didapatkan perusahaan melalui QWL sebagai proses di mana oragnisasi berusaha mengembangkan potensi karyawannya dengan melibatkan karyawan dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan kerjanya, sehingga karyawan akan menunjukan hasil kerjanya yang melebihi harapan perusahaan (Kaswan, 2017).

(20)

dimensi tersebut di antaranya adalah partisipasi, restrukturisasi kerja, sistem imbalan, dan lingkungan kerja.

Dimensi partisipasi merupakan keterbukaan penyampaian gagasan dan keterlibatan pegawai dalam proses pembuatan kebijakan organisasi. Partisipasi dalam perusahaan membuat atasan terbuka pada gagasan yang disampaikan karyawan dan karyawan merasa dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan (Wibowo, 2017). Karyawan yang dilibatkan oleh perusahaan akan menunjukan OCB dengan sikap tanggungjawab yang dimilikinya seperti mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki organisasi (Organ, 2006). Disisi lain, partisipasi yang tidak diterapkan dalam perusahaan membuat karyawan sulit mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri seperti kurangnya peningkatan karier dalam mengikuti penataran untuk pembaharuan pendidikan dan karyawan merasa pendapat serta sarannya kurang diperhatikan oleh atasan maupun perusahaan (Lau & May dalam Marlinda & Turnip, 2015). Perhatian yang kurang didapatkan membuat karyawan kurang bertanggungjawab, dengan begitu karyawan akan pasif dalam hubungan keorganisasian dan kurang inisiatif untuk merekomendasi bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi yang dapat diperbaiki (Organ, 2006).

(21)

karyawan merasa pimpinan sering memberi kesempatan untuk mengembangkan inisiatif dan kreatifitas dalam menyelesaikan pekerjaan, serta karyawan diberi kesempatan memecahkan persoalan dalam bidang masing-masing dengan fasilitas yang diberikan perusahaan berupa buku maupun literatur dalam bidang kerjanya (Wibowo, 2017). Pemberian fasilitas dari perusahaan membuat karyawan menunjukan OCB-nya dengan loyalitas atau kesetiaannya pada organisasi sehingga karyawan dapat memajukan serta membela organisasi. Selain itu, karyawan juga akan menunjukan kinerja melebihi persyaratan yang ada di perusahaan atau berusaha melebihi apa yang diharapkan perusahaan (Graham dalam Marlinda & Turnip, 2015). Sebaliknya, restrukturisasi kerja yang tidak dirasakan karyawan dapat mempengarughi QWL pada tingkat ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan seseorang terhadap karirnya yang dampak pada ketidakefektivitas organisasi dan juga karyawan tidak berusaha memberikan ide dalam memecahkan masalah dan keputusan organisasi (Taleghani, dkk., dalam Nurbiyati, 2014). Hal tersebut akan menimbulkan OCB yang rendah dengan emosi negatif pada diri karyawan. Emosi negatif membuat konflik dalam oranisasi sulit teratasi dengan baik dan kurang adanya ikatan antara setiasp angota (Organ, dkk., 2006)

(22)

menimbulkan OCB dengan menunjukan ketaatan karyawan melalui kemauannya untuk mematuhi peraturan, prosedur maupun instruksi organisasi. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan penyelesaian tugas, dan tindakan karyawan terhadap sumber atau aset organisasi (Graham, dalam Marlinda & Turnip). Lain halnya, karyawan yang merasakan ketidakpuasan terhadap imbalan mengakibatkan keluhan dalam bekerja, adanya pencurian, dan kualitas produk serta pelayanan yang rendah. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Taleghani, dkk. (dalam Nurbiyati, 2014) yang mengatakan bahwa imbalan yang tidak sesuai harapan karyawan menjadikan karyawan kurang bersedia untuk memberikan loyalitas-nya kepada perusahaan, sehingga menjadi penyebab penurunan kinerja, ketidak hadiran, dan pasif dalam organisasi (Lussier dalam Kaswan, 2017).

(23)

menyelesaikan tugas-tugasnya, sehingga tugas yang dikerjakan kurang optimal dan pasif dalam organisasi (Wibowo, 2017). Hal tersebut akan menimbulkan perilaku OCB yang rendah, dimana karyawan akan menunjukan bentuk ekspresi ketidakcintaan, kinerja yang buruk, dan rasa memiliki yang rendah dari anggota organisasi (Robbins dan Judge, 2008)

QWL merupakan kualitas hubungan antara karyawan dengan lingkungan kerjanya (Nanjundeswaraswamy, 2013). Menurut Cascio (2006) QWL akan menumbuhkan rasa puas terhadap perlakuan perusahaan sehingga karyawan berkeinginan untuk tetap tinggal dan bertahan di perusahaan. Karyawan yang merasa terpuaskan terhadap organisasi akan menunjukan OCB-nya dengan memberikan loyalitas atau kesetiaannya dan menunjukan kinerja melebihi apa yang diharapkan perusahaan.

(24)

pada diri karyawan yang dapat membuat konflik sulit teratasi dengan baik dan kurang adanya ikatan antara setiasp angota (Organ, dkk., 2006). Hal ini di dukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2015) yang mengungkapkan bahwa QWL secara signifikan berhubungan dengan OCB karyawan. Hasil penelitian dari Aini, dkk. (2013) juga menunjukan bahwa terdapat hubungan QWL dengan OCB pada karyawan. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa karayawan yang mendapatkan kualitas kerja yang sesuai keinginan dan harapannya, maka karyawan akan bekerja melebihi target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dilain sisi, karyawan yang tidak mendapatkan kualitas kehidupan kerja yang sesuai harapan, maka karaywan akan bekerja dengan kurang kesungguahan dan kurang berpartisipasi dalam memajukan perusahaannya. Kontribusi tersebut mengindikasikan bahwa variabel QWL memiliki peranan penting dalam membentuk OCB karyawan.

D. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Untuk sandi 02 (LUNAS) digunakan juga untuk kondisi fasilitas yang dinyatakan LUNAS dengan diskon (haircut), dan/atau dengan kriteria lain yang oleh karenanya

Sedangkan untuk negara ASEAN tujuan ekspor komoditi non migas utama Jawa Timur adalah Malaysia dengan nilai ekspor mencapai USD 83,58 juta, diikuti Singapura USD

Pengembangan teknik penyelamatan embrio kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) secara in-vitro.. Jawa Timur: Universitas Pembangunan

Dengan memodifikasi port yang membentuk sudut 30°, 45° dan 60° terhadap arah arus dengan diameter port yang sama (D)= 0,75 em, dilakukan percobaan initial dilution

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif yang diwujudkan dengan data. Data hasil tes kesegaran jasmani yang berupa angka telah

[r]

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan kesimpulan – kesimpulan yang diperoleh bahwa keberadaan pegas spiral pada balok tipis memberikan kontribusi kenaikan

a. pelaksanaan kegiatan statistik;.. pembakuan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran. Koordinasi dan atau kerjasama penyelenggaraan statistik antara BPS, instansi