• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) merupakan salah satu masalah terbesar pemerintah pusat dan daerah hingga saat ini. Bila tidak ada penataan sistem transportasi di area Jabodetabek maka dikhawatirkan kemacetan semakin memburuk (Asri dan Hidayat, 2005). Kajian yang dilakukan oleh Rencana Induk Transportasi Terpadu (SITRAM) tahun 2004 menyebutkan kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan yang berkepanjangan di Jabodetabek mencapai Rp. 8,3 triliun rupiah per tahun. Jumlah ini terdiri dari pemborosan bahan bakar minyak akibat biaya operasional kendaraan Rp 3 triliun, kerugian akibat waktu yang terbuang Rp 2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat polusi udara Rp 2,8 triliun. Angka kerugian ini akan terus meningkat seiring kemacetan lalu lintas yang semakin parah di Jakarta (Dinas Perhubungan RI, 2006).

Penyebab kemacetan di Jabodetabek sangat kompleks karena melibatkan banyak aspek antara lain; sosial, ekonomi, dan budaya yang diperparah dengan tidak adanya perencanaan terpadu antara pembangunan jalan dan perencanaan transportasi. Salah satu penyebab kemacetan adalah mobilitas penduduk Bodetabek ke Jakarta pada pagi dan sore hari untuk bekerja (Asri dan Hidayat, 2005). Penduduk Jakarta yang berjumlah 9.607.787 jiwa (Sensus Penduduk Tahun 2010) dapat meningkat hingga 15 juta jiwa pada siang hari karena adanya mobilitas penduduk Bodetabek ke Jakarta. Penduduk penglaju dari Bodetabek yang bekerja di

(2)

2

Jakarta ini, umumnya memasuki Jakarta pagi hari saat jam kerja dan kembali ke daerah masing-masing saat pulang kerja sore hingga malam hari. Kondisi ini menyebabkan kemacetan semakin panjang karena mayoritas pekerja dari luar Jakarta menggunakan kendaraan pribadi, khususnya roda empat (Kompas.com, 6 Maret 2013).

Menghindari kemacetan yang terjadi setiap hari untuk mempersingkat waktu menuju tempat kerja dan kembali ke rumah, merupakan salah satu alasan orang akhirnya beralih memanfaatkan kereta api (KA) komuter (Tribunnews.com, 7 Juli 2013). KA komuter adalah kereta api yang beroperasi dalam jarak dekat, menghubungkan kota besar dengan kota-kota kecil di sekitarnya atau dua kota yang berdekatan. Penumpang kereta ini mayoritas adalah para penglaju bermobilitas tinggi yang pulang-pergi dalam sehari, misalnya ke tempat kerja atau sekolah. Sehingga dapat dipahami apabila frekuensi perjalanan komuter termasuk tinggi dan jumlah penumpangnya juga paling banyak dibanding kereta lainnya (Wikipedia.org, 2013).

Saat ini, KA komuter yang beroperasi di Jabodetabek sebagian besar adalah kereta rel listrik (KRL) yang umum disebut Commuter Line. Sebelumnya juga beroperasi KA ekonomi non-AC yang pada Juni 2013 ditarik pengoperasiannya karena dinilai tidak layak jalan (sering mengalami kerusakan dan menganggu perjalanan KA lainnya). Jadwal perjalanan yang semula dilayani KA ekonomi diganti dengan KRL Commuter Line (Kompas 13 Mei 2013, halaman 25).

KRL Commuter Line yang beroperasi di lintas Jabodetabek saat ini sebagian besar adalah kereta hibah dari pemerintah Jepang yang sudah habis masa

(3)

3

beroperasinya di negara tersebut. Operator KRL ini adalah PT. KAI Commuter Jabodetabek (PT KCJ), yaitu anak perusahaan PT. KAI Persero yang bertanggungjawab menyelenggarakan jasa angkutan kereta komuter dengan menggunakan sarana kereta rel listrik di wilayah Jabodetabek (www.krl.co.id, 2013).

Setiap harinya KRL Commuter Line melayani 450 ribu hingga 500 ribu penumpang. PT KAI mencatat jumlah penumpang KRL Commuter Line tahun 2012 meningkat 35% dibandingkan tahun 2011 (Laporan Tahunan PT KAI 2012, 2013). Tabel 1.1 berikut ini menampilkan jumlah penumpang KA Jawa dan Sumatera tahun 2006-2012, meliputi jenis KRL Jabodetabek dan non-Jabodetabek (angkutan jarak jauh).

Tabel 1.1 Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera Tahun 2006 – 2013

Tahun

Jawa

(Jumlah dalam Ribu Orang) Sumatera Total Jabotabek Non Jabotabek Jabotabek + Non

Jabotabek 2006 104.425 51.671 156.096 3.323 159.419 2007 118.095 53.826 171.921 3.415 175.336 2008 125.451 64.688 190.138 3.939 194.076 2009 130.508 68.913 199.422 4.119 203.070 2010 124.308 73.720 198.028 5.241 203.270 2011 121.105 72.936 194.041 5.296 199.337 2012 134.088 63.707 197.795 4.384 202.179 2013 156.891 53.532 210.423 3.995 214.418

Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 2014

Jumlah penumpang KRL Jabodetabek di tahun 2013 juga menunjukkan kecenderungan meningkat setiap bulannya. Peningkatan penumpang berkisar antara 200 ribu hingga satu juta orang per bulan (PT KAI dan PT KCJ, 2013). Grafik

(4)

4

penumpang bulan Januari hingga November 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.2 Jumlah Penumpang KRL Bulan Januari Hingga November 2013 (Dalam Ribu Orang)

Sumber: Diolah dari data PT KAI dan KCJ (www.bps.go.id)

Pada bulan April 2013 PT KAI mengeluarkan perubahan Grafik Perjalanan KA Jabodetabek atau Gapeka. Gapeka berisi seluruh jadwal perjalanan kereta penumpang lingkar Jabodetabek baik KRL Commuter Line maupun KA ekonomi. Sesuai dalam Gapeka 2013 ini, jumlah perjalanan KRL Jabodetabek bertambah di semua rute. Penambahan perjalanan memberi dampak pada waktu tunggu kedatangan kereta di stasiun yang biasanya setiap 15 menit sekali, menjadi sekitar tujuh menit sekali. Rute yang mengalami penambahan jumlah perjalanan antara lain rute Stasiun Bogor menuju Jatinegara yang semula 67 perjalanan menjadi 93 perjalanan per hari, lintas Serpong - Tanahabang dari 74 menjadi 87 perjalanan, lintas Bekasi - Jakarta Kota yang semula 84 menjadi 106 perjalanan (Kompas.com, 1 April 2013). Diperkirakan, jika 180 tambahan unit/gerbong kereta komuter bekas dari Jepang yang dipesan PT KAI tiba di Indonesia pada akhir tahun 2013 (atau

(5)

5

awal tahun 2014), maka jumlah perjalanan di lingkar Jabodetabek akan ditambah sebanyak 61 perjalanan. Sehingga total perjalanan per hari menjadi 575 perjalanan (Detikcom, 30 September 2013).

PT KCJ dalam websitenya (www.kr.co.id) menjelaskan KRL Commuter Line Jabodetabek saat ini melayani enam rute, yaitu:

1. Bogor/Depok–Manggarai–Jakarta Kota (PP)

2. Bogor/Depok–Tanahabang – Pasar Senen – Jatinegara (PP) 3. Bekasi– Jatinegara– Manggarai–Jakarta Kota (PP)

4. Parung Panjang/Serpong –Tanahabang, (PP) 5. Tangerang–Duri (PP)

6. Tanjung Priok–Jakarta Kota (PP)

Masih dari sumber yang sama, berdasarkan hasil evaluasi yang pernah dilakukan PT KCJ tahun 2011, prosentase jumlah penumpang Commuter Line terbanyak tahun 2011 adalah penumpang dengan rute Jakarta–Depok, PP (37%); kemudian penumpang rute Jakarta–Bogor, PP (33%); Jakarta–Bekasi, PP (15%); Jakarta-Serpong, PP (13%); dan 3% penumpang rute Jakarta-Tangerang, PP (www.krl.co.id). Gambar rute KRL Jabodetabek dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalam Kompas.com (10 Agustus 2009) dijelaskan beberapa kelebihan menggunakan moda transportasi KA adalah tingkat keselamatan tinggi, bebas macet sehingga perjalanan menuju atau meninggalkan Jakarta menjadi lebih cepat, menghemat waktu, dan ramah lingkungan (tidak terpapar polusi udara secara langsung). Sedangkan dalam Tempo.com (7 Agustus 2013) menambahkan kelebihan yang lain adalah tarif KRL lebih murah daripada angkutan darat yang lain, terutama sejak diberlakukannya tarif progresif bersubsidi pada 1 Juli 2013.

(6)

6

Sebelum penerapan tarif progresif KRL, jumlah penumpang KA Jabodetabek 470 ribu per hari. Setelah 1 Juli 2013, atau hari pertama diterapkannya tarif progresif yang lebih murah daripada sebelumnya, jumlah penumpang per hari melonjak menjadi 589 ribu (Kompas.com, 12 Agustus 2013). PT KAI berupaya hingga akhir tahun 2013 dapat mengangkut 600 ribu penumpang setiap harinya (Tempo.com, 8 Juli 2013).

Namun di sisi lain, kekurangan sarana KA komuter adalah jadwal kereta yang tidak tepat waktu dan ketersediaan gerbong KA yang tidak sebanding dengan jumlah penumpang, menyebabkan penumpang selalu berdesak-desakan terutama pada jam berangkat atau pulang kerja (Kompas.com, 16 April 2013). Kepadatan penumpang dalam gerbong, baik di dalam gerbong khusus perempuan maupun gerbong campur (laki-laki dan perempuan) pada pagi atau sore hari sebagaimana tampak dalam Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Kepadatan Penumpang KRL di Gerbong Khusus Perempuan dan Gerbong Campur di Pagi atau Sore di Hari Kerja

Sumber: Kiri: Dokumentasi Pribadi (Juli, 2013), Kanan: Kompas.com (April 2013)

Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti, pada pagi hari saat berangkat kerja dan sore hari saat pulang kerja, tidak semua penumpang yang

(7)

7

menunggu di peron stasiun dapat diangkut oleh KRL yang datang. Hal ini karena volume penumpang yang sangat banyak tidak sebanding dengan kapasitas rangkaian KRL yang tersedia. Pada kondisi tersebut, ada dua pilihan yang dimiliki penumpang, yaitu tetap memaksa masuk ke dalam gerbong dan berdesak-desakan dengan penumpang yang lain atau menunggu rangkaian KRL berikutnya.

Perjalanan KA tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan stasiun KA yang satu sama lain saling terkait. Umumnya, saat bepergian dengan KA, penumpang akan mengawali dan mengakhiri perjalanannya di stasiun. Setiap penumpang harus berada di stasiun sebelum naik KA dan harus turun di stasiun akhir sesuai dengan tujuan masing-masing. Di dalam stasiun penumpang biasanya membeli tiket dan segera menuju lokasi rangkaian kereta api melalui tangga, eskalator, atau jalan biasa (Li, 2000).

Jumlah stasiun se-Jabotabek yang melayani KA Commuter Line saat ini sebanyak 64 stasiun. Dari jumlah tersebut, ada delapan stasiun besar yang yang dimanfaatkan sebagai stasiun pusat terminus. Stasiun terminus adalah stasiun pusat pemberangkatan dan stasiun akhir perjalanan, sekaligus sebagai stasiun transfer antar rute. Stasiun terminus yang ada di lintas Jabodetabek adalah Stasiun Jakarta Kota (sekaligus sebagai stasiun besar yang melayani KA jarak jauh), Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tanahabang, Stasiun Duri, Stasiun Kampung Bandan, Stasiun Bogor, dan Stasiun Bekasi (Wikipedia.org, 2013).

Sebagai salah satu stasiun terminus, Stasiun Tanahabang setiap harinya selalu ramai dengan penumpang naik, turun, dan transfer rute. Jumlah penumpang per hari yang melalui stasiun ini sekitar 45 ribu (Detik.com, 12 Agustus 2013). Menurut Gapeka 2013, sebanyak 205 perjalanan KRL melalui Stasiun Tanahabang,

(8)

8

yaitu 125 perjalanan singgah (transfer penumpang antar rute), 40 mengawali perjalanan dan 40 perjalanan berakhir di Stasiun Tanahabang. Rute perjalanan yang melewati stasiun Tanahabang adalah Bogor–Jakarta Kota, PP; Bogor-Jatinegara, PP; Bekasi – Jakarta Kota, PP; dan rute Parung Panjang/Serpong – Tanahabang (PT KAI, 2013).

Stasiun Tanahabang berlokasi di jalan Jatibaru, Kecamatan Tanahabang Jakarta Pusat. Stasiun yang berlokasi di timur Banjir Kanal Barat (BKB) dan di selatan Jembatan Layang Kalibaru ini, merupakan stasiun yang berada dalam pengelolaan Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta. Stasiun Tanahabang menjadi salah satu stasiun terminus di Jabodetabek. Stasiun ini dibangun sejak jaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Berdasarkan ulasan berita di Tempo.com (30 September 2013) menyebutkan bahwa kapasitas Stasiun Tanahabang saat ini sudah tidak memadai karena jumlah penumpang yang melebihi kapasitas. Dalam perencanaan awal Stasiun Tanahabang diperuntukkan untuk menampung 20 ribu penumpang, namun faktanya kini menampung hampir dua kali lipatnya. Hal senada juga disampaikan Direktur PT KAI Ignasius Jonan dalam Kompas.com (12 Agustus 2013) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Tanahabang menyebabkan kepadatan penumpang di stasiun tersebut.

Meningkatnya jumlah penumpang dan tidak bertambahnya sarana yang tersedia di stasiun mengakibatkan kepadatan penumpang sehingga membentuk antrian. Berdasarkan hasil observasi awal, antrian ini terjadi setiap hari terutama pada jam-jam berangkat kerja. Meskipun hari Sabtu dan Minggu bukan hari kerja bagi sebagian besar warga Jabodetabek, tetapi antrian tetap terjadi. Sebagian besar

(9)

9

penumpang KRL hari Sabtu dan Minggu adalah penumpang yang akan berbelanja ke Pasar Tanahabang. Antrian di tangga sering diwarnai dengan aksi saling dorong yang berakibat arus antrian tidak lancar. Terkadang ada penumpang yang terjatuh menimpa penumpang yang lain, sering sepatu penumpang terinjak dan tertinggal di tangga, tali tas tersangkut di tangga besi pembatas atau tersangkut penumpang yang lain. Lama antrian penumpang menuju tangga bervariasi tergantung banyaknya jumlah penumpang yang naik dan yang turun, waktu kedatangan kereta, dan persilangan kereta tiba yang mengangkut penumpang transfer. Antrian penumpang di tangga tampak seperti gambar 1.4 di bawah ini.

Gambar 1.4 Antrian Penumpang di Tangga Stasiun Tanahabang di Pagi Hari

Sumber: Dokumentasi pribadi (Juli, 2013)

Pada tanggal 1 Juli 2013, selain mengumumkan perubahan tarif progresif bersubsidi, PT KAI juga meresmikan perubahan tiket KRL Commuter Line yang semula tiket kertas menjadi tiket elektronik yang berbentuk seperti kartu ATM bank. Ketentuan pemakaian tiket elektronik ini setiap penumpang ketika hendak naik KRL

(10)

10

Commuter Line harus melakukan tapping in di pintu masuk (gate in) terlebih dahulu. Demikian pula ketika hendak meninggalkan stasiun melakukan tapping out di pintu keluar (gate out). Tapping adalah verifikasi tiket dengan cara menempelkan tiket/kartu ke mesin tapping yang tersedia di semua stasiun yang melayani KRL Commuter Line.

Perubahan sistem ticketing bagi penumpang KRL Commuter Line ternyata berpengaruh terhadap antrian yang terjadi di Stasiun Tanahabang. Berdasarkan hasil observasi awal, antrian penumpang hanya terjadi di loket dan tangga naik/turun. Namun, sejak diberlakukannya tapping in dan tapping out tiket elektronik, muncul antrian baru di area gate out. Antrian ini terutama terjadi pada pagi hari saat penumpang dalam jumlah besar hendak keluar stasiun dan harus melakukan tapping out terlebih dahulu. Gambar 1.5 berikut ini adalah antrian yang terjadi pada pagi hari ketika penumpang akan melakukan tapping out.

Gambar 1.5 Antrian Penumpang di Pintu Tiket Keluar (Tapping out gate)

(11)

11 1.2 Rumusan Masalah

Masalah antrian penumpang yang terjadi di pintu keluar Stasiun Tanahabang timbul karena sarana dan prasarana yang tersedia belum memenuhi kebutuhan penumpang yang datang dalam jumlah besar pada suatu waktu tertentu. Setiap hari, terutama di hari kerja, penumpang harus kehilangan sebagian waktu karena harus menunggu dalam antrian. Bagi orang-orang yang tidak setiap hari menggunakan transportasi KA atau penumpang yang tidak setiap hari turun di Stasiun Tanahabang, mengantri saat menuju pintu keluar stasiun mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi tidak demikian bagi penumpang yang setiap hari turun di Stasiun Tanahabang dan harus mengantri sekian menit saat hendak keluar stasiun.

Jumlah penumpang yang terus bertambah sebagai dampak penerapan tarif progresif turut memperpanjang baris antrian penumpang. Berdasarkan observasi awal, kedatangan dua KA yang hanya berselisih waktu beberapa menit dan menurunkan penumpang di peron yang sama, mengakibatkan antrian penumpang yang panjang. Hal ini terjadi karena antrian penumpang dari KA sebelumnya belum selesai, datang lagi penumpang dalam jumlah besar. Bila pihak manjemen Stasiun Tanahabang atau PT KAI tidak segera mencari solusi untuk mengurangi antrian, maka dikhawatirkan antrian semakin bertambah parah. Dampaknya tingkat kepuasan dan kepercayaan penumpang terhadap Stasiun Tanahabang akan berkurang.

Berdasarkan uraian di atas, maka antrian di dalam Stasiun Tanahabang menjadi relevan untuk diteliti. Sistem antrian yang terjadi di Stasiun Tanahabang, faktor-faktor yang mendukung terjadinya antrian dan langkah apa yang telah

(12)

12

dilakukan pihak manajemen stasiun untuk mengatasi antrian, berupakan beberapa hal yang menarik untuk digali lebih lanjut.

1.3Pertanyaan Penelitian

Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, peneliti mempunyai tiga pertanyaan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan antrian di Stasiun Tanahabang? (Jawaban yang ingin ketahui meliputi sarana dan prasarana, sistem yang berlaku, upaya yang telah dilakukan manajemen stasiun, dan lama antrian penumpang)

2. Bagaimana sistem antrian penumpang KRL Jabodetabek yang hendak menuju pintu keluar (gate out) Stasiun Tanahabang?

3. Rekomendasi apa yang diperlukan untuk mengurangi lama antrian penumpang di pintu keluar Stasiun Tanahabang?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu untuk:

1. Menggali faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya antrian di Stasiun Tanahabang.

2. Menganalisis sistem antrian penumpang KRL Jabodetabek di pintu Stasiun Tanahabang sebelum dan setelah ada pintu keluar yang baru. 3. Memberikan rekomendasi untuk mengurangi antrian penumpang yang

(13)

13 1.5 Manfaat Penelitian

Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkaitan dengan topik penelitian ini, antara lain:

1. Bagi manajemen Stasiun Tanahabang, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi terhadap antrian penumpang yang terjadi si stasiun tersebut. Selain itu dapat berguna sebagai kajian evaluasi pemisahan pintu masuk (gate in) dan pintu keluar (gate out/exit) yang mempengaruhi lama antrian penumpang.

2. Bagi PT KAI Pusat dan PT KAI Daop 1 Jakarta, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi terutama masalah tentang antrian yang terjadi di Stasiun Tanahabang.

3. Bagi stasiun Jabodetabek yang lain, yang mungkin mengalami kejadian yang sama dengan antrian penumpang di Stasiun Tanahabang.

4. Bagi pengamat, pemerhati, pelaku, peneliti transportasi masal di Indonesia.

5. Bagi penumpang KA, terutama penumpang KRL Commuter Line

6. Bagi penulis (peneliti), dengan melakukan penelitian ini dapat secara langsung menerapkan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan di universitas.

1.6 Batasan Penelitian

Pembatasan masalah perlu dilakukan untuk memfokuskan kajian penelitian sehingga prosesnya menjadi terarah dan hasilnya mampu menjawab pertanyaan

(14)

14

penelitian. Beberapa batasan masalah yang dipilih sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

1. Penelitian dilakukan di Stasiun Tanahabang.

2. Berdasarkan observasi awal, di Stasiun Tanahabang pada waktu-waktu tertentu ada beberapa tempat yang biasanya terjadi antrian penumpang, antara lain di loket pembelian tiket, di pintu masuk (gate in), di peron, di tangga naik/turun dalam stasiun, dan di pintu keluar (gate out) ketika penumpang antri melakukan tapping out. Pada penelitian ini peneliti hanya berfokus pada masalah antrian penumpang yang hendak keluar stasiun. Dari pengamatan awal, lokasi yang dilewati penumpang yang hendak keluar adalah peron, tangga naik/turun, dan pintu keluar (gate out). Peneliti tidak mengamati antrian yang terjadi di loket pembelian tiket karena telah banyak penelitian yang mengangkat topik antrian di loket-loket stasiun. Peneliti juga tidak mengamati antrian penumpang di

gate in karena antrian penumpang menuju pintu keluar (gate out) Stasiun Tanahabang lebih menarik untuk dikaji karena melibatkan kerugian waktu ribuan penumpang setiap harinya.

3. Selama proses pengamatan antrian penumpang, populasi yang menjadi subyek penelitian ini adalah seluruh penumpang KRL yang berhenti di stasiun Tanahabang. Karena tidak memungkinkan bila mengambil seluruh populasi sebagai subyek yang akan diteliti, maka akan diambil sampel. Untuk sampel pada kegiatan observasi diambil dari penumpang KA komuter dari tiga jurusan yaitu: (1) Maja–Tanahabang, (2) Parungpanjang–Tanahabang, dan (3) Serpong–Tanahabang yang hendak

(15)

15 keluar stasiun. Alasan peneliti mengambil data jurusan ini karena rute tersebut adalah rute terakhir, dimana dalam waktu yang sama semua penumpang harus turun dari gerbong kereta. Jika membandingkan jumlah penumpang KRL rute lain yang juga turun di Stasiun Tanahabang, jumlah penumpang turun dari KRL rute Maja/Parungpanjang/Serpong–Tanahabang lebih banyak. Jadi asumsinya bahwa lama antrian menuju pintu keluar yang dialami oleh penumpang jurusan ini lebih panjang dibandingkan penumpang turun dari rute yang lain. Tidak semua penumpang jurusan Maja/Parungpanjang/Serpong– Tanahabang yang turun dari KRL akan meninggalkan stasiun. Sebagian lainnya akan transit untuk berpindah rute. Peneliti tidak mengambil data penumpang transit, meskipun penumpang tersebut kemungkinan mengalami antrian ketika berpindah jalur.

1.7 Sistematika Penulisan

Struktur penulisan tesis mengikuti panduan yang dikeluarkan oleh MM UGM. Sistematika penulisan tesis dibagi ke dalam lima bab yang terdiri dari pendahuluan, landasan toeri, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan dan saran.

Bab I membahas tentang pengantar penelitian yaitu latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II mengupas tentang tinjauan pustaka atau teori-teori yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti.

(16)

16

Bab III menjelaskan tentang metode penelitian. Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan alat analisis data.

Bab IV menguraikan tentang analisis dan pembahasan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada bab ini disampaikan hasil analisis dari data-data yang telah dikumpulkan dan diolah selama proses penelitian. Hasil analisa data akan dikaitkan dengan teorinya.

Terakhir adalah Bab V yang akan memberikan simpulan hasil penelitian dan saran peneliti sesuai masukan yang diperoleh dari bab sebelumnya.

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera Tahun 2006 – 2013
Gambar 1.2 Jumlah Penumpang KRL Bulan Januari Hingga November 2013 (Dalam Ribu Orang)
Gambar 1.3 Kepadatan Penumpang KRL di Gerbong Khusus Perempuan dan Gerbong Campur di  Pagi atau Sore di Hari Kerja
Gambar 1.5 Antrian Penumpang di Pintu Tiket Keluar (Tapping out gate)

Referensi

Dokumen terkait

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

Pengaruh solvent-feed ratio, waktu kontak, suhu eampuran dan keeepatan putaran pengaduk terhadap volume rafinat, titik anilin, spesific gravity dan angka eetane bahan bakar diesel

Pada Ruang Baca Pascasarjan perlu dilakukan pemebersihan debu baik pada koleksi yang sering dipakai pengguna maupun

Analisa Mikroskop Hasil Pengolahan Bahan Galian Pengujian Variasi Volume Putaran Mesin 1 Pemompaan dari Monitor 1 .... Analisa Mikroskop Hasil Pengolahan Bahan Galian Pengujian

Kedua, kebutuhan yang dipandang perlu dila- kukan sebagai solusi dari masalah-masalah di atas adalah sebagai berikut: (1) guru perlu memberi ke- sempatan siswa

Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10, atau CR < 0.10, maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Medical Surgical and Critical Care Nursing Community Health and Primary Care Nursing Geriatric Nursing. Room 2